MENGAPA UMAT ISLAM SHALAT MENGHADAP KA’BAH
Assalamu’alaikum Wr Wb.
Pak Kiyai,
mohon penjelasan kenapa kita shalat harus menghadap kiblat (ka’bah) ? Sebagian
orang dari agama lain menganggap bahwa ajaran islam yang mengharuskan shalat
menghadap ka’bah itu sama pengagungan terhadap batu hitam tersebut. Dan itu katanya tak ubahnya seperti
ajaran para penyembah berhala. Terima kasih. Wildan – Bontang
Jawaban :
Ka’bah yang dijadikan sebagai qiblat
(arah menghadap) dalam shalat adalah sebuah ketentuan syariat yang ditetapkan
oleh pemilik syariat (Allah). Ini adalah kehendakNya yang harus ditaati,
sebagaimana Dia sebelumnya pernah berkehendak menjadikan masjidil Aqsha sebagi
kiblat umat islam.
Jadi jika ditanyakan, mengapa kita
shalat menghadap ka’bah ? Maka jawabannya mudah saja, ya karena Allah
memerintahkan seperti itu dalam syariatNya. Dan tentu yang paling tahu alasan
dari semua ketentuan syariat hanyalah Dia. Termasuk dalam masalah ini. Kita
sebagai hambaNya karena telah menyatakan keimanan atas kebenaran agama ini,
menyatakan berserah diri atas ketentuan hukum syari’atNya, tentunya wajib
mentaatinya. Dan orang-orang beriman akan senantiasa berkeyakinan, bahwa ada
hikmah yang agung dibalik setiap perintah atau larangan dalam syariat agama.
Hikmah inilah yang coba digali oleh
setiap kita, termasuk dalam masalah kiblat ini. Agar semakin tunduklah hati
orang-orang beriman atas kebesaran dan kebenaran risalah yang dibawa oleh para
nabi, berupa risalah islam yang suci ini.
Lantas, apa diantara hikmah arah kiblat menghadap
ke ka’bah ?
Hikmah ka’bah dijadikan arah kiblat ini
terkait dengan sejarah islam dari sejak zaman nabi-nabi terdahulu. Yang mana
ka’bah merupakan bangunan pertama yang dipergunakan untuk ibadah di muka bumi.
Bahkan jauh sebelum manusia diciptakan di bumi, Allah l telah mengutus para malaikat
turun ke bumi dan membangun rumah pertama tempat ibadah manusia. Ini sudah dituturkan
dalam Al-Quran: “Sesungguhnya
rumah yang mula-mula dibangun untuk manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah
(Mekkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.” (Ali Imran : 96).
Di zaman Nabi Nuh q, bangunan ka’bah pernah tenggelam dan runtuh karena banjir,
hingga datang masa kenabian Ibrahim q dan Ismail q. Lalu Allah l memerintahkan keduanya untuk mendirikan
kembali ka’bah di atas bekas pondasinya dahulu. Sebagaimana firmanNya: “Dan
telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku
untuk orang-orang yang thawaf, yang i'tikaf, yang ruku' dan yang sujud".
(Al Baqarah : 125).
Lalu di masa Rasulullah n, awal perintah shalat mengadap
ke arah baitul Maqdis di Palestina.
Namun Rasulullah n sering
menengadahkan wajahnya ke langit berharap turunnya wahyu untuk memalingkan
qiblat ke Ka’bah. Hingga turunlah ayat : “Sungguh Kami melihat mukamu
menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang
kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu
berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang yang
diberi Al Kitab memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah
benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka
kerjakan.” (Al-Baqarah : 144).
Jadi di dalam urusan menghadap Ka’bah,
umat Islam punya latar belakang sejarah yang panjang. Ka’bah merupakan
bangunan yang pertama kali didirikan di atas bumi untuk dijadikan tempat ibadah
manusia pertama. Dan Allah ltelah
menetapkan bahwa shalatnya seorang muslim harus menghadap ke Ka’bah sebagai
bagian dari aturan baku dalam shalat. Yang mana jika kita cermati, hal ini
adalah sesuatu yang memang diharapkan oleh Rasulullah n, dan boleh jadi Allah l menetapkan ka’bah sebagai
kiblat, bukannya tempat lain, adalah
karena Allah ingin menyenangkan hati
kekasihNya.
Ibadah umat islam menghadap ka’bah
serupa dengan tatacara menyembah berhala ?
Pernyataan ini tentu saja sangat
keliru besar. Orang yang tidak beriman sekalipun, asalkan ia mau menggunakan
akal yang waras, pasti tidak akan menerima pernyataan seperti ini. Karena hal
ini bukan hanya bertentangan dengan fakta dan realita, juga bertentangan dengan
cara berfikir yang sehat. Secara bahasa saja, menghadap tidaklah sama dengan
menyembah, itu dua hal yang jelas sangat berbeda.
Bagaimana mungkin hendak disamakan
umat islam yang menjadikan ‘batu’ sebagai arah menghadap, dengan para paganis
yang menjadikan batu sebagai sesembahan ? Apakah hendak disamakan sekelompok
orang yang menjadikan bangunan yang memiliki latar belakang sejarah sebagai
pemersatu dengan sekelompok lainnya yang mengharapkan pertolongan dari makhluk/
batu ?
Lagi pula, tidak ada yang istimewa
dari ka’bah kecuali keistimewaan yang memang diberikan oleh syariat, seperti ia
adalah bangunan dan tempat yang
diberkahi. Dan Allah k bahkan telah
menegaskan :
Yahudi
dan Nasrani adalah termasuk diantara agama samawi, yakni suatu agama yang
dahulunya juga bersumber dari ajaran nabi-nabi. Yang mana pada ajaran keduanya,
masih ada terkandung sisa-sisa wahyu ilahi yang murni. Dan termasuk terkait
dengan masalah kiblat ini. Dalam Alkitab sendiri, jelas tertulis bahwa shalat (ibadah) itu harus menghadap kiblat, berikut
diantaranya :
-
(Mazmur 5:8 ) : Tetapi
aku, berkat kasih setia-mu yang besar, aku akan masuk ke dalam rumah-mu, sujud
menyembah ke arah bait-mu yang kudus dengan takut akan engkau.
-
(mazmur 138:2) : Aku
hendak sujud ke arah bait-mu yang kudus dan memuji nama-mu, oleh karena
kasih-mu dan oleh karena setia-mu; sebab kaubuat nama-mu dan janji-mu melebihi
segala sesuatu.
-
(yehezkiel 44:4) : Lalu dibawanya aku melalui pintu gerbang utara
ke depan bait suci; aku melihat, sungguh, rumah tuhan penuh kemuliaan tuhan,
maka aku sujud menyembah.
-
(daniel 6:10) : Demi didengar
daniel, bahwa surat perintah itu telah dibuat, pergilah ia ke rumahnya. Dalam kamar
atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah yerusalem; tiga kali sehari ia
berlutut, berdoa serta memuji allahnya, seperti yang biasa dilakukannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar