Jumat, 30 November 2018

Asal-usul kata bahlul


*BAHLUL*
*"Bahlul"* adalah kata yang biasa kita gunakan untuk mensifati orang yang bodoh, tapi tahukah dari mana asal kata itu..?
Dikisahkan, sesungguhnya BAHLUL seorang yang dikenal sebagai orang gila di zaman Raja Harun Al-Rasyid (Dinasti Abbasiyah).
Pada suatu hari Harun Al-Rasyid lewat di pekuburan, dilihatnya Bahlul sedang duduk disana.
Berkata Harun Al-Rasyid kepadanya :
"Wahai Bahlul, kapankah kamu akan berakal/sembuh dari gila.. ?"
Mendengar itu Bahlul beranjak dari tempatnya dan naik keatas pohon, lalu dia memanggil Harun Al-Rasyid dengan sekuat suaranya dari atas pohon,
" Wahai Harun yang gila, kapankah engkau akan sadar....? ",
Maka Harun Al-Rasyid menghampiri pohon dengan menunggangi kudanya dan berkata : "Siapa yang gila, aku atau engkau yg selalu duduk dikuburan...?"
Bahlul berkata :
"Aku berakal dan engkau yang gila",
Harun : "Bagaimana itu bisa...?",
Bahlul : *"Karena aku tau bahwa istanamu akan hancur dan kuburan ini akan tetap ada, maka aku memakmurkan kubur sebelum istana, dan engkau memakmurkan istanamu dan menghancurkan kuburmu, sampai- sampai engkau takut untuk dipindahkan dari istanamu ke kuburanmu, padahal engkau tahu bahwa kamu pasti masuk dalam kubur, maka katakan wahai Harun siapa yang gila di antara kita...?".*
Bergetarlah hati Harun, lalu menangis dengan tangisan yang sampai membasahi jenggotnya, lalu Harun berkata : "Demi ALLAH engkau yang benar, Tambahkan nasehatmu untukku wahai Bahlul".
Bahlul : *"Cukup bagimu Al-Qur'an maka jadikanlah pedoman".*
Harun : "Apa engkau memiliki permintaan wahai Bahlul....? Aku akan penuhi".
Bahlul : "Iya aku punya 3 permintaan, jika engkau penuhi aku akan berterima kasih padamu".
Harun : "mintalah..."
Bahlul : 1. "Tambahkan umurku".
Harun : *"Aku tak mampu",*
Bahlul: 2. "Jaga aku dari Malaikat maut".
Harun : *"Aku tak mampu",*
Bahlul: 3. "Masukkan aku kedalam surga dan jauhkan aku dari api Neraka".
Harun : *"Aku tak mampu".*
Bahlul : "Ketahuilah bahwa engkau dimiliki (seorang hamba) dan bukan pemilik (Tuhan), maka aku tidak perlu padamu".

*Kisah ini dikutip dari kitab yang berjudul

عقلاء ﺍﻟﻤﺠﺎﻧﻴﻦ 


"Orang-orang Gila Yang Berakal"
Tetapi kita menggunakan perkataan BAHLUL untuk mengatakan seseorang itu bodoh sedangkan ia adalah merupakan nama Ulama yang hebat.
Makam Syech Bahlul Majnun Di Baghdad Irak.
Mari berbagi kebaikan walaupun satu Alif.

27112018
Semoga bermanfaat.

Selasa, 27 November 2018

Para ulama yang tidak menikah selama hidupnya

 

Sebagian ulama yang tidak menikah bukan karena membenci sunnah, melainkan alasan lain. Seperti tidak sempat menikah karena wafat pada usia muda, sibuk dengan menimba dan menyebarkan ilmu serta dakwah, atau sebab keluar masuk penjara karena penguasa yang zalim, atau sebab-sebab lain yang tidak kita ketahui hanya beliau-beliau yang mempunyai alasan tertentu.

Berikut diantara ulama-ulama yang tidak menikah selama hidupnya:
1. Abdullah bin Abu Najih al-Makki
Seorang tabi’in tabi’in orang yang tsiqah, tampan, dan fasih berbicara, tetapi sayangnya beliau menjadi pengikut paham qadariyah dan melakukan bid’ah dalam masalah qadar. Beliau mufti makah setelah wafatnya Amru bin Dinar. Wafat 131 H.
2. Abu Abdurahman Yunus bin Habib al-Bashri 90-182 H
Beliau seorang sastrawan dan ahli nahwu. Banyak ulama’ yang belajar kepadanya seperti, Imam Sibawaih, al-Kisa’i dan al-Farra’.
3. Husain bin Ali al-Ju’fi 119-203 H
Orang yang sabar dan tsiqah dari Kufah. Humaid bin Rabi’ al-Khazza berkata, “Kami telah menulis 10.000 hadits lebih dari Husain bin Ali al-Ju’fi.”
4. Abu Nashr bin al-Harits 150-227 H
Lahir di Marwa 150 H kemudian pindah ke Baghdad. Beliau meriwayatkan hadits dari Hammad bin Ziad, Abdullah bin Mubarak, Abdurrahman bin Muhdi, Malik bin Anas, Abu Bakr bin Iyasy, Fudhail bin Iyadh dan lain-lain.
Dan banyak yang meriwayatkan hadits darinya seperti, Imam Ahmad bin Hanbal, Ibrahim al-Harbi, Zahir bin Harb, Sari as-Saqathi, Abbas bin Abdul Adzim, Muhammad bin Hatim dan lain-lain. Usia 77 tahun. .
5. Hannad bin as-Sariy 152-243 H
Ulama’ yang suka menangis, ulama’ hadits dari Kufah. Diberi gelar raghib kufah (pendeta kufah) karena tidak menikah. Usia 91 tahun.
6. Abu ja’far ath-Thabariy 224-310 H
Beliau ahli tafsir, hadits, dan fiqih. Lahir di daerah Amula Negara Tabaristan. Suka mengembara ke Khurashan, Irak, sayam, dan Mesir untuk menuntut ilmu. Telah hafal al-Qur’an pada umur 7 tahun, menjadi imam shalat sejak umur 8 tahun, menulis hadits sejak umur 9 tahun, mengembara ke daerah lain untuk menuntut ilmu sejak umur 12 tahun (236 H), menulis kitab sebanyak 40 lembar setiap harimya selama 40 tahun.
Beliau memasuki kota Baghdad setelah Imam Ahmad wafat (241 H), sehingga tidak sempat bertemu dengannya.
Karya beliau, yaitu:
– Jami’ al-Bayan fi Wujuhi Ayi al-Qur’an
– Tarikh ar-Rasuli wal Anbiya’ wal Muluk wal Umam
– Tadzib al-Atsari wa Tafshil ats-Tsabit an Rasulillah n min al-Akhbari (belum selesai)
– Adab an-Nufus al-Jayyidah wal Akhlaq an-Nafisah
Abu Ja’far menulis hadits dari Ibnu Humaid sebanyak 100.000 hadits lebih ketika mengadakan perjalanan ke Kufah. Beliau mendengar hadits dari Abu Kuraib 100.000 hadits lebih. Usia 86 tahun. Banyak orang yang menshalatinya di atas kuburannya selama berbulan-bulan siang dan malam.
7. Abu bakar bin al-Anbariy 271-328 H
Lahir di Baghdad, hafal 300.000 bait sya’ir yang memperkuat makna-makna al-Qur’an, hafal 120 tafsir al-Qur’an lengkap dengan sanad-sanadnya, cepat meghafal. Beliau meninggalkan sekitar 30 kitab masing-masing kitab terdiri dari 50.000 lembar halaman lebih.
8. Abu Ali al-Farisi 288-377 H
Lahir di kota Fasa Negara Persia. Pada tahun 307 H pergi ke Baghdad untuk mencari ilmu dan tinggal di sana dan melakukan pindah-pindah tempat dan kota. Usia 89 tahun. Meninggalkan sekitar 25 kitab tentang ulumul qur’an dan bahsa Arab.
9. Abu Nashr as-Sijzi wafat 444 H
Nama lengkapnya Ubaidilah bin Said Hakim bin Ahmad al-Waili al-Bakari. Beliau hafidz, imam para ahli hadits pada masanya. Abu Ishaq al-Habbal berkata, “Pada suatu hari, aku berada di rumah Abu Nashr . Tiba-tiba ada seorang yang mengetuk pintu, maka aku berdiri membukakannya. Ternyata, dia seorang wanita yang membawa sebuah kantong uang berisi 1000 dinar. Dia meletakkkannya dihadapan Abu Nashr dan berkata, “Gunakanlah uang ini sesukamu !’ Abu Nashr pun bertanya, “Apa maksudmu?`
Wanita itu menjawab, “Menikahlah denganku. Sebenarnya aku tidak ingin menikah, tetapi aku hanya ingin membantumu.”
Mendengar itu, syaikh Abu Nashr menyuruh wanita tersebut untuk mengambil kantong berisi uang itu dan membawanya keluar.
Setelah wanita itu keluar syakh Abu Nasrh berkata, “Aku datang dari negeriku Sajastan dengan niat menuntut ilmu. Jika aku menikah, maka niatku itu akan luntur dan melemah. Oleh karena itu, aku tidak akan melakukan sesuatu yang dapat memalingkanku dari menuntut ilmu.` Beliau wafat di Makah.
10. Abu Sa’ad as-Samman 371-445 H
Beliau seorang hafidz, zuhud, menguasai ilmu qira’at, hadits, rijal, fara’id dan hisab. Beliau belajar kepada 3000 ulama` pada masanya. Dengan melakukan perjalanan ke Irak, Syam, Hijaz dan Maghrib. Beliau berkata, “Barangsiapa yang tidak menulis hadits, maka ia tidak bisa merasakan manisnya islam.” Wafat di kota Rayyi dalam keadaan senyum, dan dimakamkan di gunung Tabarak, dekat makam imam asy-Syaibani, dalam usia 74 th.
11. Abu Barakat al-Baghdadi 462-538 H
Beliau seorang hafidz, alim dan ahli hadits dari Baghdad. Beliau mendengarkan hadits dari Abu Muhammad Hazarmurdi ash-Sharifini, Abu Husain bin Naqur, Abu Qasim Abdul Aziz bin Ali Anmathi, Ali bin Muahammad al-Bundar dan lain-lain. Karya beliau seperti kitab al-Ja`diyat, Musnad Ya’kub al-Fasawi, Musnad Ya`kub al Fawasi, Musnad Ya’kub as-Sadusi dan intiqa al-Baqqal.
Dan banyak juga ulama` yang meriwayatkan hadits darinya, seperti Ibnu Jauzi, Abu Sa’ad as-sam’ani, Ibnu Sakir dan Ibnu Asakir dan lain-lain. Usia 76 th.
12. Abu al-Qasim az-Zamakhsyari 467-538 H
Lahir di desa Zamkhasyar (daerah Khuwarazmi) dan wafat di desa Jurjaniyyah (daerah Khuwarazmi) pada malam Arafah. Mendapat gelar Farid al-Ashri (ahli bahasa, sastra, nahwu dan adab), fakhru Khuwarazmi (kebanggaan bangsa Khuwarazmi), dan jarullah (tetangga Allah).
Beliau menganut madzhab Mu`tazilah yang didapat dari gurunya yang sangat beliau cintai Abu Mudhar dan penduduk Khuwarazmi banyak yang menganut madzhab Mu’tazilah. Karya beliau sekitar 50 kitab, Imam Ibnu Arabi Jamrah sangat berhati-hati dalam membaca kitab-kitabnya karena banyak ajaran mu’taziyah yang disisipkan di dalamnya. Usia 71 th.
13. Ibnu Khasyab 492-567 H
Nama aslinya Abdullah bin Ahmad bin Khasyab al-Hanbali al-Baghdadhi. Seorang ahli nahwu pada zamannya, bahkan ada yang mengatakan bahwa derajatnya setingkat dengan Abu Ali al-Farisi, ahli tafsir, hadits, fara’id, mantiq, filsafat, lughah, dan hisab. Beliau dalam bidang hadits dikenal dengan perawi yang tsiqah, jujur, mulia dan menjadi hujjah. Akan tetapi beliau kurang menjaga sikap dan penampilan sebagai orang yang berilmu. Beliau bakhil baik dalam berpakaian dan segi-segi kehidupan lainnya, senang bermain catur di pinggir jalan, berkumpul dengan para pecinta binatang kera dan binatang lainnya, suka bercanda dan bermain-main. Sorban di kepalanya tidak pernah dicuci sampai hitam.
Disamping itu tidak ada seorang ulama pun yang wafat kecuali Ibnu Khasab telah membeli kitabnya, sehingga hampir memiliki semua kitab karangan para ulama’ dalam berbagai bidang.
14. Ibnu al-Manni 501-583 H
Nama aslinya Abu Fathi Nasihuddin al-Hanbali ulama’ Irak ahli fiqih belajar dari Abu Bakr ad-Dinawari. Meninggal pada hari Sabtu 4 Ramadhan dan dimakamkan pada hari Ahad. Masyarakat datang dari berbagai daerah dan sangat banyak. Karena merasa khawatir akan terjadi hal-hal yang tidak diingginkan, maka para penguasa menugaskan sejumlah pasukan bersenjata untuk mengawal jenazah beliau.
15. Jamaluddin Abu al-Hasan 586-646 H
Dilahirkan di kota Qifthi, Mesir dan dibesarkan di Kairo. Beliau seorang qadhi (hakim). Mengarang banyak kitab. Sebelum wafat beliau mewasiatkan agar kitab-kitabnya diserahkan kepada Nashir (pemua Halab). Kitab-kitabnya bernilai 50.000 dinar.
16. Imam Nawawi 631-676 H
Nama lengkapnya Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi al-Hizami al-Haurani asy-Syafi’i. Beliau menghafal kitab at-Tanbih dalam waktu empat setengah bulan. Dalam tahun yang sama beliau berhasil membaca dan menghafal seperempat kitab al-Muhadzdzab.
Beliau tidak pernah memakan buah-buahan. Beliau berkata, “Aku tidak mau memanjakan tubuhku, karena hal itu akan menyebabkan kantuk selalu datang.” Dalam satu hari satu malam, beliau hanya makan dan minum sekali saja ketika sahur.
Karya beliau:
Syarh shahih muslim
Riyadhus shalihin
al-Adzkar
al-Arba’in
al-Irsyad fie Ulum al-Hadits
al-Mubhamaat
Tahrir al-Alfadz li at-Tanbih
al-Umdah fie Tashhih at-Tanbih
al-Idhah fi Manasik
at-Tibyan fie Adabi Hamlati al-Qur’an
Fatawa
ar-Raudhah
al-Majmu’
17. Ibnu Taimiyah 661-728 H
Beliau telah mengarang 500 kitab. Dalam usia 19 tahun telah memberikan fatwa dan menyusun kitab. Beliau ahli nahwu, hadits dan tafsir. Beliau sering keluar masuk penjara sehingga wafat dalam penjara. Ketika wafat sekitar 60.000 orang datang melayat dan memakamkan jenazahnya.
18. Basyir al-Ghazzi 1274-1330 H
Lahir di kota Halab. Nama lengkapnya Muhammad Basyir bin Muhammad Hilal al-Halabi. Dijuluki al-Ghazzi, karena beliau dibesarkan di rumah saudara seibunya yang bernama Syaih Kamil al-Ghazzi al-Halabi. Beliau mulai menghafal al-Qur’an umur 7 tahun dan berhasil mengahafalnya selama satu tahun. Beliau ahli ilmu jam tangan, nahwu menghafal al-Fiyah dalam waktu 20 hari.
19. Abu al-Wafa’ al-Afghani 1310-1395 H
Lahir di daerah Khandahar, Afghanistan.
20. Karimah binti Ahmad al-Marwaziyyah 365-463 H
Lahir di Marwa dan wafat di Makkah. Nama lengkapnya Karimah binti Ahmad bin Muhammad bin Abu Hatim al-Marwaziyah. Beliau seorang ahli hadits dan mengarang banyak kitab sekitar 100 kitab.

Semoga bermanfaat.

Rahasia dibalik ukuran tinggi jari



Apa makna di balik urutan tinggi jari tangan?
Mungkin jawaban umumnya adalah hal itu diciptakan agar manusia mudah menggenggam atau mencengkeram sesuatu didalam aktivitasnya.

Allah tidak menciptakan manusia kecuali yang terbaik.
 

لَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (٤) ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ (٥)

Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya
kemudian Kami kembalikan Dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka).(At-Tin 4-5)

الَّذِي أَحْسَنَ كُلَّ شَيْءٍ خَلَقَهُ وَبَدَأَ خَلْقَ الْإِنسَانِ مِن طِينٍ -٧-

Yang Memperindah segala sesuatu yang Dia Ciptakan dan yang Memulai penciptaan manusia dari tanah,(As-Sajdah 7)

Rahasia dibalik tinggi jari yang berbeda-beda itu adalah merupakan Tanda perjalanan kehidupan manusia itu sendiri.

Mari kita telusuri.

1. Jari kelingking (Zaman nabi Adam)
Mengapa jari kelingking adalah zaman Adam?
Kita harus pahami bahwa bahasa Al Quran dibaca dengan cara dimulai dari kanan ke kiri.
Dan nama Allah yang tercetak di jari kita pun, huruf Alif nya adalah jari kelingking.
Dari itulah dapat disimbolkan bahwa Jari Kelingking adalah zaman Adam.
Karena memang Adam lah Manusia Pertama.

2. Jari Manis (Zaman nabi Idris)
Mengapa setelah Kelingking, terdapat Jari Manis yang ukurannya lebih tinggi dari Jari Kelingking itu?
Itu mengartikan bahwa kehidupan yang di jalani oleh masyarakat manusia di zaman nabi Idris sungguh memiliki peradaban yang lebih tinggi di banding ketika zaman nabi Adam.
Semakin berkembang.
Berbagai penemuan puluhan benda kuno namun canggih yang oleh ilmuwan disebut sebagai bukti kehebatan dari cerdasnya masyarakat zaman dahulu itu secara tidak langsung melengkapi analisa ini.

3. Jari Tengah (Zaman nabi Nuh)
Mengapa Jari Tengah ukurannya lebih tinggi dari 2 jari sebelumnya, Jari Manis dan Jari Kelingking?
Itu menandakan bahwa kehidupan masyarakat manusia di zaman Nuh adalah zaman Puncak peradaban.
Di mana segala sendi kehidupan manusia pada zaman itu telah sampai pada titik tertingginya.
Namun sungguh teramat sayang ketika kemajuan peradaban tidak membawa pada arah ketakwaan, akhirnya Allah menghukum mereka -masyarakat Zaman Nuh- dengan mengirimkan bencana Banjir Dahsyat.
Dari situlah akhirnya orang-orang kafir dibinasakan sementara manusia yang selamat (Nuh beserta umatnya) berkembang biak kembali dan peradaban pun di mulai dari titik 0 lagi.
Dan Jari Tengah (Zaman nabi Nuh) pun akhirnya menjadi BATAS TOLAK UKUR antara 2 episode perjalanan kehidupan manusia.
Umat sebelum Zaman Nuh dan Umat sesudah Zaman Nuh.

4. Jari Telunjuk (Zaman nabi Ibrahim)
Mengapa Jari Telunjuk ukurannya malah menjadi lebih rendah (turun) dibanding Jari tengah?
Mensinyalkan bahwa apa yang ada pada zaman nabi Ibrahim (mulai dari ukuran tubuh manusia, ukuran kepintaran manusia, ukuran kemakmuran manusia) semuanya menjadi menyusut diperkecil oleh Allah dibanding dengan saat manusia pada waktu sebelum zaman nabi Nuh.
Kelebihan Zaman Ibrahim adalah Allah menjadikan sosok nabi Ibrahim ini sebagai 'Bapaknya' para nabi.
Dari sini beliau dijadikan figur ajaran Tauhid bagi orang-orang yang mencari kebenaran.
Sebab beliau merupakan orang Paling Pemberani yang pernah ada dalam menyebarkan ajaran paham satu Tuhan.
Dari sebab itulah kenapa Telunjuk disimbolkan dengan zaman Ibrahim, karena Jari Telunjuk memang merupakan simbol untuk penyebutan angka 1.

5. Jari Jempol (Zaman nabi Muhammad)

ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا ۖ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): "Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif" dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan".(An-Nahl - 123)

وَالْقُرْآنِ الْحَكِيمِ (٢) إِنَّكَ لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ (٣)

"Demi Al-Qur'an yang penuh hikmah, Sungguh, engkau (Muhammad) adalah salah seorang dari rasul-rasul,(yang berada) di atas jalan yang lurus".(QS Yasiin: 2-4)

Jari Jempol (Zaman nabi Muhammad) adalah jari yang paling pendek dari ke empat jari sebelumnya.
Mengisyaratkan bahwa apa yang ada pada zaman ini merupakan zaman sisa-sisa kehidupan.
Segala keberhasilan kita dalam bidang teknologi yang kita banggakan, tetap tidak akan pernah sanggup untuk melampaui apa yang pernah dicapai oleh umat sebelum kita.
Dari itulah Al Quran sering kali menegaskan jika umat sebelum kita yang segala sesuatunya lebih tinggi (lebih hebat) saja mampu dibinasakan, apalagi zaman kita !!!

 وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ النَّشْأَةَ الْأُولَىٰ فَلَوْلَا تَذَكَّرُونَ

"Dan sesungguhnya kamu telah mengetahui penciptaan pertama, maka mengapakah kamu tidak mengambil pelajaran?".(QS Al Waqiah: 62)

Namun disamping itu semua janganlah berkecil hati, sebab di balik rendahnya 'derajat' zaman ini (zaman penghabisan) Allah tetap Maha Penyayang terhadap mahluk bernama manusia.
Lihatlah betapa akhirnya Dia menurunkan Al Quran melalui Muhammad sebagai kitab Ummul Ilmu (Ibu Ilmu).
Sesuai dengan istilah pada Jari Jempol itu (Ibu Jari).

تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَىٰ عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا

"Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Qur'an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi peringatan bagi seluruh alam".(QS. Al Furqaan: 1)


Manusia adalah makhluk yang unik.

Kita sering melihat manusia yang begitu baik. Seperti seorang guru yang mengabdikan seluruh hidupnya untuk mendidik masyarakat. Ada juga yang menghabiskan hidupnya untuk membantu masyarakat di desa terpencil yang belum tersentuh pemerintah. Ada yang rela menjadi ibu bagi anak-anak yatim. Alhasil, banyak kita temukan manusia yang berhati malaikat.

Namun ditempat lain, kita akan temukan mereka yang bengis. Begitu jahat dan tak punya hati nurani. Mudah sekali membunuh orang lain. Tertawa melihat darah tercecer. Bangga bisa mencabut nyawa ribuan orang. Sungguh bejat perilaku mereka.

Dua makhluk itu sama-sama manusia. Tapi perilaku mereka jauh berbeda. Lantas, bagaimana sebenarnya hakikat manusia itu? Mari kita bertanya pada Sang Pencipta melalui Kitab-Nya.
Manusia menurut Al-Qur’an

Di dalam Al-Qur’an, banyak kita temukan ayat yang begitu memuliakan manusia. Di sisi lain, ada ayat-ayat yang menggambarkan kehinaan dan kerendahan manusia. Seakan dua macam ayat ini saling kontradiksi. Yang satu begitu memuliakan, yang lain sangat menjatuhkan. Kiranya, apa hikmah dibalik ayat-ayat yang berbeda ini?

Pada awalnya, kita akan melihat ayat-ayat Allah yang memuliakan manusia.

Allah tidak menciptakan sesuatu kecuali yang terbaik.

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ -٤-

“Sungguh, Kami telah Menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”(At-Tin 4)

الَّذِي أَحْسَنَ كُلَّ شَيْءٍ خَلَقَهُ وَبَدَأَ خَلْقَ الْإِنسَانِ مِن طِينٍ -٧-

Yang Memperindah segala sesuatu yang Dia Ciptakan dan yang Memulai penciptaan manusia dari tanah,(As-Sajdah 7)

صُنْعَ اللَّهِ الَّذِي أَتْقَنَ كُلَّ شَيْءٍ -٨٨-

“(Itulah) ciptaan Allah yang Mencipta dengan sempurna segala sesuatu.”(An-Naml 88)

اللَّهُ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ قَرَاراً وَالسَّمَاء بِنَاء وَصَوَّرَكُمْ فَأَحْسَنَ صُوَرَكُمْ -٦٤-

“Allah-lah yang Menjadikan bumi untukmu sebagai tempat menetap dan langit sebagai atap, dan Membentukmu lalu Memperindah rupamu.”(Ghofir 64)

خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِالْحَقِّ وَصَوَّرَكُمْ فَأَحْسَنَ صُوَرَكُمْ وَإِلَيْهِ الْمَصِيرُ -٣-

“Dia Menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar, Dia Membentuk rupamu lalu Memperbagus rupamu, dan kepada-Nya tempat kembali.”(At-Taghobun 3)

فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ -١٤-

“Maha Suci Allah, Pencipta yang paling baik.”(Al-Mukminun 14)

Allah menyusun manusia dengan bentuk yang terbaik.

يَا أَيُّهَا الْإِنسَانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الْكَرِيمِ -٦- الَّذِي خَلَقَكَ فَسَوَّاكَ فَعَدَلَكَ -٧- فِي أَيِّ صُورَةٍ مَّا شَاء رَكَّبَكَ -٨-

“Wahai manusia! Apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhan-mu Yang Maha Pengasih. Yang telah Menciptakanmu lalu Menyempurnakan kejadianmu dan Menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang, dalam bentuk apa saja yang dikehendaki, Dia Menyusun tubuhmu.”(Al-Infithor 6-8)

مِنْ أَيِّ شَيْءٍ خَلَقَهُ -١٨- مِن نُّطْفَةٍ خَلَقَهُ فَقَدَّرَهُ -١٩-

“Dari apakah Dia (Allah) Menciptakannya? Dari setetes mani, Dia Menciptakannya lalu menentukannya.”(Abasa 18-19)

وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيراً -٢-

“Dia Menciptakan segala sesuatu, lalu Menetapkan ukuran-ukurannya dengan tepat.”(Al-Furqon 2)

Allah membimbing manusia sampai kepada puncak kesempurnaan.

قَالَ رَبُّنَا الَّذِي أَعْطَى كُلَّ شَيْءٍ خَلْقَهُ ثُمَّ هَدَى -٥٠-

Dia (Musa) menjawab, “Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah Memberikan bentuk kejadian kepada segala sesuatu, kemudian Memberinya petunjuk.”(Thoha 50)

وَهَدَيْنَاهُ النَّجْدَيْنِ -١٠-

“Dan Kami telah Menunjukkan kepadanya dua jalan (kebajikan dan kejahatan).”(Al-Balad 10)

إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِراً وَإِمَّا كَفُوراً -٣-

“Sungguh, Kami telah Menunjukkan kepadanya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kufur.”(Al-Insaan 3)

فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا -٨-

“Maka Dia Mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya,”(As-Syams 8)

Manusia dimuliakan oleh Allah diatas segalanya.

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلاً -٧٠-

“Dan sungguh, Kami telah Memuliakan anak cucu Adam, dan Kami Angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami Beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami Lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami Ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.”(Al-Isra’ 70)

عَلَّمَ الْقُرْآنَ -٢- خَلَقَ الْإِنسَانَ -٣- عَلَّمَهُ الْبَيَانَ -٤-

“Yang telah Mengajarkan al-Quran. Dia Menciptakan manusia, Mengajarnya pandai berbicara.”
(Ar-Rahman 2-4)

عَلَّمَ الْإِنسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ -٥-

“Dia Mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.”(Al-Alaq 5)

Allah ciptakan segalanya untuk manusia.

الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأَرْضَ فِرَاشاً وَالسَّمَاء بِنَاء وَأَنزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقاً لَّكُمْ -٢٢-

“(Dia-lah) yang Menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia-lah yang Menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia Hasilkan dengan (hujan) itu buah-buahan sebagai rezeki untukmu.”(Al-Baqarah 22)

اللّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ وَأَنزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقاً لَّكُمْ وَسَخَّرَ لَكُمُ الْفُلْكَ لِتَجْرِيَ فِي الْبَحْرِ بِأَمْرِهِ وَسَخَّرَ لَكُمُ الأَنْهَارَ -٣٢- وَسَخَّر لَكُمُ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ دَآئِبَينَ وَسَخَّرَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ -٣٣-

“Allah-lah yang telah Menciptakan langit dan bumi dan Menurunkan air (hujan) dari langit, kemudian dengan (air hujan) itu Dia Mengeluarkan berbagai buah-buahan sebagai rezeki untukmu; dan Dia telah Menundukkan kapal bagimu agar berlayar di lautan dengan Kehendak-Nya, dan Dia telah Menundukkan sungai-sungai bagimu. Dan Dia telah Menundukkan matahari dan bulan bagimu yang terus-menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan malam dan siang bagimu.”(Ibrahim 32-33)

وَآتَاكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَتَ اللّهِ لاَ تُحْصُوهَا -٣٤-

“Dan Dia telah Memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).”(Ibrahim 34)

Dalam sebuah Hadist Qudsi, Allah berfirman:

“Aku Ciptakan segala sesuatu untukmu (manusia) dan aku Ciptakan dirimu untuk-Ku”

“Tanpamu Wahai Muhammad, Aku tidak Ciptakan Alam Semesta”

Kita telah melihat banyak ayat mengenai kemuliaan manusia di sisi Allah swt. Begitu banyak ayat yang meletakkan posisi manusia diatas makhluk yang lain. Sekarang, kita akan melihat bagaimana Al-Qur’an berkomentar tentang sisi buruk manusia.

إِنَّ الإِنسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ -٣٤-

“Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).”(Ibrahim 34)

إِنَّهُ كَانَ ظَلُوماً جَهُولاً -٧٢-

“Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat bodoh.”(Al-Ahzab 72)

وَكَانَ الإنسَانُ قَتُوراً -١٠٠-

“Dan manusia itu memang sangat kikir.”(Al-Isra’ 100)

وَيَدْعُ الإِنسَانُ بِالشَّرِّ دُعَاءهُ بِالْخَيْرِ وَكَانَ الإِنسَانُ عَجُولاً -١١-

“Dan manusia (seringkali) berdoa untuk kejahatan sebagaimana (biasanya) dia berdoa untuk kebaikan. Dan memang manusia bersifat tergesa-gesa.”(Al-Isra’ 11)

وَإِذَا مَسَّكُمُ الْضُّرُّ فِي الْبَحْرِ ضَلَّ مَن تَدْعُونَ إِلاَّ إِيَّاهُ فَلَمَّا نَجَّاكُمْ إِلَى الْبَرِّ أَعْرَضْتُمْ وَكَانَ الإِنْسَانُ كَفُوراً -٦٧-

“Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilang semua yang (biasa) kamu seru, kecuali Dia. Tetapi ketika Dia Menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling (dari-Nya). Dan manusia memang selalu ingkar (tidak bersyukur).”(Al-Isra’ 67)

وَكَانَ الْإِنسَانُ أَكْثَرَ شَيْءٍ جَدَلاً -٥٤-

“Tetapi manusia adalah memang yang paling banyak membantah.”(Al-Kahfi 54)

وَخُلِقَ الإِنسَانُ ضَعِيفاً -٢٨-

“Karena manusia diciptakan (bersifat) lemah.”(An-Nisa’ 28)

إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعاً -٢٠- وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعاً -٢١-

“Apabila dia ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah, dan apabila mendapat kebaikan (harta) dia jadi kikir.”(Al-Ma’arij 21)

يَا أَيُّهَا الْإِنسَانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الْكَرِيمِ -٦-

“Wahai manusia! Apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhan-mu Yang Maha Pengasih.”(Al-Infithor 6)

إِنَّ الْإِنسَانَ لَكَفُورٌ مُّبِينٌ -١٥-

“Sungguh, manusia itu pengingkar (nikmat Tuhan) yang nyata.”(Az-Zukhruf 15)

كَلَّا إِنَّ الْإِنسَانَ لَيَطْغَى -٦- أَن رَّآهُ اسْتَغْنَى -٧-

“Sekali-kali tidak! Sungguh, manusia itu benar-benar melampaui batas, apabila melihat dirinya serba cukup.”(Al-Alaq 6-7)

إِنَّ الْإِنسَانَ لِرَبِّهِ لَكَنُودٌ -٦-

“Sungguh, manusia itu sangat ingkar, (tidak bersyukur) kepada Tuhan-nya”(Al-Adiyat 6)

قُتِلَ الْإِنسَانُ مَا أَكْفَرَهُ -١٧-

“Celakalah manusia! Alangkah kufurnya dia!”(Abasa 17)

خَلَقَ الإِنسَانَ مِن نُّطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُّبِينٌ -٤-

“Dia telah Menciptakan manusia dari mani, ternyata dia menjadi pembantah yang nyata.”(An-Nahl 4)

أَوَلَمْ يَرَ الْإِنسَانُ أَنَّا خَلَقْنَاهُ مِن نُّطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُّبِينٌ -٧٧-

“Dan tidakkah manusia memperhatikan bahwa Kami Menciptakannya dari setetes mani, ternyata dia menjadi musuh yang nyata!”(Yasin 77)

وَإِذَا أَنْعَمْنَا عَلَى الْإِنسَانِ أَعْرَضَ وَنَأى بِجَانِبِهِ وَإِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ فَذُو دُعَاء عَرِيضٍ -٥١-

“Dan apabila Kami Berikan nikmat kepada manusia, dia berpaling dan menjauhkan diri (dengan sombong); tetapi apabila ditimpa malapetaka maka dia banyak berdoa.”(Fussilat 51)

وَإِذَا مَسَّ الإِنسَانَ الضُّرُّ دَعَانَا لِجَنبِهِ أَوْ قَاعِداً أَوْ قَآئِماً فَلَمَّا كَشَفْنَا عَنْهُ ضُرَّهُ مَرَّ كَأَن لَّمْ يَدْعُنَا إِلَى ضُرٍّ مَّسَّهُ َ -١٢-

“Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami Hilangkan bahaya itu darinya, dia kembali (kejalan yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya.”(Yunus 12)

Dari sekian banyak ayat yang telah kita baca bersama. Satu sisi manusia diangkat tinggi derajatnya. Di sisi lain, sifat manusia begitu buruk dengan sekian banyak komentar Al-Qur’an tentangnya. Apakah dua macam ayat ini bertentangan? Apakah keduanya kontradiksi? Sementara Allah berjanji bahwa tidak ada yang bertentangan didalam Al-Qur’an.

Wallahu 'alam

Semoga bermanfaat.

Jumat, 23 November 2018

Pembagian pahala sedekah

PEMBAGIAN PAHALA SHODAQOH

(فائدة)

ذكر السيوطي في خماسيه أن ثواب الصدقة خمسة أنواع واحدة بعشرة و هي على صحيح الجسم و واحدة بتسعين و هي على الأعمى و المبتلى و واحدة بتسع مائة و هي على ذي قرابة محتاج و واحدة بمائة ألف و هي على الأبوين و واحدة بتسعمائة ألف و هي على عالم أو فقيه

~بغية المسترشدين ١٠٧


~(faidah) imam as suyuthi dlm kitab khumasinya membagi shadaqah menjadi 5 :

1.shadaqah yg pahalanya 10 x lipat,yaitu shadaqah kpd orang yg sehat wal afiyat

2.shadaqah yg pahalanya 90 x lipat,yaitu shadaqah kpd orang buta dan yg terkena musibah

3.shadaqah yg pahalanya 900 x lipat,yaitu shadaqah kpd kerabat yg membutuhkan

4.shadaqah yg pahalanya 100 rb x lipat,yaitu shadaqah kpd kedua orang tua

5.shadaqah yg pahalanya 900 rb x lipat,yaitu shadaqah kpd ulama atau fuqaha'

Kitab~bughyatul mustarsyidin 107

wallohu a'lam.


Semoga bermanfaat.

Minggu, 11 November 2018

KH Sholeh Darat Maha Guru Kiyai Nusantara


Muhammad Shaleh ibn Umar Al-Samarani atau Kiai Shaleh Darat lahir di Desa Kedung Jumbleng, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara pada sekitar tahun 1820/1235 H.
Pemberian nama Darat diselempangkan ke pundak beliau karena tinggal di kawasan dekat pantai utara Semarang, yakni tempat berlabuhnya/mendaratnya orang-orang dari luar Jawa.
Beliau seangkatan dengan Syeikh Muhammad Nawawi Al Jawi Al Bantani dan Syeikh Khalil bin Abdul Lathif atau Mabah Kholil dari Bangkalan Mafura.
Maertin Van Bruinessen menyebutkan bahwa dikalangan para kiai pada zamannya, Kiai Sholeh Darat Semarang (1830-1903 M) terkenal dengan "Al Ghazali As-Shaghir" atau Imam Ghazali Kecil dari tanah Jawa jarena beluau mengabungkan aspek syari'ah dengan pendekatan tasawuf dalam menjalankan Islam.

Kini, nama Darat tetap lestari dan dijadikan prasasti nama kampung, Nipah Darat dan Darat Tirto. Saat ini kampung Darat masuk dalam wilayah Kelurahan Dadapsari, Kecamatan Semarang Utara.
Ayahnya yaitu KH Umar, adalah ulama terkemuka yang dipercaya Pangeran Diponegoro dalam perang Jawa melawan Belanda di wilayah pesisir utara Jawa.
Setelah mendapat bekal ilmu agama dari ayahnya, Shaleh kecil mulai mengembara, belajar dari satu ulama ke ulama lain. Tercatat KH Syahid Waturaja (belajar kitab fiqih, seperti Fath al-Qarib, Fath Al Mu’in, Minhaj al-Qawim, dan Syarb al-Khatib).
Kiai Shaleh Darat menimba ilmu di pesantren-pesantren pada zamannya, ia banyak berjumpa dengan kiai-kiai mashur yang dikenal memiliki kedalaman serta keluasan ilmu batin, dan kemudian menjadi gurunya.
Di antara nama kondang tersebut salah satunya adalah KH M Sahid yang merupakan cucu dari Syaikh Ahmad Mutamakkin, seorang ulama asal Desa Kajen, Margoyoso, Pati Jawa Tengah yang hidup di zaman Mataram Kartosuro pada sekitar abad ke-18.
Dari Syaikhnya itulah, ia belajar beberapa kitab fiqh, seperti Fath al-Qarib, Fath al-Mu’in, Minhaj al-Qawim dan, Syarh al-Khatib. Terdapat catatan bahwa, karena kitab-kitab tersebut bukanlah kelas” pengantar, maka mempelajarinya tak pelak membutuhkan waktu relatif lama.
Safari perjalanan keilmuannya berlanjut kepada Kiai Raden Haji Muhammad Salih ibn Asnawi, di Kudus. Dari padanya beliau mengkaji Kitab Al-Jalalain al-Suyuti.
Di Semarang beliau mendalami nahwu dan sharaf dari Kiai Iskak Damaran, kemudian belajar ilmu falak dari Kiai Abu Abdillah Muhammad al-Hadi ibn Baquni.
Berlanjut kepada Ahmad Bafaqih Balawi demi mengkritisi kajian Jauharah at-Tauhid buah karya Syaikh Ibrahim al-Laqani dan Minhaj al-Abidin karya Al-Ghazali.
Masih di kota lumpia, Semarang, Kitab Masa’il as-Sittin karya Abu al-Abbas Ahmad al-Misri, sebuah depiksi tentang ajaran dasar Islam populer di Jawa sekitar abad ke-19 dicernanya dengan tuntas dari Syaikh Abdul al-Ghani.
Tak pernah puas, haus ilmu, itulah sifat setiap ulama. Demikian pula beliau, nyantri kepada Kiai Syada’ dan Kiai Murtadla pun dijalaninya yang kemudian menjadikannya sebagai menantu.
Setelah menikah, Shaleh Darat merantau ke Makkah, di tanah haram, dia berguru kepada ulama-ulama besar, antara lain Syekh Muhammad al-Muqri, Syekh Muhammad ibn Sulaiman Hasbullah al-Makki, Sayyid Ahmad ibn Zaini Dahlan, Syekh Ahmad Nahrawi.
Kemudian Sayyid Muhammad Salen ibn Sayyid Abdur Rahman az-Zawawi, Syekh Zahid, Syekh Umar asy-Syami, Syekh Yusuf al-Mishri dan lain-lain.
Karena kecerdasan, kealiman dan keluasan ilmu serta kemampuannya, akhirnya Mbah Shaleh mendapat ijazah dari beberapa gurunya untuk mengajar di Mekkah.
Selama di Mekah ini beliau didatangi banyak murid, terutama dari kawasan Melayu-Indonesia. Beberapa tahun kemudian Mbah Shaleh kembali ke Semarang karena ingin berkhidmat kepada tanah airnya.
Beliau kemudian mendirikan pesantren di kawasan Darat, Semarang dan karenanya beliau dikenal sebagai Kyai Shaleh Darat.

Sepulang dari Makkah, Muhammad Shaleh mengajar di Pondok Pesantren Darat milik mertuanya KH Murtadlo.

Semenjak kedatangannya, pesantren itu berkembang pesat. Di pesantren inilah lahir ulama-ulama seperti, Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari sang pendiri Nahdlatul Ulama, Kiai Haji Mahfuz Termas yang pakar hadis dan pendiri Pesantren Termas Pacitan.
Kemudian Kiai Haji Ahmad Dahlan sang pendiri organisasi Muhammadiyah, Kiai Haji Idris pendiri Pesantren Jamsaren Solo dan Kyai R. Dahlan Termas sang ahli ilmu falak yang tersohor, Kiai Haji Bisri Syamsuri, Kiai Haji Dalhar Watucongol.
Diantara kitab-kitab karya beliau adalah:
-Majmu'at Syari'at Al Kafiyat lil 'Awam,
-Munjiyat Metik Sangking Ihya Ulumuddin,
-Terjemah Al Hijam dalam bahasa Jawa,
-Lathaif At Thaharah, Manasikul Hajj, Pasolatan
-Sabilul 'Abid terhemahan bahasa Jawa dari kitab Jaugarut-Tauhid karya Ibrahim Laqqani,
-Kitab Minhajul Atqiya, -Kitab Mursyidul Wajiz,
-Haditsul Mi'raj, -Syarh Maulid Burdah
-Faidh Ar Rahman dan -Asnar As Shalah.
Salah satu muridnya yang terkenal tetapi bukan dari kalangan ulama adalah Raden Ajeng Kartini. Karena RA Kartini inilah Mbah Shaleh Darat menjadi pelopor penerjemahan Alquran ke Bahasa Jawa.
Menurut catatan cucu Kiai Shaleh Darat, RA Kartini pernah punya pengalaman tidak menyenangkan saat mempelajari Islam. Guru ngajinya memarahinya karena dia bertanya tentang arti sebuah ayat Alquran.
Kemudian ketika berkunjung ke rumah pamannya, seorang Bupati Demak, RA Kartini menyempatkan diri mengikuti pengajian yang diberikan oleh Mbah Shaleh Darat.
Saat itu beliau sedang mengajarkan tafsir Surat Al-Fatihah. RA Kartini menjadi amat tertarik dengan Mbah Shaleh Darat. Dalam sebuah pertemuan RA Kartini meminta agar Alquran diterjemahkan karena menurutnya tidak ada gunanya membaca kitab suci yang tidak diketahui artinya.
Tetapi pada waktu itu penjajah Belanda secara resmi melarang orang menerjemahkan Alquran. Mbah Shaleh Darat melanggar larangan ini.
Beliau menerjemahkan Alquran dengan ditulis dalam huruf arab gundul (pegon) sehingga tak dicurigai penjajah.
Kitab tafsir dan terjemahan Alquran ini diberi nama Kitab Faid Ar-Rahman, tafsir pertama di Nusantara dalam bahasa Jawa dengan aksara Arab.
Kitab ini pula yang dihadiahkannya kepada R.A. Kartini pada saat dia menikah dengan R.M. Joyodiningrat, seroang Bupati Rembang.
Sebagai Wali Allah Mbah Shaleh Darat juga dikenal memiliki karamah. Makamnya di kompleks Masjid As-Shaleh Darat Jln. Kakap/Darat Tirto Kelurahan Dadapsari Semarang Utara pun menjadi tujuan ziarah banyak orang. Salah seorang wali terkenal yang suka mengunjungi makamnya adalah Gus Miek (Hamim Jazuli).
Meski meninggal di bulan Ramadhan, Haul Mbah Shaleh Darat diperingati setiap tanggal 10 Syawal di makamnya, yakni di kompleks pemakaman Bergota, Semarang.
Dikisahkan bahwa suatu ketika Mbah Shaleh Darat sedang berjalan kaki menuju Semarang. Kemudian lewatlah tentara Belanda berkendara mobil.
Begitu mobil mereka menyalip Mbah Shaleh, tiba-tiba mogok. Mobil itu baru bisa berjalan lagi setelah tentara Belanda memberi tumpangan kepada Mbah Shaleh Darat.
Di lain waktu, karena mengetahui pengaruh Mbah Shaleh Darat yang besar, pemerintah Belanda mencoba menyogok Mbah Shaleh Darat.
Maka diutuslah seseorang untuk menghadiahkann banyak uang kepada Mbah Shaleh, dengan harapan Mbah Shaleh Darat mau berkompromi dengan penjajah Belanda.
Mengetahui hal ini Mbah Shaleh Darat marah, dan tiba-tiba dia mengubah bongkahan batu menjadi emas di hadapan utusan Belanda itu.
Namun kemudian Mbah Shaleh Darat menyesal telah memperlihatkan karomahnya di depan orang. Beliau dikabarkan banyak menangis jika mengingat kejadian ini hingga akhir hayatnya.
Kiai Shaleh Darat wafat di Semarang pada hari Jumat Wage tanggal 28 Ramadan 1321 H atau 18 Desember 1903 pada usia 83 tahun.

اللهم صل علي سيدنا محمد وعلي اله وصحبه وسلم


Semoga bermanfaat.

Sabtu, 10 November 2018

Larangan Melangkahi Makam Ulama

Islam Melarang Melangkahi Makam Ulama


Maqbarah adalah suatu tempat yang harus sering kita kunjungi karena dengen berziarah ketempat pemakaman akan menjadi penyebab bagi kita untuk mengingat kematian sebagaimana dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Aku pernah melarang kalian untuk berziarah kubur, maka ziarahilah (sekarang)! Karena sesungguhnya ziarah kubur dapat mengingatkan kalian akan kematian.”
Akan tetapi berziarah juga mempunyai adab-adab seperti memakai pakaian yang sopan, mengucapkan salam, tidak selfy-an dan sebagainya.

Bagaimana hukum melangkahi kuburan? Salah satu syariat dalam Islam yang wajib dilakukan oleh kaum Muslim adalah menguburkan jenazah. Islam juga mewajibkan agar jenazah dihormati mulai sejak dimandikan, dikafani, dishalati dan dikuburkan. Setelah jenazah tersebut sudah dikuburkan, kita juga dianjurkan untuk senantiasa menziarahi dan mendoakannya agar diberi keselamatan oleh Allah.

Selain itu, setelah jenazah sudah diletakkan di dalam kubur, dia masih memiliki kehormatan yang harus kita jaga. Menghina kehormatan jenazah termasuk perbuatan dosa dan tercela. Di antara bentuk penghinaan terhadap kehormatan jenazah adalah menyebut perbuatan-perbuatan buruknya, juga duduk-duduk, melangkahi atau jalan-jalan di atas kuburannya.

Bahkan disebutkan dalam sebuah hadis bahwa berjalan di atas bara api atau pedang masih lebih disukai oleh Nabi Saw. dibanding berjalan atau melangkahi kuburan seorang Muslim. Ini menunjukkan bahwa melangkahi dan berjalan di atas kuburan termasuk perbuatan yang sangat dilarang oleh Nabi Saw. Hadis dimaksud diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dari Uqbah bin ‘Amir, Nabi Saw. bersabda;

لَأَنْ أَمْشِي عَلَى جَمْرَة أَوْ سَيْف , أَوْ أَخْصِف نَعْلِي بِرِجْلِي أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَمْشِي عَلَى قَبْرِ مُسْلِمٍ


“Sungguh aku berjalan di atas bara api atau pedang, atau aku menjahit sandalku menggunakan kakiku lebih aku sukai dibanding aku harus berjalan di atas kuburan seorang Muslim.”

Dalam kitab Fiqhus Sunnah, Sayyid Sabiq dengan tegas mengatakan bahwa tidak boleh duduk di atas kuburan, bersandaran atau berjalan di atasnya. Selain perbuatan tersebut dinilai tidak menghormati jenazah, juga dapat menyakitinya. Disebutkan dalam hadis riwayat Imam Ahmad dari ‘Amr bin Hazm, dia berkisah;

رَآنِيْ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم مُتَّكِئاً عَلىَ قَبْر، فَقَالَ:لاَ تُؤْذِ صَاحِبَ هَذَا اْلقَبْرِ


“Suatu ketika Rasulullah melihat aku bersandar pada sebuah kuburan. Lantas Nabi Saw. berkata, ‘Jangan sakiti penghuni kuburan ini.’”

Juga disebutkan dalam hadis lain yang diriwayatkan Imam Ahmad, Imam Muslim, Ibnu Majah, dan Nasai dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Nabi Saw. bersabda;

لَأَنْ يَجْلِسَ أَحَدُكُمْ عَلَى جَمْرَةٍ، فَتَحْرِقَ ثِيَابَهُ، فَتُخْلِصَ إِلَى جِلْدِهِ، خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَجْلِسَ عَلَى قَبْرٍ


“Sungguh di antara kalian duduk di atas bara api kemudian membakar baju hingga menembus kulitnya, itu lebih baik dibanding duduk di atas kuburan.”

Sebagaimana disebutkan dalam kitab Fiqhus Sunnah, bahwa melalui hadis ini Ibnu Hazm dengan tegas mengharamkan duduk dan berjalan di atas kuburan. Begitu juga dengan sejumlah ulama salaf dan beberapa sahabat seperti Abu Hurairah, dengan tegas pula mengharamkan duduk dan berjalan di atas kuburan.
Namun bagaimanakah hukumnya jika untuk berziarah kesebuah kuburan kita harus menginjak, melangkahi atau menduduki kubuaran-kuburan lain, terutama makam Ulama?

Dalam Kitab Nihayatuzzain dijelaskan Untuk makam mayit orang yang mulia (muhtarom) pendapat mayoritas ulama adalah makruh bila tanpa hajat. Adapun yang ghoir muhtarom seperti mayit kafir harbi dan orang murtad tidak apa-apa, meski buang hajat sekalipun.

نهاية الزين ١٥٥

و) كره جلوس على القبر المحترم و اتكاء عليه و استناد اليه و ( وطء عليه الا لضرورة) اي حاجة بان حال القبر عمن يزوره و لو اجنبيا بان لا يصل اليه الا بوطئه فلا يكره و فهم بالأولى عدم الكرهة لضرورة الدفن. و الحكمة في عدم الجلوس و نحوه توقير الميت و احترامه

و اما خبر مسلم انه صلى الله عليه و سلم قال * لان يجلس احدكم على حمرة فتخلص الى جلده خير له من ان يجلس على قبر*

ففسر الجلوس عليه بالجلوس للبول و الغائط و هو حرام بالاجماع اما غير المحترم كقبر مرتد و حربي فلا كرهة في الجلوس و نحوه و لا يحرم البول و التغوط على قبورهما



Dalam kitab Majmu' Imam Nawawi menjelaskan Hukum duduk di atas kubur :
1.menurut imam as saerozy dalam kitab muhadzab dan menurut al mahamili adalah tidak boleh,
2.menurut imam syafi'i dan ashab adalah makruh tanzih,
3.menurut madzhab ulama' dan juga jumhur ulama' misalnya an-nukho'i, al-laist abu hanifah, ahmad dan dawud hukumnya makruh,
4.sedangkan menurut imam malik tidak makruh.

- kitab Majmu' Imam Nawawi :

قال المصنف رحمه الله تعالى : ( ولا يجوز الجلوس على القبر ، لما روى أبو هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : { لأن يجلس أحدكم على جمرة فتحرق ثيابه حتى تخلص إلى جلده خير له من أن يجلس على قبر }

( الشرح )

حديث أبي هريرة رواه مسلم ، واتفقت نصوص الشافعي والأصحاب على النهي عن الجلوس على القبر للحديث المذكور ، لكن عبارة الشافعي في الأم وجمهور الأصحاب في الطرق كلها أنه يكره الجلوس وأرادوا به كراهة تنزيه كما هو المشهور في استعمال الفقهاء صرح به كثيرون منهم ، وقال المصنف والمحاملي في المقنع : لا يجوز ، فيحتمل أنهما أرادا التحريم ، كما هو الظاهر من استعمال الفقهاء قولهم : لا يجوز ويحتمل أنهما أرادا كراهة التنزيه لأن المكروه غير جائز عند الأصوليين

الي ان قال( فرع ) : في مذاهب العلماء في كراهة الجلوس على القبر ، والاتكاء عليه ، والاستناد إليه قد ذكرنا أن ذلك مكروه عندنا ، وبه قال جمهور العلماء ، منهم النخعي والليث وأبو حنيفة وأحمد وداود ، وقال مالك : لا يكره


Wallohu a'lam bia showab.

HUKUM DUDUK DI ATAS MAKAM KUBURAN

PERTANYAAN :
Apa boleh kita duduk di atas kubur ?

JAWABAN :
Untuk kubur mayit orang yang mulia (muhtarom) pendapat mayoritas ulama adalah makruh bila tanpa hajat. Adapun yang ghoir muhtarom seperti mayit kafir harbi dan orang murtad tidak apa-apa, meski buang hajat sekalipun.

نهاية الزين  ١٥٥

و) كره جلوس على القبر المحترم و اتكاء عليه و استناد اليه و ( وطء عليه الا لضرورة) اي حاجة بان حال القبر عمن يزوره و لو اجنبيا بان لا يصل اليه الا بوطئه فلا يكره و فهم بالأولى عدم الكرهة لضرورة الدفن. و الحكمة في عدم الجلوس و نحوه توقير الميت و احترامه

و اما خبر مسلم انه صلى الله عليه و سلم قال * لان يجلس احدكم على حمرة فتخلص الى جلده خير له من ان يجلس على قبر

ففسر الجلوس عليه بالجلوس للبول و الغائط و هو حرام بالاجماع اما غير المحترم كقبر مرتد و حربي فلا كرهة في الجلوس و نحوه و لا يحرم البول و التغوط على قبورهما


Dalam kitab Majmu' Imam Nawawi menjelaskan Hukum duduk di atas kubur :
1.menurut imam as saerozy dalam kitab muhadzab dan menurut al mahamili adalah tidak boleh,
2.menurut imam syafi'i dan ashab adalah makruh tanzih,
3.menurut madzhab ulama' dan juga jumhur ulama' misalnya an-nukho'i, al-laist abu hanifah, ahmad dan dawud hukumnya makruh,
4.sedangkan menurut imam malik tidak makruh.

- kitab Majmu' Imam Nawawi :

قال المصنف رحمه الله تعالى : ( ولا يجوز الجلوس على القبر ، لما روى أبو هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : { لأن يجلس أحدكم على جمرة فتحرق ثيابه حتى تخلص إلى جلده خير له من أن يجلس على قبر }

( الشرح )

حديث أبي هريرة رواه مسلم ، واتفقت نصوص الشافعي والأصحاب على النهي عن الجلوس على القبر للحديث المذكور ، لكن عبارة الشافعي في الأم وجمهور الأصحاب في الطرق كلها أنه يكره الجلوس وأرادوا به كراهة تنزيه كما هو المشهور في استعمال الفقهاء صرح به كثيرون منهم ، وقال المصنف والمحاملي في المقنع : لا يجوز ، فيحتمل أنهما أرادا التحريم ، كما هو الظاهر من استعمال الفقهاء قولهم : لا يجوز ويحتمل أنهما أرادا كراهة التنزيه لأن المكروه غير جائز عند الأصوليين

الي ان قال( فرع ) : في مذاهب العلماء في كراهة الجلوس على القبر ، والاتكاء عليه ، والاستناد إليه قد ذكرنا أن ذلك مكروه عندنا ، وبه قال جمهور العلماء ، منهم النخعي والليث وأبو حنيفة وأحمد وداود ، وقال مالك : لا يكره


Wallohu a'lam bia showab.


Kalau Mau Ziarah Kubur, Harus Perhatikan Adab-adab Berikut Ini


Bagi kalangan muslim, menziarahi kubur para wali adalah suatu hal yang lumrah dilakukan dalam waktu-waktu tertentu. Dalam setahun biasanya mereka menziarahi salah satu wilayah yang terdapat makam wali maupun ulama yang wafat di lokasi tersebut.

Dengan demikian, alangkah baiknya kita memperhatikan adab dan tata krama dalam berziarah. Berikut 25 adab menziarahi makam para wali yang disusun oleh Syeikh Abdullah bin Muhammad bin Siddiq al-Ghummari dalam kitabnya Ittihaf al-Adzkiya yang dipaparkan secara tertib.

1. Niat baik dan bermaksud mendekatkan diri kepada Allah Swt supaya mendapatkan keridaannya, seraya mengikatkan hati dengan kecintaan kepada Nabi Muhamad Saw dan keluarganya, beserta para Aulia Allah Swt, dan juga berharap penuh agar mendapatkan syafaat dari mereka.

Setelah itu, Mandi dan wudhu sebelum pergi ke makam, serta memasuki makam dalam keadaan suci dan memakai pakaian yang bersih.

2. Istigfar sebanyak sebelas kali, seraya menghadirkan hati sebelum memasuki area pemakaman. Tumbuhkan rasa sedih dan penyesalan dalam hati, pertanda taubat, sehingga memasuki area makam, dalam keadaan bersih lahir maupun batin.

3. Berdiri di hadapan pintu makam seraya meminta izin untuk masuk.

4. Membaca surat al-fatihah kepada para masyaikh ketika jalan (menuju makam).

5. Melepas sandal ketika masuk.

6. Mendahulukan kaki kanan ketika masuk.

7. Memasuki area dengan tenang.

8. Membaca لاإله إلا الله sebanyak sebelas kali, dan diakhiri dengan membaca محمد الرسول الله.

9. Membaca do’a berikut:

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَيُّهَا الْوَلِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ، أَنْتُمُ السَّابِقُوْنَ وَإِنَّا بِكُمْ إِنْ شَاءَ اللهُ لَاحِقُوْنَ


(Assalamualaikum ayyuhal waliyyu wa rahmatullahi wa barakatuh. Antumus Sabiquuna wa inna bikum insyaallahu lahikun)

10. Membaca surat al-fatihah 11 kali.

11. Membaca surat yasin.

12. Membaca surat al-ikhlas 11 kali.

13. Menghadiahkan pahala al-quran dengan mengucapkan:

اَللَّهُمَّ اجْعَلْ ثَوَابَهَا فِي صَحِيفَةِ سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ وَثَوَابَ مِثْلَ ذَلِكَ لِأَرْوَاحِ أَبِيْنَا آدَمَ وَأُمِّنَا السَّيِّدَةِ حَوَاءَ وَمَنْ وَلَدَا مِنَ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ وَثَوَابَ مِثْلَ ذَلِكَ لِآلِ بَيْتِ النَّبِيِّ وَأَصْحَابِهِ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَتِهِ وَأَهْلِ بَيْتِهِ أَجْمَعِيْنَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَعَنَّا وَنَفَعَنَا بِهِمْ دُنْيَا وَأُخْرَى وَأَلْحِقْنَا بِهِمْ فِي الدَّارَيْنِ آمِيْنَ وَثوَابَ مِثْلَ ذَلِكَ فِي صَحِيْفَةِ هَذَا الْوَلِيِّ وَإِلَى مَنْ تُحِبُّ


(Allahummajal tsawabaha fi shahifati sayyidil mursalin Shallalahu alaihi wasallam wa tsawaba dzalika li arwahi abina adama wa ummina as-sayyidati hawa’a wa man waladaa minal ambiya’i wal mursalin was syuhada’i was shalihin wa tsawaba mitsla dzalika li aali baitin nabiyyi wa ashhabihi wa azwajihi wa dzurriyatihi wa ahli baitihi ajmain, radiyallahu anhum wa anna wa nafa’ana bihim dunya wa ukhra wa alhiqna bihim fiddaraini amin, wa tsawaba mitsla dzalika fi shahifati hadzal waliyyi wa ila man tuhib.)

14. Berdoa dengan mengucapkan: يَا سَيِّدِي فُلَانٌ شَيءٌ لِلهِ اَلْمَدَدُ sebelas kali.


15. Bersalawat kepada nabi dan keluarganya sebanyak sebelas kali.

16. Berdoa kepada Allah Swt seraya membentangkan tangan ke langit, memohon agar kebutuhan dunia maupun akhirat dipenuhi olehNya. Berdoalah dengan menghadap makam wali, maka sang wali itu akan meng-amin-kan doamu. Mulailah doa dengan memuji Allah Swt dan salawat kepada Nabi Muhammad Saw serta meminta ilmu dan kebaikan dari seluruh kebaikan di dunia dan akhirat kepada Allah Swt, kemudian tutuplah doamu dengan bacaan:

يَا إِلَهِي بِحَقِّ وَلِيِّكَ هَذَا فَرِّجْ كَرْبِي وَهَمِّي فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَارْحَمِ اللَّهُمَّ صَاحِبَ هَذِهِ الْمَقَامِ وَعُمَّهُ بِاللُّطْفِ وَالْإِكْرَامِ وَاسْتَجِبْ دُعَائِي اللَّهُمَّ بِحَقِ الْمًصْطَفَى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبِسِرِّ ثَوَابِ الفَاتِحَةِ


(Ya Ilahiy bihaqqi waliyyika hadza farrij karby wa hammy fid dunya wal akhirah warham allahumma shahiba hadzihil maqam wa ummahu billutfi wal ikram wastahib du’ai. Allahumma bihaqqil mustafa shallallahu aialihi wasallam wa bisirri tsawabil fatihah)

17. Mengucapkan kalimat syair dibawah ini dengan khusyuk:

لَنْ أَبْرَحَ الْبَابَ حَتَّى تُصْلِحُوا عِوَجِي # وَتُقَبّلُوْنِي عَلَى عَيْبِي وَأَوْزَارِي


(Lan Abrahal baaba hatta tshlihu `iwaji # wa tuqabbiluni ala aibi wa auzari)

18. Kemudian mengucapkan:

أَشْهَدُ يَا سَيِّدِي يَا فُلَانُ أَنَّنَا نَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَنَّ جَدَّكَ مُحَمَّدٌ عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهُ وَهِيَ لَنَا وَدِيْعَةٌ عِنْدَكَ


(Asyhadu ya sayyidi ya fulan annana nasyhadu an la ilaaha illa Allah wa anna jaddaka muhammad abdullahi wa rasuluhu wa hiya lana wadiatu indaka)

19. Membaca ayat kursi sekali, dan mengulang-ngulang ayat

وَلَا يَؤُوْدُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيْمُ

(walaa ya’udhu hifdzuhuma wa huwal aliyyul adzim) sebanyak tiga kali.

20. Menghormati penjaga makam, dan berbuat baik kepada mereka

21. Membaca al-fatihah untuk wali di makam tersebut seraya meminta izin untuk kembali pulang dan berkata: “Aku telah menghadirimu wahai tuanku, bukannya aku jemu ataupun bosan, akan tetapi aku memiliki keperluan, gairahku pun berkurang dan melemah, dan aku bermaksud untuk pamit dari makammu”.

22. Tidak membelakangi makam ketika hendak pulang.

23. Bersedekah di sekitaran makam kepada orang-orang yang membutuhkan

Selain memperhatikan adab-adab ziarah di atas, para peziarah juga harus memperhatikan peringatan dan larangan ketika berziarah sebagaimana berikut:

1. Tidak membawa dan menyalakan lilin ketika ziarah, karena itu adalah tabiat orang nasrani.

2. Makruh meletakan kedua tangan di atas kuburan atau mengusap kuburan, dan tidak juga menciumnya.

3. Hindarilah berputar-putar mengelilingi makam, sesungguhnya itu diharamkan oleh syariat.

4. Seyogyanya bagi seorang wanita untuk tidak berhias dan memakai wewangian ketika berziarah.

Demikian adab-adab dan larangan berziarah, semoga bermanfaat.

Wallahu a’lam


Menolak Ziarah Kubur adalah Kesombongan Warisan Iblis


MusliModerat.Com - Alkisah pada suatu hari Iblis menjumpai Nabi Musa AS. Kemudian, dia berkata: Hai Musa ! Engkau adalah makhluk yang dipilih Allah menjadi Rasul dan pernah diajak dialog oleh-Nya. Sedangkan, aku adalah makhluk yang diciptakan Allah yang selalu berbuat dosa.dan maksiat. Aku ingin sekali bertaubat kepada-Nya. Olehkarena itu, tolonglah aku supaya taubat aku diterima oleh-Nya ! Jawab Nabi Musa: Baiklah kalau begitu aku akan usahakan.

Kemudian, Nabi Musa berdo’a kepada Allah supaya Allah mau menerima taubat Iblis. Lalu Allah memberi wahyu kepada Nabi Musa dan berkata: Hai Musa ! Sungguh aku kabulkan hajatmu (diterima taubatnya Iblis oleh Allah) asalkan dia (Iblis) mau sujud (ziarah) ke makam Adam hingga aku terima taubatnya.

Kemudian, Nabi Musa menemui Iblis dan berkata: Sesungguhnya aku diperintah Allah supaya engkau sujud ke makam Adam hingga diterima taubat engkau oleh-Nya. Mendengar itu, langsung Iblis murka dan takabbur. Kata Iblis: Aku yang masih hidup tidak akan pernah sudi sujud kepada Adam. Masa aku harus sujud kepada orang yang sudah mati.

{Keterangan diambil dari kitab “Ithaf as-Sadat al-Muttaqin, karya Sayyid Muhammad al-Husaini al-Zabidi, jilid 7 halaman 285, cetakan “Darul Fikr”, Beirut, Libanon)

Wallahu a’lam


Ekspresi Orang Tua di Alam Kubur Ketika di Ziarahi dan di Doakan Anaknya


Dalam penjelasan kitab al-Ruh, karya Syaikh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Apa yang terjadi kepada orang tua ketika Anda berziarah ke makam mereka atau ketika Anda mendoakan mereka?*

Syaikh Muhammad al-Syanqithi, berkata: Semoga Alloh mengampuni keluarga kita yang telah meninggal dunia dan kaum Muslimin yang telah meninggal dunia. Aku tidak mampu menahan tangis melihat betapa perlunya ahli kubur kepada kita. Aku terkesan dan aku ingin semuanya mengetahui hal ini..

Utsman bin Sawad, ulama salaf, bercerita tentang ibunya, seorang wanita yang ahli ibadah. Ketika ibunya akan meninggal dunia, ia mengangkat pandangannya ke langit dan berkata: “Wahai tabunganku, wahai simpananku, wahai Tuhan yang selalu menjadi sandaranku alam hidupku dan setelah kematiaku, jangan Engkau abaikan diriku ketika mati, jangan biarkan aku kesepian dalam kuburku.” Kemudian ia meninggal dunia.

Aku selalu berziarah ke makamnya setiap hari Jum’at. Aku berdoa untuknya, dan memohonkan ampun baginya dan semua ahli kubur di situ. Pada suatu malam aku bermimpi berjumpa dengan ibuku.

Aku berkata: “Wahai ibuku, bagaimana keadanmu?”

Ia menjawab: “Wahai anakku, sesungguhnya kematian itu adalah kesusahan yang dahsyat. Aku alhamdulillah ada di alam barzakh yang terpuji. Ranjangnya harum, dan bantalnya terdiri tenunan kain sutera.”*

Aku berkata: “Apakah Ibu ada keperluan kepadaku?”

*Ia menjawab: “Iya. Jangan kamu tinggalkan ziarah yang kamu lakukan kepada kami. Sungguh aku sangat senang dengan kedatanganmu pada hari Jum’at ketika berangkat dari keluargamu. Orang-orang akan berkata kepadaku: “Ini anakmu sudah datang.” Lalu aku merasa senang, dan orang-orang mati yang ada di sekitarku juga senang.”*

Basysyar bin Ghalib, ulama salaf pula, berkata: “ Aku bermimpi Robiah al-Adawiyah dalam tidurku. Aku memang selalu mendoakannya. Dalam mimpi itu ia berkata kepadaku: “Wahai Basysyar, hadiah-hadiahmu selalu sampai kepada kami di atas piring dari cahaya, ditutupi dengan sapu tangan sutera.”

Aku berkata: “Bagaimana hal itu bisa terjadi?”

Ia menjawab: “Begitulah doa orang-orang yang masih hidup. Apabila mereka mendoakan orang-orang yang sudah mati dan doa itu dikabulkan, maka doa itu diletakkan di atas piring dari cahaya dan ditutupi dengan sapu tangan sutera. Lalu hadiah itu diberikan kepada orang mati yang didoakan itu. Lalu dikatakan kepadanya: “Terimalah, ini hadiah si anu kepadamu.”

Seberapa sering kita berziarah ke makam orang tua, keluarga dan guru kita yang telah meninggal dunia?

Seberapa banyak kita mendoakan mereka dalam waktu-waktu kita beribadah??

Ziarah kita dan doa kita sangat penting bagi mereka..

رب اجعلنی مقيم الصلاة ومن ذريتی ربنا وتقبل دعاء ربنا اغفرلی ولوالدي وللمؤمنين يوم يقوم الحساب

عن ابي هريرة رضي الله عنه، ان رسول الله صلى الله عليه وسلم، قال : اذا مات ابن ادم انقطع عمله الا من ثلاث : صدقة جارية، او علم ينتفع به، او ولد صالح يدعو له (رواه مسلم)

Sebentar lagi Masuk Bulan Suci Ramadhan, yg Mau Ziarah ke Makam Kakek, Nenek, atau Orang Tuanya, Silahkan.. Karena DOA dari kita Slalu Dinanti oleh mereka..

Semoga kita semua tergolong menjadi anak yang sholeh yang selalu mendo'akan orang tua kita.
Aaamiiiin.....

Wallahu a’lam

Semoga bermanfaat.