Selasa, 26 Desember 2017

Mengenal kitab Kifayatul Ahyar karya al Hishni

MENGENAL KITAB KIFAYATU AL-AKHYAR KARYA AL-HISHNI
Oleh : Ustadz Muafa
Nama lengkap kitab ini adalah “Kifayatu Al-Akhyar Fi Halli Ghoyati Al-Ikhtishor” (كفاية الأخيار في حل غاية الاختصار). Makna “kifayah” adalah “mencukupi”. Lafaz “Al-Akhyar” adalah bentuk jamak dari “khoir” yang bisa dimaknai “manusia terbaik”. “Hall” bisa dimaknai “menguraikan”. Jadi, secara keseluruhan, makna kitab ini seakan-akan dimaksudkan sebagai kitab yang isinya sudah mencukupi orang-orang baik yang ingin belajar agama (atau mewakili ulama terbaik dalam hal mensyarah), yakni dengan cara menguraikan, menjelaskan dan mensyarah kitab yang bernama “Ghoyatu Al-Ikhtishor”.

Kitab ini terkadang disebut dan disingkat menjadi “Al-Kifayah” (الكفاية). Hanya saja, penyebutan ini perlu hati-hati. Pasalnya, di kalangan mutaqoddimin, jika disebut “Al-Kifayah”, persepsi mereka adalah “Kifayatu Al-Nabih” karya Ibnu Ar-Rif’ah yang merupakan syarah dari kitab “At-Tanbih” karya Asy-Syirozi. Perbedaan dua “Kifayah” ini harus diperhatikan karena sering terjadi ambiguitas di kalangan para penuntut ilmu. Penyebutan “Al-Kifayah” bermakna “Kifayatu Al-Akhyar” adalah jika disebut sesudah masa Al-Hishni (829 H).
Kitab ini dikarang oleh Taqiyyuddin Abu Bakr bin Muhammad Al-Hishni. Singkatnya disebut Al-Hishni atau Taqiyyuddin Al-Hishni. Orangnya berbudi luhur, ramah kepada murid-muridnya, senang beruzlah, dan berwibawa. Beliau bukan hanya ahli fikih tetapi juga ahli hadis. Di antara karyanya terkait hadis adalah takhrij beliau terhadap kitab Ihya’ Ulumiddin karya Al-Ghozzali. Sayangnya karya ini belum tuntas.

Sasaran ditulisnya kitab ini dua macam orang sebagaimana diterangkan sendiri oleh Al-Hishni. Pertama; orang yang punya tanggungan yang tidak ada kesempatan untuk bermulazamah dengan ulama. Kedua: Salik (ahli ibadah) yang fokus ke ibadahnya, bukan fokus ke ilmu. Karena itulah, meskipun kitabh ini berbentuk syarah tetapi isinya ringkas. Tidak terlalu pendek dan tidak terlalu panjang. Kitab ini ditulis bukan untuk para ulama yang berniat “tabahhur” (mendalami dan menguasai tuntas).

Kitab ini adalah syarah dari “Matan Abu Syuja’” atau yang disebut juga “Ghoyah Al-Ikhtishor” atau “Al-Ghoyah Wa At-Taqrib” atau “Mukhtashor Abu Syuja’” atau “At-Taqrib” atau “Al Ghoyah”. Matan Abu Syuja’ adalah di antara matan termasyhur dalam madzhab Asy-Syafi’i. (uraian lebih dalam tentang Matan Abu Syuja’ bisa dibaca pada tulisan saya yang berjudul “Mengenal Matan Abu Syuja’”.

Dalam mensyarah, hal menonjol yang dilakukan Al-Hishni adalah memberikan dalil dan ta’lil (reasoning) setiap kali menyajikan hukum. Al-Hishni adalah ahli hadis, karena itu wajar jika beliau cukup piawai menyebutkan dalil-dalil dari hadis pada saat mensyarah kitab ini. Perhatiannya terhadap hadis cukup tinggi. Dalam satu kasus fikih terkadang beliau menyebut lebih dari satu dalil, dan dalam satu hadis kadang beliau menyebut sejumlah variasi riwayat. Beliau juga menyempatkan diri untuk menjelaskan sejumlah lafaz hadis jika dipandang terasa “asing” seperti syarah beliau terhadap ucapan Nabi “taribat yaminuk”. Tak lupa juga beliau menjelaskan takhrij hadis, membicarakan sanad dan matannya dan seringkali juga membincangkan kualitas hadisnya.
Hampir setiap masalah hukum yang disebutkan senantiasa disertai istidlal dari Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Kadang satu kasus hukum disebutkan dalil lebih dari satu. Memang, kajian terhadap terhadap kitab ini diharapkan sudah mencukupi seorang penuntut ilmu sehingga tidak perlu membaca kitab-kitab muthowwal seperti “Kifayatu An-Nabih” karya Ibnu Ar-Rif’ah, “Al-Majmu’” karya An-Nawawi, “Al-Hawi Al-Kabir” karya Al-Mawardi, “Nihayatu Al-Mathlab fi Diroyati Al-Madzhab” karya Al-Juwaini, “Bahru Al-Madzhab” karya Ar-Ruyani dan lain-lain. Telaah terhadap kitab-kitab hadis hukum juga diharapkan tidak diperlukan lagi.

Selain mensyarah, secara sambil lalu Al-Hishni juga sempat mengkritik beberapa kelompok orang di zamannya. Beliau mengkritik satu jenis sufi yang tidak pernah mempedulikan undangan orang salih maupun fajir (semua didatangi) dan beribadah dengan cara bermusik. Al-Hishni memandang mereka dipermainkan setan sebagaimana anak-anak kecil mempermainkan bola. Beliau juga mengkritik sebagian qodhi di zamannya yang menerima suap. Al-Hishni memandangnya sebagai “asyaddul fussaq” (orang fasik terparah). Al-Hishni juga mengkritik sebagian pemerintah yang disebut beliau zalim dan korup.

Sumber utama “Kifayatu Al-Akhyar” adalah kitab “Roudhotu Ath-Tholibin” karya An-Nawawi. Kitab An-Nawawi ini menjadi referensi utama Al-Hishni. Cara menguraikan kasus-kasus fikih, rincian-rinciannya, penyajian ikhtilaf, termasuk tarjihnya mengikuti gaya dan cara An-Nawawi dalam “Roudhotu Ath-Tholibin”. Bahkan tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Al-Hishni terkadang menukil secara lengkap redaksi dalam “Roudhotu Ath-Tholibin” tanpa mengubahnya. Hanya saja Al-Hishni merujuk secara kritis, sehingga kadang-kadang beliau memberikan ta’qib (koreksi), istidrok (melengkapi), memerinci hukum, bahkan kadang juga mengkritik. Jika beliau mengoreksi maka akan diawali kata “qultu” dan diakhiri kata “wallahua’lam”.

Selain “Roudhotu Ath-Tholibin”, referensi lain yang dipakai Al-Hishni adalah “Al-Umm” karya Asy-Syafi’i, “Ar-Risalah” karya Asy-Syafi’i, Mukhtashor Al-Buwaithi, “Al-Khishol” karya Al-Khoffaf, Mukhtashor Al-Muzani, “At-Talkhish” karya Ibnu Al-Qosh, “Al-Ifshoh” karya Al-Hasan Ath-Thobari, “Jam’u Al-Jawami’” karya Ibnu ‘Ifris, “At-Taqrib” karya Al-Qoffal Asy-Syasyi, Fatawa Al-Qoffal, “Al-Furuq” karya Abdullah Al-Juwaini, Ta’liq Abu Ath-Thoyyib Ath-Thobari, “Al-Hawi Al-Kabir” karya Al-Mawardi, “Al-Ibanah” karya Al-Furoni, “At-Ta’liqoh” karya Qodhi Husain, “At-Tanbih” karya Asy-Syirozi, “Asy-Syamil” karya Ibnu Ash-Shobbagh, “Tatimmatu Al-Ibanah” karya Al-Mutawalli, “Nihayatu Al-Mathlab” karya Imamul Haromain, “Al-‘Uddah” karya Al-Husain Ath-Thobari, “Bahru Al-Madzhab” karya Ar-Ruyani, “Al-Kafi”, “Ihya’ Ulumiddin” karya Al-Ghozzali, “Al-Wajiz” karya Al-Ghozzali, “Al-Wasith” karya Al-Ghozzali, “Al-Mustazh-hiri” karya Al-Qoffal Asy-Syasyi, “At-Tahdzib” karya Al-Baghowi, Fatawa Al-Baghowi, “Adz-Dzakho-ir” karya Al-Makhzumi, “Al-Bayan” karya Al-‘Imroni, “Al-Istiqsho’” karya Al-Maroni, “Al-Amali” karya Ar-Rofi’i, “At-Tadznib” karya Ar-Rofi’i, “Asy-Syarhu Ash-Shoghir” karya Ar-Rofi’i, “Asy-Syarhu Al-Kabir” karya Ar-Rofi’i, Syarah Musnad Asy-Syafi’i karya Ar-Rofi’i dan masih banyak lagi yang lainnya.

Kitab ini juga menjadi sumber data penting untuk mengetahui ikhtlaf Asy-Syaikhan (Ar-Rofi’i dan An-Nawawi) karena Al-Hishni cukup serius menyebut ikhtilaf-ikhtilaf mereka. Hanya saja Al-Hishni tidak hanya menukil ikhtilaf, tetapi juga mentahqiqnya. Meksipun Al-Hishni sangat menghormati Asy-Syaikhan tetapi beliau juga bersikap kritis saat mensyarah, terutama jika menemukan waham-waham atau inkonsistensi dari Asy-Syaikhan. Dalam satu pembahasan beliau menyatakan keheranannya terhadap Ar-Rofi’i yang menulis dalam “Al-Muharror” bahwa memandikan orang mati karena tenggelam tidak wajib karena sudah bersih, sementara dalam dua syarah Ar-Rofi’i (“Asy-Syarhu Ash-Shoghir” dan “Asy-Syarhu Al-Kabir”) beliau menyatakan wajibnya memandikan orang yang mati tenggelam. Di tempat lain, Al-Hishni juga menyatakan keheranannya ketika mendapati An-Nawawi dalam “Roudhotu Ath-Tholibin” yang menulis bahwa orang yang mengucapkan “Ya Luthi” (wahai orang homo) dihukumi melakukan “qodzaf” shorih/lugas, sementara dalam “Tashihu At-Tanbih” beliau menyebutnya sebagai lafaz “kinayah”.

Dengan demikian, jika kita pernah mendapatkan informasi bahwa An-Nawawi pernah merasa kurang “sreg” dengan rancangan kitab “Roudhotu At-Tholibin” yang ditulisnya sendiri, bahkan sudah pernah memerintahkan muridnya; Ibnu Al-‘Atthor untuk menghapus rancangan naskahnya karena kuatir ada beberapa tulisan keliru dalam kitab itu, tapi kemudian An-Nawawi pasrah tidak bersikeras minta kitabnya dimusnahkan karena sudah telanjur menyebar dan populer, maka hadirnya “Kifayatu Al-Akhyar” ini bisa menutup celah “Roudhotu Ath-Tholibin” dan mengobati kekhawatiran An-Nawawi. Alasannya, Al-Hishni cukup kritis dan teliti memeriksa tulisan An-Nawawi dalam “Roudhotu Ath-Tholibin” sehingga beliau tidak segan-segan menilai An-Nawawi melakukan “sahwun”/kealpaan/forgetfullness jika memang terbukti keliru. Hanya saja penilaian Al-Hishni juga harus tetap disikapi dengan kritis karena di beberapa tempat terbukti penilaian itu juga kurang akurat. Terkait kritikan Al-Isnawi terhadap tarjih An-Nawawi, seringkali Al-Hishni membela An-Nawawi dan membantah argumentasi Al-Isnawi.

Di antara yang menunjukkan mutu kitab “Kifayatu Al-Akhyar” ini adalah isinya dijadikan rujukan dan dikutip oleh Zakariyya Al-Anshori dalam “Asna Al-Matholib” dan “Al-Ghuroru Al-Bahiyyah”, Ar-Romli dalam “Nihayatu Al-Muhtaj” dan fatawanya, Al-Khothib Asy-Syirbini dalam “Mughni Al-Muhtaj”, dan Al-Bujairimi dalam “Hasyiyah Al-Iqna’” atau yang lebih dikenal dengan nama “Al-Bujairimi ‘Ala Al-Khothib”. Bahkan kitab ini juga dikutip oleh ulama di luar madzhab Asy-Syafi’i seperti Ibnu ‘Abidin Al-Hanafi dalam “Roddu Al-Muhtar”.
Bisa dikatakan kitab Kifayatu Al-Akhyar adalah kitab level menengah fikih Asy-Syafi’i yang direkomendasikan untuk dipelajari. Beberapa kali saya ditanya kitab menengah apa untuk fikih Asy-Syafi’i yang bagus untuk dikaji setelah menuntaskan kitab-kitab mukhtashor seperti matan Abu Syuja’? Maka saya jawab: “Kifayatu Al-Akhyar.”

Penerbit Dar Al-Minhaj mencetak kitab “Kifayatu Al-Akhyar” atas jasa tahqiq Ibnu Sumaith dan Muhammad Syadi dengan ketebalan 775 hlm. Cetakan ini disiapkan cukup serius, karena bahan manuskripnya diperoleh dari salah satu perpustakaan di Jerman dan dua naskah manuskrip dari tempat lainnya yang dianggap manuskrip paling dekat dengan masa pengarang.
Al-Hishni wafat pada bulan Jumada Al-Ula tahun 829 H. Beliau dimakamkan setelah terbit matahari. Jenazahnya diantarkan pelayat dalam jumlah yang sangat banyak dan hanya Allah yang tahu berapa jumlah persisnya

رحم الله الحصني رحمة واسعة
اللهم اجعلنا من محبي العلماء الصالحين


ownload Kifayatul Akhyar PDF

Kifayatul Akhyar
كفاية الأخيار 
تقي الدين أبي بكر محمد الحصني
Kitab : Kifayatul Akhyar
Pengarang : Taqiyyuddin Abu Bakar Muhammad al-Hushni
File : PDF
Size : 15.3 Mb
Year : 2001
Published : ---
Pages : 774
Publisher : Dar al-Kutub al'Ilmiyah - Beirut - Lebanon
Uploaded By : Yedali
Download From : archive.org


Tag : Fiqih

Semoga bermanfaat.

Jumat, 01 Desember 2017

Sejarah Anjing dan Kucing selalu bertengkar

Anjing dan Kucing.
Jangan buka aib orang lain

ﺭﻭﻱ ﻋﻦ ﻭﻫﺐ ﺑﻦ ﻣﻨﺒﻪ ﺃﻧﻪ ﻗﺎﻝ : ﻟﻤﺎ ﺭﻛﺐ ﻧﻮﺡ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺴﻼﻡ ﺍﻟﺴﻔﻴﻨﺔ ﺃﺩﺧﻞ ﻣﻌﻪ ﻣﻦ ﻛﻞ ﻧﻮﻉ ﺯﻭﺟﻴﻦ ﺣﺖ ﺍﻟﻜﻠﺐ ﻭﺍﻟﻬﺮﺓ ﻭﻣﻨﻊ ﺍﻟﻜﻞ ﻋﻦ ﺍﻟﻤﺠﺎﻣﻌﺔ ﻟﺌﻼ ﻳﺘﻮﺍﻟﺪﻭﺍ ﻓﺘﻀﻴﻖ ﺍﻟﺴﻔﻴﻨﺔ ﻋﻠﻴﻬﻢ

Dari Wahab bin Munabbih, ia berkata : Ketika Nabi Nuh as naik kapal, maka dimuatlah segala hewan, masing-masing sepasang-sepasang, hingga anjing dan kucing juga sepasang-sepasang, dan merekapun untuk sementara oleh Nabi Nuh di stop hubungan sex/melampiaskan nafsu birahi, supaya tidak cepat berkembang biak, yang artinya menyempitkan mereka di dalam kapal.

ﻓﻠﻢ ﻳﺼﺒﺮ ﺍﻟﻜﻠﺐ ﻓﺠﺎﻣﻊ، ﻓﺮﺃﺗﻪ ﺍﻟﻬﺮﺓ، ﻓﺠﺎﺋﺖ ﺇﻟﻰ ﻧﻮﺡ ﻭﺃﺧﺒﺮﺗﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺴﻼﻡ، ﻓﺪﻋﺎ ﻧﻮﺡ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺴﻼﻡ ﺍﻟﻜﻠﺐ ﻭﻻﻣﻪ ﻓﺨﻠﻰ ﺳﺒﻴﻠﻪ، ﻓﻔﻌﻞ ﺫﻟﻚ ﻣﺮﺓ ﺃﺧﺮﻯ، ﻓﺠﺎﺋﺖ ﺍﻟﻬﺮﺓ ﻭﺃﺧﺒﺮﺗﻪ . ﻓﺪﻋﺎ ﻧﻮﺡ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺴﻼﻡ ﺍﻟﻜﻠﺐ ﻭﻻﻣﻪ ﻭﺃﻧﻤﻜﺮ ﺍﻟﻜﻠﺐ، ﻓﻘﺎﻟﺖ ﺍﻟﻬﺮﺓ : ﻳﺎ ﻧﺒﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﺭﺃﻳﺘﻪ ﻗﺪ ﻓﻌﻞ ﻓﻠﻮ ﺩﻋﻮﺕ ﺍﻟﻠﻪ ﻳﻈﻬﺮ ﻟﻚ ﻋﻼﻣﺘﻪ ﻭﺗﺒﺼﺮﻩ ﺑﻌﻴﻨﻚ، ﻓﺪﻋﺎ ﻧﻮﺡ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺴﻼﻡ ﺭﺑﻪ، ﺛﻢ ﺇﻥ ﺍﻟﻜﻠﺐ ﺟﺎﻣﻊ ﻓﺎﺷﺘﺪ ﺫﻟﻚ ﻋﻠﻴﻪ ﺑﺤﻴﺚ ﻻ ﻳﻤﻜﻨﻪ ﺍﻹﻧﻔﺼﺎﻝ ﺣﺘﻰ ﺟﺎﺋﺖ ﺍﻟﻬﺮﺓ ﻭﺃﺧﺒﺮﺗﻪ، ﻓﺠﺎﺀ ﻧﻮﺡ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺴﻼﻡ ﻓﺮﺁﻫﻤﺎ ﻛﺬﻟﻚ

(Alkisah) Maka anjing tidak sabar hingga terjadi hubungan sex/bersetubuh, sialnya pelanggaran itu diketahui oleh kucing, dan langsung diadukan pada Nabi Nuh as. Lalu anjing dipanggil oleh Nabi Nuh as, dan otomatis ia mendapat celaan, namun ia tidak mengakui perbuatannya. Dan di hari-hari berikutnya anjing mengulangi perbuatannya lagi, dan kucingpun mengadu lagi kepada Nabi Nuh. Lalu ia dipanggil dan dicela lagi, namun ia bersikeras tidak mengakui perbuatannya. Kemudian kucing berkata : "Yaa Nabi Allah Nuh, aku melihatnya sendiri, ia melakukan hal itu, dan kalau saja engkau berdo'a kepada Allah Swt, pasti nyata bagimu alamatnya, dan engkau dapat melihat sendiri". Maka Nabi Nuh as berdo'a, kemudian anjing bersetubuh lagi, kali ini alat fital pasangan anjing jantan dan betina terlalu melekat dan sulit dipisah. Dan kucingpun segera mengadu kepada Nabi Nuh as, hingga nyatalah bukti yang dilihat sendiri oleh Nabi Nuh as.

ﻓﺨﺠﻞ ﺍﻟﻜﻠﺐ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ، ﻓﺪﻋﺎ ﺭﺑﻪ ﻓﻘﺎﻝ : ﻳﺎ ﺭﺏ ﺍﺟﻌﻞ ﻟﻬﺎ ﻓﻀﻴﺤﺔ ﻋﻠﻰ ﺭﺅﺱ ﺍﻟﺨﻼﺋﻖ ﻭﻗﺖ ﺍﻟﺠﻤﺎﻉ ﻛﻤﺎ ﻓﻀﺤﺘﻨﺎ، ﻓﺎﺳﺘﺠﺎﺏ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺩﻋﺎﺀﻩ ﺣﺘﻰ ﺇﻥ ﺍﻟﻬﺮﺓ ﺇﺫﺍ ﺟﻮﻣﻌﺖ ﺗﺼﻴﺢ ﺣﺘﻰ ﻳﻌﻠﻢ ﺍﻟﺨﻼﺋﻖ ﺑﺼﻴﺤﺘﻬﺎ ﻋﻘﻮﺑﺔ ﻟﻤﺎ ﻛﺸﻔﺖ ﺳﺘﺮ ﺍﻟﻜﻠﺐ

Akibatnya anjing merasa malu, dan iapun berdo'a, sahutnya : "Yaa Tuhan, bukakanlah cela kucing di hadapan makhluk-makhluk lain di saat bersetubuh, seperti halnya ia telah membuka cela kami". Maka dikabulkan do'anya oleh Allah Swt, hingga mereka bersetubuh diketahui oleh makhluk lainnya, karena berteriak (meong-meong), demikian sebagai akibat ia membongkar rahasia/cela kucing.

ﻛﺬﻟﻚ ﺍﺑﻦ ﺁﺩﻡ ﺇﺫﺍ ﻛﺸﻒ ﺳﺘﺮ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﻳﻜﺸﻒ ﺍﻟﻠﻪ ﺳﺘﺮﻩ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ

Maka begitu pula anak cucu Adam, ketika membongkar rahasia/aib orang mukmin, maka Allah Swt juga akan membongkar rahasianya kelak di hari kiamat.

Sumber : Durrotun-Nasihin, hal 233
Wallahu A'alam Bish-Showab.

Semoga bermanfaat.

Kisah Abu Jahal mendapat keringanan siksa disetiap hari senin


Di dalam hadis shahih bukhari bab susuan terdpat riwayat yg panjang
ketika syayyiduna muhammad saw lahir maka budak abu jahal yg bernama Suwaibah menemui abu jahal dan mengbarkan kelahiran keponakannya sayyiduna muhammad saw sktika itu abu jahal gembira atas lahir keponakannya kemudian membebaskan budaknya yaitu suwaibah.

Stlah kematian abu jahal shohabat dan juga paman nabi saw yg bernama syayyidina Abbas bin Abdil Mutholib ra bermimpi melihat keadaan abu jahal
Beliau bertanya, "Bagai mana keadaanmu di dlm kubur?".
Abu jahal mmberitahu keadaannya yg sngat tersiksa dan sengsara tapi di setiap hari senin allah membri keringanan di jari telnjuk Abu Jahal menetes air dan memberi minum abu jahal di stiap hari senin.


Ahli hadis al hafidz syamsuddin bin Nasir adDamsyiq ra;
Jika adanya orang yg kafir, merugi dan kekal di dlm neraka msh di beri keringanan oleh allah, karna bahagia atas kelahiran syayyiduna muhammad saw
Lalu bagai mana hamba allah yg bahagia karna kelahiran syayyiduna muhammad mati dalam ke adaan bertauhid?

Keterangan :

Para ulama ilmu hadis, seperti Imam Bukhoriy, al Hafidz Ibnu Hajar, al Hafidz Ibnu Katsir, al-Hafidz al-Baihaqiy, al-Hafidz al-Baghowiy, Imam Son'aniy dan yang lainnya di dalam kitab-kitab hadis dan siroh yang mereka tulis menyebutakan: bahwa Sahabat Abas bin Abdil Mutholib bermimpi bertemu Abu Lahab yang telah wafat, dan Sahabt Abas bertanya tentang keadaannya, Abu Lahab menjawab: bahwa dirinya terus disiksa di kubur, tapi untuk hari senin siksanya diringankan disebabkan dia sewaktu hidup pernah memerdekakan budak karena dia merasa bergembira waktu Nabi saw. lahir.  Al-Hafidz Syamsyudiin as-Dimsiqiy setelah mendengar cerita ini dia menulis sebuah syair:


Jika Abu Lahab yang kafir  ini telah jelas celanya
 dan merugi di neraka untuk selamanya
Datang baginya setiap hari  senin tuk selamanya
 ringan adzab dikarenakan dia  senang dengan kelahiran Ahmad
Lalu apa diduga,  dengan hamba yang hidupnya
bahagia sebab Ahmad dan mati keadaan bertauhid?.
 (lMarud as-Shoodiy fi Mauludi al Hadiy)


Dapat difahami dari cerita dan syair tersebut, bahwa ekpresi kebahagiaan atas lahirnya Nabi Muhammad-pun mampu menurunkan rahmat Allah  kepada paman Nabi Muhammad, Abu Lahab yang kafir, lalu bagaimana dengan kita yang  muslim yang selalu senang dan bahagia dengan kelahiran Nabi Muhammad!. Dan jika kita mau merenungi kenapa Nabi Muhammad tidak membuat perayaan maulid, sebenarnya hal itu juga adalah rahmat bagi kita, karena dengan ini kita dapat mengekpresikan kebahagiaan Maulid Nabi dengan jenis ibadah yang sesui kemampuan kita dan dengan hati suka rela. Karena jika telah jelas perintah dari agama agar kita bersyukur dan begembira dengan rahmat Allah, tapi agama tidak merinci bagaimana caranya atau ekspreksi secara khusus, maka dengan ini kita dapat melaksanakannya dengan cara kita sendiri, selama tetap sesui dengan nilai-nilai ketaatan, dan hal semacam inilah pulalah yang telah kita ketahui dari cerita-cerita para sahabat Nabi dan kaum Yahudi yang mengekpresikan sikap sukurnya dengan ibadah yang bebeda-beda tanpa bertanya dulu kepada Nabi, tapi semuanaya disetujui oleh Nabi. Dan telah menjadi sifat rahmat Nabi kepada umatnya bahwa beliu sering meniggalkan amal karena khawatir akan dikira amal itu wajib, dan nanti akan memberatkan umatnya, karena banyaknya kewajiban, yang sebenarya amal tersebut boleh dilakukan. Seperti dijelaskan para ulama di dalam ilmu Ushul Fiqih, Nabi tidak melakukan suatu amal secara rutin(muwadhobah) untuk memberi tahu bahwa amal itu tidak wajib, tapi sunah, dan Nabi meninggalkan amal yang boleh dilakukan(mubah) agar tidak dikira amal itu sunah atau wajib.(M. Sulaiman al-Asqor, Af'alul Rasul. Hal. 54).Wallahu a'lam bi showab.
Suatu hari, Senin, Tsuwaibah datang kepada tuannya Abu Lahab seraya memberikan kabar tentang kelahiran bayi mungil bernama Muhammad, keponakan barunya. Abu Lahab pun bersuka cita.

Ia melompat-lompat riang gembira seraya meneriakkan kata-kata pujian atas kelahiran keponakannya tersebut sepanjang jalan.

Sebagai bentuk luapan kegembiraan, ia segera mengundang tetangga-tetangga dan para kerabat dekatnya untuk merayakan kelahiran keponakan tercintanya ini: Bayi laki-laki yang mungil, lucu, sempurna.

Tidak cukup sampai di situ. Sebagai penanda suka citanya, ia berkata kepada budaknya Tsuwaibah di hadapan khalayak ramai yang mendatangi undangan perayaan kelahiran keponakannya, ”Wahai Tsuwaibah, sebagai tanda syukurku atas kelahiran keponakanku, anak dari saudara laki-lakiku Abdullah, maka dengan ini kamu adalah lelaki merdeka mulai hari ini.

Demikian dikisahkan dalam kitab Shahih Bukhari. Ini pada hari Senin pada satu tahun yang kemudian dikenal dengan Tahun Gajah.

Kelak Abu Lahab tampil menjadi salah satu musuh Muhammad SAW dalam berdakwah. Bahkan sosoknya yang antagonis dikecam dalam satu surat tersendiri dalam Al-Qur'an. Ia ingkar terhadap risalah kenabian.
Namun karena ekspresi kegembiraannya menyambut kelahiran keponakannya, menurut satu riwayat, Abu Lahab mendapatkan keringanan siksa kubur, yakni pada setiap hari Senin.

Abu Lahab merupakan paman Nabi Muhammad saw… Nama aslinya adalah Abdul Uzza bin Abdul Muttalib. Abu Lahab adalah saudara dari Nabi Muhammad saw.. Nama Abdul Uzza sama dengan salah satu nama berhala yang disembah oleh orang – orang kafir Quraisy.
Abu Lahab sangat menentang dakwah Nabi Muhammad saw. Dan para pengikutnya. Dia selalu menyuarakan kepada siapa saja yang ditemuinya dengan menjelek – jelekan Nabi Muhammad saw. Kata – kata yang isinya menjelek-jelekan Nabi Muhammad saw. Tersebut, antara lain
1. jangan dengarkan perkataan Muhammad
2. Muhammad itu pendusta dan penipu
3. Muhammad itu tukang sihir, serta
4. Muhammad itu Majnun ( gila )
            
Abu Lahab selalu mengikuti atau membuntuti kemana saja Nabi Muhammad saw. Pergi usaha Abu Lahab menentang dan mengganggu dakwah Nabi Muhammad saw. Tersebut dibantu ioleh istrinya yang bernama Ummu Jamil, nama aslinya Arwa. Dijuluki Ummu Jamil sebab berwajah sangat cantik. Ia membantu suaminya dengan cara menyebarkan fitnah terhadap Nabi Muhammad saw. Supaya orang – orang tidak percaya kepada beliau suatu hari Nabi Muhammad saw. Berdiri diatas bukit Safa sambil mengajak semua orang kepada tauhid dan Iman kepada risalah beliau serta Iman kepada hari akhir. Hal ini dilakukan Nabi Muhammad saw. Setelah beliau merasa yakin terhadap janji pamannya,  Abu Tholib yang akan selalu melindungi beliau dalam menyampaikan wahyu dari Allah SWT.
            
Abu Lahab yang turut berkumpul dan mendengarkan berkata, “ celakalah engkau untuk selama-lamanya, untuk inikah engkau mengumpulkan kami ? “ kemudian, turun surah Al-Lahab yang menjelaskan tentang kisah Abu Lahab.
            
Suatu hari saat Nabi Muhammad menakut-nakuti keluarga Abu Lahab dengan siksa neraka Abu Lahab berkata, “ jika apa yang dikatakan oleh anak saudaraku itu benar maka akan saya tebus dengan hartaku dan anakku. “ Abu Lahab memiliki tiga anak laki – laki, yaitu Utbah, Ma’tab, dan Utaibah. Utbah dan Ma’tab masuk Islam, sedangkan Utaibah tidak.
Abu Lahab menyuruh anaknya menceraikan putri rasulullah

Utbah dan Utaibah menjadi menantu Rasullah saw. Utbah menikahi Ruqayah(kelak menjadi istri sahabat Utsman bin 'Afwan) dan Utaibah menikahi Ummi Kulsum. Setelah turun surat Al –Lahab, Abu Lahab berkata pada kedua anaknya, “ antara aku dan kamu berdua haram jika kamu tidak menceraikan anak Muhammad. “ saat Utaibah pergi ke Syam bersama Abu Lahab, mereka singgah ketempat Nabi Muhammad saw. Dan mengejek serta menghina beliau. Utaibah berkata, “ saya tidak akan percaya lagi pada apa yang kamu sampaikan ( sambil meludah dan menceraikan anaknya ).” Saat itu juga Nabi Muhammad saw.marah dan berdo’a, “ semoga ia dimangsa oleh anjingmu, ya Allah.selang beberapa saat Utaibah diterkam oleh serigala.
            
Kira – kira tujuh hari setelah perang badan, Abu Lahab menderita sakit keras, menjijikan, dan membuat orang lain takut tertular. Tidak ada satupun orang yang berani mendekatinya, termasuk keluarganya sendiri. Kemudian, diputuskan untuk menguburnya hidup-hidup dengan cara mendorngnya keliang kubur (yang sudah disiapkan) dengan tongkat. Mereka tidak berani memegangtubuhnya karena takut tertular penyakit. Setelah masuk, liang kubur ditutup dengan cara dilempar dengan tanah dari kejauhan.

B. Kisah Abu Jahal
            
Nama asli Abu Jahal adalah Amr bin Hisyam atau Abu Hakam bin Hisyam. Abu Jahal artinya orang yang sangat bodoh. Mengapa begitu? Karena ia merupakan orang yang sangat pintar dan mengetahui kebenaran, tetapi tidak mau mengetahui kebenaran itu. Abu JAhal termasuk orang kafir yang pandai berkelahi memainkan pedang, gagah berani, bertubuh kekar, dan namanya terkenal dikalangan kafir Quraisy.
            
Abu Jahal memiliki sifat seperti Umar bin Khattab. Kedua orang ini masuk dalam doanya Nabi Muhammad saw.. beliau berdoa, “ Ya Allah, kuatkanlah Islam ini dengan salah satu dari dua Umar.” Dua Umar yang dimaksud adalah Umar bin Khattab dan Amr bin Hisyam ( Abu Jahal ). Ternyata Allah SWT mengabulkan doa beliau dengan masuknya Umar bin Khattab ke agama Islam.
            
Sejak usia remaja, Abu Jahal telah membenci Nabi Muhammad saw.. Abu Jahal senantiasa mengolok-olok beliau. Menurut sebuah riwayat,  Abu Jahal pernah  melamar Khadijah binti Khuwailid, tetapi Khadijah menolak lamaran tersebut. Beberapa bulan kemudian, Nabi Muhammad saw. Meminang Khadijah dan lagsung diterima. Mengetahui hal tersebut, Abu Jahal semakin dengki kepada Nabi Muhammad saw.. Abu Jahal juga pernah menyiksa dua orang yang masuk islam, yaitu Yasir dan Sumayyah.
            
Islam semakin berkembang di Mekah. Tekanan yang dilakukan kafir Quraisy tidak membuat Nabi Muhammad saw. Dan para pengikutnya menyebarkan agama Islam. Justru mereka semakin sabar dan teguh pendirian. Mereka merencarakan mempertemukan Nabi Muhammad saw. Dengan para pembesar kafir Quraisy dari tiap – tiap suku.
            
Abu Jahal bertemu dengan Rasulullah saw..Abu Jahal berkata, “ Wahai Muhammad, berhentilah dari mencaci maki tuhan-tuhan kami. Jika tidak maka kami akan mencaci maki tuhanmu yang kamu sembah!” berkaitan dengan hal tersebut, Allah SWT. Berfirman dalam Al an’am ayat 108. Sejak turunnya ayat tersebut, Rasulullah saw. Tidak pernah mencaci maki lagi. Beliau mulai menyeru meraka untuk beriman kepada untuk beriman kepada Allah SWT..
            
Abu Jahal akhirnya mati terbunuh ketika terjadi Perang Badar. Abu Jahal dibunuh oleh Mu’as bin Amr Al Jamuh dan Mu’awwid bin Afra. Kemudian, Rasullah saw. Memberikan harta  Abu Jahal yang dibawa perang kepada kedua pemuda tersebut.

C. Kisah Musailamah Al Kazz
            
Nama asli Musailamah Al Kazzab adalah  Musailamah bin Tsumamah bin Kabir bin Hubaib bin Harist. Dia berasal dari Bani Hanifah yang mendiami daerah Yamamah. Suatu ketika, Musailamah bersama rombongannya sebagai utusan Bani Hanifah datang menghadap Rasulullah saw. Di Madinah dan menyatakan memeluk Islam. Namun sekembalinya dari Madinah, dia berbalik menjadi kafir (murtad). Bahkan dia mendakwahkan diri sebagai nabi. Sejak saat itu, Musailamah diberi julukan Al Kazzab yang berarti pendusta atau pembohong.
            
Musailamah telah mengaku menjadi nabi semenjak Rasulullah saw. Masih hidup. Setelah Rasulullah saw. Wafat, peluang Musailamah dan pengikutnya untuk menghancurkan Oslam semakin terbuka. Puncaknya terjadi pada masa Kholifah Abu Bakar As siddiq. Banyak orang yang mengaku sebagai nabi dan banyak pula kaum muslimin yang murtad.
            
Abu Bakar didukung oleh kaum muslimin segera memerangi semua golongan tersebut sebelumnya Abu Bakar sudah mengirim surat terlebbih dahulu untuk menyeru pada jalan yang lurus. Akan tetapi, Musailamah dan pengikutnya tetap dalam kesesatan. Akhirnya, pecahlah Perang Riddah. Awalnya Abu Bakar dua kali mengirim pasukan Islam dibawah Pimpinan Ikrimah bin Abu Jahal dan Syurahbil binHasanah. Namun, keduanya bertindak gegabah sehingga dapat dikalahkan oleh pasukan Musailamah.
            
Abu Bakar kembali mengirimkan pasukan yang dipimpin oleh Kholid bin Walid untuk memerangi Musailamah dan pengikutnya. Kholid bin Walid adalah panglima perang Islam yang paling hebat. Pada bulan syawal 11 Hijriah terjadilah pertempuran sengit antara pasukan Musailamah. Pertempuran itu dikenal dengan pertempuran Akraba. Pasukan Islam dibawah pimpinan Khalid bin Walid berhasil mengalahkan pasukan Musailamah. Musailamah sendiri terbunuh oleh Wahsyi bin Harb. Dipihak kaum muslimin gugur sekitar 700 Syuhada. Diantara mereka terdapat sahabat Nabi Muhammad saw.. dan para penghafal Al-Qur’an

(Kisah Seorang Ahli Neraka Yang Mendapatkan Keringanan Siksa Karena Bergembira Atas Kelahiran Rasulullah SAW)

Peringatan Maulid Rasulullah SAW tidak lain adalah untuk memantulkan kegembiraan kaum Muslimin menyambut dilahirkannya Rasulullah SAW. Bahkan tidak hanya umat Muslim saja yang bergembira, Abu Lahab pun bergembira dengan kelahiran Rasulullah SAW. Ia meluapkan kegembiraannya dengan cara memerdekakan hamba sahayanya yang bernama Tsuwaibah Al Aslammiyyah (yang kemudian menjadi ibu susu Rasulullah SAW sebelum Rasulullah SAW disusui oleh Halimah Assa’adiyyah).

Abu Lahab bernama asli Abdu Uzza bin Abdul Muthalib, saudara dari Abdullah ayah Rasulullah SAW. Meskipun termasuk keluarga dekat Rasulullah SAW, dia dan istrinya, Ummu Jamil Hindun binti Harb, amat memusuhi Rasulullah SAW dan dakwahnya. Saking kerasnya mereka berdua menentang Rasulullah SAW, sampai-sampai ketika di dunia pun mereka telah dicap sebagai ahli neraka. Allah SWT berfirman “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak.” (QS. Al Lahab : 1-3)

Hal itu terkait sebagaimana yang terdapat dalam suatu hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari yang bersumber dari Ibnu Abbas bahwa suatu ketika Rasulullah SAW naik ke bukit Shafa sambil berseru, “Mari berkumpul pada pagi hari ini.” Maka berkumpullah kaum Quraisy. Rasulullah SAW bersabda, “Bagaimana pendapat kalian, seandainya aku beritahu bahwa musuh akan datang besok pagi atau petang, apakah kalian percaya kepadaku?” Kaum Quraisy menjawab, “Pasti kami percaya, sebab tidak kami dapati engkau berdusta.” Rasulullah SAW bersabda, “Aku peringatkan kalian bahwa siksa Allah yang dahsyat akan datang.” Berkatalah Abu Lahab, “Celaka engkau! Apakah hanya untuk ini, engkau kumpulkan kami?” Maka turunlah ayat diatas (QS. Al Lahab : 1-3) berkenaan dengan peristiwa yang melukiskan bahwa kecelakaan itu akan terkena kepada orang yang memfitnah dan menghalang-halangi agama Allah.

Abu Lahab yang dalam Al Qur’an telah dicap sebagai ahli neraka ternyata masih mendapatkan keringanan dari Allah SWT atas siksanya. Setiap hari Senin (karena merupakan hari kelahiran Raslullah SAW), Abu Lahab mendapatkan keringanan siksanya di neraka karena pada saat kelahiran Rasulullah SAW dia merasa gembira dengan memerdekakan hamba sahayanya. Masya Allah. Jika Abu Lahab saja yang ahli neraka masih dapat mendapatkan keringanan siksa neraka karena pernah satu kali bergembira atas kelahiran Rasulullah SAW,alu bagaimanakah dengan orang yang sepanjang hidupnya bergembira dengan kelahiran Rasulullah SAW dan mati dalam keadaan Islam? Sangat mustahil bagi Allah SWT untuk tidak menepati janji-Nya.

Sumber : Hauhal Ihtifal bil Mauliddin Nabawi Asy Syarif
Sayyid Muhammad bin Alawi Al Maliki Al Hasani

Keterangan lain :

Abu Lahab, setiap malam senin dia diberikan keringan siksaan oleh Allah lantaran di saat dia mendapat khabar bahwa keponakannya telah dilahirkan, Abu Lahab merasa gembira, senang, bahagia atas kabar yang diterimanya itu. Lalu diapun memerdekaan Tsuwaibatul Aslamiyyah. Ibarotnya ada di kitab madariju su'ud :

وأرضعته صلى الله عليه وسلم أمه أياما ثم أرضعته ثويبة الأسلمية التى أعتقها أبو لهب حين وافته أى أتت أبالهب عند ميلاده أى بعد ولادته عليه الصلات والسلام ببشراه أى ببشارتها اياه به صلى الله عليه وسلم فقالت له أشعرت أن آمنة ولدت غلاما لأخيك عبد الله فقال لها اذهبى فأنت حرة أى والصحيح ان أبالهب أعتقها فى الحال عتقا منجزاثم جعلها ترضعه صلى الله عليه وسلم فخفف الله عنه من عذابه كل ليلة اثنين جزاء لفرحه فيها بمولده صلى الله عليه وسلم أوجزاء لامره لها بارضاعه صلى الله عليه وسلم

وقد روى ان أخاه العباس رآه بعد سنة من موته فقال ماحالك قال فى عذاب اﻻ أنه يخفف عنى فى كل ليلة اثنين وأمص من بين أصبعى ماء بقدر هذا وأشار الى نقرة ابهامه وان ذلك باعتاقى لثويبة عند ما بشرتنى بولادة محمد صلى الله عليه وسلم وبأمرى بارضاعها له


Keringanan siksa Abu Lahab setiap hari senin. Riwayat di atas termaktub dalam :

1. Shahih Bukhari juz VI halaman 125, cetakan Daar Al Fikr tahun 1401 H – 1981 M / 1/591, maktabah syamilah, lafazhnya sbb :

قَالَ عُرْوَةُ وثُوَيْبَةُ مَوْلَاةٌ لِأَبِي لَهَبٍ كَانَ أَبُو لَهَبٍ أَعْتَقَهَا فَأَرْضَعَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا مَاتَ أَبُو لَهَبٍ أُرِيَهُ بَعْضُ أَهْلِهِ بِشَرِّ حِيبَةٍ قَالَ لَهُ مَاذَا لَقِيتَ قَالَ أَبُو لَهَبٍ لَمْ أَلْقَ بَعْدَكُمْ خَيْرًا غَيْرَ أَنِّي سُقِيتُ فِي هَذِهِ بِعَتَاقَتِي ثُوَيْبَةَ


2. ‘Arf ut-Ta’rif bil Maulidisysyarif halaman 21, karya al hafzih al Jazari, lafazhnya sbb :

وَقَدْ رُوِيَ أَنَّ أَبَا لَهَبٍ رُؤِيَ بَعْدَ مَوْتِهِ فِي النَّوْمِ ، فَقِيْلَ لَهُ : مَا حَالُكَ ، فَقَالَ فِي النَّارِ ، إِلَّا أَنَّهُ يُخَفَّفُ عَنِّيْ كُلَّ لَيْلَةِ اثْنَيْنِ وَأَمُصُّ مِنْ بَيْنَ أَصْبُعِيْ مَاءً بِقَدْرِ هَذَا – وَأَشَارَ إِلَى نُقْرَةِ إِبْهَامِهِ - وَأَنَّ ذَلِكَ بِإِعْتَاقِيْ لِثُوَيْبَةَ عِنْدَمَا بَشَّرَتْنِيْ بِوِلَادَةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبِإِرْضَاعِهَا لَهُ .


3. Al Bidayah wannihayah juz III halaman 407, karya al hafizh Ibnu Katsier, lafazhnya sbb :

وذكر السهيلي وغيره : إن الرائي له هو أخوه العباس وكان ذلك بعد سنة من وفاة أبي لهب بعد وقعة بدر ، وفيه أن أبا لهب قال للعباس : إنه ليخفف علي في مثل يوم الاثنين قالوا : لأنه لما بشرته ثويبة بميلاد ابن أخيه محمد بن عبد الله أعتقها من ساعته فجوزي بذلك لذلك


Catatan :
Al hafizh Ibnu Hajar dalam Fat_hul Bari juz IX halaman 146 berkata :

وتتمة هذا أن يقع التفضل المذكور اكراما لمن وقع من الكافر البر له ونحو ذلك والله أعلم


Al Hafizh Ibnul Jazari dalam kitab ‘Arf ut-Ta’rif bil Maulidisysyarif halaman 21, berkata :

إِذَا كَانَ أَبُوْ لَهَبٍ اَلْكَافِرُ الَّذِيْ نَزَلَ الْقُرْآنُ بِذَمِّهِ جُوْزِيَ فِي النَّارِ بِفَرْحِهِ لَيْلَةَ مَوْلِدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَمَا حَالُ الْمُسْلِمِ الْمُوَحِّدِ مِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُسَرُّ بِمَوْلِدِهِ وَيَبْذُلُ مَا تَصِلُ إِلَيْهِ قُدْرَتُهُ فِيْ مَحَبَّتِهِ ؛ لَعَمْرِيْ إِنَّمَا يَكُوْنُ جَزَاؤُهُ مِنَ اللهِ الْكَرِيْمِ أَنْ يُدْخِلَهُ بِفَضْلِهِ جَنَّاتِ النَّعِيْمِ


Semoga bermanfaat.

Kamis, 23 November 2017

Kumpulan kitab Maulud Nabi


KUMPULAN KITAB TENTANG MAULID NABI MUHAMMAD SAW
By alif juman, 19 November 2017

مجموعة كتب مباركة بمناسبة المولد النبوي الشريف

1 الكوكب الأنور علي شرح الجوهر جعفر البرزنجي

http://www.alkeltawia.net/Download/books/maoled/01.rar

2 النعمة الكبرى في مولد سيد الأنام ابن حجر الهيتمي

http://www.alkeltawia.net/Download/books/maoled/02.rar

3 الهدي التام في موارد المولد النبوي وما اعتيد فيه من القيام محمد علي بن حسين المالكي

http://www.alkeltawia.net/Download/books/maoled/03.rar

4 بشائر الأخيار في مولد المختار صلى الله عليه و سلم محمد ماضي ابو العزائم

http://www.alkeltawia.net/Download/books/maoled/04.rar

5 تاريخ الاحتفال بالمولد النبوي حسن السندوبي

http://www.alkeltawia.net/Download/books/maoled/05.rar

6 البيان النبوي عن فضل الاحتفال بمولد النبي محمود الزين

http://www.alkeltawia.net/Download/books/maoled/06.rar

7 حسن المقصد في عمل المولد جلال الدين السيوطى

http://www.alkeltawia.net/Download/books/maoled/07.rar

8 خلاصة الكلام في الاحتفال بمولد خير الأنام عبد الله بن الشيخ أبو بكر بن سالم

http://www.alkeltawia.net/Download/books/maoled/08.rar

9 مولد النبي صلي الله عليه و سلم عبد الرحمن بن عبد المنعم الخياط

http://www.alkeltawia.net/Download/books/maoled/09.rar

10 مولد امة -أضواء علي خلق رسول الانسانيه خالد محمد القاضي

http://www.alkeltawia.net/Download/books/maoled/10.rar

11 المولد العثماني المسمى الأسرار الربانية محمد عثمان الميرغني

http://www.alkeltawia.net/Download/books/maoled/2001.rar

12 مظهر الكمالات فى مولد سيد الكائنات سلامه الراضي

http://www.alkeltawia.net/Download/books/maoled/2002.rar

13 السانحات الأحمدية والنفثات الروعية في مولد خير البرية محمد بن عبد الكبير الكتاني

http://www.alkeltawia.net/Download/books/maoled/2003.rar

14 النظم البديع في مولد الشفيع يوسف بن اسماعيل النبهاني

http://www.alkeltawia.net/Download/books/maoled/8872.rar

15 مولد المناوي عبد الرؤوف المناوي

http://www.alkeltawia.net/Download/books/maoled/8869.rar

16 القول الجلى فى الرد على منكر المولد النبوى أبو هاشم السيد الشريف

http://www.alkeltawia.net/Download/books/maoled/8871.rar

17 ابتغاء الوصول لحبّ الله بمدح الرسول ومشروعية قراءة المولد أبو محمد الويلتوري

http://www.alkeltawia.net/Download/books/maoled/11.rar
18 المولد البرزنجي بتحقيق بسام محمد بارود
http://www.alkeltawia.net/Download/books/maoled/12.rar

19 المولد النبوي بين المانعين و المجيزين عبد الله الحسني المكي الهاشمي

http://www.alkeltawia.net/Download/books/maoled/13.rar

20 نظم المولد البرزنجي زين العابدين بن محمد الهادي البرزنجي

http://www.alkeltawia.net/Download/books/maoled/14.rar

21 الحجج الدامغة والبراهين الساطعة في جواز الإحتفال بالمولد النبوي الشريف حامد أحمد بابكر

http://www.alkeltawia.net/Download/books/maoled/01.rar

22 سيرة خاتم النبيين صلى الله عليه وسلم أبو الحسن الندوي

http://www.alkeltawia.net/book/sera/3.rar

23 معجزات الرسول صلى الله عليه وسلم ودلائل صدق نبوته إبراهيم جلهوم وعبد السلام حماد

http://www.alkeltawia.net/book/sera/4.rar

24 حجة الله على العالمين في معجزات سيد المرسلين صلى الله عليه وسلم الشيخ يوسف النبهاني

http://www.alkeltawia.net/book/sera/2.rar

25 الرسول صلى الله عليه وسلم في قلوب أصحابه وليد العظمي

http://www.alkeltawia.net/book/sera/1.rar

26 فقه السيرة محمد سعيد رمضان البوطي

http://www.alkeltawia.com/books/sera/7.rar

27 أنموذج اللبيب في خصائص الحبيب جلال الدين السيوطي

http://www.alkeltawia.com/books/tareekh001.rar

28 السيرة النبوية أبو الحسن الندوي

http://www.alkeltawia.net/book/sera/3.rar

29 الأنوار المحمدية من المواهب اللدنية يوسف النبهاني

http://www.alkeltawia.com/books/sera/1.rar

30 السيرة النبوية - دروس و عبر - مصطفى السباعي

http://www.alkeltawia.com/books/sera/2.rar

31 الشفا بتعريف حقوق المصطفى القاضي عياض

http://www.alkeltawia.com/books/sera/3.rar

32 الشمائل المحمدية والخصائص المصطفوية محمد عيسى الترمذي

http://www.alkeltawia.com/books/sera/4.rar

33 الشمائل الشريفة جلال الدين السيوطي

http://www.alkeltawia.com/books/alhadeth/

تاريخ الاحتفال بمولد النبي ﷺ ومظاهره في العالم

لقد أتحفني به فضيلة الشيخ Yousif Silevaney بارك الله فيه
وهذا هو الرابط 👇👇👇
http://www.mediafire.com/file/2g0g5bbhq3w36z0
Dakwah Terkait:
FITNAH WAHABI : “ASY'ARIYYAH BUKAN GOLONGAN AHLUSSUNNAH”
ULAMA-ULAMA BERMADZHAB AL-ASYA'IRAH
Yang Kurang Pas Dalam Faham Wahabi : Catatan Abal Fatum Mencermati Diskusi Dengan Teman Wahabi
Menjawab Tuduhan Sesat untuk para Waliyullah atau SUFI atau Tasawuf atau Thoriqoh
Ebook Al-Habib Salim bin Ahmad bin Jindan : Membedah Ajaran Syi’ah
Hakikat dan Sejarah Tasawuf
Hallala Yuhallilu Tahliilan Tahlilatan Tahlaalan Tihlaalan Muhallalan (oleh Ayi Yuniar)
Previous
HADITS SHAHIH MUTAWAATIR PERINGATAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW MUSALSAL BIL AWWALIYAH
Next
INILAH DATA AKURAT JUMLAH MASING-MASING HURUF DALAM AL-QUR'AN
http://as-salafiyyah.blogspot.co.id/…/kumpulan-kitab-tentan…

Semoga bermanfaat.

Selasa, 21 November 2017

Bal'am bin Ba'ura, Intelektual Otak Setan


Cerita dalam Qur'an:
Sudahkah sampai kepada Anda cerita tentang Bal’am bin Ba’ura? Jika belum, perkenankanlah saya menceritakannya kepada Anda sebagaimana Al-Quran menyuruhnya.

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ

“Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah kami berikan kepadanya ayat-ayat kami (pengetahuan tentang isi al-Kitab), kemudian dia melepaskan diri daripada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syathon (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat.” (QS Al-A'raf: 175).

Sahabat, ada ratusan kisah dalam Al-Quran, tapi –sependek penelurusan saya- hanya ada enam kisah yang mengadung redaksi perintah kepada Nabi SAW untuk menceritakannya. Empat menggunakan kata “utlu ‘alaihim” (bacakanlah kepada mereka), dan dua lagi dengan “nabbi’hum” (beritakanlah kepada mereka). Ada satu lagi kata “faqshushil qashash” (ceritakan kisah ini), tapi masuk dalam salah satu dari enam kisah di atas.

وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَٰكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ ۚ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ۚ ذَٰلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا ۚ فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ


Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.

Apa gerangan yang membuat kisah-tersebut ini harus diceritakan; dibacakan? Tentu karena pentingnya kandungan cerita itu. Saking pentingnya, tidak cukup kita sendiri yang tahu. Kita harus memberi tahukan kepada yang lain. Dan kisah tentang Bal’am bin Ba’ura ini adalah salah satu dari enam kisah itu. Bahkan perintah untuk menceritakannya diulang dua kali: di awal cerita dan di akhir cerita.

فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

“Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.” (QS Al-A'raf: 176).

Bal’am bin Ba’ura adalah seorang cendeiawan Bani Israel. Lidahnya fasih membaca ayat-ayat Allah. Pemahaman dan pengetahuannya luar bisa hebatnya. Dia diberi keistimewaan tahu Nama Allah Yang Teragung (Ismullah Al-A’zam), sehingga dengan itu setiap doanya dapat membuka pintu-pintu langit dan menggetarkan tiang-tiang Ars. Saking luas ilmu Bal’am, tidak ada gelar akademik yang layak disematkan kepadanya. Yang mengalahkan kepakaran Bal’am hanyalah gurunya, Nabi Musa AS.

Tapi ilmu saja tidak cukup. Ilmu tanpa iman seperti pisau di tangan penjahat. Bal’am terpedaya oleh kilauan nafsu dunia. Ilmunya tidak membawanya menjadi orang mulia, tapi justru membawanya ke jurang kenistaan dan kehinaan. Padahal kalau mau, dengan ilmu itu dia bisa mendapat derajat yang tinggi di sisi Allah dan pandangan manusia.

“Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menuruti hawa nafsunya yang rendah.”

Anda tahu digunakan untuk apa kelebihan yang diberikan Allah kepada Bal’am? Bukan untuk menolong agamanya, tapi untuk menolong musuh menghancurkan agama Musa a.s, yang juga agamanya. Lidah yang fasih menyitir dalil-dalil itu digunakan untuk mendukung musuh Allah dan mendoakan keburukan bagi Musa AS dan kaumnya.

Ceritanya, Bal’am suatu hari diutus oleh Nabi Musa untuk berdakwah kepada Kaum Kan’an, penduduk asli Palestina zaman dahulu. Saat berdakwah itu, Bal’am dibujuk-rayu dengan kemewahan-kemewahan dunia oleh para penguasa Kan’an.

“Wahai Bal’am, untuk apa kamu berdakwah? Sinilah ikut kami. Kami punya banyak harta. Akan kami berikan harta-harta itu kepadamu jika kamu meninggalkan perintah Musa. Bergabunglah kepada kami untuk melawan Musa.”

Bal’am takluk dengan tawaran itu. Senjata Ismullah Al-A’dzam yang dia miliki berbalik dia gunakan untuk mendoakan keburukan bagi Nabi Musa dan kaumnya. “Kamu kan punya doa yang terkabul, Bal’am. Doakanlah untuk keburukan Musa agar tidak dapat merangsek ke bumi Palestina.”

Bal’am menyanggupi, tapi Allah tidak tinggal diam. Allah tidak menarik keterkabulan doa Bal’am, tapi menjadikan setiap doa keburukan yang diucapkan Bal’am berubah menjadi kebaikan. Dalam hati, Bal’am ingin mendoakan keburukan bagi Musa AS, tapi kalimat-kalimat yang keluar dari lidahnya justru doa-doa kebaikan untuk Musa AS. Allah SWT mengendalikan lidah Bal’am tanpa bisa dia lawan. Selalu saja ketika ingin berdoa keburukan, yang keluar dari mulutnya justru kebaikan.

Tapi Bal’am adalah intelektual licik. Kepandaiannya digunakan untuk mencari cara lain agar bisa menghancurkan Bani Israil dan Musa AS. Dan keluarlah satu ide dari pikirannya.

“Godalah Bani Israel dengan sesuatu yang haram. Jerumuskan mereka ke dalamnya. Jika Bani Israel melanggar perkara-perkara haram, maka Allah akan menghancurkan mereka, dan kalian tidak perlu memeranginya.”

“Tapi bagaimana caranya?” tanya para pembesar Kan’an.

“Kebanyakan Bani Israil sekarang adalah para pelarian yang tidak punya istri. Godalah mereka dengan perempuan. Keluarkanlah perempuan-perempuan kalian dan dandani mereka dengan dandanan yang menggairahkan. Bawa mereka ke perkampungan Bani Israil untuk merayu para lelaki di sana.”

Benar saja, berhasillah tipu muslihat Bal’am. Tak lama setelah wanita-wanita Kan'an dikeluarkan, seorang pembesar Bani Israel –dengan menggandeng seorang wanita- datang kepada Nabi Musa.

“Wahai Musa, kamu pasti akan bilang bahwa wanita ini haram untukku kan?”

“Betul. Memang begitu adanya.”

“Iya, saya tahu. Tapi saya tidak peduli dengan itu.”

Ya Allah………. Lihat sebegitu besar fitnah seorang Bal’am bagi Bani Israil. Satu orang terkorban, yang lainnya pun ikut-ikutan. Tersebarlah praktik zina yang diharamkan itu di tubuh Bani Israil. Allah SWT pun murka, lalu menurunkan penyakit thaun (semacam virus yang menular) yang membunuh 70 ribu Bani Israil dalam seketika.

****

Ya, itulah Bal’am, cendekiawan berotak brilian tapi berhati setan. Ilmu agamanya terpedaya oleh kilauan dunia. Lisan yang fasih menyitir dalil-dalil itu digunakan untuk menghancurkan Nabi Musa dan kaumnya. Anda tahu bagaimana Allah memberi permisalan untuk Bal’am?

فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ

“Maka perumpamaannya seperti anjing” (QS Al-A’raf: 176).

Anda tahu anjing? Anjing adalah seburuk-buruk permisalan. Siapapun orang di dunia ini, tidak akan pernah rela diserupakan dengan anjing. Ada banyak sekali permisalan dalam Al-Quran, tapi yang paling buruk adalah permisalan untuk si Bal’am ini. Ada perumpumaan untuk orang-orang kafir dengan keledai, laba-laba, batu licin, dan lain sebagainya. Tapi yang paling buruk dari semua itu adalah untuk Bal’am ini, dengan anjing.

Bukan hanya menyerupakannya dengan anjing, Allah tambah lagi perumpanan itu dengan gambaran yang sangat menghinakan. “Jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya , dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga).”

Ibnu Juraij, At-Tirmidzi dan Hakim dalam menafsirkan juluran lidah anjing ini berkata: “Anjing itu tidak punya hati (perasaan), hatinya terputus. Kamu halau ataupun kamu tinggalkan, ia akan tetap menjulurkan lidah.

Al-Qurthubi dalam mengomentari ayat ini berkata: “Permisalan ini, bagi banyak pendapat ulama, berlaku siapa saja yang diberi pengetahuan tentang Al-Qur'an tapi tidak mengamalkannya. Sebagian lain bilang, permisalan ini adalah untuk orang-orang munafik. Pendapat lain mengatakan ini adalah permisalan buat orang yang menerima rasuah dunia dalam masalah agama, sehingga dia terlepas dari ayat-ayat Tuhannya.”


Download Kitab Tafsir al-Qurthubi PDF

Download Kitab Tafsir al-Qurthubi PDFSatu lagi kitab tafsir yang sangat terkenal dan menjadi salah satu rujukan diberbagai bidang, khususnya dibidang penafsiran al-Quran, yaitu Kitab al-Jami' Li Ahkami al-Quran, atau biasa dikenal dengan Tafsir al-Qurthubi.
Pengarangnya bernama Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar al-Anshari al-Qurthubi, Kitab ini menafsirkan al-Quran secara lengkap (dari awal sampai akhir), dan tentunya memiliki keistimewaan berbeda dibandingkan kitab tafsir yang lain. Selain lebih menekankan pada aspek hukum (sesuai dengan namanya), al-Qurthubi juga sering kali menyebutkan landasan atau arguentasi baik dari ayat yang lain maupun dari hadith lengkap dengan sanadnya. Dan yang menarik, beliau juga tidak lupa memasukkan kajin kebahasaan, dan untuk memperkuat pemahaman tentang sebuah makna, beliau seringkali menyadur sebuah syair.
Perjalaan ulama yang hidup sekita abad ketujuh Hijriyah / abad ke 13 Masehi, atau tepat pada masa kekuasaan dinasti muwahhidun dan amhar di Granada, bisa dipeyakan menjadi dua masa. Yakni masa diaat beliau berada di Cordoba spanyol, dan pada saat beliau berada di Mesir. Ketika dimesir beliau banyak mengikuti kajian-kajian dan pengajian-pengajian yang diadakan di masjid-masjid maupun madrasah, sementara ketika beliau dimesir tepatnya di Iskandariyah, beliau banyak pula berguru kepada berbagai Ulama.

Jika para pembaca ingin mendapatkan atau Download Kitab Tafsir al-Qurthubi PDF ini, pastikan terlebih dahulu kapasitas memory lumayan besar. Karena size dari kitab ini juga lumayan besar, sekitar 250 MB. Berikut ini keterangan singkat tentang Kitab Tafsir al-Qurthubi:

عنوان الكتاب : الجامع لأحكام القرآن و المبين لما تضمنه من السنة وآي الفرقان, تفسير القرطبي
المؤلف : أبو عبد الله محمد بن أحمد بن أبي بكر القرطبي
Name : "Tafsir al-Qurthubi" al-Jami' Li Ahkami al-Quran wa al-Mubayyin Lima Tadhammanahu Mina al-Sunnah wa Ayi al-Furqan
Author : Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakar al-Qurthubi
Editor : Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin al-Turki
File : PDF
Size : 251 MB (Full)
Pages : ---
Year : 2006
Published / Cetakan : First/ Pertama
Pulisher : al-Resalah Publisher (Mu'assasah al-Risalah) Beirut - Lebanon
Uploaded By : Abdurrohim Rhasya
Download from : 
DOWNLOAD
 
Semoga bermanfaat.

Minggu, 19 November 2017

Kisah nabi palsu Musailamah al-Kadzab


Sejarawan berbeda pendapat tentang namanya. Ada yang mengatakan ia adalah Musailamah bin Hubaib al-Hanafi. Yang lain mengatakan Musailamah bin Tsamamah bin Katsir bin Hubaib al-Hanafi. Ada yang mengatakan kun-yahnya adalah Abu Tsamamah. Ada pula yang menyebutnya Abu Harun.
Musailamah dilahirkan di wilayah Yamamah. Di sebuah desa yang sekarang ini disebut al-Jibliyah. Dekat dengan Uyainah di lembah Hanifah wilayah Nejd.
Usia Musailamah lebih tua dan lebih panjang dibanding Rasulullah ﷺ. Ada yang menyebutkan ia terbunuh pada usia 150 tahun saat Perang Yamamah. Ia adalah seorang tokoh agama di Yamamah dan telah memiliki pengikut sebelum wahyu kerasulan datang kepada Nabi Muhammad ﷺ.
Sebelum mengaku sebagai nabi, Musailamah sering menyusuri jalan-jalan. Masuk ke pasar-pasar yang ramai oleh masyarakat Arab maupun non-Arab. Berjumpa dengan orang-orang berbagai macam profesi di sana. Pasar yang ia kunjungi semisal pasar di wilayah al-Anbar dan Hirah (Futuh al-Buldan oleh al-Baladzuri, Hal: 100).
Musailamah adalah seseorang yang memiliki kepribadian yang kuat (strong personality). Pandai bicara. Memiliki pengaruh di tengah bani Hanifah dan kabilah-kabilah tetangga. Tutur katanya lembut namun menipu. Pandai menarik simpati, bagi laki-laki maupun wanita. Ia menyebut dirinya Rahman al-Yamamah. Namun Allah berkehendak beda. Ia dikenal dengan nama Musailamah al-Kadzab (Musailamah sang pendusta) hingga hari ini.
Saat Musailamah mengumumkan kenabiannya (nabi palsu), Rasulullah ﷺ berada di Mekah. Ia mengutus orang-orang pergi ke Mekah untuk mendengarkan Alquran. Kemudian kembali ke Yamamah untuk membacakannya kepadanya. Setelah itu ia menirunya atau memperdengarkan ulang ke hadapan orang-orang sambil mengklaim itu adalah kalamnya (Tarikh ar-Rusul wa al-Muluk oleh ath-Thabari, 3: 295).

Utusan Bani Hanifah Menemui Rasulullah

Di antara metode dakwah Rasulullah ﷺ adalah menulis surat kepada para penguasa dan raja-raja. Menyeru mereka untuk memeluk Islam. Seruan dakwah tersebut sampai juga kepada Haudzah bin Ali al-Hanafi. Seorang penguasa Yamamah yang beragama Nasrani. Setelah menerima surat tersebut, Haudzah mengajukan syarat agar kekuasaan diberikan kepadanya. Nabi ﷺ menolaknya. Tidak lama setelah itu Haudzah pun wafat.
Pada tahun ke-9 H, tokoh-tokoh bani Hanifah yang berjumlah beberapa belas orang laki-laki datang menemui Nabi ﷺ di Madinah. Di antara mereka terdapat Musailamah. Mereka datang untuk mengumumkan keislaman kepada Rasulullah ﷺ. Dan menyepakati bahwa Nabi ﷺ adalah pemimpin.
Bani Hanifah termasuk kabilah Arab yang terbesar jumlahnya. Mereka memiliki kedudukan dan terpandang. Karena merasa layak mendapatkan kepemimpinan, mereka mengajukan permintaan kepemimpinan. Mereka ingin agar Musailamah kelak menggantikan posisi Nabi setelah beliau wafat. Nabi ﷺ menolak permintaan mereka.
Utusan bani Hanifah pun kecewa dan mulai muncul keinginan untuk keluar dari Islam. Dan Nabi ﷺ telah menangkap gelagat ini. Ketika hendak pulang ke Yamamah, mereka berkata kepada Rasulullah ﷺ, “Sesungguhnya kami meninggalkan salah seorang sahabat kami di perbekalan kami untuk menjaganya”.
Rasulullah ﷺ menanggapi, “Kedudukan dia (Musailamah) tidak lebih buruk daripada kedudukan kalian”. Artinya walaupun ia sebagai petugas yang menjaga perbekalan kalian, bukan berarti kedudukannya lebih rendah dari kalian. Mereka pun pulang ke Yamamah dengan membawa hadiah dari Nabi ﷺ.
Perkataan Nabi ﷺ terhadap Musailamah tersebut dijadikan sabda rekomendasi oleh Musailamah dan tokoh yang lain. Mereka klaim bahwasanya Nabi Muhammad ﷺ meridhai Musailamah sebagai penggantinya. Tak lama Musailamah pun mengumumukan kenabiannya di tengah-tengah bani Hanifah. Sejak saat itulah ia dikenal sebagai Musailamah al-Kadzab.
Kemudian Nabi ﷺ menunjuk Nuharur Rijal bin Unfuwah untuk mengajarkan agama kepada penduduk Yamamah. Ibnu Unfuwah adalah laki-laki yang berilmu, luas pandangannya, dan cerdas. Siapa sangka, ternyata Ibnu Unfuwah malah bergabung dengan Musailamah. Kesungguhannya di hadapan Rasulullah ﷺ hanyalah riya’ semata. Ibnu Unfuwah mengakui kenabian Musailamah. Menurutnya Musailamah bersama-sama Nabi Muhammad ﷺ dalam risalah kenabian. Orang-orang bani Hanifah pun simpati kepadanya. Dan Musailamah menjadikannya orang kepercayaan (Futuh al-Buldan oleh al-Baladzuri, Hal: 97, Tarikh ar-Rusul wa al-Muluk oleh ath-Thabari, 3: 137-138, dan al-Bidayah wa an-Nihayah oleh Ibnu Katsir, 5: 50-52).

Rasulullah ﷺ Berbalas Surat dengan Musailamah

Setelah klaim kenabiannya diterima di tengah-tengah kaumnya, rasa percaya diri Musailamah kian bertambah. Semakin jauhlah kesesatannya. Ia mulai memposisikan diri sebagai seorang utusan Allah. Ia meniru Nabi Muhammad ﷺ yang berdakwah melalui surat kepada para raja dan penguasa. Saking percaya dirinya, ia mengirim surat kepada Nabi Muhammad ﷺ:

مِنْ مُسَيْلِمَةَ رَسُولِ اللَّهِ، إلَى مُحَمَّدٍ رَسُولِ اللَّهِ: سَلَامٌ عَلَيْكَ، أَمَّا بَعْدُ، فَإِنِّي قَدْ أُشْرِكْتُ فِي الْأَمْرِ مَعَكَ، وَإِنَّ لَنَا نِصْفَ الْأَرْضِ، وَلِقُرَيْشٍ نِصْفَ الْأَرْضِ، وَلَكِنَّ قُرَيْشًا قَوْمٌ يَعْتَدُونَ

“Dari Musailamah seorang rasulullah kepada Muhammad seorang rasulullah.
Keselamtan atasmu, amma ba’du:
Sungguh aku sama denganmu dalam kerasulan ini. Bagi kami bagian bumi tertentu dan bagi Quraisy bagian bumi lainnya. Akan tetapi orang-orang Quraisy adalah kaum yang melampaui batas.”
Perhatikanlah, para penyeru kesesatan sejak dulu terbiasa menggunakan pilihan kata yang indah untuk menipu manusia. Musailamah menyebut Nabi Muhammad sebagai orang yang melampaui batas. Karena ingin menguasai seluruh jazirah Arab. Sementara ia mengisyaratkan bahwa dirinya adalah orang yang bijak karena ingin berbagi.
Demikian juga para penyeru kesesatan di zaman ini, mereka menggunakan bahasa yang indah untuk memikat hati. Mereka sebut ajaran mereka mencerahkan sementara berpegang kepada Alquran dan sunnah adalah kejumudan dan kaku. Mereka sebut ajaran mereka toleran. Sementara yang lainnya adalah radikal.
Rasulullah ﷺ tidak ingin melewatkan kesempatan ini. Beliau tidak ingin keraguan dan kerancuan ini tersebar. Beliau ﷺ pun membalas surat Musailamah:

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، مِنْ مُحَمَّدٍ رَسُولِ اللَّهِ، إلَى مُسَيْلِمَةَ الْكَذَّابِ: السَّلَامُ عَلَى مَنْ اتَّبَعَ الْهُدَى. أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ الْأَرْضَ للَّه يُورَثُهَا مَنْ يُشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ، وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Dari Muhammad utusan Allah kepada Musailamah sang pendusta.
Keselamatan bagi mereka yang mengikuti petunjuk, amma ba’du:
Sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; dipusakakan-Nya kepada siapa yang dihendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.”
Setelah membaca surat itu, Musailamah memutilasi sahabat Nabi, Hubaib bin Zaid radhiallahu ‘anhu, yang Nabi tugaskan untuk mengantarkan surat kepada Musailamah al-Kadzab. Peristiwa ini terjadi di akhir tahun ke-10 H.

Fanatik Suku, Sajak Pun Disangka Wahyu

Musailamah mulai menjadikan Yamamah sebagai tanah haram. Ia juga mulai menyusun sajak yang ia sebut sebagai Alquran. Al-Mutasyammas bin Muawiyah, paman dari al-Ahnaf bin Qais, pernah mendengar sajak-sajak Alquran palsu yang dibacakan oleh Musailamah. Setelah keluar dari majelis Musailamah ia berkomentar, “Sungguh ia seorang pendusta”. Al-Ahnaf juga mengomentari, “Dia bukanlah nabi yang sebenarnya. Bukan pula seorang yang pintar dalam berpura-pura menjadi nabi”.
Orang-orang Yamamah yang mengikuti Musailamah begitu fanatik dengan dakwah kenabiannya. Mereka bangga orang-orang dari keluarga Rabiah bersaing dengan keluarga Mudhar. Yakni keturunan Rabiah juga punya nabi sebagaimana keturunan Mudhar punya nabi, yakni Nabi Muhammad ﷺ. Pengakuan kenabian terhadap Musailamah sangat dipengaruhi fanatisme kabilah dan suku.
Suatu hari Thalhah an-Namiri datang ke Yamamah untuk bertemu Musailamah. Ia ingin mendengar langsung dakwahnya dan menguji kenabian pembuat wahyu palsu ini. Ketika sampai di majelis Musailamah, Thalhah menyebut nama Musailamah langsung. Kaum Musailamah menjawab, “Sebut dia rasulullah!”. “Tidak mau, sampai aku melihatnya dulu”, kata Thalhah.
Ketika Musailamah datang, Thalhah berkata, “Engkau Musailamah?” “Iya”, jawab nabi palsu si tukang tipu. “Siapa yang datang kepadamu?” Tanya Thalhah. Musailamah menjawab, “Rahman (Allah pen.)”. “Dalam keadaan bercahaya atau dalam kegelapan?”, selidik Thalhah. “Dalam kegelapan”, jawab Musailamah.
Thalhah berkata, “Sungguh aku bersaksi engkau adalah pendusta. Dan Muhammad adalah yang benar. Akan tetapi pendusta dari Rabiah lebih kami cintai dibanding orang yang jujur dari Mudhar”. (Tarikh ar-Rusul wa al-Muluk oleh ath-Thabari, 3, 283-286, Asadul Ghabah oleh Ibnul Atsir, 1: 443, dan al-Mufashshal fi Tarikh al-Arab Qobla al-Islam oleh Jawad Ali, 6: 97).
Untuk menguatkan posisinya, Musailamah menikahi seorang perempuan dari bani Tamim. Kabilah besar lainnya di masyarakat Arab. Perempuan itu adalah Sajah binti al-Harits bin Suwaid at-Tamimiyah. Wanita ini memiliki kesamaan degnan Musailamah, sama-sama mengaku nabi. Ia mengajak kaumnya bani Tamim dan paman-pamannya dari kabilah Taghlib dan kabilah-kabilah Rabi’ah lainnya. Bersatulah kelompok besar ini dalam fanatisme kesukuan mengklaim sebuah kedustaan. Kemudian mereka menantang kekhalifahan Abu Bakar di Madinah.
=============================================

Presiden Republik Indonesia ke-4 KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dengan tegas menyatakan, kaum Wahabi menjadi keras dan merasa benar sendiri, tak lain karena pengaruh kerja samanya dengan Dinasti Saudi.
"Kaum Wahabi keras, itu karena kerja sama dengan Dinasti Saudi. Itu yang penting. Penting sekali. Dinasti
Saudi ini mengidap rasa rendah diri. Kenapa? Karena mereka keturunan Musailamah al-Kadzab."
Demikian disampaikan Mantan Ketua PBNU itu pada diskusi buku karya Stephen Sulaiman Schwartz berjudul Dua
Wajah Islam: Moderatisme Vs Fundamentalisme dalam Wacana Global, di Auditorium Nurcholish Madjid Universitas
Paramadina Jl. Gatot Subroto, Kav. 96-97, Mampang Prapatan Jakarta Selatan, Rabu, (31/10/2007) malam. Buku ini
berjudul asli The Two Faces of Islam: The House of Sa’ud from Tradition to Terror (2002) yang diterjemahkan
dan diterbitkan kembali oleh the WAHID Institute pada September, 2007.
Pada jaman Nabi Muhammad SAW, Musailamah al-Kadzab (Sang Penipu) pernah mengaku menjadi nabi. Dia dulu
tinggal di Yalamlam, daerah antara Jedah dan Yaman. Dan, kata Gus Dur, Dinasti Saudi dulu menamai istananya
dengan Istana Yalamlam.
"Ketika Faishal menjadi raja, nama itu diubah menjadi Istana Riyadh. Soal ini kita harus tahu persis sejarahnya,
biar kita tidak berat sebelah", pinta Gus Dur.
"Jadi, sikap rendah diri itu lalu ditutupi dengan sikap seolah paling benar sendiri. Wahabi dijadikan alat untuk
menutupi masa lalu Dinasti Saud saja,"tegas Gus Dur.
"Saya tahu ini dari informasi-informasi yang masuk. Saya bicara apa adanya. Obyektifitas itu penting dan menuntut sikap yang betul-betul mendalam tanpa pikiran macam-macam", imbuhnya.

مسيلمة الكذاب

مسيلمة بن حبيب الحنفي، أشهر المتنبئين وأخطرهم في الجزيرة العربية، وهو من يعرف في كتب السير والتاريخ والتراجم بمسيلمة الكذاب، ادعى النبوة زمن رسول الله صلى الله عليه وسلم واستفحل أمره زمن أبي بكر الصديق، وشكلت حركته تهديدا واضحًا لدولة الإسلام الناشئة، فمن هو مسيلمة الكذاب؟ وما موقف رسول الله منه؟ وما طبيعة أسجاعه؟

من هو مسيلمة الكذاب؟
اختلف في اسمه، فقالوا: مسيلمة بن حبيب الحنفي الكذاب، وقالوا: مسيلمة بن ثمامة بن كثير بن حبيب الحنفي، ويكنى: أبا ثُمَامَةَ، وقيل: أبا هارون، وفي الأمثال: "أكذب من مسيلمة". ولد ونشأ في اليمامة، في القرية المسماة اليوم بالجبيلة، بقرب العيينة بوادي حنيفة في نجد.

تذكر الأخبار أن مسيلمة: "كان قصيًرا شديد الصفرة أخنس الأنف أفطس"، وكان أكبر عمرًا من رسول الله صلى الله عليه وسلم، وأنه قد تكهن وتنبأ باليمامة ووجد له أتباعًا قبل نزول الوحي على النبي صلى الله عليه وسلم، وأن أهل مكة كانوا على علم برسالته، ويذكر أهل الأخبار أن مسيلمة كان ابن مائة وخمسين سنة حين قُتل في اليمامة.

وكان مسيلمة قبل ادعائه النبوة يتجول في الطرقات، يطوف في الأسواق التي كانت بين دور العرب والعجم، مثل الأبلة وبقة (موضع قريب من الحيرة)، والأنبار والحيرة، يلتمس تعلم الحيل والنِّيرَجَات، واحتيالات أصحاب الرقى والنجوم والخط ومذاهب الكهان والعياف والسحرة، ويتابع أخبار المتنبئين [1].

شخصية مسيلمة الكذاب [*]
ويبدو أن مسيلمة الكذاب كان على قدر من قوة البيان والشخصية، على عكس ما تصفه المصادر بأنه كان "رويجلا، أصيفر، أخينس"، إذ ترك تأثيرًا ملموسًا في أوساط بني حنيفة، والقبائل المجاورة، اشتهر بالخلابة، والقدرة على استهواء النفوس من الرجال والنساء، وخليق بهذا أن يظن به السحر، وتنتظر منه الخوارق بين الجهلاء؛ لأنهم يرون سلطانه ولا يعلمون مأتاه، فيخيل إليهم أنه سر من الغيب، أو معونة من الجنة والشياطين، وهو على هذا كان يعين حيلته بما استطاع من صناعة الشعوذة، والألاعيب التي كان يحذقها بعض الكهان في بلاد العرب والعجم، ولم يكن في طبيعته بمعزل عن طبائع السحرة، وأدعياء الغيب، وتسمى بالرحمن، فقيل له: رحمن اليمامة.

كان مسيلمة يدعي النبوة ورسول الله بمكة، وكان يبعث بأناس إليها ليسمعوا القرآن ويقرؤوه على مسامعه، فينسج على منواله أو يسمعه هو نفسه للناس زاعمًا أنه كلامه [2].

وفد بني حنيفة إلى رسول الله
وعندما كتب رسول الله صلى الله عليه وسلم إلى الملوك والأمراء يدعوهم إلى الإسلام، كتب إلى هوذة بن علي الحنفي النصراني وأهل اليمامة، وأرسل كتابه مع سليط بن قيس بن عمرو الأنصاري، فاشترط هوذة أن يجعل الأمر له من بعده، فرفض النبي صلى الله عليه وسلم وقال: "لا ولا كرامة، اللهم أكفنيه"، فمات بعد قليل.

وفي العام التاسع للهجرة الذي عم فيه الإسلام ربوع الجزيرة العربية أقبل وفد بني حنيفة وفيهم مسيلمة الكذاب إلى المدينة في بضعة عشر رجلًا برئاسة سلمى بن حنظلة، وفيهم الرجَّال بن عنفوة أحد وجهاء القبيلة، لإجراء مباحثات مع النبي صلى الله عليه وسلم، وإعلان إسلامهم، ويبدو أنهم أمَّلوا مقابل دخلوهم في الإسلام، الحصول على موافقة من النبي صلى الله عليه وسلم لخلافته.

ويذكر أن بني حنيفة تعد من أضخم القبائل العربية، وأوفرهم حظًّا بالمنعة والجاه، وقد دفعوا أولاً بمسيلمة للوقوف على رأي النبي صلى الله عليه وسلم، فاجتمع به منفردًا، وطلب منه أن يجعل الأمر له من بعده، فرفض النبي صلى الله عليه وسلم وقال له: "لو سألتني هذا القضيب -وكان بيده- ما أعطيتكه، وإني لأراك الذي رأيت فيه ما رأيت".

ثم اجتمع أعضاء الوفد بالنبي صلى الله عليه وسلم في المسجد بدون مسيلمة، والواقع أن ذلك كان متعمدًا، ولم تذكر المصادر ما دار في هذا الاجتماع، إنما روت خروج أعضاء الوفد، وقد اعتنقوا الإسلام، وأعطاهم النبي جوائزهم، غير أنه استنادًا إلى تطور الأحداث بعد ذلك يحملنا على الاعتقاد بأنهم كرروا طلب مسيلمة بأن يكون الأمر لهم بعد النبي صلى الله عليه وسلم، وأن النبي رفض طلبهم، ولما قرروا العودة خاطبوا رسول الله قائلين: "إنا خلفنا صاحبًا لنا في رحالنا يبصرها لنا، وفي ركابنا يحفظها علينا".

وهذا دليل على أن تخلف مسيلمة كان متعمدًا وفق خطة مبيَّتة علهم ينتزعون من النبي صلى الله عليه وسلم وعدًا، أو ما يشبه الوعد، بتحقيق هدفهم، ولا شك بأن رسول الله أدرك فورًا هدفهم بأن صاحبهم هذا هو مسيلمة، فلم يميزه، وساواه بأصحابه، وقال صلى الله عليه وسلم: "ليس بشركم مكانًا يحفظ ضيعة أصحابه"، فقيل ذلك لمسيلمة، فقال: "عرف أن الأمر إليَّ من بعده"، فلما عادوا إلى ديارهم أدعى النبوة متخذًا من حديث رسول الله مع وفد قومه، وإخباره أنه ليس بشرهم مكانًا؛ دليلًا على دعواه، وهذا تفسير أحادي الجانب يتناقض مع قول النبي صلى الله عليه وسلم الصريح بشأن وضعه.

ومهما يكن من أمر، فقد أدرك النبي صلى الله عليه وسلم من خلال ما جرى مع وفد بني حنيفة، أن هؤلاء القوم سوف يغدرون به، ويرتدون عن الإسلام، وأن صاحبهم سيقودهم إلى شر عاقبة يهلكهم بها، فهم وهو في شر سواء.

واستغل نَهَار الرِّجَال بن عنفوة وجوده في المدينة، فتعلم القرآن وتفقه في الدين، ووقف على تعاليم الإسلام، وكان هذا الرجل ذا بصيرة، وذكاء فعينه النبي معلمًا لأهل اليمامة يفقههم في الدين، ويرد من اتبع منهم مسيلمة، ويشغب معهم عليه، ويشد من عزائم المسلمين. لكن نهارًا كان أعظم فتنة على بني حنيفة من مسيلمة، وما كان تفقهه إلا رياء، فهو لم يلبث أن انضم إليه، وأقر بنبوته، وشهد بأن محمدًا أشركه معه في الرسالة، فالتف بنو حنيفة حوله، ومن جهته فقد وضع مسيلمة كل ثقته بنَهَار يستشيره في كل أمر يقلد فيه محمدًا [3].

مراسلات بين رسول الله ومسيلمة الكذاب
وبعد أن عاد مسيلمة الكذاب إلى قومه، وأظهر دعوته، كتب إلى النبي صلى الله عليه وسلم كتابًا يدعي فيه مشاركته في الرسالة، ويساومه في اقتسام الملك والسيادة في جزيرة العرب، فقال: "مِنْ مُسَيْلِمَةَ رَسُولِ اللَّهِ، إلَى مُحَمَّدٍ رَسُولِ اللَّهِ: سَلَامٌ عَلَيْكَ، أَمَّا بَعْدُ، فَإِنِّي قَدْ أُشْرِكْتُ فِي الْأَمْرِ مَعَكَ، وَإِنَّ لَنَا نِصْفَ الْأَرْضِ، وَلِقُرَيْشٍ نِصْفَ الْأَرْضِ، وَلَكِنَّ قُرَيْشًا قَوْمٌ يَعْتَدُونَ".

وأبى النبي صلى الله عليه وسلم أن يترك الفرصة لمثل هؤلاء الكذابين للتشكيك في أمر الدين، فكتب رسالة وأعطاها إلى حبيب بن زيد رضي الله عنه أحد الصحابة الشباب، وفيها: "بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، مِنْ مُحَمَّدٍ رَسُولِ اللَّهِ، إلَى مُسَيْلِمَةَ الْكَذَّابِ: السَّلَامُ عَلَى مَنْ اتَّبَعَ الْهُدَى. أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ الْأَرْضَ للَّه يُورَثُهَا مَنْ يُشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ، وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ". وكان ذلك في آخر سنة عشر من الهجرة.

فما كان من مسيلمة الكذاب إلا أن أسر حبيب بن زيد وقيده، فكان مسلمة إذا قال له: أتشهد أن محمدًا رسول الله؟ قال: نعم، وإِذا قال: أتشهد أني رسول الله؟ قال: أنا أصم لا أسمع، ففعل ذلك مرارًا، فقطعه مسيلمة عضوا غضوا، فمات شهيدا رضي الله عنه.

آمنوا بمسيلمة وشهدوا بكذبه
واتخذ مسيلمة حرمًا باليمامة، فأخذ الناس به، فكان محرمًا، ونظم كلامًا مضاهاة للقرآن، وقصده الناس ليتسمعوا منه بعد أن اشتهر أمره، وتمكن من التأثير في بعضهم، وكان ممن قصده المتشمس بن معاوية، عم الأحنف بن قيس، فلما خرج من عنده قال عنه: "إنه كذاب، وقال عنه الأحنف بن قيس وكان قد رآه أيضًا: "ما هو بنبي صادق، ولا بمتنبئ حاذق".

عرف مسيلمة بين أتباعه برسول الله، وكانوا يتعصبون له، ويؤمنون بدعوته إيمانًا شديدًا، وكانت المنافسة بين قبائل مضر وربيعة على أشدها، والأخيرة تعصب لنسبها، وتأنف أن تعلوها قريش بفضل النبوة والرئاسة، وليس أدل على ذلك من طلب هوذة الذي أشرنا إليه، بالإضافة إلى رأي طلحة النميري الذي قدم إلى اليمامة للاجتماع بمسيلمة، والوقوف على حقيقة دعوته، واختبار نبوته، إذ عندما طلب الاجتماع به وسماه باسمه، مسيلمة، رد عليه قومه: مه يا رسول الله، فقال: لا حتى أراه، فلما جاءه قال: أنت مسيلمة؟ قال: نعم، قال: من يأتيك؟ قال: رحمن، قال: أفي نور أو في ظلمة؟ فقال: في ظلمة، فقال: "أشهد أنك لكذاب وأن محمدًا صادق؛ ولكن كذاب ربيعة أحب إلينا من صادق مضر" [4].

وتعاون مسيلمة في إحدى مراحل ادعائه النبوة مع سجاح بنت الحارث بن سويد التميمية، التي أدعت هي الأخرى النبوة، والتف حولها قومها بنو تميم، وأخوالها من تغلب وغيرهم من قبائل ربيعة، وتزوجها مسيلمة، وانضم أتباعها إليه، فتقوى بهم، وتحدى حكومة أبي بكر في المدينة.

أسجاع مسلمة الكذاب [**]
وقد حاول مسيلمة الكذاب أن يضاهي القرآن تغريرا بعقول السذج من قومه فجاء كلامه سخيفا، وإنا بعد ذلك نورد من أسجاعه ما عثرنا عليه ليتبين القارئ هذا المتنبئ ومبلغ علمه:

1- وَاللَّيْلُ الدَّامِسْ، وَالذِّئْبُ الْهَامِسْ، مَا قَطَعَتْ أَسَدٌ مِنْ رَطْبٍ وَلَا يَابِسْ.

2- لَقَدْ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَى الْحُبْلَى، أَخْرَجَ مِنْهَا نَسَمَةً تَسْعَى، مِنْ بَيْنِ صِفَاقٍ وَحَشَا.

3- إن بني تميم قوم طهر لقاح، لا مكروه عليهم ولا إتاوة، نجاورهم ما حيينا بإحسان، نمنعهم من كل إنسان، فإذا متنا فأمرهم إلى الرحمن.

4- وَالْفِيلْ، وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْفِيلْ، لَهُ زَلُّومٌ طَوِيلْ.

5- وَالْمُبَذِّرَاتِ زَرْعًا، وَالْحَاصِدَاتِ حَصْدًا، وَالذَّارِيَاتِ قَمْحًا، وَالطَّاحِنَاتِ طِحْنًا، وَالْخَابِزَاتِ خَبْزًا، وَالثَّارِدَاتِ ثَرْدًا، وَاللَّاقِمَاتِ لَقْمًا، إِهَالَةً وَسَمْنًا، لَقَدْ فُضِّلْتُمْ عَلَى أَهْلِ الْوَبَرِ، وَمَا سَبَقَكُمْ أَهْلُ الْمَدَرِ، رَفِيقَكُمْ فَامْنَعُوهُ، وَالْمُعْتَرَّ فآووه، والناعي فواسوه.

6- يَا ضِفْدَعُ بَنَتَ الضِّفْدَعِينْ، نَقِّي كَمْ تَنِقِّينْ، لَا الْمَاءَ تُكَدِّرِينْ، وَلَا الشَّارِبَ تَمْنَعِينْ، رَأْسُكِ فِي الْمَاءِ وَذَنَبُكِ فِي الطِّينْ.

7- وقد ذكر ابن كثير أن عمرو بن العاص -قبل إسلامه- قابل مسيلمة الكذاب فسأله مسيلمة: ماذا أنزل على صاحبكم في هذا الحين؟ فقال له عمرو: لقد أنزل عليه سورة وجيزة بليغة. فقال: وما هي؟ قال: أنزل عليه: {وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ} [العصر:1 - 3]، قال: ففكر مسيلمة ساعة،، ثم رفع رأسه فقال: ولقد أنزل عليَّ مثلها. فقال له عمرو: وما هو؟. قال مسيلمة: "يَا وَبَرُ يَا وَبَرُ، إِنَّمَا أَنْتِ أُذُنَانِ وَصَدْرٌ، وَسَائِرُكِ حَقْرٌ نَقْرٌ". ثم قال: كيف ترى يا عمرو؟ فقال عمرو: والله إنك لتعلم أني أعلم إنك لتكذب.

قال أبو بكر الباقلاني رحمه الله: "فأما كلام مسيلمة الكذاب وما زعم أنه قرآن فهو أخس من أن ننشغل به وأسخف من أن نفكر فيه، وإنما نقلنا منه طرفًا ليتعجب القارئ وليتبصر الناظر، فإنه على سخافته قد أضل، وعلى ركاكته قد أزل، وميدان الجهل واسع" [5].

[1] البلاذري: فتوح البلدان، ص100. السهيلي: الروض الأنف،2/ 340. اليعقوبي: تاريخ اليعقوبي، 1/ 120. الزركلي: الأعلام، 7/ 226.
[*] سهيل طقوش: تاريخ الخلفاء الراشدين الفتوحات والإنجازات السياسية، ص50 - 54.
[2] الجاحظ: الحيوان، 4/ 369 وما بعدها. الطبري: تاريخ الرسل والملوك، 3/ 295. العقاد: عبقرية خالد، ص97.
[3] البلاذري: فتوح البلدان، ص97. الطبري: تاريخ الرسل والملوك، 3/ 137 - 138، 282 -287. ابن كثير: البداية والنهاية، 5/ 50 - 52. السهيلي: الروض الأنف، 4/ 225.
[4] الطبري: تاريخ الرسل والملوك، 3/ 283 - 286. الجاحظ: الحيوان، 5/ 530. ابن الأثير: أسد الغابة، 1/ 443. جواد علي: المفصل في تاريخ العرب قبل الإسلام، 6/ 97.
[**]محمد رضا: أبو بكر الصديق أول الخلفاء الراشدين، تحقيق: الشيخ خليل شيحا، ص45 – 53.
[5] ابن سعد: الطبقات الكبرى: 1/ 317، 5/ 550. البدء والتاريخ: 5/ 163. الذهبي: سير أعلام النبلاء: 3/ 96. ابن كثير: البداية والنهاية: 6/ 336، تفسير القرآن العظيم: 8/ 479. ابن حجر: الإصابة في تمييز الصحابة: 2/ 539. الباقلاني: إعجاز القرآن، تحقيق: سيد صقر: ص156


Semoga bermanfaat.