RASA TAKUT KEPADA ALLAH JALLA JALAALUH
1. Kisah Amalan Rasulullah saw. Ketika Terjadi Angin Taufan
“Aisyah
r.ha. bercerita, jika terjadi awan gelap, angin taufan, atau
sebagainya, maka wajah Rasulullah saw. yang penuh nur akan berubah
pucat. Karena rasa takut beliau, kadang kala beliau di dalam atau keluar
sambil terus membaca do'a:
sesungguhnya
aku memohon kepada-Mu kebaikan angin ini, dan kebaikan yang berada di
dalamnya, dan kebaikan yang dikirim dengannya. Dan aku berlindung
kepada-Mu dari kejelekan angin ini, dan kejelekan padanya, dan kejelekan
pada yang dikirim dengannya. "
Dan
jika hujan mulai turun, maka wajah Rasulullah saw. akan mulai cerah.
Saya ('Aisyah r.ha.) bertanya, "Ya Rasulullah, semua orang suka jika
melihat awan mendung, menandakan akan turun hujan, tetapi mengapa engkau
seperti ketakutan?" Jawab Nabi saw., "Aisyah, bagaimana aku tenang jika
belum dipastikan di dalamnya tidak akan turun adzab? Kaum 'Ad telah
diadzab oleh Allah dengan keadaan seperti ini. Ketika melihat awan
hitam, mereka senang. Mereka menganggap awan itu akan turun hujan.
Padahal, itu tanda adzab Allah kepada mereka." Allah swt. berfirman;
"Ketika
orang-orang itu (yaitu Kaum 'Ad) melihat bahwa awan tersebut menuju ke
arah lembah-lembah mereka, maka mereka berkata, "Inilah awan yang akan
menurunkan hujan ke atas kita' (Allah menjawab perkataan mereka) 'Bukan,
itulah ancaman yang kamu minta untuk disegerakan. (karena kalian telah
berkata kepada Nabi as; 'jika kalian memang benar sebagai Nabi maka kamu
kirimkanlah adzab kepada kami') Angin yang terdapat di dalamnya adzab
yang sangat pedih. Menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya
sehingga mereka tidak kelihatan, kecuali bekas rumah-rumah mereka.
Demikianlah, kami membalas kaum yang durhaka. "(Al-Ahqaf : 24-25)
Faedah:
Ini
adalah rasa takut kepada Allah yang Maha Suci yang telah ditunjukkan
oleh Sayyidul Awwalin wal Akhirin Rasulullah saw.. Semua itu dapat
diketahui melalui sabda-sabda beliau saw.. Dalam firman-Nya, Allah
berfirman bahwa Allah swt. tidak akan mengadzab suatu kaum yang Nabi
saw. berada di dalamnya. Walaupun Allah swt. telah berjanji demikian,
Nabi saw. tetap demikian takut kepada Rabbnya. Jika terjadi awan gelap
atau angin taufan, beliau teringat kaum-kaum terdahulu yang telah
diadzab oleh Allah. Juga hendaknya kita melihat diri kita yang selalu
bergelimang dosa. Namun, kita tetap tidak terkesan terhadap gempa dan
berbagai adzab lainnya. Bukannya segera menyibukkan diri dengan
bertaubat, beristigfar dan shalat. Malah tetap sibuk dengan berbagai
jenis kelalaian.
2. Kisah Amalan Anas ra. Ketika Terjadi Angin Taufan
Nadhr
bin Abdullah ra. bercerita, "Pada masa hidup Anas ra., pernah terjadi
angin taufan dengan tiba-tiba. Saya segera menjumpai Anas ra. dan
bertanya kepadanya, "Apakah ini pernah terjadi di jaman Nabi saw.?"
Jawabnya, "Aku berlindung kepada Allah, pernah terjadi demikian di jaman
Nabi. Kami segera pergi ke masjid, karena takut akan terjadi Kiamat."
Abu Darda ra. pun bercerita, "Jika ada angin ribut, maka Rasulullah saw.
akan cemas dan segera pergi ke masjid."
Faedah:
Dewasa
ini, walaupun berbagai musibah besar melanda kita, sangat sedikit yang
mengingat masjid. Orang-orang aw am meninggalkan masjid, dan orang-orang
penting pun sedikit saja yang mempedulikannya. Jawablah masalah ini
dengan merenungkannya dalam hati kita masing-masing.
3. Kisah Amalan Rasulullah saw. Ketika Terjadi Gerhana Matahari
Suatu
ketika, terjadi gerhana pada jaman Rasulullah saw.. Para sahabat ra.
ingin mengetahui apa yang dilakukan Rasulullah saw. ketika itu. Mereka
yang sedang sibuk pekerjaannya pun segera berlari meninggalkan
pekerjaannya. Bahkan, anak-anak kecil yang sedang berlatih memanah pun,
ikut berlarian ingin mengetahui apa yang dilakukan Nabi saw..
Rasulullah
saw. mengerjakan dua rakaat shalat Kusuf yang sangat panjang, sehingga
sebagian orang yang mengikutinya ada yang jatuh pingsan. Dalam shalat
itu Nabi saw. menangis dan berdo'a, "Ya Rabb, Engkau telah berjanji
bahwa Engkau tidak akan menyiksa mereka selagi aku masih bersama mereka.
Dan Engkau berjanji tidak akan mengadzab mereka selama mereka sibuk
beristighfar." Dalam surat Al-Anfal, Allah telah berjanji demikian:
"Dan
Allah sekali-kali tidak akan mengadzab mereka, sedang kamu berada di
antara mereka. Dan Allah tidak akan mengadzab mereka, sedang mereka
memintaampun." (Al-Anfal: 33)
Kemudian
Rasulullah saw. berkhutbah, " Jika kalian mengalami gerhana baik
matahari ataupun bulan, maka bersegeralah shalat. Jika kalian mengetahui
keadaan hari akherat sebagaimana yang telah saya lihat, niscaya kalian
akan sedikit tertawa dan banyak menangis. Jika terjadi lagi seperti
demikian, maka dirikanlah shalat, berdo'a, dan bersedekahlah."
4. Kisah Tangisan Rasulullah saw. Sepanjang Malam
Pernah
pada suatu malam, Nabi saw. menangis sepanjang malam. Dan beliau shalat
hingga waktu shubuh, sambil terus menerus membaca ayatberikut ini,
"Jika
Engkau siksa mereka, sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu. Dan,
jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkau adalah Maha
Perkasa lagi Bijaksana. " (Al-Maidah:118)
"Ya
Allah, jika Engkau adzab mereka, Engkaulah penentunya. Mereka adalah
hamba-hamba-Mu, dan Engkaulah pemiliknya. Dan, pemilik berhak menghukum
hambanya yang bersalah. Jika Engkau maafkan mereka, sungguh Engkaulah
penentunya. Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Engkau berkuasa untuk
memberi maaf. Engkau pun Maha Bijaksana, maka memaafkan juga sesuai
dengan kebijaksanan-Mu." (Bayanul Quran).
Diriwayatkan
bahwa Imam A'zham pun beramal seperti ini. Beliau pernah dalam suatu
malam terus menerus membaca ayat di bawah ini sambil menangis;
"Dan berpisahlah kamu pada hari ini, hai orang-orang yang 6en£»a."(Yasiin:59)
Ayat
di atas bermaksud, bahwa pada hari Kiamat akan dikatakan kepada para
pendosa, "Selama di dunia kalian saling berkumpul, tetapi pada hari
Kiamat sekarang ini, kalian akan dipisahkan dengan mereka yang tidak
berdosa." Mendengar perintah pada ayat ini, wajarlah menangis karena
tidak tahu apakah dalam golongan para pendosa atau golongan orang-orang
yang taat?
5. Kisah Perasaan Takut Abu Bakar ra.
Sesuai
kesepakatan ahli sunnah bahwa Abu Bakar ra. adalah orang yang paling
utama diantara seluruh manusia di dunia ini selain Anbiya as.. Demikian
tinggi keyakinan beliau, sehingga Rasulullah saw. sendiri telah memberi
kabar gembira bahwa ia akan menjadi pemimpin jamaah di surga nanti. Dan
semua pintu surga akan memanggil-manggil namanya serta 'menyampaikan
kabar gembira kepadanya. Nabi saw. pun pernah bersabda, "Orang yang
paling dahulu masuk surga di kalangan ummatku adalah Abu Bakar ra.."
Walaupun demikian, Abu Bakar ra. justru berkata, "Seandainya aku menjadi
sebatang pohon yang akhirnya ditebang." la juga pernah berkata,
"Seandainya aku menjadi rumput yang akan dimakan oleh hewan." Kadang ia
berkata, "Seandainya aku hanya menjadi rambut seorang mukmin." Suatu
ketika, ia pernah berada di dalam sebuah tarnan. Dan di dekatnya ada
seekor burung yang bertengger di atas dahan. Abu Bakar berkata, "Wahai
burung, alangkah nikmatnya hidupmu, kamu makan, minum, dan terbang di
antara pepohonan tetapi di akherat tidak akan ada hisab atasmu. Andaikan
Abu Bakar menjadi sepertimu." (TarikhulKhulafd)
Rabi'ah
Aslami ra. bercerita, "Suatii ketika saya pernah salah paham dengan Abu
Bakar ra.. Dan ia telah berbicara kasar kepadaku, tetapi saya diamkan
hal itu. Ketika ia menyadari kesalahannya, ia berkata kepadaku,
"Ucapkanlah kata-kata kasar kepadaku, sehingga menjadi balasan bagiku.",
Namun, saya menolaknya. la berkata, "Kamu harus mengucapkannya, jika
tidak saya akan adukan kepada Rasulullah saw.." Saya tetap tidak
menjawab apa pun. Lalu, ia bangun dan pergi meninggalkanku. Ketika itu
ada beberapa orang Banu Aslam yang menyaksikan kejadian tadi, mereka
berkata, "Orang ini aneh sekali, ia sendiri yang memulainya dan ia
sendiri yang mengadukannya kepada Rasulullah saw." Saya berkata,
"Tahukah kamu siapakah dia? Dialah Abu Bakar, jika kamu menyakitinya
berarti kamu menyakiti Rasulullah dan barangsiapa menyakiti Rasulullah,
berarti ia telah menyakiti Allah swt. Jika perbuatanku telah menyakiti
Allah swt, maka siapakah yang dapat menyelamatkan kehancuran Rabi'ah?"
Kemudian saya pun pergi menemui Nabi saw. dan menceritakan kejadian
tersebut. Sabda beliau, "Kamu tidak mau membalasnya dan tidak mau
menjawab itu baik, tetapi sebaiknya kamu katakan;" Semoga Allah swt.
memaafkanmu, wahai Abu Bakar!"
Faedah:
Inilah
keteladanan rasa takut kepada Allah. Hanya karena sepotong kalimat yang
sepele, Abu Bakar ra. demikian takut akan balasannya nanti di akherat.
Ia sangat cemas dan mengkhawatirkannya.
Padahal
beliau sendiri yang memulai dan beliau sendiri yang mengadukannya
kepada Nabi saw., agar Rabiah ra. mau membalas perbuatannya itu.
Pada
hari ini, kita saling mencaci dengan mudah. Tanpa rasa khawatir sedikit
pun, bagaimana balasan di akherat, atau hisab atas perbuatankita.
6. Kisah Perasaan Takut Umar ra.
Kadang-kala
Umar ra. memegang setangkai rumput dan berkata, "Seandainya aku menjadi
setangkai rumput ini." Terkadang beliau berkata," Seandainya ibuku
tidak melahirkanku."
Suatu
ketika, ia sedang sibuk dengan pekerjaannya. Seseorang mendatanginya
dan berkata, "Si fulan telah menzhalimiku. Engkau hendaknya
menindaknya." Umar ra. segera mengambil sebatang cambuk dan memukul
orang itu, sambil berkata, "Ketika saya sediakan waktuku untukmu, kamu
tidak datang. Sekarang saya sedang sibuk dengan urusan lain, kamu datang
dan memintaku untuk menyelesaikannya." Orang itu pun pergi. Lalu Umar
ra. menyuruh seseorang untuk memanggil kembali orang tadi. Setelah
datang, Umar ra. memberikan cambuk kepadanya dan berkata, "Balaslah
aku!" Jawab orang itu, "Aku telah memaafkanmu karena Allah."
Segera
Umar ra. pulang ke rumahnya dan mengerjakan shalat dua rakaat. Kemudian
beliau berbicara kepada dirinya sendiri, "Hai Umar, dahulu kedudukanmu
rendah, sekarang Allah meninggikan derajatmu. Dahulu kamu sesat, lalu
Allah memberimu hidayah. Dahulu kamu hina, lalu Allah memuliakanmu, dan
Dia telah menjadikanmu sebagai raja bagi manusia. Sekarang telah datang
seorang laki-laki mengadukan nasibnya dan berkata, "Aku telah dizhalimi,
balaskanlah untukku, tetapi kamu telah memukuhiya. Kelak pada hari
Kiamat, apakah jawabanmu di hadapan Tuhanmu?" Lama sekali Umar
menghukumi atas dirinya sendiri. (Asadul Ghobah)
Pelayan
beliau, yaitu Aslarn ra. berkata, "Suatu ketika saya pernah bersama
Umar ra. pergi ke Hirah (salah satu kota dekat Madinah). Lalu, terlihat
ada nyala api di atas gunung. Umar ra. berkata, "Itu mungkin suatu
kafilah yang kemalaman dan mereka tidak sampai ke kota, mereka terpaksa
menunggu di luar kota. Mari kita lihat berita baik dari mereka,
bagaimana penjagaan malam mereka!" Setibanya di sana, tampaklah seorang
wanita dengan beberapa anak kecil yang menangis di sekelilingnya. Dan
perempuan itu sedang merebus air dalam suatu kuali di atas tungku yang
menyala. Umar ra. memberi salam kepada wanita tadi, dan meminta ijin
untuk dapat mendekatinya, dan bertanya, "Mengapa anak-anak ini
menangis?" Jawab Wanita itu, "Mereka kelaparan." Lalu Umar ra, bertanya,
"Apa yang sedang engkau masak dalam panel itu?" Jawab wanita itu,
"Panci ini penuh dengan air, hanya untuk membohongi anak-anak agar
mereka senang dengan menyangka saya sedang memasakkan makanan untuk
mereka, sehingga mereka tertidur. Semoga Allah menghukum Amirul Mukminin
Umar ra., yang tidak mau tahu dengan kesempitanku ini." Umar ra.
menangis, dan berkata, "Semoga Allah merahmatimu, tetapi bagaimana Umar
ra. dapat mengetahui keadaanmu?" Jawab wanita itu, "Dia adalah ketua
kami, seharusnya ia memperhatikan keadaan kami."
Aslam
ra. melanjutkan ceritanya; kemudian Umar ra. mangajakku kembali ke
Madinah. Lalu ia mengeluarkan sekarung gandum, kurma, minyak, dan
beberapa potong pakaian juga beberapa dirham dari Baitul Mal. Setelah
karung itu penuh berisi, beliau berkata kepadaku, "Wahai Aslam, letakkan
karung ini di pundakku!" Saya menjawab, "Biarkan saya yang membawanya,
ya Amirul Mukminin." Sahut Umar ra,, "Tidak! Letakkan saja di pundakku."
Dua tiga kali aku menawarkan diriku dengan sedikit memaksa kepadanya,
lalu beliau berkata, "Apakah kamu akan memikul dosa-dosaku nanti pada
hari Kiamat? Tidak, aku sendirilah yang akan memikulnya, dan aku juga
yang bertanggung jawab atas hal ini." Terpaksa, saya letakkan karung itu
di pundak beliau. Dan dengan tergesa-gesa beliau membawa karung itu ke
kemah tadi dan saya pun tetap turut bersamanya.
Setibanya
di sana, beliau langsung memasukkan tepung, dan sedikit minyak,
ditambah dengan kurma lalu diaduk, dan beliau sendiri yang menyalakan
tungkunya. Aslam bercerita, "Saya melihat asap mengenai janggutnya,
beliau memasak sampai matang. Lalu, beliau sendiri yang menghidang
makanan itu dengan tangannya yang penuh berkah kepada keluarga itu.
Demikian senangnya Umar ra. tertawa-tawa melihat mereka makan. Setelah
selesai makan, anak-anak itu pun bermain-main riang. Wanita itu sangat
senang, ia berkata, "Semoga Allah memberimu balasan yang baik,
seharusnya kamu lebih berhak menjadi khalifah daripada Umar. Untuk
menyenangkan hati ibu tadi Umar ra. berkata, "Jika kamu menjumpai
khalifah, maka kamu akan menjumpaiku di sana."
Kemudian,
Umar ra. meletakkan kedua tangannya di bawah dan duduk di atas tanah.
Beberapa saat kemudian beliau pun meninggalkan mereka. Umar ra. berkata
kepada Aslam ra, "Aku tadi duduk di situ karena aku telah melihat mereka
menangis, dan hatiku ingin duduk sebentar menyaksikan mereka tertawa." (Asyharu Masyahir)
Dalam
shalat-shalat Shubuhnya, Umar ra. selalu membaca surat-surat Al-Qur'an
yang panjang. Kadang-kadang, beliau membaca surat Al-Kahfi, Thaha, dan
surat lainnya, sambil menangis terisak-isak, sehingga suara tangisannya
terdengar hingga beberapa shaf ke belakang. Suatu ketika Umar ra.
membaca surat Yusuf dalam Shubuhnya, ketika sampai di ayat:
"Yakub menjawab, "Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku. "(Yusuf: 86)
Beliau
menangis terisak-isak sehingga suaranya tidak terdengar lagi. Beliau
juga kadang-kadang terus membaca Al-Qur'an sambil menangis dalam
tahajjudnya sehingga terjatuh dan sakit.
Faedah:
Inilah
keteladanan rasa takut seseorang kepada Allah, yang namanya sangat
ditakuti oleh raja-raja. Sekarang, setelah 1.300 tahun lamanya, adakah
seorangraja, seorangpejabat, atausekedarpemimpin biasa yang mempunyai
rasa tanggung jawab dan kasih sayang terhadap rakyatnya sedemikian rupa
seperti Umar ra.?
7. Kisah Ibnu Abbas ra. Member! Nasehat
Wahab
bin Munabbih rah.a. bercerita, "Pada masa tua Abdullah bin Abbas ra.,
matanya telah menjadi buta. Saya pernah membawanya ke Masjidil Haram.
Setibanya di sana, terdengar suara orang bertengkar. Beliau
berkatakepadaku, "Bawalah sayake situ." Saya pun membawanya ke
perkumpulan itu. Di sana, beliau langsung memberi salam, dan mereka
mempersilakan beliau duduk, tetapi beliau menolak. Beliau berkata,
"Kalian tidak mengetahui bahwa hamba-hamba Allah yang istimewa adalah
mereka yang karena rasa takutnya kepada Allah banyak berdiam diri.
Padahal, ia tidak udzur atau bisu, bahkan ia fasih berbicara, pandai
berbicara, pintar, tetapi karena sibuk mengingat keagungan Allah swt.,
hal itu menjadikan akal mereka, hati mereka dibiarkan hancur dan lisan
mereka dibiarkan membisu. Jika mereka menemui sesuatu atau keadaan yang
menyulitkan, maka mereka akan segera beramal shaleh. Maka, mengapa
kalian lari dari teladan tersebut?" Wahab bin Munabbih rah.a. berkata,
"Setelah kejadian tersebut, say a tidak pernah lagi melihat dua orang
berkumpul di suatu tempat."
Faedah:
Karena
tingginya rasa takut Ibnu Abbas ra. kepada Allah swt., sehingga beliau
menangis setiap saat. Dan dalam kisah di atas, Abdullah bin Abbas ra.
telah memberikan suatu cara yang mudah untuk beramal shaleh, yaitu
dengan mengingat kebesaran dan keagungan Allah swt. tentu akan
memudahkan kita untuk beramal shaleh. Dan yakinlah, bahwa hal itu akan
menambah keikhlasan hati belakang. Suatu ketika Umar ra. membaca surat
Yusuf dalam Shubuhnya, ketika sampai di ayat:
"Yakub menjawab, "Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku. "(Yusuf: 86)
Beliau
menangis terisak-isak sehingga suaranya tidak terdengar lagi. Beliau
juga kadang-kadang terus membaca Al-Qur'an sambil menangis dalam
tahajjudnya sehingga terjatuh dan sakit.
Faedah:
Inilah
keteladanan rasa takut seseorang kepada Allah, yang namanya sangat
ditakuti oleh raja-raja. Sekarang, setelah 1.300 tahun lamanya, adakah
seorangraja, seorangpejabat, atausekedarpemimpin biasa yang mempunyai
rasa tanggung jawab dan kasih sayang terhadap rakyatnya sedemikian rupa
seperti Umar ra.?
7. Kisah Ibnu Abbas ra. Member! Nasehat
Wahab
bin Munabbih rah.a. bercerita, "Pada masa tua Abdullah bin Abbas ra.,
matanya telah menjadi buta. Saya pernah membawanya ke Masjidil Haram.
Setibanya di sana, terdengar suara orang bertengkar. Beliau
berkatakepadaku, "Bawalah sayake situ." Saya pun membawanya ke
perkumpulan itu. Di sana, beliau langsung memberi salam, dan mereka
mempersilakan beliau duduk, tetapi beliau menolak. Beliau berkata,
"Kalian tidak mengetahui bahwa hamba-hamba Allah yang istimewa adalah
mereka yang karena rasa takutnya kepada Allah banyak berdiam diri.
Padahal, ia tidak udzur atau bisu, bahkan ia fasih berbicara, pandai
berbicara, pintar, tetapi karena sibuk mengingat keagungan Allah swt.,
hal itu menjadikan akal mereka, hati mereka dibiarkan hancur dan lisan
mereka dibiarkan membisu. Jika mereka menemui sesuatu atau keadaan yang
menyulitkan, maka mereka akan segera beramal shaleh. Maka, mengapa
kalian lari dari teladan tersebut?" Wahab bin Munabbih rah.a. berkata,
"Setelah kejadian tersebut, say a tidak pernah lagi melihat dua orang
berkumpul di suatu tempat."
Faedah:
Karena
tingginya rasa takut Ibnu Abbas ra. kepada Allah swt., sehingga beliau
menangis setiap saat. Dan dalam kisah di atas, Abdullah bin Abbas ra.
telah memberikan suatu cara yang mudah untuk beramal shaleh, yaitu
dengan mengingat kebesaran dan keagungan Allah swt. tentu akan
memudahkan kita untuk beramal shaleh. Dan yakinlah, bahwa hal itu akan
menambah keikhlasan hati kita. Apa sulitnya, jika kita coba meluangkan
sebagian kecil waktu kita dalam 24 jam sehari semalam, untuk
memikirkannya?
8. Kisah Perjalanan Melewati Perkampungan Kaum Tsamud KeTabuk
Perang
Tabuk adalah perang yang sangat masyhur. Itu adalah perang terakhir
yang diikuti oleh Rasulullah saw.. Suatu ketika, sampailah berita kepada
Nabi saw. bahwa raja Rum akan menyerang Madinah Munawwarah dengan bala
tentara yang besar melalui Syam. Atas berita ini, maka pada tanggal 5
bulan Rajab tahun kesembilan Hijriyah, Rasulullah saw. telah berangkat
dari Madinah untuk melawanpenyerangan ini.
Ketika
itu, cuaca sangat panas dan musuhpun sangat besar. Nabi saw. telah
mengumumkan kepada pasukan Muslimin agar mempersiapkan diri sebaik
mungkin. Beliau pun menganjurkan beberapa nasehat di dalamnya.
Pertempuran inilah yang telah menyebabkan Abu Bakar ra. mengorbankan
seluruh hartanya. Sehingga ketika beliau ditanya oleh Nabi saw., "Apa
yang kamu tinggalkan di rumahmu?" la menjawab, "Saya tinggalkan Allah
dan Rasul-Nya bersama mereka." Dan Umar ra. telah mengorbankan setengah
hartanya. Kisah ini akan dijelaskan pada bab kedua nanti. Utsman
Al-Ghani ra. juga mengorbankan perlengkapan perang untuk seluruh
pasukan. Sedangkan yang lainnya, telah menginfakkan menurut kemampuan
mereka. Pada masa itu, keadaan para sahabat sedang susah. Sehingga,
seekor unta harus dikendarai oleh sepuluh orang sahabat ra. secara
bergiliran. Oleh sebab itu, perang ini pun disebut dengan 'Jaysyul Usrah' (Pasukan kesulitan).
Memang
perang ini penuh dengan kesulitan. Jaraknyapun sangat jauh, ditambah
musim yang sangat panas. Bersamaan dengan itu, kebun-kebun kurma di
Madinah sedang musim panen. Sedangkan sebagian besar penduduk Madinah
bergantung pada bertanam kurma. Itulah sumber rezeki mereka selama
setahun.
Demikianlah
ujian iman yang sangat berat bagi Kaum Muslimin. Di satu sisi mereka
sangat bertakwa kepada Allah dan tidak mungkin mereka mengabaikan
perintah Nabi saw.. Dan di sisi lainnya, kesulitan ekonomi mereka yang
dapat terhenti. Khususnya, dari usaha mereka selama setahun penuh,
dimana mereka telah berusaha keras atas tanaman tersebut, sehingga sulit
bagi mereka untuk meninggalkanny a.
Ujian
itu sangat jelas terlihat pada diri mereka, tetapi karena ketakwaan
mereka kepada Allah lebih besar daripada lainnya, maka mereka menyambut
seruan Rasulullah saw. tersebut. Sehingga yang tinggal di Madinah
hanyalah golongan munafikin, orang-orang udzur, para wanita, anak-anak,
dan sebagian sahabat yang tidak dapat meninggalkan Madinah karena tidak
ada kendaraan yang dapat ditunggangi. Padahal mereka sangat ingin
menyertai pasukan itu. Mereka menangisi hal ini. Atas kejadian ini,
turunlah ay at Al-Qur'an:
"lalu mereka kembali, sedangkan mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan tidak memperoleh apa yang akan mereka najkahkan. "(At-Taubah : 92)
Selain mereka itu, ada tiga orang sahabat yang tidak ikut berperang. Kisah mereka akan dikisahkan kemudian.
Di
tengah perjalanan, mereka melalui bekas perkampungan kaum Tsamud.
Rasulullah saw. menutupi wajahnya yang penuh nur sambil mempercepat
untanya. Sabda beliau, "Kita hendaknya melewati tempat ini dengan cepat.
Menangislah dan tanamkan rasa takut setiap melewati tempat orang-orang
zhalim. Semoga adzab tersebut tidak diturunkan ke atas kalian,
sebagaimana telah diturunkan ke atas mereka. " (Islam Khomis)
Faedah:
Walaupun
Rasulullah saw. itu kekasih Allah., namun beliau tetap merasa takut
ketika melewati tempat orang-orang yang pernah diadzab oleh Allah swt..
Begitu halnya para sahabatnya ra., walaupun keadaan mereka sangat
memprihatinkan, mereka tetap berkorban. Sedangkan, jika kita melalui
kampung yang terkena gempa bumi atau bencana alam, kita tidak berduka
dan tidak peduli, bahkan hati kita tidak risau dan menangis karena takut
atas adzab Allah swt. .
9. Kisah Ka'ab Bin Malik ra. Bertaubat Tidak Ikut Serta Ke Medan Tabuk
Dalam
perang Tabuk, selain mereka yang udzur, ada lebih dari delapan puluh
orang munafik Anshar yang tidak menyertai pertempuran itu, juga sebagian
kecil orang Badui dan beberapa orang luar. Kaum munafik itu bukan saja
tidak mengikuti perang tersebut, bahkan mereka berkata kepada yang
lainny a,
"Janganlah kalian keluar di musim panas. " (At-Taubah : 81) Allah swt. menj awab perkataan mereka dengan firman-Nya;
"Api neraka jahannam lebih panas lagi. " (At-Taubah : 8 1)
Selain mereka, ada tiga orang sahabat tulen, yang tidak menyertai perang tersebut tanpa udzur yang kuat. Mereka itu ialah, Ka'ab
bin Malik ra., Hilal bin Umayyah ra., dan Murarah bin Raabi' ra..
Mereka sedikit pun bukan munafik. Mereka tidak mengikuti perang Tabuk
bukan karena sebab tertentu. Atas ketidaksertaan mereka dalam
pertempuran tersebut, Ka'ab ra. menuturkan sendiri kisahnya, yang akan
diceritakan dalam lembaran berikut ini. Adapun Murarah bin Raabi' ra.,
ketika itu kebun miliknya sedang panen besar. la berpikir; 'Jika saya
ikut berperang, semuanya akan menjadi sia-sia. Saya senantiasa menyertai
peperangan, jika untuk kali ini saya tidak menyertainya, tidaklah
mengapa." Atas pertimbangan itu, ia tidak menyertainya. Kelak, ketika ia
diingatkan oleh Nabi saw., bahwa kebun kurmanyalah yang menyebabkan ia
tidak ikut ke Tabuk, maka ia segera menyedekahkan seluruh kebunnya itu.
Dan yang menyebabkan Hilal bin Umayyah ra. tidak menyertai peperangan
itu, karena bertepatan ketika itu seluruh keluarga dan kaum kerabatnya
sedang berkumpul. la pun berpikiran sama dengan Murarah bin Raabi' ra..
Bahwa ia telah menyertai banyak peperangan sebelumnya, maka jika pada
saat ini ia tidak menyertainya, tentu tidaklah mengapa. Akhirnya ia pun
tidak menyertai peperangan tersebut. Akan tetapi, setelah ia
diperingatkan di kemudian hari oleh Nabi saw., maka ia berniat akan
memutuskan hubungan dengan kaum kerabat serta ahli keluarganya. Karena
sebab merekalah, ia tidak menyertai peperangan tersebut.
Sedangkan
kisah Ka'ab bin Malik ra. telah banyak ditulis dalam kitab-kitab
hadits. la telah menerangkan kisahnya sendiri dengan terperinci. Ia
bercerita, "Sebelum perang Tabuk, saya belum pernah mendapatkan kekayaan
dan kesehatan seperti pada saat perang Tabuk. Ketika itu saya mempunyai
dua ekor unta, padahal sebelumnya saya tidak pernah mempunyai dua ekor
unta sekaligus. Sudah menjadi kebiasaan Nabi saw., jika akan mengadakan
suatu peperangan, beliau tidak pernah memberitahukan tujuannya, tetapi
beliau menjelaskan keadaannya. Namum pada peperangan kali ini, karena
cuaca yang sangat panas dan jarak perjalanan yang sangat jauh, dan musuh
yang sangat kuat, maka sebelumnya telah diumumkan agar kaum Muslimin
membuat persiapan untuk menghadapinya. Pada saat itu, kaum Muslimin yang
akan menyertai Nabi saw. dalam perang Tabuk sangat banyak jumlahnya,
sehingga sulit untuk menuliskan nama-nama mereka. Mereka yang tidak ikut
pun, tidak dapat diketahui dengan mudah, karena banyaknya jumlah
pasukan. Bertepatan pada masa itu, kebun-kebun kurma di Madinah sedang
panen besar.
Saya
sendiri sangat ingin mempersiapkan peralatan perang sejak pagi hari.
Tetapi sampai sore harinya, keinginan saya itu belum terlaksana.
Terpikir dalam benak saya, bahwa saya akan mendapatkan banyak
keuntungan, dan jika saya bersungguh-sungguh, saya dapat menyusul
pasukan itu kapan saja. Akhirnya, Nabi saw. telah berangkat ke
medan perang beserta kaum Muslimin, sedangkan saya masih belum membuat
persiapan. Lagi-lagi terpikir dalam benak saya; Jika saya siap, saya
dapat menyusulnya. Demikianlah yang terjadi, hingga keesokan harinya,
diperkirakan Nabi saw. telah tiba di tempat tujuan. Saat itu pun saya
masih belum membuat persiapan. Ketika saya melihat keadaan sekeliling
Madinah Thayyibah, ternyata yang saya lihat hanyalah orang-orang yang
sudah jelas kemunafikannya dan mereka yang udzur.
Kemudian
tersiar kabar bahwa Nabi saw. dan rombongannya telah sampai ke tempat
tujuan. Juga terdengar kabar, bahwa beliau bertanya; mengapa Ka'ab bin
Malik ra. tidak menyertai kita? Seorang sahabat menjawab, "Ya Rasulullah
saw., harta dan untanya telah menjadikannya demikian." Muadz ra.
menyahut, "Itu tidak benar, selama ini kita mengenal Ka'ab adalah orang
baik." Namun Nabi saw. hanya berdiam diri, tanpa mengucapkan sepatah
kata pun.
Beberapa
hari kemudian, saya mendengar berita kedatangan Nabi saw. di Madinah.
Saya langsung merasa takut dan cemas. Terlintas niat di dalam hati untuk
memberikan alasan bohong. Sekedar untuk menghindari kemarahan
Rasulullah saw.. Bisa saja saya berbohong lalu di kemudian hari, saya
meminta maaf kepadanya. Atas masalah ini, saya bermusyawarah dengan
seluruh keluarga. Tetapi setelah mendengar kabar bahwa Rasulullah saw.
benar-benar telah tiba di Madinah, saya telah memutuskan di dalam hati,
bahwa jika hal ini disertai dusta, maka tidak akan menyelamatkan diri
saya. Maka saya bertekad akan berkata jujur di hadapan Nabi saw..
Telah
menjadi kebiasaan Nabi saw. yang mulia, bahwa setiap kembali dari
perjalanan, maka pertama kali beliau akan memasuki masjid, lalu shalat
dua raka'at, dan duduk sebentar memberi kesempatan kepada orang-orang
yang ingin berjumpa dengan beliau. Begitu Nabi saw. duduk, maka kaum
munafik langsung mendatangi Nabi saw. dan memberikan alasan-alasan serta
sumpah-sumpah palsu mereka atas ketidak-ikutsertaan mereka dalam
peperangan itu. Secara lahir, Nabi saw. menerima alasan mereka. Namun
secara batin beliau menyerahkan kepada Allah swt. untuk membereskannya.
Kemudian
tibalah giliran saya, saya mendekati beliau dan memberi salam
kepadanya. Sambil menoleh ke tempat lain, beliau tersenyum hambar kepada
saya. Saya berkata," Ya Rasulullah, engkau telah berpaling dari saya,
saya bersumpah, saya bukan munafik dan sayameyakini keimanan saya."
Sabda Beliau, "Kemarilah!" Saya pun duduk mendekatinya. Beliau berkata,
"Mengapa kamu tidak menyertai peperangan itu, bukankah kamu sudah
membeli unta-unta untuk kendaraan?" Saya menjawab, "Ya Rasulullah, jika
pada saat ini saya mendatangi ahli-ahli keduniaan, maka saya yakin saya
akan membuat alasan-alasan bohong yang masuk akal agar saya terhindar
dari kemarahanmu. Dan Allah telah memberi saya karunia kepandaian
bicara. Jadi, saya paham, jika saya berhadapan denganmu lalu saya
berbohong, dan engkau rela kepadaku, namun Allah pasti memurkai saya.
Sebaliknya, jika saya jujur sekarang, maka engkau mungkin akan memarahi
saya, tetapi tidak lama Allah yang Maha Suci akan menghilangkan
kemarahanmu. Untuk itu saya akan berkata jujur. Demi Allah, saya tidak
ada udzur apapun, saya seperti yang lainnya sedang bebas dan lapang.
Bahkan, saat ini adalah kesempatan terbaik saya daripada masa-masa
sebelumnya." Sabda Nabi saw., "Kamu berkata benar." Lalu sabdanya,
"Berdirilah, masalahmu nanti Allah sendiri yang akan memutuskan." Saya
pun pergi meninggalkan Rasulullah saw. dan kembali ke rumah.
Di
tengah keluarga saya, mereka memarahiku, "Mengapa engkau demikian jujur
kepada Nabi saw.? Kamu belum pernah berbuat dosa sedikit pun, Jika kamu
meminta agar Rasulullah saw. memohonkan istighfar bagimu tentu itu
cukup." Saya katakan kepada mereka, "Banyak orang yang telah berbuat
demikian." Orang lain memberitahu, bahwa selain saya, ada dua orang
lainnya yang telah berbuat sama dengan saya terhadap Nabi saw. Dan
mereka pun mendapatkan jawaban yang sama dengan saya. Pertama, ialah
Hilal bin Umayyah ra., dan Murarah bin Rabi' ra.. Saya melihat kedua
kawan saya yang juga telah ikut dalam perang Badar, pun diperlakukan
sama dengan saya. Dan Rasulullah saw. juga telah melarang orang lain
berbicara dengan kami bertiga."
Cerita
Ka'ab ra. selanjutnya, "Karena Rasulullah saw. telah melarang
orang-orang berbicara dengan kami, maka tiada seorang pun yang berani
berbicara dengan kami, bahkan mereka menjauhi kami. Bagi kami, dunia ini
seakan-akan telah berubah, sehingga kami merasa bumi yang luas ini
bagaikan sempit yang menghimpit. Semua orang menghindari kami, dan yang
paling mengganggu pikiran saya adalah, saya khawatir jika saya meninggal
dunia pada saat itu; apakah janazah saya akan dishalatkan oleh
Rasulullah saw. atau tidak. Dan yang lebih ditakutkan lagi, yaitu jika
Rasulullah saw. lebih dahulu meninggal dunia, maka saya akan
selama-lamanya dalam keadaan demikian. Tiada seorang pun yang akan
berbicara dengan kami. Tiada yang berani menyolatkan jenazah saya.
Siapakah yang berani menentang perintah Nabi saw.? Semogasajahal itu
tidak terjadi.
Selama
lima puluh hari kami demikian. Dua orang kawan saya itu sudah tidak
berani lagi keluar rumah, mereka hanya berdiam di dalam rumah saja.
Sedangkan saya yang masih mampu keluar rumah dan berjalan-jalan ke
pasar, dan ikut berjamaah di masjid. Tetapi. Tetap tiada seorang pun
yang berani berbicara dengan saya. Saya masih sering hadir di majelis
Rasulullah saw.. Dan saya sangat mengharapkan ada j awaban dari mulut
beliau yang mulia untuk kami.
Suatu
ketika, setelah selesai shalat berjamaah, saya berdiri shalat sunnah
berdekatan dengan Rasulullah saw.. Saya ingin melihat apakah Rasulullah
saw. melihat saya ataukah tidak. Ternyata ketika saya sibuk dengan
shalat saya, Rasulullah saw. memandangi saya, tetapi ketika saya
memandang beliau, beliau memalingkan muka. Demikianlah. Kaum Muslimin,
tidak mau berbicara sama sekali dengan saya. Ini suatu penderitaan batin
yang sangat berat bagi saya.
Suatu
saat, saya memanjat tembok kebun sepupu saya, yaitu Abu Qatadah ra., ia
sangat akrab dengan saya. Saya memanjat dindingnya dan memberi salam
kepadanya, tetapi ia tidak membalas salam saya. Saya bersumpah
dihadapannya, saya bertanya, "Apakah engkau mengetahui atau tidak, bahwa
saya masih mencintai Allah dan Rasul-Nya?" la tidak menjawab pertanyaan
saya. Saya kembali bersumpah dan bertanya kepadanya. Tetapi ia tetap
tidak mau menjawab pertanyaan saya. Saya ulangi lagi untuk yang ketiga
kalinya, dan ia hanya menjawab, "Hanya Allah dan Rasul-Nya lah yang
mengetahui." Mendengar kalimat itu keluar dari lisannya, saya langsung
menangis, lalu saya tinggalkan tempat itu.
Suatu
hari, saya sedang berjalan-jalan di pasar Madinah, kemudian saya
melihat ada seorang Qibti (Mesir) Nasrani yang datang dari Syam ke
Madinah untuk bisnis. la berkata kepada orang-orang, "Saya mendengar ada
seseorang yang bernama Ka'ab bin Malik ra., Tolong tunjukkan
alamatnya." Orang-orangpun menunjukkan tangannya ke arah saya. Lalu ia
mendatangi saya dan memberikan sepucuk surat dari raja kafir yang
memerintah di Ghasan, terrulis di dalamnya;
"Kami
memahami bahwa saat ini anda sedang mendapatkan perlakuan zhalim dari
pemimpin anda. Allah tidak akan membiarkan anda dalam keadaan hina dan
menyia-nyiakan anda. Maka, datanglah kepadaku, aku akan menolong anda."
(Sudah menjadi kebiasaan di dunia ini, bahwa jika seorang bawahan
menerima suatu peringatan dari pimpinannya, maka ia akan bertambah baik
atau malah melarikan diri dari pimpinannya).
Ka'ab bin Malik ra. berkata, "Setelah membaca surat ini saya langsung mengucapkan; "Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun ", sampai
demikian keadaan saya pada saat itu, sehingga orang-orang kafirpun
menginginkan saya dan berusaha mengeluarkan saya dari islam. Ini suatu
musibah besar dari saya. Saya ambil surat tadi, dan mencampakkannya ke
dalam api. Kemudian saya mengunjungi Nabi saw.
dan berkata, "Ya Rasulullah, karena keputusanmu orang-orang kafirpun
menghendaki diri saya untuk memasuki agama mereka." Demikian keadaan
saya kurang lebih empat puluh hari lamanya. Sehingga pada suatu saat,
datanglah seorang utusan dari Rasulullah saw., bahwa kamipun harus
berpisah dari istri-istri kami. Saya bertanya, "Apakah yang dimaksud
adalah saya harus menthalaknya?" Jawab mereka, "Bukan, tetapi sekedar
berpisah sementara." Kepada kedua kawan sayapun, utusan itu telah datang
untuk menyampaikan hal yang sama. Saya berkata kepada istri saya,
"Pulanglah ke rumah orang tuamu dan tinggallah disana, selama Allah
belum memutuskan masalah ini." Sedangkan istri Hilal bin Umayah ra.
menemui Rasulullah saw. dan menyampaikan, "Hilal ra. sudah sangat tua;
jika tidak ada yang mengurusnya maka dapat mencelakakan dirinya. Karena
itu saya meminta ijinmu, jika engkau mengijinkan dan berbaik hati
terhadap saya, saya ingin melayaninya." Sahut Nabi saw., "Kamu boleh
menjaganya, "Asal tidak berhubungan
badan dengannya." Jawab istrinya, "Ya Rasulullah, ia sudah tak ada
keinginan lagi, sejak hal ini menimpanya, ia telah menghabiskan masanya
dengan menangis."
Ka'ab
melanjutkan, "Ada yang mengusulkan kepada saya agar saya pun berbuat
seperti Hilal yaitu meminta kepada Nabi saw. agar istri saya melayani
saya. Mungkin saya akan diijinkan untuk tinggal dengan istri." Namun
saya menjawab, "Hilal itu sudah tua, sedangkan saya masih muda, saya
tidak tahu apa jawaban Rasulullah, untuk itu, saya tidak akan ijin atas
hal ini." Keadaan tersebut berjalan selama sepuluh hari, sehingga
kehidupan tanpa bicara, tanpa bergaul ini, telah berjalan selama lima
puluh hari. Pada hari ke lima puluh setelah shubuh, ketika saya sedang
duduk-duduk penuh cemas diatas rumah saya, walaupun saya tinggal diatas
tanah milik sendiri, tetapi hidup ini terasa sangat sempit bagi saya.
Tiba-tiba, dari arah bukit terdengar suara keras, "Hai Ka'ab! Ada berita
baik untukmu!" Demikian gembiranya saya, sehingga saya langsung sujud
syukur dan menangis penuh gembira. Saya paham, kesempitan ini telah
berakhir. Setelah shalat shubuh tadi, Rasulullah saw. telah mengumumkan
keampunan bagi kami. Berita yang pertama kali kami dengar adalah dari
orang yang menyampaikan berita dari atas gunung itulah. Kemudian datang
lagi seseorang yang menunggang kuda membawa berita yang sama saya
langsung melepaskan pakaian yang sedang saya pakai dan memberikannya
kepada si pembawa berita tadi, karena begitu gembiranya. Padahal, pada
saat itu saya tidak memiliki lagi pakaian kecuali pakaian yang saya
pakai itu. Lalu saya meminjam pakaian itu untuk menghadap Rasulullah
saw.. Kabar gembira inipun telah disampaikan kepada kedua teman saya.
Setibanya di Masjid, para khadim
Rasulullah saw. pun sedang berkumpul disana, mereka memberi selamat
kepada saya atas kabar gembira ini. Yang pertama kali memberi selamat
ialah Abu Thalhah ra., saya memeluk dan menyalaminya, peristiwa ini
tidak akan saya lupakan. Saya mendatangi tempat duduk Rasulullah saw.
Dan memberi salam kepada beliau. Nampaklah wajah beliau penuh dengan
nur. Beliau memperlihatkan wajahnya yang penuh nur kegembiraan itu
kepada saya. Saya sangat terpaku melihat wajah bahagia Nabi saw. yang
bercahaya seperti bulan purnama. Sayaberkata, "Ya Rasulullah, untuk
menyempurnakan taubat saya ini, saya ingin menyedekahkan seluruh harta
saya di jalan Allah." Sabda Beliau, "Kelak kamu akan mengalami
kesulitan. Sebaiknya tinggalkanlah sebagian harta itu untuk
persiapanmu." Maka saya sedekahkan seluruh harta saya, kecuali harta
rampasan yang saya peroleh dari Khaibar. Saya rasa, kejujuran telah
menghasilkan kegembiraan bagi saya. Karena itu, saya berjanji akan
senantiasa berkata jujur. (DurrMantsur - FathulBari)
Faedah:
Demikianlah
suatu teladan ketaatan para sahabat terhadap agama, dan ketakwaan
mereka kepada Allah swt.. Meskipun sebelumnya mereka selalu mengikuti
berbagai peperangan, tetapi karena sekali saja mereka tidak mengikuti
peperangan, mereka mendapatkan penderitaan selama lima puluh hari. Dan
mereka tetap menjalaninya dengan penuh ketaatan dan keridhaan atas
aturan yang telah diberikan. Dan harta mereka yang menyebabkan mereka
lalai, telah mereka infakkan di jalan Allah. Walaupun kejadian itu telah
membuat orang-orang kafir membujuk mereka agar meninggalkan Islam,
tetapi mereka tetap teguh atas iman mereka, bahkan iman mereka semakin
bertambah. Diamnya Allah dan Rasulullah saw. atas perbuatan mereka,
telah menyadarkan mereka akan kelemahan iman mereka. Sampai-sampai
orang-orang kafir menghendaki agar mereka menj adi murtad.
Kita
juga orang Islam, dan firman Allah dan sabda Rasulullah saw. tertera di
depan kita, namun perintah Allah yang paling besar dan tiada yang lebih
besar darinya setelah iman, yaitu shalat, apakah sudah kita
sempurnakan? Dan bagaimanakah kita menunaikannya? Dan juga tanyakanlah,
bagaimana dengan zakat, haji dan sebagainya, yang juga mengeluarkan
uang.
10. Kisah Rasulullah saw. Mengingatkan Sahabat Yang Tertawa Dengan Alam Kubur
Suatu
ketika, Rasulullah saw. datang untuk shalat. Lalu beliau melihat
kumpulan sahabat ra. sedang tertawa-tawa. Mereka tertawa sangat keras,
sampai gigi-gigi mereka terlihat jelas, Nabi saw. bersabda, "Apabila
kalian banyak mengingat maut, maka kalian tidak akan seperti yang saya
lihat saat ini. Perbanyaklah mengingat maut. Di kubut, tiada sehari pun
yang terlewati kecuali kubur akan berkata, "Saya adalah iranah yang
tidak mengenal persahabatan, saya adalah ramah yang penuh dengan debu,
saya adalah rumah penghabisan, saya adalah nnnah kalajengking." Apabila
seorang mukmin diletakkan di dahm kubur, maka kubur akan berkata,
"Selamat datang, bagus kamu tdah datang, sebanyak apapun orang yang
tinggal di atas bumi ini, kamulah yang paling saya sukai. Sekarang kamu
telah tiba, maka saya akan berbuat yang terbaik bagimu." Kemudian kubur
akan melebar seluas pandangan si mayit, dan akan dibukakan untuknya
salah satu pintu surga. Sehingga berhembus angin surga kepadanya, dan
akan tercium harumnya surga.
Dan
jika seseorang yang berakhlak buruk dimasukkan ke kubur, maka kubur
akan berkata, "Tiada ucapan selamat datang bagimu. Sangat buruk
kedatanganmu ini. Dari semua orang yang berada di atas bumi ini, kamulah
yang paling saya benci. Sekarang kamu telah datang padaku, maka
lihatlah bagaimana saya tunjukkan sesuatu yang paling jelek bagimu."
Kemudian kubur akan merapat dan akan terus menghimpitnya, sehingga
tulang rusuknya saling menikam. Kemudian datanglah tujuh puluh ekor ular
menyiksanya. Jika satu saja bisa ular itu jatuh ke bumi, maka tiada
sehelai rumput pun yang dapat tumbuh di atasnya. Ular-ular itu terus
menyiksanya sampai hari Kiamat." Sabda Rasulullah saw., "Kubur adalah
salah satu taman dari taman-taman surga, atau salah satu jurang dari
jurang-jurang neraka,"_
Faedah:
Takwa
kepada Allah adalah bekal yang terpenting, sehingga senantiasa
dipikirkan dan direnungkan oleh Nabi saw.. Di samping itu, mengingat
maut adalah sesuatu yang sangat bermanfaat. Sehingga Rasulullah saw.
dengan melukiskan keadaan kubur, beliau bersabda, bahwa mengingat kubur
itu sangat penting dan bermanfaat.
11. Kisah Rasa Takut Hanzhalah Terhadap Sifat Nifak
Hanzhalah
ra. bercerita, "Suatu ketika kami sedang di majelis Rasulullah saw..
Beliau menasehati kami, sesuatu yang membuat hati kami menjadi lembut
dan air mata pun bercucuran. Seolah-olah kami melihathakekat yang
sebenarnya. Selesai dari majelis Rasulullah saw., saya kembali ke rumah
dan berkumpul dengan anak istri. Lalu mulailah kami berbicara masalah
duniawi, bercanda dengan anak-anak, dan bercumbu dengan istri. Ketika
itu, sangat berbeda keadaannya dengan ketika di dalam majelis Nabi saw..
Terpikir di benak saya; Keadaan saya ternyata berbeda dengan keadaan
ketika itu. Saya berkata dalam hati, jadi sebenarnya kamu ini seorang
munafik.
Sebab,
ketika di majelis Rasulullah saw. keadaanmu berbeda dengan ketika kamu
berada di tengah anak-istrimu. Saya sangat kecewa ketika menyadari hal
ini, dan sangat sulit menerimanya. Dengan pikiran kalut saya keluar
rumah sambil berkata, "Hanzhalah! kamu telah munafik." Lalu Abu Bakar
ra. datang menghampiriku. Saya berkata kepadanya," Hanzhalah telah
menjadi munafik." Sahut Abu Bakar ra., "Subhanallah! tidak benar apa
yang kamu katakan!" Saya pun menceritakan kejadiannya, bahwa ketika saya
di majelis Nabi saw., ketika beliau menceritakan tentang surga dan
neraka, maka ketika itu seolah-olah keduanya berada di hadapan saya.
Tetapi ketika pulang ke rumah, bercanda dengan anak istri, maka semua
yang terjadi bersama Rasulullah saw. terlupakan." Abu Bakar ra.
menyahut, "Ya, itu pun terjadi padakami."
Lalu
keduanya menemui Rasulullah saw.. Hanzhalah ra. berkata, "Ya
Rasulullah, say a telah menjadi munafik." Sabda Beliau saw., "Apa yang
terjadi?" Hanzhalah bercerita, "Ya Rasulullah, jika kami berada di
hadapanmu dan engkau menceritakan tentang surga dan neraka kepada kami,
maka seolah-olah keduanya berada di depan kami. Tetapi jika kami
meninggalkanmu dan bercanda dengan anak istri kami, maka apa yang baru
terjadi denganmu telah terlupakan oleh kami." Jawab Beliau saw., "Demi
Dzat yang nyawaku berada di tangan-Nya, jika setiap saat, keadaanmu
senantiasa seperti ketika bersamaku, maka para malaikat akan menyambutmu
di tempat tidurmu dan berjabat tangan denganmu di jalan-jalan. Namun
Hanzhalah, keadaan seperti itu kadang-kadang sajaterjadi."
Faedah:
Manusia
tetap memiliki keperluan hidup yang hams ditunaikan. Makan, minum,
anak, istri, bahkan menggauli mereka pun sangat penting. Dan keadaan
mengingat surga dan neraka pun kadang-kadang terjadi juga, tetapi tidak
setiap waktu. Tanpa kita kehendaki, keadaan demikian akan terjadi pada
diri kita. Jika tidak demikian, maka itu adalah keadaan malaikat.
Mereka
tidak disibukan dengan urusan lain, tanpa anak istri, tanpa berpikir
tentang kehidupan dan tanpa urusan keduniaan. Sebaliknya, manusia
senantiasa dipenuhi tugas dan keperluannya sebagai manusia. Sehingga
tidak dapat menetap dalam satu keadaan. Yang hams kita perhatikan dalam
hal ini adalah; bagaimana sahabat sangat merisaukan agama mereka. Dengan
berubah sedikit saja keadaan mereka dari ketika bersama Nabi saw.,
mereka telah menyangka bahwa diri mereka itu munafik. Mencintai sesuatu,
akan menj adikan beribu cara kita untuk memikirkannya. Jika anak kita
yang kita cintai sedang dalam perjalanan, maka kita akan sangat
merisaukannya. Jika kita mendapat berita bahwa daerah yang di tuju
terkena wabah atau bencana, maka berapa banyak surat serta telegram yang
akan kita kirimkan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar