Sabtu, 25 Februari 2017

Ulama sepakat Al Ma'idah 51 bukan tentang pemimpin



Mari kita jujur pada keilmuan kita, dan jangan ikut-ikutan main politik. Setelah sebelumnya gagal mempolitisir terjemahan QS al-Maidah:51, kali ini sebagian pihak terus menerus mengangkat terjemahan QS al-Nisa:138-139 dengan melabeli muslim yang pilih kandidat non-Muslim sebagai munafik. Masalahnya, kata "awliya" baik dalam QS al-Maidah:51 maupun QS al-Nisa:139 sama-sama tidak bicara soal pemimpin.
Parahnya lagi banyak yang tidak bisa membedakan teks asli al-Qur'an dalam bahasa Arab, dengan terjemahannya. Yang ngotot mengatakan orang lain munafik karena memilih pemimpin non-Muslim itu ternyata hanya pakai terjemahan satu versi, padahal terjemahan lainnya tidak mengatakan Awliya sebagai pemimpin. Kok ngotot gara-gara terjemahan? Ironis bukan?

Mari lihat sendiri Qur'an terjemahan di rumah masing-masing. Cek QS al-Nisa ayat 139. Apa terjemahannya? Cek juga terjemahan dalam berbagai bahasa lain, nanti kita akan terkejut membacanya.
Pelacakan saya terhadap kitab-kitab tafsir klasik saya belum menemukan yang mengartikan awliya dalam QS al-Nisa ayat 139 sebagai pemimpin. Umumnya mereka mengartikannya sebagai teman setia, pelindung, penolong atau sekutu. Akan ada yang protes: Kalau sebagai teman setia saja tidak boleh apalagi sebagai pemimpin? Sampai di sini anda sudah ngeles dengan memakai logika yang tidak sahih. Katanya anda ingin berpegang pada al-Qur'an dan membela ulama, kenapa setelah ditunjukkan penjelasan para ulama, anda justru memakai logika? Ini namanya memaksakan logika anda untuk menarik-narik ayat al-Qur'an agar sesuai dengan kepentingan politik anda. Dengan kata lain, anda tidak membela al-Qur'an tetapi membela logika anda sendiri.
Tafsir al-Thabari mengartikan awliya pada ayat ini sebagai penolong dan kekasih, bukan pemimpin. Kata "kafir" dalam QS al-Nisa ayat 139 ini menurut Ibn Abbas ditujukan kepada Yahudi. Tafsir Khozin juga berpendapat serupa. Sayyid Thantawi menguatkan pendapat Ibn Abbas ini. Kalau kita mengikuti alur ketiga kitab tafsir ini, yang secara khusus dilarang adalah menjadikan Yahudi di Madinah saat itu sebagai penolong dan pelindung serta teman setia, bukan semua orang kafir.
Tafsir al-Qurtubi mengatakan awliya dalam ayat ini konteksnya membantu dalam amalan yang berkenaan dengan agama. Tafsir al-Munir juga mengatakan hal yang sama. Itu artinya, kalau kita ikuti alur kedua kitab tafsir ini, berhubungan baik dengan non-Muslim di luar masalah agama, seperti bermuamalah, bertetangga, bekerja, transaksi, dll, dibenarkan oleh Islam. Kedua Tafsir ini --yang satu klasik, dan yang satunya modern-- mengutip riwayat Nabi yang saat hendak berjihad didatangi seorang musyrik yang hendak membantu Nabi dalam jihadnya itu. Tawaran bantuan orang Musyrik ini ditolak oleh Nabi (HR Abu Dawud). Jadi, inilah konteks yg dimaksud QS al-Nisa ayat 139, bukan soal kepemimpinan.
;
Saya terus terang tidak keberatan siapapun yang menang. KH Mar'ruf Amin sudah menegaskan bahwa beliau pun rela dan akan menerima siapapun yang menang dalam proses Pilkada yang demokratis, transparan dan jujur. Saya tidak keberatan Anies-Sandi yang menang. Saya pun akan menerima kalau Ahok-Djarot yang menang. Yang penting semuanya rukun, damai, dan menegakkan politik etis tanpa mempolitisir ayat suci, bertarung dengan elegan, menawarkan program yang bermanfaat buat rakyat, dan menang secara terhormat.
Pada saat yang sama umat harus terus diedukasi dan diberi pencerahan akan makna dan kandungan ayat al-Qur'an sesuai tafsir para ulama, bukan pakai logika dan kepentingan para politisi. Setiap upaya mereduksi ayat suci ke dalam kubangan politik kotor harus kita lawan. Setiap upaya pembodohan terhadap umat dengan semata hendak membangkitkan emosi massa harus kita tangkal. Setiap penafsiran dan penerjemahan yang tidak sesuai dengan qawa'id tafsir harus kita jelaskan dengan merujuk kepada kitab-kitab tafsir yang mu'tabar. Mari kita jujur pada keilmuan kita!

10 rujukan kitab Tafsir saya cantumkan di bawah ini (monggo kalau ada yang berkenan melengkapi referensi ini):

1. Tafsir al-Thabari:

‎دِينِي أَوْلِيَاءَ: يَعْنِي أَنْصَارًا وَأَخِلَّاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ , يَعْنِي: مِنْ غَيْرِ الْمُؤْمِنِينَ {أَيَبْتَغُونَ عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ} [النساء: ١٣٩]


2. Tafsir al-Qurthubi:

‎وَتَضَمَّنَتِ الْمَنْعَ مِنْ مُوَالَاةِ الْكَافِرِ، وَأَنْ يُتَّخَذُوا أَعْوَانًا عَلَى الْأَعْمَالِ الْمُتَعَلِّقَةِ بِالدِّينِ. وَفِي الصَّحِيحِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَجُلًا مِنَ الْمُشْرِكِينَ لَحِقَ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَاتِلُ مَعَهُ، فَقَالَ لَهُ: (ارْجِعْ فَإِنَّا لَا نَسْتَعِينُ بِمُشْرِكٍ).


3. Tafsir Ibn Abbas:

‎ثمَّ بيَّن صفتهمْ فَقَالَ {الَّذين يَتَّخِذُونَ الْكَافرين} يَعْنِي الْيَهُود {أَوْلِيَآءَ} فِي العون والنصرة {مِن دُونِ الْمُؤمنِينَ} المخلصين {أَيَبْتَغُونَ} أيطلبون {عِندَهُمُ} عِنْد الْيَهُود {الْعِزَّة} الْقُدْرَة والمنعة {فَإِنَّ الْعِزَّة} المنعة وَالْقُدْرَة {لِلَّهِ جَمِيعاً}


4. Tafsir al-Tsa'labi:

‎ثم وصف المنافقين فقال { ٱلَّذِينَ يَتَّخِذُونَ ٱلْكَافِرِينَ أَوْلِيَآءَ } أنصاراً وبطانة { مِن دُونِ ٱلْمُؤْمِنِينَ أَيَبْتَغُونَ عِندَهُمُ ٱلْعِزَّةَ } يعني الرفد والمعونة والظهور على محمّد وأصحابه.


5. Tafsir Hasyiah al-Shawi:

‎قوله: { أَوْلِيَآءَ } أي أصحاباً يوالونهم ويستعزون بهم، لزعمه أن الكفار لهم اليد العليا، وأن الإسلام سيهدم لقلة أهله.


6. Tafsir al-Munir:

‎وتضمنت الآية المنع من موالاة الكفار، وأن يتخذوا أعوانا على الأعمال المتعلقة بالدين.

‎وفي الصحيح عن عائشة رضي الله عنها أن رجلا من المشركين لحق بالنبي صلّى الله عليه وسلّم يقاتل معه، فقال له: «ارجع فإنا لا نستعين بمشرك»


7. Tafsir al-Wasith Sayyid Thantawi:

‎والمراد بالكافرين هنا: اليهود - على أرجح الأقوال - فقد حكى عن المنافقين أنهم كانوا يقولون: إن أمر محمد صلى الله عليه وسلم لن يتم فتولوا اليهود، ولأن غالب سكان المدينة - من غير المسلمين - كان من اليهود

‎وقوله { مِن دُونِ ٱلْمُؤْمِنِينَ } حال من فاعل يتخذون. أى: يتخذون الكفار أنصارا لهم حالة كونهم متجاوزين ولاية المؤمنين ونصرتهم.


8. Tafsir al-Qasimi:

‎ٱلَّذِينَ يَتَّخِذُونَ ٱلْكَافِرِينَ أَوْلِيَآءَ مِن دُونِ ٱلْمُؤْمِنِينَ } أي: يتخذونهم أنصاراً مجاوزين موالاة المؤمنين


9. Tafsir al-Khozin:

‎ثم وصف الله تعالى المنافقين فقال تعالى: الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ الْكافِرِينَ أَوْلِياءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ يعني يتخذون اليهود أولياء وأنصارا وبطانة من دون المؤمنين وذلك أن المنافقين كانوا يقولون إن محمدا لا يتم أمره فيوالون اليهود فقال الله تعالى ردا على المنافقين: أَيَبْتَغُونَ عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ يعني يطلبون من اليهود العزة والمعونة والظهور على محمد صلّى الله عليه وسلّم وأصحابه فَإِنَّ الْعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعاً


10. Tafsir al-Sya'rawi:

‎وأول مظهر من مظاهر النفاق أن يتخذ المنافقُ الكافرَ ولياً له؛ يقرب منه ويوده، ويستمد منه النصرة والمعونة، والمؤانسة؛ والمجالسة، ويترك المؤمنين.

 
Baca juga yang dibawah ini :
Meluruskan Sejumlah Tafsir Surat Al-Maidah 51

Semoga bermanfaat.

Non Muslim boleh ziarah ke makam muslim

BOLEHKAH NON MUSLIM MENZIARAHI MAKAM MUSLIM ?
PERTANYAAN :
Assalamu'alaikum. Apa hukumnya orang non muslim mendatangi kuburan wong islam? Jika boleh, apa kebolehan di sini termasuk ke makam para auliya? Soalnya ada pengalaman 2 bulan lalu, teman seperjalanan saya (kebetulan non muslim) ikut dengan saya berkunjung ke makam sunan ampel surabaya.

JAWABAN :
Hukumnya boleh. Orang kafir tidak dicegah menziarahi kerabatnya yang muslim, baik muslimnya masih hidup maupun yang sudah meninggal, karena tidak adanya larangan. Kebolehan di sini termasuk menziarahi ke makam para auliya.

- kitab al furu' (2/299) :

وَلَا يُمْنَعُ الْكَافِرُ زِيَارَةَ قَرِيبِهِ الْمُسْلِمِ ، وَيَقِفُ الزَّائِرُ أَمَامَ الْقَبْرِ

Orang kafir tidak dicegah menziarahi kuburan kerabatnya yang islam, dan peziarah berdiri di depan kuburan.

- kitab syarah muntahal irodat :

( ولا يمنع كافر زيارة قبر قريبه المسلم ) كعكسه

Orang kafir tidak dicegah menziarahi kuburan kerabatnya yang muslim, sebagaimana sebaliknya.

- kitab kasyaful qina' :

( ولا يمنع كافر من زيارة قريبه المسلم ) حيا كان أو ميتا ، لعدم المحظور

Orang kafir tidak dicegah menziarahi kerabatnya yang muslim, baik muslimnya masih hidup maupun sudah meninggal, karena tidak adanya larangan.

Wallohu a'lam.

Semoga bermanfaat.

PKI sudah ditumpas oleh BANSER NU

Tidak Hanya Berkoar, Inilah 5 Fakta Penumpasan PKI Oleh Banser Dan Santri
Dalam nerashuke.blogspot.com dijelaskan tentang 5 fakta keganasan Banser dan santri dalam menumpas PKI yang tidak ditulis dalam buku-buku sejarah, namun sangat mengenang dalam masyarakat hingga kini. Fakta-fakta itu sebagai berikut:
 
1 .Menumpas Makar PKI 1 Oktober 1965
Aksi sepihak yang dilakukan PKI berpuncak pada pembunuhan atas Pelda Sudjono di Bandar Betsy. Dengan menggunakan cangkul, linggis, pentungan, dan kapak sekitar 200 orang BTI membantai perwira itu. Pembantaian terhadap anggota militer itu mendapat reaksi keras dari Letjen A Yani. Tokoh-tokoh PKI yang mendalangi kemudian diproses secara hukum. Namun hal itu makin menambah keberanian PKI dalam melakukan aksi sepihak.
Keberanian PKI dalam melakukan aksi sepihak, ditunjukkan dalam aksi yang lebih berani yakni menduduki kantor kecamatan Kepung, Kediri. Camat Samadikun dan Mantri Polisi Musin, melarikan diri dan meminta perlindungan Ketua Ansor Kepung yaitu Abdul Wahid. Untuk sementara, kantor kecamatan dipindah ke rumah Abdul Wahid. Dan sehari kemudian, sekitar 1000 orang Banser melakukan serangan ke kantor kecamatan untuk merebutnya dari kekuasaan PKI. Hanya dengan bantuan Gerwani, ratusan PKI yang menguasai kantor itu bisa lolos dari sergapan Banser. PKI juga telah mulai berani membunuh tokoh PNI. Ceritanya, di desa Senowo, Kenocng, Kediri, tokoh PNI bernama Paisun diculik PKI desa Botorejo dan Biro. Keluarganya lapor kepada Ansor. Waktu dicari, mayat Paisun ditemukan di WC dengan dubur ditusuk bambu tembus ke dada. Banser dibantu warga PNI menyerang para penculik. Tokoh-tokoh PKI dari Botorejo dan Biro dibantai. Malah dalang PKI bernama Djamadi, dibantai sekalian karena menjadi penunjuk jalan PKI. Juni 1965, Naim seorang pendekar PKI desa Pagedangan, Turen, malang menantang Banser sambil membanting Al-Qur'an. Naim dibunuh Samad. Mayatnya dibenamkan di sungai.

Tanggal 1 Oktober 1965 mulai pukul 03.30 sampai 05.00, gerakan makar PKI yang dipimpin oleh Letkol Untung menculik para Jenderal AD yang difitnah sebagai anggota Dewan Jenderal. Letjen Ahmad Yani, Brigjen DI Panjaitan, Mayjen Soetoyo, Mayjen Soeprapto, Brigjen S. Parman, dan Mayjen Haryono MT mereka culik dan bunuh (Puspen AD, 1965: 9-10). Sekalipun aksi itu terjadi 1 Oktober 1965, PKI menamakan aksinya itu dengan nama "Gerakan 30 September". Tanggal 1 Oktober itu juga, Letkol Untung menyatakan bahwa kekuasaan berada di tangan Dewan Revolusi. Untung juga menyatakan kabinet demisioner. Pangkat para jenderal diturunkan sampai setingkat letnan kolonel, dan prajurit yang mendukung Dewan Revolusi dinaikkan pangkat satu sampai dua tingkat. Aksi sepihak Letkol Untung yang menculik para jenderal dan membentuk Dewan Revolusi serta mendemisioner kabinet, jelas merupakan upaya kudeta. Sebab dalam Dewan Revolusi itu tidak terdapat nama Presiden Soekarno. Kabinet yang didemisioner pun adalah kabinet Soekarno. Dan jenderal-jenderal yang diculik pun adalah jenderal-jenderal yang setia pada Soekarno. Bahkan Jenderal A.H. Nasution, adalah jenderal yang pernah ditugasi Soekarno untuk menumpas PKI dalam pemberontakan di Madiun 1948. Menghadapi aksi sepihak Letkol Untung, tanggal 1 Oktober 1965 itu juga PBNU mengeluarkan pernyataan sikap untuk mengutuk gerakan tersebut. Pada 2 Oktober1965, pimpjna muda NU, Subchan Z.E., membentuk Komando Aksi Pengganyangan Kontra Revolusi Gerakan 30 September disingkat KAP GESTAPU yang mengutuk dan mengganyang aksi kudeta 1 oktober 1965 itu. Tanggal 2 Oktober itu pula Mayjen Sutjipto, Ketua Gabungan V KOTI, mengundang wakil-wakil ormas dan orpol yang setia pada Pancasila ke Mabes KOTI di Jl Merdeka Barat. Rapat kemudian memutuskan untuk secara bulat berdiri di belakang Jenderal Soeharto dan Angkatan Darat (O.G. Roeder, 1987: 48-49). Sementara di Kediri, tanggal 2 Oktober 1965 sudah tersebar pamflet-pamflet yang menyatakan bahwa dalang di balik peristiwa 1 Oktober 1965 adalah PKI.

2. BENTROK BANSER VS PKI 10 -27 Oktober 1965
10 Oktober 1965, sekalipun PKI menyatakan bahwa peristiwa 1 Oktober yang dinamai 'Gerakan 30 September' itu adalah persoalan intern AD dan PKI tidak tahu-menahu, anggota Banser di kabupaten Malang mulai menurunkan papan nama PKI beserta ormas-ormasnya. Hari itu juga, okoh-tokoh PKI di daerah Turen mulai diserang Banser dan dibunuh. Di antara tokoh PKI yang terbunuh saat itu adalah Suwoto, Bowo, dan Kasiadi. Palis, kawan akrab Bowo, karena takut dibunuh Banser malah bunuh diri di kuburan desa Pagedangan. 11 Oktober 1965, Banser beserta santri dari berbagai pesantren di Tulungagung menyerang PKI di kawasan Pabrik Gula Mojopanggung. Sekitar 3 ribu orang PKI yang sudah bersiaga dengan senjata panah, kelewang, tombak, pedang, clurit, air keras, dan lubang-lubang di dalam rumah, berhasil dilumpuhkan. Tanpa melakukan perlawanan berarti, pasukan PKI itu ditangkapi Banser dan disembelih. Para anggota Banser dan santri yang usianya sekitar 13 - 16 tahun itu, berhasil melumpuhkan para jagoan PKI.

Pada 12 Oktober 1965, sekitar 3 ribu orang anggota Banser mengadakan apel di alun-alun Kediri. Setelah apel usai, mereka bergerak menurunkan papan nama PKI beserta ormas-ormasnya di sepanjang jalan yang mereka lewati. Di markas PKI di desa Burengan, telah siaga sekitar 5 ribu orang PKI dengan bermacam- macam senjata. Iring-iringan Banser yang dipimpin Bintoro, Ubaid dan Nur Rohim itu kemudian dihadang oleh PKI. Terjadi bentrokan berdarah dalam bentuk tawuran massal. Sekitar 100 orang PKI di sekitar markas itu tewas. Sementara, di pihak Banser tidak satupun jatuh korban. Dalam peristiwa itu, Banser mendapat pujian dari Letkol Soemarsono, komandan Brigif 6 Kediri karena kemenangan mutlak Banser dalam tawuran massal itu. Pada 13 Oktober 1965, sekitar 10 ribu orang PKI di kecamatan Kepung, Kediri, melakukan unjuk kekuatan dalam upacara pemakaman mayat Sikat tokoh PKI setempat yang tewas dalam peristiwa di Burengan. Mereka menyatakan akan membalas kematian para pimpinan mereka. Dan sore hari, dua orang santri dari pondok Kencong yang pulang ke desanya di Dermo, Plosoklaten, dicegat di tengah jalan. Seorang dibunuh. Tubuh dicincang. Seorang dikubur hidup-hidup. Kematian dua orang santri yang masih remaja itu, membuat Banser marah. Tapi mereka belum berani menyerbu ke desa Dermo, karena kedudukan PKI di situ sangat kuat. Akhirnya, Banser setempat meminta bantuan Banser dari pondok Tebuireng, Jombang. Dengan kekuatan lima truk, Banser Tebuireng masuk ke desa Dermo. Truk mereka diberi tulisan BTI singkatan dari Banser Tebu Ireng. Rupanya, PKI menduga bahwa BTI itu adalah Barisan Tani Indonesia yang merupakan ormas mereka. Walhasil, bagaikan siasat "kuda Troya", pertahanan PKI di desa Dermo dihancurkan dari dalam. Pertarungan antara Banser dengan PKI yang berakibat fatal bagi Banser adalah di Banyuwangi. Ceritanya, Banser dari Muncar yang umumnya dari suku Madura dikenal amat bersemangat mengganyang PKI. Itu sebabnya, pada 17 Oktober 1965, di bawah pimpinan Mursyid, dengan kekuatan tiga truk mereka menyerang kubu PKI di Karangasem. Di Karangasem, terjadi bentrok berdarah setelah Banser tertipu dengan makana beracun. Dalam bentrokan itu 93 orang Banser gugur. Sisanya melarikan diri ke arah Jajag dan ke arah Cluring. Ternyata, Banser yang lari ke Cluring dihadang PKI di desa itu. Sekitar 62 orang Banser dibantai dan dimakamkan di tiga lubang dekat kuburan desa. Pada 27 Oktober 1965, pemerintah mengeluarkan seruan agar masing-masing ormas tidak saling membunuh dan melakukan aksi kekerasan. Siapa saja yang melakukan penyerangan sepihak, akan diadili sebagai penjahat. Seruan itu dimanfaatkan oleh PKI. Mereka melaporkan anggota Banser yang telah membunuh keluarga mereka. Dan jadilah hari-hari sesudah 27 Oktober itu penangkapan dan pemburuan aparat keamanan terhadap Banser.

3. PENUMPASAN PKI DI JAWA TIMUR
Dalam bulan November-Desember, setelah sejumlah pimpinan PKI seperti Brigjen Supardjo, Letkol Untung, Nyono, Nyoto, dan Aidit diberitakan tertangkap, makin terkuaklah bahwa perancang kudeta 1 Oktober 1965 adalah PKI. Saat-saat itulah pihak ABRI khususnya AD mulai melakukan pembersihan dan penumpasan terhadap PKI beserta ormas-ormasnya. Dan tangan kanan yang digunakan oleh pihak militer itu adalah "anak didik" mereka sendiri dalam hal ini adalah Banser yang memiliki jumlah anggota puluhan ribu orang. Dalam suatu aksi penangkapan dan penumpasan PKI di Kediri, misalnya, pihak AD hanya menurunkan 21 personil. Sedang Banser yang dilibatkan mencapai jumlah 20 ribu orang lebih. Dengan jumlah yang besar itu, diadakan operasi yang disebut "Pagar Betis" yakni wilayah kecamatan Kepung dikepung oleh Banser dalam jarak satu meter tiap orang. Dengan cara pagar betis itulah, PKI tidak dapat lolos. Sekitar 6000 orang PKI tertangkap (kisah lengkap terdapat dalam buku saya berjudul "Banser Berjihad Menumpas PKI" 1996). Penangkapan besar-besaran juga terjadi di Banyuwangi, Blitar, Malang, Tulungagung, Lumajang dan kesemuanya melibatkan Banser. Mengenai keterlibatan Banser dalam menumpas PKI, itu Komandan Kodim Kediri Mayor Chambali (alm) menyatakan bahwa hal itu merupakan strategi ABRI yang ampuh. Sebab di tubuh Banser tidak tersusupi unsur PKI. Sementara
jika dalam penumpasan itu hanya ABRI yang dilibatkan, maka pihak ABRI sendiri belum bisa menentukan siapa lawan dan siapa kawan karena banyaknya anggota ABRI yang dibina PKI.

4. OPERASI TRISULA DI BLITAR SELATAN
Tahun 1968, ketika PKI sudah dibubarkan dan pengikutnya ditumpas, terjadi aksi-aksi kerusuhan di Blitar Selatan. Aksi- aksi kerusuhan yang berupa perampokan, penganiayaan, penculikan, dan pembunuhan itu selalu mengambil korban warga NU dan PNI. Sejumlah korban yang terbunuh, misalnya, Kiai Maksum dari Plosorejo, Kademangan. Sesudah itu Imam Masjid Dawuhan. Tokoh PNI yang terbunuh adalah Manun dari desa Dawuhan, kemudian Susanto Kepala Sekolah Panggungasri, dan Sastro Kepala Jawatan Penerangan Binangun. Puncaknya, 2 orang anggota Banser yang sedang jaga keamanan di gardu di bunuh. Para pimpinan Ansor Blitar melaporkan kecurigaan mereka kepada Komandan Kodim akan bangkitnya kembali kekuatan PKI di Blitar. Namun laporan itu tak digubris. Akhirnya, mereka menghubungi seorang aktivis Ansor yang menjadi Danrem Madiun yakni Kolonel Kholil Thohir. Oleh Kholil Thohir disiapkan 3 batalyon yaitu 521, 511, dan 527 untuk operasi yang diberi nama sandi "Operasi Blitar Selatan" . Namun
operasi berkekuatan 3 batalyon itu tidak mampu mengatasi gerakan gerilya PKI. Operasi kemudian diambil-alih oleh Kodam VIII/ Brawijaya yang menurunkan 5 batalyon yaitu 521, 511, 527, 513, dan 531 dengan Perintah Operasi No.01/2/1968. Namun operasi dari Kodam inipun kurang efektif. Akhirnya, setelah dievaluasi diadakan operasi besar-besaran dengan melibatkan semua unsur yakni kelima batalyon ditambah unsur-unsur lain termasuk 10 ribu orang hansip dan warga masyarakat Blitar Selatan. Surat perintah operasi itu bernomor 02/5/1968. Dan penting dicatat bahwa 10 ribu orang Hansip itu adalah anggota Banser yang diberi pakaian Hansip. Dalam operasi terpadu yang diberi nama sandi "Operasi Trisula" itu, sejumlah tokoh PKI berhasil ditewaskan. Di antara mereka itu adalah Ir Surachman dan Oloan Hutapea. Sedang mereka yang tertangkap di antaranya adalah Ruslan Wijayasastra, Tjugito, Rewang, Kapten Kasmidjan, Kapten Sutjiptohadi, Mayor Pratomo, dan beratus-ratus anggota PKI yang lain. Dan salah satu strategi operasi yang paling fektif dalam Operasi Trisula itu adalah "Pagar Betis" yang melibatkan 10.000 orang Banser ditambah warga masyarakat yang kebanyakan juga anggota Banser yang tidak kebagian seragam. Satu ironi mungkin terjadi dalam Operasi Trisula itu, yakni selama operasi itu berlangsung telah ditangkap sejumlah 182 orang anggota Kodam VIII/Brawijaya di antaranya berpangkat perwira yang ikut dalam operasi tersebut (Pusjarah ABRI, 1995, IV-B:101-108). Berdasar uraian singkat ini, dapat disimpulkan bahwa kelahiran Banser tidak terlepas dari peranan ABRI terutama AD dan Brimob yang ikut membidaninya. Itu sebabnya, keberadaan Banser sebagai paramiliter yang digunakan untuk membantu proses penumpasan PKI oleh ABRI memiliki nilai historis yang kuat, di mana semangat antikomunisme yang terkristalisasi dalam doktrin Banser itu dapat dimanfaatkan sewaktu-waktu oleh pihak ABRI jika negara dalam keadaan terancam (habis)
5. PERAN GUS MAKSUM DAN LIRBOYO DALAM MENUMPAS PKI
Setelah lepas dari kolonialisme Belanda, perjalanan sejarah Indonesia masih menghadapi banyak masalah di berbagai bidang, kususnya bidang ekonomi,social,politik dan keamanan. Berbagai masalah datang silih berganti, dan yang paling tragis serta tercatat dengan tinta merah adalah peristiwa G-30/S PKI (GESTAPU) Yang merupakan usaha PKI untuk merebut kekuasaan Negara.

;
Peran Sentral Lirboyo Dalam Penumpasan PKI
Saat meletus peristiwa G-30S/PKI Lirboyo adalah kiblat perjuangan masyarakat di eks-Karisedenan Kediri.Peran sentral itu tidak lepas dari sejarah perjalanan panjang Lirboyo dalam memimpin masyarakat sejak zaman kolonialisme Belanda dan Jepang.

Pasukan PETA misalnya, dibentuk di Lirboyo dan berawal dari inisiatif Kiai Ibrahim (Banjar melati, ipar Kiai Abdul Karim), sedangkan Laskar Hizbullah-Sabilillah di Kediri di sponsori oleh Kiai Mahrus Aly, yang belakang hari menjadi embrio terbentuknya Kodam V Brawijaya.

Peran sentral itu tidak hanya berhenti disitu,Dimasa pembrontakan PKI aksi sepihak yang dilancarkan diberbagai daerah menggugah kesadaran para pengasuh Lirboyo untuk bertindak.

Saat peristiwa Madiun Kiai Mahrus Aly bersama para santrinya berangkat ke Madiun untuk menumpas pembrontakan PKI disana. Kiai Mahrus Aly bergabung dengan Brigade S.Soerahmad dan berhasil menumpas pembrontakan disana.Gus Maksum sebagai orang dekat Kiai Mahrus Aly didapuk menjadi komandan tempur lapangan setiap aksi penumpasan.

Menjadi Komandan Penumpasan PKI
Sabotase aksi sepihak dan aksi teror yang dilakukan PKI hampir merambah keseluruh wilayah Nusantara. Kediri daerah yang menjadi tempat tinggal Gus Maksum juga tak luput dari aksi-aksi itu. Penculikan, penyerobotan tanah, pembunuhan dan tindakan brutal lainnya hampir menghiasi kehidupan kabupaten Kediri.
Melihat aksi sewenang-wenang itu, Gus Maksum mempunyai keyakinan bahwa PKI yang selama ini sebagai partai politik resmi yang diakui pemerintah telah berbuat makar dan ingin merebut kekuasaan sekaligus mengubah ideology Pancasila menjadi komunis.

Sebagai orang muslim Gus Maksum sangat tidak rela jika Negara ini berubah menjadi Negara komunis.


Dengan bekal kemampuan yang dimilikinya, Gus Maksum sebagai seorang yang sangat muda waktu itu (umur 18 Tahun ) telah diberi amanat menjadi Komandan Pemberantasan PKI, beliau orang yang berani terang-terangan menyatakan “Ganyang PKI” di Kediri.Dan telah membuktikannya dengan tindakannya.


Peristiwa Watu Ompak
Strategi PKI untuk melakukan kudeta diantaranya selalu membuat keresahan dan provokasi, salah satu provokasi PKI adalah menantang GP ANSOR untuk melakukan pertandingan silat secara regular sebulan sekali, karena kebetulan dipihak PKI banyak yang merasa jago silat.

Tantangan itu ditunjukan kepada tiga pesantren dikecamatan Prambon,Nganjuk yakni Pesantren Selo Agung, Bandung dan Kedungsari. Awalnya Ansor menganggap ajakan itu adalah salah satu bentuk mempererat persahabatan. Namun setiap pertandingan diadakan, ejekan,agitasi, provokasi dan teror terus menerus dilontarkan pihak PKI.
Puncaknya pertandingan yang dilaksanakan di desa Watu Ompak, Prambon suasana begitu panas.pesilat dari pihak PKI tampak percaya diri, maklum pada waktu itu daerah prambon PKI sangat dominan.mereka terus memprovokasi Ansor “Aku kemari jalan-jalan ke neraka” dan kata-kata yang seenak mereka.
Namun pendekar dari pihak Ansor tidak langsung bertindak mereka menunggu kedatangan Gus Maksum dari Kediri. Gus Maksum datang dan langsung naik kearena pertandingan dengan meneriakan takbir “Allohu Akbar”. Pada waktu itu orang-orang melihat rambut Gus Maksum berdiri dan mengeluarkan api, melihat itu pemuda Ansor bangkit keberanianya dan langsung menyerang pihak PKI yang kala itu mulai ketakutan spontan pihak PKI banyak yang lari tunggang langgang.


Teror Kanigoro
Pesantren Kanigoro asuhan Kiai Jauhari sering dijadikan tempat mental training (TC) oleh PII (pelajar Islam Indonesia) seluruh Jatim.Saat TC baru berlangsung beberapa hari,tepat subuh 13 Januari 1965 sekitar pukul 04.30, sedang diadakan acara istighosah,saat acara sedang berlangsung dengan khidmat,tiba-tiba gerombolan PR (Pemuda Rakyat ), BTI (Barisan Tani Indonesia) dan underbow-underbow PKI yang lainnya masuk menyerbu dan merusak jalannya acara. Gerombolan yang jumlahnya lebih kurang seribu orang dipimpin oleh ketua pengurus Cabang PR yang bernama Soerjadi,PKI berani melakukan tindakan seperti itu karena mereka mayoritas disana sedangkan umat islam hanya sekitar 10% Dari total jumlah penduduk Kanigoro.
Dengan bersenjatakan kelewang, parang,palu, bahkan pistol mereka menggerebek masjid, merusak, memukul dan menyerang para peserta TC, Kiai, Ulama dan siapa saja yang disitu. Mereka memporakporandakan apa saja yang didalamnya, termasuk menginjak–injak Al-Qur’an dan memperlakukan wanita diluar batas kesusilaan. Dengan diiringi yel-yel seperti “ganyang santri”, ganyang sorban” dan lain-lain, mereka menyandera para peserta TC para Kiai dan Ulama termasuk kiai Jauhari, dan mereka diserahkan ke kantor polisi Kras.


Mendengar itu, sekitar pukul 08.00 pagi, Gus Maksum yang saat itu ada di Lirboyo langsung meluncur ke kantor Polisi Kras. Namun sesampainya disana para sandera sudah dibebaskan, Gus Maksumpun menuju ke Kanigoro dan mendapatkan mereka dalam keadaan selamat, walaupun masih tampak ketakutan dan trauma pada peristiwa yang baru saja mereka alami, ketika mereka hendak pulang kerumah masing-masing mereka banyak yang masih trauma dan ketakutan kaum wanita banyak yang menangis karena khawatir dihadang PKI ditengah jalan. Maklum rute dari kanigoro menuju jalan raya ( jalan raya tulung agung-kediri) memang agak jauh dan kanan kirinya masih sepi dan tidak ada pemukiman penduduk, ahirnya Gus Maksum mengawal mereka sendirian dan terus menjaga mereka hingga mendapat kendaraan.
Teror Kanigoro mendapat reaksi sangat keras dari umat Islam,kususnya daerah Kediri, dan terror-teror terus saja berlanjut, Tidak lama atas kejadian itu, BANSER GP Ansor dibawah komando Gus Maksum menerjunkan 8 truk personilnya menggempur PKI di Kanigoro.

PENUTUP

MENGENANG KYAI-KYAI NU YANG GUGUR OLEH PKI
Tak dapat dipungkiri, musuh utama PKI adalah umat Islam, terutama para kyainya. Kyai dianggap sebagai musuh karena memiliki ribuan pengikut (jamaah) yang setia.
Salah satu unsur umat Islam yang juga paling dibenci PKI adalah Masyumi. Hal ini diungkapkan oleh KH Roqib, salah seorang korban kebiadaban PKI Madiun 1948 yang masih hidup. Kini KH Roqib adalah imam besar Masjid Jami’ Baitussalam Magetan.
Sebagai salah seorang kyai yang juga tokoh Masyumi, Roqib pun menjadi sasaran yang harus dilenyapkan. Dia diculik PKI sekitar pukul 03.00 dini hari pada tanggal 18 September 1948, tak lama setelah PKI merebut kota Madiun. Sebanyak 12 orang anggota PKI berpakaian hitam dengan ikat kepala merah menciduk Roqib di rumah kediamannya di kampung Kauman, Magetan. Dini hari itu juga dia dibawa ke Desa Waringin Agung dan disekap di sebuah rumah warga.
Di sebuah dusun bernama Dadapan yang termasuk dalam wilayah Desa Bangsri Roqib diseret oleh beberapa orang ke sebuah lubang di tengah ladang. Ketika akan disembelih di depan lubang, tiba-tiba Rokib mengingat pelajaran pencak silat yang diperolehnya. Seketika itu dia menghentakkan kakinya dan meloncat lari ke kebun singkong.
Begitu lolos, Rokib bersembunyi diantara rerimbunan semak belukar hingga siang hari. Naas, siang itu pula dia ditemukan kembali oleh anggota PKI yang mengejarnya. Rokib pun tertangkap dan diikat lagi, lalu disiksa sepanjang jalan dari Desa Bangsri hingga pabrik gula Gorang-gareng.
Di pabrik gula Gorang-gareng, Rokib disekap dalam sebuah loji (rumah-rumah besar untuk asrama karyawan). Di dalam loji terdapat banyak kamar dengan berbagai ukuran.
“Ketika saya datang ke loji itu, kamar-kamarnya sudah penuh dengan tawanan. Satu kamar ukuran 3 x 4 meter diisi kurang lebih 40-45 orang. Bersama 17 orang lainnya, saya dimasukkan ke dalam salah satu kamar yang terdapat di ujung loji,” tutur Rokib.
PKI kemudian menembaki loji tempat Rokib dan tawanan lainnya disekap lebih dari satu jam lamanya. Tubuh-tubuh yang terkena peluru langsung terkapar di lantai bersimbah darah. PKI tidak mempedulikan teriakan histeris para korban yang terkena peluru. Mereka terus saja melakukan tembakan. Diantara belasan orang yang ada di dalam loji, hanya Rokib dan Salis, serta seorang tentara bernama Kafrawi, yang selamat.
Menurut guru ngaji ini, setiap habis menembak, pistol yang digunakan PKI itu tidak bisa menembak lagi, tapi harus dikokang dulu. “Saya bisa selamat dari tembakan karena memperhitungkan jeda waktu antara tiap tembakan sambil bersembunyi di bawah jendela. Kalau tanpa pertolongan Allah, tidak mungkin saya selamat,” kata Rokib getir.
Beberapa saat kemudian tentara Siliwangi datang menjebol pintu loji dengan linggis. Suasana sudah mulai sepi karena PKI telah melarikan diri, takut akan kedatangan pasukan Siliwangi. “Ruangan tempat saya disekap itu benar-benar banjir darah. Ketika roboh dijebol dan jatuh ke lantai, pintu itu mengapung di atas genangan darah. Padahal, ketebalannya sekitar 4 cm. Darah yang membanjiri ruangan mencapai mata kaki,” tutur Rokib.
Selain KH Roqib, terdapat beberapa ulama dan pimpinan pesantren di sekitar Magetan dan Madiun yang jadi korban kebiadaban PKI. Diantaranya adalah KH Soelaiman Zuhdi Affandi (Pimpinan Pesantren Ath-Thohirin, Mojopurno), KH Imam Mursjid (Pimpinan Pesantren Sabilil Muttaqin, Takeran), KH Imam Shofwan (Pimpinan Pesantren Thoriqussu’ada, Rejosari Madiun), serta beberapa kyai lainnya.
Pesantren Ath-Thohirin yang diasuh oleh KH Soelaiman Zuhdi Affandi terletak di Desa Selopuro, Magetan. Pesantren yang mengajarkan ilmu thariqat ini sejak zaman penjahan Belanda maupun Jepang, telah menjadi pusat gerakan perlawanan. Di pesantren inilah para generasi muda disiapkan dan dilatih perang oleh Soelaiman. Soelaiman gugur menjadi korban keganasan PKI pada pemberontakan tahun 1948, mayatnya ditemukan di sumur tua Desa Soco.
Menurut R Bustomi Jauhari, cucu KH Soelaiman Zuhdi Affandi yang kini menjadi pimpinan Pesantren Ath-Thohirin, KH Soelaiman tertangkap pada waktu itu karena santrinya sendiri yang menjadi mata-mata PKI.. Kemana pun sang kiai pergi, PKI pasti tahu. “Keluarga besar kami sangat berduka atas kematian kakek. Dari seluruh keluarga kami ada sebelas orang yang dibunuh PKI. Dan kebanyakan mereka adalah kiai,” ujar Bustomi.
Penangkapan KH Soelaiman Affandi terjadi dua hari setelah PKI mengkudeta pemerintahan yang sah, tepatnya pada tanggal 20 September 1948. Ketika itu Soelaiman sedang bertandang ke Desa Kebonagung kemudian diculik.
Setelah ditahan di penjara Magetan selama empat hari, KH Soelaiman beserta tawanan lainnnya, diangkut dengan gerbong kereta lori ke loji Pabrik Gula Rejosari di Gorang-gareng. Dari Gorang-gareng, para tawanan ini kembali diangkut dengan lori menuju Desa Soco dan dihabisi di sana.
Salah seorang menantu KH Soelaiman Affandi bernama Surono yang juga dibawa lori ke Desa Soco termasuk orang yang mengetahui bagaimana kejamnya PKI dalam menyiksa dan membunuh Kiai Soelaiman di sumur tua desa Soco.
Menurut Surono, sebagaimana dituturkan Bustomi, PKI berulang kali menembak Kiai Soelaiman, namun tidak mempan. Begitu pula ketika dibacok pedang, Kiai Soelaiman hanya diam saja, lecet pun tidak. Setelah putus asa, algojo PKI akhirnya membawa Soelaiman ke bibir sumur lalu menendang punggungnya dari belakang. Tubuh Soelaiman yang tinggi besar itu terjerembab di atas lubang sumur yang tidak seberapa lebar.
Anggota PKI kemudian memasukkan tubuh Kyai Soelaiman secara paksa ke dalam sumur. Begitu menimpa dasar sumur, Kiai Soelaiman berteriak lantang menyebut asma Allah, “laa ilaaha illallah, kafir laknatullah,” secara berulang-ulang dengan nada keras. “Teriakan itu membuat PKI kian kalap dan melempari Soelaiman dengan batu,” tutur Surono.
Surono yang akan dibunuh namun ditunda terus karena dianggap paling muda, akhirnya tercecer di barisan belakang. Setelah kelelahan mengeksekusi puluhan orang dalam sumur tua itu, algojo PKI menyerahkan Surono kepada salah seorang anggota PKI yang lain.
Tak dinyana, ternyata anggota PKI yang akan membunuh Surono itu adalah temannya semasa sekolah dulu. Oleh temannya, Surono dibawa ke tempat gelap lalu dilepaskan. Setelah bebas, Surono kembali ke Mojopurno dan melaporkan kejadian yang dia alami kepada keluarga besar KH Soelaiman Affandi.
Salah satu ulama yang juga pimpinan pesantren yang menjadi musuh utama PKI pada waktu itu adalah KH Imam Mursjid, pimpinan Pesantren Sabilil Muttaqin (PSM) Takeran, Magetan. Sebagai pesantren yang berwibawa di kawasan Magetan, tak heran jika PKI, segera mengincar dan menculik pimpinannya bersamaan dengan dideklarasikannya Republik Soviet Indonesia di Madiun.
Selain sebagai pimpinan pesantren, KH Imam Mursjid juga dikenal sebagai imam Thariqah Syatariyah. Selain itu PSM juga menggembleng para santri dengan latihan kanuragan dan spiritual.
Pada 18 September 1948, tepatnya seusai shalat Jumat, KH Imam Mursjid didatangi tokoh-tokoh PKI. Salah seorang tokoh PKI itu bernama Suhud yang mengajak Kiai Mursjid keluar dari mushola kecil di sisi rumah seorang warga pesantren bernama Kamil. Imam Mursjid akan diajak bermusyawarah mengenai Republik Soviet Indonesia. Kepergian KH Imam Mursjid bersama orang-orang PKI itu tentu saja merisaukan warga pesantren. Menurut mereka, Kiai Imam Mursjid tidak akan menurut begitu saja diajak berunding oleh PKI.
Di depan pendapa pesantren, KH Imam Mursjid dinaikkan ke atas mobil. Mobil itu pun melaju meninggalkan PSM diiringi kecemasan para santri dan warga pesantren yang lain. Kepergian KH Mursjid yang begitu mudah itu bukannya tanpa alasan. PSM telah dikepung oleh ratusan tentara PKI. Bisa jadi Kiai Mursjid tidak mau mengorbankan santrinya dan warga pesantren sehingga memilih mau ‘berunding’ dengan PKI.
Ternyata, kepergian Kiai Mursjid itu adalah untuk selama-lamanya, ia tidak pernah kembali lagi ke pesantrennya. Begitu terjadi pembongkaran lubang-lubang pembantaian PKI di sumur Desa Soco maupun di beberapa tempat lainnya, mayat Kiai Mursjid tidak ditemukan.
Dari daftar korban yang dibuat PKI sendiri pun, nama Kiai Mursjid tidak tercantum sebagai korban yang telah dibunuh. Tak heran, jika santri dan warga PSM masih percaya bahwa KH Imam Mursjid masih hidup hingga saat ini, namun entah berada dimana.
Ulama atau pimpinan pesantren yang menjadi korban keganasan PKI di Madiun adalah KH Imam Shofwan, pimpinan Pondok Pesantren Thoriqussu’ada, Desa Selopuro, Kecamatan Kebonsari. Salah seorang putra KH Imam Shofwan bernama KH Muthi’ Shofwan yang kini mengasuh Pesantren Thoriqussu’ada mengungkapkan, ayahnya ditangkap PKI bersama dengan dua orang kakaknya, yakni KH Zubeir dan KH Bawani.
Penangkapan itu terjadi sehari setelah kepulangan Muthi’ Shofwan dari rumah kosnya di Madiun. Sebagai murid salah satu SMP di Madiun, Muthi’ tiap minggu pulang ke Selopuro, biasanya tiap hari Kamis malam Jumat. “Ketika tiba di rumah pada waktu itu, ayah saya (KH Imam Shofwan) beserta dua kakak saya telah ditangkap oleh PKI. Ibu saya bilang bahwa ayahmu pergi dibawa orang naik dokar,” tutur KH Muthi’ mengingat kejadian itu.
Beberapa hari kemudian dia mendengar berita bahwa ayah dan dua kakaknya itu ditahan di desa Cigrok (sekarang Kenongo Mulyo). “Mas Zubeir dan rombongannya sekitar delapanbelas orang, pada malam Jumat itu, telah dibunuh oleh PKI dan dimasukkan ke dalam sebuah sumur. Karena Mas Zubeir agak sulit dibunuh, maka PKI dengan paksa menceburkannya ke dalam sumur dan menimbunnya dengan batu,” ujar Muthi’.
Pada malam yang sama, ayahnya dan Kiai Bawani serta beberapa tawanan lainnya dibawa ke Takeran. Esoknya, para tawanan ini dipindah lagi ke Pabrik Gula Gorang-gareng lalu dibawa kembali ke Desa Cigrok. Di sebuah sumur tua yang tidak terpakai lagi, KH Imam Shofwan yang saudara kandung KH Soelaiman Affandi itu (pengasuh pesantren Ath-Thohirin, Mojopurno, Magetan) dan Kiai Bawani dibunuh dan dimasukkan ke dalamnya.
Rupanya, ketika dimasukkan ke dalam sumur, KH Imam Shofwan dan Kiai Bawani masih hidup. KH Imam Shofwan bahkan sempat mengumandangkan adzan yang diikuti oleh puteranya. Melihat korbannya masih belum mati di dalam sumur, algojo-algojo PKI tidak peduli. Mereka melempari korban dengan batu lantas menimbunnya dengan jerami dan tanah.
Pada tahun 1963 jenazah para korban kebiadaban PKI yang terkubur di sumur tua Desa Cigrok digali, lalu dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan, Magetan. Jadi sejak tahun 1948 hingga 1963, jenazah para korban PKI masih tertimbun dalam sumur itu.
Menghabisi ulama dan umat Islam memang keinginan kuat PKI, karena ulama dianggap sebagai penghalang berkembangnya ideologi mereka. Komunis sangat anti pada Islam, oleh karena itu jangan dibiarkan bangkit lagi.
Sumber: nerashuke.blogspot.com
 
Semoga bermanfaat.

Minggu, 19 Februari 2017

Jangan mudah menuduh orang lain munafik


Buya Hamka diminta menshalati jenazah Bung Karno. Sebagian pihak mencegah Buya Hamka dengan alasan Bung Karno itu Munafik dan Allah telah melarang Rasul menshalati jezanah orang Munafik (QS al-Taubah:84). Buya Hamka menjawab kalem, "Rasulullah diberitahu sesiapa yang Munafik itu oleh Allah, lha saya gak terima wahyu dari Allah apakah Bung Karno ini benar Munafik atau bukan." Maka Buya Hamka pun menshalati jenazah Presiden pertama dan Proklamator Bangsa Indonesia.

Itulah sikap ulama yang shalih. Beliau sadar bahwa memberi label terhadap orang lain merupakan hak prerogatif Allah. Ciri-ciri Munafik yang disebutkan dalam al-Qur'an seharusnya membuat kita mawas diri, bukan malah digunakan untuk menyerang sesama Muslim, apalagi hanya karena perbedaan pilihan politik.
Larangan buat Rasul menshalati jenazah orang Munafik itu karena doa Rasul maqbul jadi tidak selayaknya Rasul turut mendoakan kaum Munafik. Akan tetapi para sahabat yang lain tetap menshalatkan orang yang diduga Munafik karena para sahabat tidak tahu dengan pasti mereka itu benar-benar Munafik atau tidak. Rasul hanya menceritakan bocoran dari langit sesiapa yang Munafik itu kepada sahabat yang bernama Huzaifah. Huzaifah tidak pernah mau membocorkannya meski didesak Umar bin Khattab. Walhasil Umar tidak ikut menshalati jenazah bila dia lihat diam-diam Huzaifah tidak ikut menshalatinya, tetapi Umar sebagai khalifah tidak pernah melarang sahabat lain untuk ikut menshalati jenazah tersebut. Belajarlah kita dari sikap Umar, Huzaifah dan Buya Hamka.

Masalah kepemimpinan umat itu buat Ahlus Sunnah wal Jama'ah (ASWAJA) bukan perkara aqidah. Lihat saja rukun iman dna rukun Islam kita tidak menyinggung soal kepemimpinan. Ini perkara siyasah, bukan aqidah. Jadi, ASWAJA tidak akan mudah mengkafirkan atau memunafikkan orang lain hanya gara-gara persoalan politik. Kalau ada yang sampai tega mengkafirkan sesama Muslim hanya karena persoalan politik dapat dipastikan dia bukan bagian dari ASWAJA.

Kitab Aqidah Thahawiyah yang menjadi pegangan ulama salaf mengingatkan kita semua:

‎. لا ننزل أحد منهم جنة ولا نارا، ولا نشهد عليهم بكفر ولا شرك ولا بنفاق ما لم يظهر منهم شيء

‎ من ذلك، ونذر سرائرهم إلى الله تعالى

"Kami tidak memastikan salah seorang dari mereka masuk surga atau neraka. Kami tidak pula menyatakan mereka sebagai orang kafir, musyrik, atau munafik selama tidak tampak lahiriah mereka seperti itu. Kami menyerahkan urusan hati mereka kepada Allah ta’ala".
Begitulah berhati-hatinya para ulama salaf menilai status keimanan orang lain. Apa yang tampak secara lahiriah bahwa mereka itu shalat, menikah secara Islam, berpuasa Ramadan, maka cukup mereka dihukumi secara lahiriah sebagai Muslim, dimana berlaku hak dan kewajiban sebagai sesama Muslim, seperti berta'ziyah, menshalatkan dan menguburkan mereka. Masalah hati mereka, apakah ibadah mereka benar-benar karena Allah ta'ala itu hanya Allah yang tahu. Itulah sebabnya Buya Hamka tidak ragu memimpin shalat jenazah Bung Karno.

Imam al-Ghazali juga telah mengingatkan kita semua dalam kitabnya Bidayah al-Hidayah:

‎ولا تقطع بشهادتك على أحد من أهل القبلة بشرك أو كفر أو نفاق؛ فإن المطلع على السرائر هو الله تعالى، فلا تدخل بين العباد وبين الله تعالى، واعلم أنك يوم القيامة لا يقال لك: لِم لمَ تلعن فلانا، ولم سكت عنه؟ بل لو لم تعلن ابليس طول عمرك، ولم تشغل لسانك بذكره لم تسأل عنه ولم تطالب به يوم القيامة. وإذا لعنت أحدا من خلق الله تعالى طولبت به،

“Janganlah engkau memvonis syirik, kafir atau munafik kepada seseorang ahli kiblat (orang Islam). Karena yang mengetahui apa yang tersembunyi dalam hati manusia hanyalah Allah SWT. Jangan pula engkau ikut campur dalam urusan hamba-hamba Allah dengan Allah SWT. Ketahuilah, bahwa pada hari kiamat kelak engkau tidak akan ditanya : 'mengapa engkau tidak mau mengutuk si Anu? Mengapa engkau diam saja tentang dia?' Bahkan seandainya pun kau tidak pernah mengutuk Iblis sepanjang hidupmu, dan tidak menyebutnya sekalipun, engkau pun tidak akan ditanyai dan tidak akan dituntut oleh Allah nanti di hari kiamat. Tetapi jika kau pernah mengutuk seseorang makhluk Allah, kelak kau akan dituntut (pertanggungjawabannya oleh Allah SWT)".

Belakangan ini di medsos seringkali banyak yang berkomentar "anda muslim?" untuk meragukan dan mempertanyakan keislaman orang lain hanya karena berbeda pendapat. Atau menjadi viral saat ini ajakan untuk tidak menshalatkan jenazah mereka yang memilih pemimpin non-Muslim karena dianggap Munafik. Penjelasan saya di atas telah menunjukkan bahwa sikap meragukan keislaman orang lain dan mudah memvonis orang lain Munafik adalah sikap yang tidak pantas dilakukan sesama Muslim. Para sahabat Nabi dan ulama salaf akan berhati-hati dalam soal ini.

Hadits Nabi Muhammad SAW Tentang Orang-Orang Munafik / Muna :
"Tanda orang-orang munafik itu ada tiga keadaan. Pertama, apabila berkata-kata ia berdusta. Kedua, apabila berjanji ia mengingkari. Ketiga, apabila diberikan amanah (kepercayaan) ia mengkhianatinya".(Hadist Riwayat Bukhari dan Muslim).

Ciri-Ciri / Sifat-Sifat Munafik Manusia :
1. Apabila berkata maka dia akan berkata bohong / dusta.
2. Jika membuat suatu janji atau kesepakatan dia akan mengingkari janjinya.
3. Bila diberi kepercayaan / amanat maka dia akan mengkhianatinya.

Untuk disebut sebagai orang munafik sejati sepertinya harus memenuhi semua ketiga persyaratan di atas yaitu pembohong, penghianat dan pengingkar janji. Jika baru sebatas satu atau dua ciri saja mungkin belum menjadi munafik tapi baru camuna / calon munafik.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاث إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَ إِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَ إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ

“Tanda orang munafik itu tiga apabila ia berucap berdusta, jika membuat janji berdusta, dan jika dipercayai mengkhianati” (HR Al-Bukhari, Kitab Iman, Bab Tanda-tanda Orang Munafik, no. 33 dan Muslim, Kitab Iman, Bab Penjelasan Sifat-Sifat Orang Munafik, no. 59).

Menurut riwayat lain,

وِ إِنْ صَامَ وَ صَلَّى وَ زَعَمَ أَنُّه مُسْلِمٍ


“Dan apabila ia mengerjakan puasa dan shalat, ia menyangka bahwa dirinya seorang muslim” (HR Muslim, Kitab Iman, Bab Penjelasan Sifat-Sifat Orang Munafik, no. 59).

SURAH AL-BAQARAH AYAT 14-16

وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا إِلَى شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ (14)


اللَّهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ وَيَمُدُّهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ (15) أُولَئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الضَّلَالَةَ بِالْهُدَى فَمَا رَبِحَتْ تِجَارَتُهُمْ وَمَا كَانُوا مُهْتَدِينَ (16


“Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan:` Kami telah beriman `. Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan:` Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok `. (14)Allah akan (membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terumbang-ambing dalam kesesatan mereka.(15) Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaannya dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.” (16)


Mari kita jaga ukhuwah keislaman, ukhuwah kebangsaan, dan ukhuwah kemanusiaan.

Semoga bermanfaat.

Jumat, 10 Februari 2017

Kisah Bal'am bin Ba'uro

NILAH KISAH BAL’AM BIN BA’URO DALAM KITAB TAFSIR
Berikut Tafsir Surat Al-A'raf, ayat 175-177 :

{وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ (175) وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الأرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ (176) سَاءَ مَثَلا الْقَوْمُ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَأَنْفُسَهُمْ كَانُوا يَظْلِمُونَ (177) }

Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al-Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu meng­halaunya diulurkannya lidahnya, dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir. Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Sufyan As-Sauri, dari Al-A'masy dan Mansur, dari Abud Duha, dari Masruq, dari Abdullah ibnu Mas'ud r .a. sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al­Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu. (Al-A’raf: 175), hingga akhir ayat. Dia adalah seorang lelaki dari kalangan Bani Israil, dikenal dengan nama panggilan Bal'am ibnu Ba'ura.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Syu'bah dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang, dari Mansur, dengan sanad yang sama. Sa'id ibnu Abu Arubah mengatakan dari Qatadah, dari Ibnu Abbas, bahwa telaki tersebut bernama Saifi ibnur Rahib. Qatadah mengatakan, Ka'b pernah menceritakan bahwa dia adalah seorang telaki dari kalangan penduduk Al-Balqa, mengetahui tentang Ismul Akbar, dan tinggal di Baitul Maqdis dengan orang-orang yang angkara murka. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa dia adalah seorang lelaki dari kalangan penduduk negeri Yaman, dikenal dengan nama Bal'am; ia dianugerahi pengetahuan tentang isi Al-Kitab, tetapi ia meninggalkannya. Malik ibnu Dinar mengatakan bahwa orang itu adalah salah seorang ulama Bani Israil, terkenal sebagai orang yang mustajab doanya; mereka datang kepadanya di saat-saat kesulitan. Kemudian Nabi Musa a.s. mengutusnya ke raja negeri Madyan untuk menyerukan agar menyembah Allah. Tetapi Raja Madyan memberinya sebagian dari wilayah kekuasa­annya dan memberinya banyak hadiah. Akhirnya ia mengikuti agama raja dan meninggalkan agama Nabi Musa a.s.
Sufyan ibnu Uyaynah telah meriwayatkan dari Husain, dari Imran ibnul Haris, dari Ibnu Abbas, bahwa orang tersebut adalah Bal'am ibnu Ba'ura. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid dan Ikrimah. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Haris, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Mugirah, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa orang tersebut bernama Bal'am. Sedangkan menurut Saqif, dia adalah Umayyah ibnu Abu Silt. Syu'bah telah meriwayatkan dari Ya'la ibnu Ata, dari Nafi’ ibnu Asim, dari Abdullah ibnu Amr sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami beri­kan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al-Kitab). (Al-A'raf: 175), hingga akhir ayat. Bahwa dia adalah teman kalian sendiri, yaitu Umayyah ibnu Abu Silt.
Hal ini telah diriwayatkan melalui berbagai jalur dari Abdullah ibnu Amr, dan predikat sanadnya sahih sampai kepadanya. Seakan-akan ia hanya bermaksud bahwa Umayyah ibnu Abus Silt mirip dengan orang yang disebutkan dalam ayat ini, karena sesungguhnya ia telah banyak menerima ilmu syariat-syariat terdahulu, tetapi tidak dimanfaatkannya. Dia sempat menjumpai masa Nabi Saw. dan telah sampai kepadanya tanda-tanda, alamat-alamat, dan mukjizat-mukjizatnya, sehingga tampak jelas bagi semua orang yang mempunyai pandangan mata hati. Tetapi sekalipun menjumpainya, ia tidak juga mau mengikuti agamanya, bahkan dia berpihak dengan orang-orang musyrik dan membantu serta memuji mereka. Bahkan dia mengungkapkan rasa (bela sungkawa dalam bentuk syair)nya atas kematian kaum musyrik yang gugur dalam Perang Badar, hal ini ia ungkapkan dengan bahasa yang berparamasastra; semoga Allah melaknatnya.
Di dalam sebagian hadis disebutkan bahwa dia termasuk orang yang lisannya beriman, tetapi hatinya tidak beriman alias munafik; karena sesungguhnya dia mempunyai banyak syair yang mengandung makna ketuhanan, kata-kata bijak, dan fasih, tetapi Allah; tidak melapangkan dadanya untuk masuk Islam.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayah­ku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Namir, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abu Sa'id Al-A'war, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al­Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu (Al-A'raf: 175) Bahwa dia adalah seorang lelaki yang dianugerahi tiga doa mustajab, dan ia mempunyai seorang istri yang memberinya seorang anak laki-laki. Lalu istrinya berkata, "Berikanlah sebuah doa darinya untukku." Ia menjawab, "Saya berikan satu doa kepadamu, apakah yang kamu kehendaki?" Si istri menjawab, "Berdoalah kepada Allah semoga Dia menjadikan diriku wanita yang tercantik di kalangan Bani Israil." Maka lelaki itu berdoa kepada Allah, lalu Allah menjadikan istrinya seorang wanita yang tercantik di kalangan kaum Bani Israil. Setelah si istri mengetahui bahwa dirinyalah yang paling cantik di kalangan mereka tanpa tandingan, maka ia membenci suaminya dan menghendaki hal yang lain. Akhirnya si lelaki berdoa kepada Allah agar menjadikan istrinya seekor anjing betina, akhirnya jadilah istrinya seekor anjing betina. Dua doanya telah hilang. Kemudian datanglah anak-anaknya, lalu mereka mengatakan, "Kami tidak dapat hidup tenang lagi, karena ibu kami telah menjadi anjing betina sehingga menjadi cercaan orang-orang. Maka doakanlah kepada Allah semoga Dia mengembalikan ibu kami seperti sediakala." Maka lelaki itu berdoa kepada Allah, lalu kembalilah ujud istrinya seperti keadaan semula. Dengan demikian, ketiga doa yang mustajab itu telah lenyap darinya, kemudian wanita itu diberi nama Al Basus. Asar ini gharib.
Adapun asar yang termasyhur yang melatarbelakangi turunnya ayat yang mulia ini hanyalah menceritakan perihal seorang lelaki di masa dahulu, yaitu di zaman kaum Bani Israil, seperti yang telah disebutkan oleh Ibnu Mas'ud dan lain-lainnya dari kalangan ulama Salaf. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa dia adalah seorang lelaki dari kota orang-orang yang gagah perkasa, dikenal dengan nama Bal'am. Dia mengetahui Asma Allah Yang Mahabesar.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam dan lain-lainnya dari kalangan ulama Salaf mengatakan bahwa doa lelaki tersebut mustajab; tidak sekali-kali ia memohon sesuatu kepada Allah, melainkan Allah mem­berikan kepadanya apa yang dimintanya itu. Tetapi pendapat yang sangat jauh dari kebenaran —bahkan sangat keliru— ialah yang mengatakan bahwa lelaki itu telah diberi kenabian, lalu ia melepaskan kenabian itu. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir, dari sebagian di antara mereka (ulama), tetapi tidak sahih.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ketika Nabi Musa dan orang-orang yang bersamanya turun istirahat di tempat mereka (yakni negeri orang-orang yang gagah perkasa), maka Bal'am (yang bertempat tinggal di negeri itu) kedatangan anak-anak pamannya dan kaumnya. Lalu mereka berkata, "Sesungguhnya Musa adalah seorang lelaki yang sangat perkasa dan mempunyai bala tentara yang banyak. Sesungguhnya dia jika menang atas kita, niscaya dia akan membinasakan kita. Maka berdoalah kepada Allah, semoga Dia mengusir Musa dan bala tentaranya dari kita. Bal'am menjawab, "Sesungguhnya jika aku berdoa kepada Allah memohon agar Musa dan orang-orang yang bersamanya dikembalikan, niscaya akan lenyaplah dunia dan akhiratku." Mereka terus mendesaknya hingga akhirnya Bal'am mau berdoa. Maka Allah melucuti apa yang ada pada dirinya. Yang demikian itu disebutkan oleh firman-Nya: kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh setan (sampai ia tergoda). (Al-A'raf: 175), hingga akhir ayat.
As-Saddi mengatakan bahwa setelah selesai masa empat puluh tahun, seperti apa yang disebutkan di dalam firman Nya : maka sesungguhnya negeri ini diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun. (Al-Maidah: 26) Maka Allah mengutus Yusya' ibnu Nun sebagai seorang nabi, lalu Yusya' menyeru kaum Bani Israil (untuk menyembah Allah) dan memberitahukan kepada mereka bahwa dirinya adalah seorang nabi, dan Allah telah memerintahkannya agar memerangi orang-orang yang gagah perkasa. Lalu mereka berbaiat kepadanya dan mempercayainya Kemudian ada seorang lelaki dari kalangan Bani Israil yang dikenal dengan nama Bal'am berangkat dan menemui orang-orang yang gagah perkasa. Dia adalah orang yang mengetahui tentang Ismul A'zam yang rahasia (apabila dibaca, maka semua permintaannya dikabulkan seketika). Tetapi ia kafir dan berkata kepada orang-orang yang gagah perkasa, "Janganlah kalian takut kepada Bani Israil. Karena sesungguh­nya jika kalian berangkat untuk memerangi mereka, maka saya akan mendoakan untuk kehancuran mereka, dan akhirnya mereka pasti hancur." Bal'am hidup di kalangan mereka dengan mendapatkan semua perkara duniawi yang dikehendakinya, hanya saja dia tidak dapat berhubungan dengan wanita karena wanita orang-orang yang gagah perkasa itu terlalu besar baginya. Maka Bal'am hanya dapat menggauli keledainya. Kisah inilah yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya: kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu (Al-A'raf: I75) Firman Allah Swt.:

{فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ}

lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda). (Al-A'raf: 175)
Artinya, setan telah menguasai dirinya dan urusannya; sehingga apabila setan menganjurkan sesuatu kepadanya, ia langsung mengerjakan dan menaatinya. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan :

{فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ}

makajadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. (Al-A'raf: 175)
Ia termasuk orang-orang yang binasa, bingung, dan sesat.
Sehubungan dengan makna ayat ini terdapat sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli di dalam kitab Musnad-nya. Disebutkan bahwa:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مَرْزُوقٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَكْرٍ، عَنِ الصَّلْتِ بْنِ بَهْرام، حَدَّثَنَا الْحَسَنُ، حَدَّثَنَا جُنْدُب الْبَجَلِيُّ في هذا المسجد؛ أن حذيفة -يعني بن الْيَمَانِ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -حَدَّثَهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "أن مِمَّا أَتَخَوَّفُ عَلَيْكُمْ رجُل قَرَأَ الْقُرْآنَ، حَتَّى إِذَا رُؤِيَتْ بَهْجَتُهُ عَلَيْهِ وَكَانَ رِدْء الْإِسْلَامِ اعْتَرَاهُ إِلَى مَا شَاءَ اللَّهُ، انْسَلَخَ مِنْهُ، وَنَبَذَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ، وَسَعَى عَلَى جَارِهِ بِالسَّيْفِ، وَرَمَاهُ بِالشِّرْكِ". قَالَ: قُلْتُ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، أَيُّهُمَا أَوْلَى بِالشِّرْكِ: الْمَرْمِيُّ أَوِ الرَّامِي؟ قَالَ: "بَلِ الرَّامِي".

Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Marzuq, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Bakar, dari As-Silt ibnu Bahram, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan, telah menceritakan kepada kami Jundub Al-Jabali di masjid ini; Huzaifah ibnul Yaman r.a. pernah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya di antara hal yang saya takutkan terhadap kalian ialah seorang lelaki yang pandai membaca Al-Qur’an, hingga manakala keindahan Al-Qur’an telah dapat diresapinya dan Islam adalah sikap dan perbuatannya, lalu ia tertimpa sesuatu yang dikehendaki oleh Allah, maka ia melepaskan diri dari Al-Qur’an. Dan Al-Qur'an ia lemparkan di belakang punggungnya (tidak diamalkannya), lalu ia menyerang tetangganya dengan senjata dan menuduhnya telah musyrik. Huzaifah ibnul Yaman bertanya, "Wahai Nabi Allah, manakah di antara keduanya yang lebih musyrik, orang yang dituduhnya ataukah si penuduhnya?" Rasulullah Saw. menjawab, "Tidak, bahkan si penuduhlah (yang lebih utama untuk dikatakan musyrik)." Sanad hadis ini berpredikat jayyid. As-Silt ibnu Bahram termasuk ulama siqah dari kalangan penduduk Kufah, dia tidak pernah dituduh melakukan sesuatu hal yang membuatnya cela selain dari Irja (salah satu aliran dalam mazhab tauhid). Imam Ahmad ibnu Hambal menilainya siqah, demikian pula Yahya ibnu Mu'in dan lain-lainnya.
Firman Allah Swt.:

{وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الأرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ}

Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah. (Al-A'raf: 176).
Sedangkan firman Allah Swt.:

{وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا}

Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu. (Al-A'raf: 176)
Maksudnya, niscaya Kami mengangkatnya dari pencemaran kekotoran duniawi dengan ayat-ayat yang telah Kami berikan kepadanya.

{وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الأرْضِ}

Tetapi dia cenderung kepada dunia. (Al-A'raf: 176).
Yakni cenderung kepada perhiasan kehidupan dunia dan kegemerlapannya. Dia lebih menyukai kelezatan, kenikmatan, dan bujuk rayunya. Dia teperdaya oleh kesenangan duniawi sebagaimana teperdaya orang-orang yang tidak mempunyai pandangan hati dan akal. Abu Rahawaih telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: tetapi dia cenderung kepada dunia (Al-A'raf: 176) Bahwa setan menampakkan dirinya kepada dia di atas ketinggian sebuah jembatan di Banias, lalu keledai yang dinaikinya bersujud kepada Allah, tetapi dia sendiri (yakni Bal'am) sujud kepada setan itu. Hal yang sama telah dikatakan oleh Abdur Rahman ibnu Jubair ibnu Mafir dan ulama lainnya yang bukan hanya seorang.
Imam Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan bahwa, kisah yang menyangkut lelaki ini antara lain ialah apa yang telah diceritakan kepada kami oleh Muhammad ibnu Abdul A'la. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Al-Mu'tamir, dari ayahnya yang ditanya mengenai makna ayat ini, yaitu firman-Nya: Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al­Kitab). (Al-A'raf: 175) Maka ayahnya menceritakan kisah yang pernah ia terima dari Sayyar, bahwa dahulu kala ada seorang lelaki yang dikenal dengan nama Bal'am. Bal'am adalah orang yang doanya dikabulkan. Kemudian Nabi Musa berangkat dengan pasukan kaum Bani Israil menuju negeri tempat Bal'am berada, atau negeri Syam. Lalu penduduk negeri tersebut merasa sangat takut dan gentar terhadap Musa a.s. Maka mereka mendatangi Bal'am dan mengatakan kepadanya, "Doakanlah kepada Allah untuk kehancuran lelaki ini (yakni Nabi Musa a.s.) dan bala tentaranya." Bal'am menjawab, "Tunggulah sampai aku meminta saran dari Tuhanku, atau aku diberi izin oleh-Nya." Bal'am meminta saran dari Tuhannya dalam doanya yang memohon untuk kehancuran Musa dan pasukannya. Maka dijawab, "Janganlah kamu mendoakan buat kehancuran mereka, karena sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Ku, dan di antara mereka terdapat nabi mereka." Maka Bal'am melapor kepada kaumnya, "Sesungguhnya aku telah meminta saran kepada Tuhanku dalam doaku yang memohon untuk kehancuran mereka, tetapi aku dilarang melakukannya. Maka mereka memberikan suatu hadiah kepada Bal'am dan Bal'am menerimanya. Kemudian mereka kembali kepada Bal'am dan mengata­kan kepadanya, "Doakanlah untuk kehancuran mereka," Bal'am menjawab, 'Tunggulah, aku akan meminta saran kepada Tuhanku." Lalu Bal’am meminta saran Kepada Nya, ternyata Dia tidak memerintahkan sesuatu pun kepadanya. Maka Bal'am berkata (kepada kaumnya), "Sesungguhnya aku telah meminta saran kepada Tuhanku, tetapi Dia tidak memerintahkan sesuatu pun kepadaku." Kaumnya berkata, "Sekiranya Tuhanmu tidak suka engkau mendoa­kan untuk kehancuran mereka, niscaya Dia akan melarangmu pula sebagaimana Dia melarangmu pada pertama kalinya.” Bal'am terpaksa berdoa untuk kebinasaan mereka. Tetapi apabila ia mendoakan untuk kehancuran mereka (Musa dan pasukannya), maka yang terucapkan oleh lisannya justru mendoakan untuk kehancuran kaumnya.
Dan apabila ia mendoakan untuk kemenangan kaumnya, justru lisannya mendoakan untuk kemenangan Musa dan pasukannya atau hal yang semacam itu, seperti apa yang dikehendaki oleh Allah. Maka kaumnya berkata, "Kami tidak melihatmu berdoa melainkan hanya untuk kehancuran kami." Bal'am menjawab, "Tiada yang terucap­kan oleh lisanku melainkan hanya itu. Sekiranya aku tetap mendoakan untuk kehancurannya, niscaya aku tidak diperkenankan. Tetapi aku akan menunjukkan kepada kalian suatu perkara yang mudah-mudahan dapat menghancurkan mereka. Sesungguhnya Allah murka terhadap perbuatan zina, dan sesungguhnya jika mereka terjerumus ke dalam perbuatan zina, niscaya mereka akan binasa; dan aku berharap semoga Allah membinasakan mereka melalui jalan ini." Bal'am melanjutkan ucapannya, "Karena itu, keluarkanlah kaum wanita kalian untuk menyambut mereka. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang sedang musafir, mudah-mudahan saja mereka mau berzina sehingga binasalah mereka." Kemudian mereka melakukan hal itu dan mengeluarkan kaum wanita mereka menyambut pasukan Nabi Musa a.s. Tersebutlah bahwa raja mereka mempunyai seorang anak perempuan, perawi menyebutkan perihal kebesaran tubuhnya yang kenyataannya hanya Allah yang mengetahuinya. Lalu ayahnya atau Bal'am berpesan kepadanya, "Janganlah engkau serahkan dirimu selain kepada Musa." Akhirnya pasukan Bani Israil terjerumus ke dalam perbuatan zina. Kemudian datanglah kepada wanita tadi seorang pemimpin dari salah satu kabilah Bani Israil yang menginginkan dirinya. Maka wanita itu berkata, "Saya tidak mau menyerahkan diri saya selain kepada Musa." Pemimpin suatu Kabilah menjawab “Sesungguhnya kedudukanmu adalah anu dan anu, dan keadaanku anu dan anu." Akhirnya si wanita mengirim utusan kepada ayahnya meminta saran darinya. Maka ayahnya berkata kepadanya, "Serahkanlah dirimu kepadanya." Lalu pemimpin kabilah itu menzinainya. Ketika mereka berdua sedang berzina, datanglah seorang lelaki dari Bani Harun seraya membawa tombak, lalu menusuk keduanya. Allah memberinya kekuatan yang dahsyat sehingga keduanya menjadi satu tersatekan oleh tombaknya, kemudian ia mengangkat keduanya dengan tombaknya itu, sehingga semua orang melihatnya. Maka Allah menimpakan penyakit ta'un kepada mereka, sehingga matilah tujuh puluh ribu orang dari kalangan pasukan Bani Israil.
Abul Mu'tamir mengatakan, Sayyar telah menceritakan kepadanya bahwa Bal'am mengendarai keledainya hingga sampai di suatu tempat yang dikenal dengan nama Al-Ma'luli atau suatu jalan yang menuju Al-Ma'luli. Lalu Bal'am memukuli keledainya, tetapi keledainya itu tidak mau maju, bahkan hanya berdiri saja di tempat. Lalu keledai itu berkata kepadanya, "Mengapa engkau terus memukuliku? Tidakkah engkau melihat apa yang ada di hadapanmu ini?" Tiba-tiba setan menampakkan diri di hadapan Bal'am. Lalu Bal'am turun dan bersujud kepada setan itu. Inilah yang disebutkan oleh firman Allah Swt.: Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al­Kitab) kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu. (Al-A'raf: 175) sampai dengan firman-Nya: agar mereka berpikir. (Al-A'raf: 176).
Demikianlah yang diceritakan oleh Sayyar kepadaku, tetapi aku tidak tahu barangkali di dalamnya kemasukan sesuatu dari kisah lainnya. Menurut kami dia adalah Bal'am. Menurut suatu pendapat yaitu Bal'am Ibnu Ba'ura, menurut pendapat lainnya Ibnu Ibr, dan menurut pendapat yang lainnya dia adalah Ibnu Ba'ur ibnu Syahtum ibnu Qusytum ibnu Maab ibnu Lut ibnu Haran, sedangkan menurut pendapat yang lainnya lagi adalah Ibnu Haran ibnu Azar. Dia tinggal di suatu kampung yang berada di wilayah Al-Balqa. Ibnu Asakir mengatakan bahwa dialah orang yang mengetahui Ismul A'zam, lalu ia murtad dari agamanya; kisahnya disebutkan di dalam Al-Qur'an. Kemudian sebagian dari kisahnya adalah seperti yang telah disebutkan di atas, bersumberkan dari Wahb dan lain-lainnya.
Muhammad ibnu lshaq ibnu Yasar telah meriwayatkan dari Salim Abun Nadr; ia pernah menceritakan bahwa Musa a.s. ketika turun di negeri Kan'an—bagian dari wilayah Syam—maka kaum Bal'am datang menghadap kepada Bal'am dan mengatakan kepadanya, "Musa ibnu Imran telah datang bersama dengan pasukan Bani Israil. Dia datang untuk mengusir kita dari negeri kita dan akan membunuh kita, lalu membiarkan tanah ini dikuasai oleh Bani Israil. Dan sesungguhnya kami adalah kaummu yang dalam waktu yang dekat tidak akan mempunyai tempat tinggal lagi, sedangkan engkau adalah seorang lelaki yang doanya diperkenankan Tuhan. Maka keluarlah engkau dan berdoalah untuk kehancuran mereka." Bal'am menjawab, "Celakalah kalian! Nabi Allah ditemani oleh para malaikat dan orang-orang mukmin, maka mana mungkin saya pergi mendoakan untuk kehancuran mereka, sedangkan saya mengetahui Allah tidak akan menyukai hal itu?" Mereka mengatakan kepada Bal'am, "Kami tidak akan memiliki tempat tinggal lagi." Mereka terus-menerus meminta dengan memohon belas kasihan dan berendah diri kepada Bal'am untuk membujuknya. Akhirnya Bal'am terbujuk. Lalu Bal'am menaiki keledai kendaraannya menuju ke arah sebuah bukit sehingga ia dapat melihat perkemahan pasukan kaum Bani Israil, yaitu Bukit Hasban. Setelah berjalan tidak begitu jauh, keledainya mogok, tidak mau jalan. Maka Bal'am turun dari keledainya dan memukulinya hingga keledainya mau bangkit dan berjalan, lalu Bal'am menaikinya. Tetapi setelah berjalan tidak jauh, keledainya itu mogok lagi, dan Bal'am memukulinya kembali, lalu menjewer telinganya. Maka secara aneh keledainya dapat berbicara —memprotes tindakannya—seraya mengatakan, "Celakalah kamu. hai Bal’am, ke manakah kamu akan pergi. Tidakkah engkau melihat para malaikat berada di hadapanku menghalang-halangi jalanku? Apakah engkau akan pergi untuk mendoakan buat kehancuran Nabi Allah dan kaum mukminin?" Bal'am tidak menggubris protesnya dan terus memukulinya, maka Allah memberikan jalan kepada keledai itu setelah Bal'am memukuli­nya. Lalu keledai itu berjalan membawa Bal'am hingga sampailah di atas puncak Bukit Hasban, di atas perkemahan pasukan Nabi Musa dan kaum Bani Israil. Setelah ia sampai di tempat itu, maka ia berdoa untuk kehancuran mereka. Tidak sekali-kali Bal'am mendoakan keburukan untuk Musa dan pasukannya, melainkan Allah memalingkan lisannya hingga berbalik mendoakan keburukan bagi kaumnya. Dan tidak sekali-kali Bal'am mendoakan kebaikan buat kaumnya, melainkan Allah memalingkan lisannya hingga mendoakan kebaikan buat Bani Israil. Maka kaumnya berkata kepadanya, "Tahukah engkau, hai Bal'am, apakah yang telah kamu lakukan? Sesungguhnya yang kamu doakan hanyalah untuk kemenangan mereka dan kekalahan kami."
Bal'am menjawab, "Ini adalah suatu hal yang tidak saya kuasai, hal ini merupa­kan sesuatu yang telah ditakdirkan oleh Allah." Maka ketika itu lidah Bal'am menjulur keluar sampai sebatas dadanya, lalu ia berkata kepada kaumnya, "Kini telah lenyaplah dariku dunia dan akhiratku, dan sekarang tiada jalan lain bagiku kecuali harus melancarkan tipu muslihat dan kilah yang jahat. Maka aku akan melancarkan tipu muslihat buat kepentingan kalian. Sekarang percantiklah wanita-wanita kalian dan berikanlah kepada mereka berbagai macam barang dagangan. Setelah itu lepaskanlah mereka pergi menuju tempat perkemahan pasukan Bani Israil untuk melakukan jual beli di tempat mereka, dan perintahkanlah kepada kaum wanita kalian agar jangan sekali-kali ada seorang wanita yang menolak bila dirinya diajak berbuat mesum dengan lelaki dari kalangan mereka. Karena sesungguhnya jika ada seseorang dari mereka berbuat zina, maka kalian akan dapat mengalahkan mereka." Lalu kaum Bal'am melakukan apa yang telah diperintahkan. Ketika kaum wanita itu memasuki perkemahan pasukan Bani Israil seorang wanita dari Kan'an (kaum Bal'am) yang dikenal dengan nama Kusbati, anak perempuan pemimpin kaumnya bersua dengan seorang lelaki dari kalangan pembesar kaum Bani Israil. Lelaki tersebut bernama Zumri ibnu Syalum, pemimpin kabilah Syam'un ibnu Ya'qub ibnu Ishaq ibnu Ibrahim. Ketika Zumri melihat Kusbati, ia terpesona oleh kecantikannya. Lalu ia bangkit dan memegang tangan Kusbati, kemudian membawanya menghadap kepada Nabi Musa. Zumri berkata, "Sesungguhnya aku menduga engkau akan mengatakan bahwa ini diharamkan atas dirimu, janganlah kamu mendekatinya." Musa a.s. berkata, "Dia haram bagimu!" Zumri menjawab, "Demi Allah, saya tidak mau tunduk kepada perintahmu dalam hal ini." Lalu Zumri membawa Kusbati masuk ke dalam kemahnya dan menyetubuhinya. Maka Allah Swt. mengirimkan penyakit ta'un kepada kaum Bani Israil di perkemahan mereka. Pada saat Zumri ibnu Syalum melakukan perbuatan mesum itu Fanhas ibnul Aizar ibnu Harun —pengawal pribadi Musa— sedang tidak ada di tempat. Penyakit ta'un datang melanda mereka, dan tersiarlah berita itu. Lalu Fanhas mengambil tombaknya yang seluruhnya terbuat dari besi, kemudian ia memasuki kemah Zumri yang saat itu sedang berbuat zina, lalu Fanhas menyate keduanya dengan tombaknya. Ia keluar seraya mengangkat keduanya setinggi-tingginya dengan tombaknya. Tombaknya itu ia jepitkan ke lengannya dengan bertumpu ke bagian pinggangnya, sedangkan batangnya ia sandarkan ke janggutnya. Dia (Fanhas) adalah anak pertama Al-Aizar. Kemudian ia berdoa, "Ya Allah, demikianlah pembalasan yang kami lakukan terhadap orang yang berbuat durhaka kepada Engkau." Maka ketika itu juga penyakit ta'un lenyap. Lalu dihitunglah orang-orang Bani Israil yang mati karena penyakit ta'un sejak Zumri berbuat zina dengan wanita itu hingga Fanhas membunuhnya, ternyata seluruhnya berjumlah tujuh puluh ribu orang. Sedangkan menurut perhitungan orang yang meminimkan jumlahnya dari kalangan mereka, dua puluh ribu jiwa telah melayang dalam jarak waktu satu jam di siang hari. Sejak saat itulah kaum Bani Israil memberikan kepada anak-anak Fanhas dari setiap korban yang mereka sembelih, yaitu bagian leher, kaki depan, dan janggut korbannya, serta anak yang pertama dari ternak mereka dan yang paling disayangi, karena Fanhas adalah anak pertama dari ayahnya yang bernama Al-Aizura. Sehubungan dengan Bal'am ibnu Ba'ura ini, kisahnya disebutkan oleh Allah Swt.: dan bacakanlah kepada mereka kisah orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al-Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu. ( Al-A' raf: 175) sampai dengan firman-Nya: agar mereka berpikir. (Al-A'raf: 176).
Adapun firman Allah Swt.:

{فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ}

Maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya, dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga)- (Al-A'raf: 176).
Para ahli tafsir berbeda pendapat mengenai maknanya. Menurut teks Ibnu Ishaq, dari Salim, dari Abun Nadr, lidah Bal'am terjulur sampai dadanya. Lalu dia diserupakan dengan anjing yang selalu menjulurkan lidahnya dalam kedua keadaan tersebut, yakni jika dihardik menjulurkan lidahnya, dan jika dibiarkan tetap menjulurkan lidahnya. Menurut pendapat lain, makna yang dimaksud ialah 'Bal'am menjadi seperti anjing dalam hal kesesatannya dan keberlangsungannya di dalam kesesatan serta tidak adanya kemauan memanfaatkan doanya untuk keimanan. Perihalnya diumpamakan dengan anjing yang selalu menjulurkan lidahnya dalam kedua keadaan tersebut, jika dihardik menjulurkan lidahnya, dan jika dibiarkan tetap menjulurkan lidahnya tanpa ada perubahan. Demikian pula keadaan Bal'am, dia tidak memanfaatkan pelajaran dan doanya buat keimanan; perihalnya sama dengan orang yang tidak memilikinya.
Sama halnya dengan pengertian Yang terkandung di dalam Firman-Nya :

{سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ}

Sama saja bagi mereka apakah kamu memberi peringatan kepada mereka ataukah kamu tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman. (Al Baqarah: 6, Yasin: 10)

{اسْتَغْفِرْ لَهُمْ أَوْ لَا تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ إِنْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ سَبْعِينَ مَرَّةً فَلَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ}

Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampun kepada mereka. (At-Taubah: 80)
dan ayat-ayat lainnya yang semakna.
Menurut pendapat lainnya, makna yang dimaksud ialah 'kalbu orang kafir dan orang munafik serta orang yang sesat kosong dari hidayah, hatinya penuh dengan penyakit yang tak terobatkan’. Kemudian pengertian ini diungkapkan ke dalam ungkapan itu. Hal yang semisal telah dinukil dari Al-Hasan Al-Basri dan lain-lainnya.
Firman Allah Swt.:

{فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ}

Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah agar mereka berpikir. (Al-A'raf: 176)
Allah Swt. berfirman kepada Nabi-Nya, yaitu Nabi Muhammad Saw.: Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah agar mereka (Al-A'raf: 176) yakni agar Bani Israil mengetahui kisah Bal'am dan apa yang telah menimpanyanya yaitu disesatkan oleh Allah dan dijauhkan dari rahmat-Nya, karena dia telah salah menggunakan nikmat Allah yang telah dikaruniakan kepadanya, nikmat itu ialah Ismul A'zam yang diajarkan Allah kepadanya. Ismul A'zam adalah suatu doa yang apabila dipanjatkan untuk memohon sesuatu, niscaya dikabulkan dengan seketika. Ternyata Bal'am menggunakan doa mustajab ini untuk selain ketaatan kepada Tuhannya, bahkan menggunakannya untuk memohon kehancuran bagi bala tentara- Tuhan Yang Maha Pemurah, yaitu orang-orang yang beriman, pengikut hamba dan rasul-Nya di masa itu, yakni Nabi Musa ibnu Imran a.s. yang dijuluki sebagai Kalimullah (orang yang pernah diajak berbicara secara langsung oleh Allah). Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:

{لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ}

Agar mereka berpikir. (Al-A'raf: 176).
Maksudnya, mereka harus bersikap waspada supaya jangan terjerumus ke dalam perbuatan yang semisal, karena sesungguhnya Allah telah memberikan ilmu kepada kaum Bani Israil (di masa Nabi Saw.) dan membedakan mereka di atas selain mereka dari kalangan orang-orang Arab. Allah telah menjadikan mereka memiliki pengetahuan tentang sifat Nabi Muhammad melalui kitab yang ada di tangan mereka; mereka mengenalnya sebagaimana mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Mereka adalah orang-orang yang paling berhak dan paling utama untuk mengikuti Nabi Saw., membantu, dan menolongnya, seperti yang telah diberitakan kepada mereka oleh nabi-nabi mereka yang memerintahkan kepada mereka untuk mengikutinya. Karena itulah orang-orang yang menentang dari kalangan mereka (Bani Israil) terhadap apa yang ada di dalam kitab mereka, lalu menyembunyikannya, sehingga hamba-hamba Allah yang lain tidak mengetahuinya, maka Allah menimpakan kepada mereka kehinaan di dunia yang terus berlangsung sampai kehinaan di akhirat.
Firman Allah Swt.:

{سَاءَ مَثَلا الْقَوْمُ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا}

Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami., Al- A'raf: 177) .
Allah Swt. berfirman bahwa seburuk-buruknya perumpamaan adalah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Dengan kata lain, seburuk-buruk perumpamaan adalah perumpamaan mereka yang diserupakan dengan anj ing, karena anj ing tidak ada yang dikejarnya selain mencari makanan dan menyalurkan nafsu syahwat. Barang siapa yang menyimpang dari jalur ilmu dan jalan petunjuk, lalu mengejar kemauan hawa nafsu dan berahinya, maka keadaannya mirip dengan anjing; dan seburuk-buruk perumpamaan ialah yang diserupakan dengan anjing. Karena itulah di dalam sebuah hadis sahih disebutkan bahwa Nabi Saw. telah bersabda:

"لَيْسَ لَنَا مَثَلُ السَّوْءِ، الْعَائِدُ فِي هِبَتِهِ كَالْكَلْبِ يَعُودُ فِي قَيْئِهِ"

Tiada pada kami suatu perumpamaan yang lebih buruk daripada perumpamaan seseorang yang mencabut kembali hibahnya, perumpamaannya sama dengan anjing, yang memakan kembali muntahnya.
Firman Allah Swt.:

{وَأَنْفُسَهُمْ كَانُوا يَظْلِمُونَ}

Dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim. (Al-A'raf: 177)
Maksudnya. Allah tidak menganiaya mereka, tetapi mereka sendirilah yang menganiaya dirinya sendiri karena berpaling dari mengikuti jalan hidayah dan taat kepada Tuhan, lalu cenderung kepada keduniawian yang fana dan mengejar kelezatan serta kemauan hawa nafsu. Wallahu a’lam. [Santrialit].

TAFSIR IBNU KATSIR :

( واتل عليهم نبأ الذي آتيناه آياتنا فانسلخ منها فأتبعه الشيطان فكان من الغاوين ( 175 ) ولو شئنا لرفعناه بها ولكنه أخلد إلى الأرض واتبع هواه فمثله كمثل الكلب إن تحمل عليه يلهث أو تتركه يلهث ذلك مثل القوم الذين كذبوا بآياتنا فاقصص القصص لعلهم يتفكرون ( 176 ) ساء مثلا القوم الذين كذبوا بآياتنا وأنفسهم كانوا يظلمون ( 177 ) )

قال عبد الرزاق ، عن سفيان الثوري ، عن الأعمش ومنصور ، عن أبي الضحى ، عن مسروق ، [ ص: 507 ] عن عبد الله بن مسعود ، رضي الله عنه ، في قوله تعالى : ( واتل عليهم نبأ الذي آتيناه آياتنا فانسلخ منها [ فأتبعه ] ) الآية ، قال : هو رجل من بني إسرائيل ، يقال له : بلعم بن أبر . وكذا رواه شعبة وغير واحد ، عن منصور ، به .

وقال سعيد بن أبي عروبة ، عن قتادة ، عن ابن عباس [ رضي الله عنهما ] هو صيفي بن الراهب .

قال قتادة : وقال كعب : كان رجلا من أهل البلقاء ، وكان يعلم الاسم الأكبر ، وكان مقيما ببيت المقدس مع الجبارين .

وقال العوفي ، عن ابن عباس [ رضي الله عنهما ] هو رجل من أهل اليمن ، يقال له : بلعم ، آتاه الله آياته فتركها .

وقال مالك بن دينار : كان من علماء بني إسرائيل ، وكان مجاب الدعوة ، يقدمونه في الشدائد ، بعثه نبي الله موسى إلى ملك مدين يدعوه إلى الله ، فأقطعه وأعطاه ، فتبع دينه وترك دين موسى ، عليه السلام .

وقال سفيان بن عيينة ، عن حصين ، عن عمران بن الحارث ، عن ابن عباس [ رضي الله عنهما ] هو بلعم بن باعر . وكذا قال مجاهد وعكرمة .

وقال ابن جرير : حدثني الحارث ، حدثنا عبد العزيز ، حدثنا إسرائيل ، عن مغيرة ، عن مجاهد ، عن ابن عباس [ رضي الله عنهما ] قال : هو بلعام - وقالت ثقيف : هو أمية بن أبي الصلت .

وقال شعبة ، عن يعلى بن عطاء ، عن نافع بن عاصم ، عن عبد الله بن عمرو [ رضي الله عنهما ] في قوله : ( واتل عليهم نبأ الذي آتيناه [ آياتنا ] ) قال : هو صاحبكم أمية بن أبي الصلت .

وقد روي من غير وجه ، عنه وهو صحيح إليه ، وكأنه إنما أراد أن أمية بن أبي الصلت يشبهه ، فإنه كان قد اتصل إليه علم كثير من علم الشرائع المتقدمة ، ولكنه لم ينتفع بعلمه ، فإنه أدرك زمان رسول الله صلى الله عليه وسلم ، وبلغته أعلامه وآياته ومعجزاته ، وظهرت لكل من له بصيرة ، ومع هذا اجتمع به ولم يتبعه ، وصار إلى موالاة المشركين ومناصرتهم وامتداحهم ، ورثى أهل بدر من المشركين بمرثاة بليغة ، قبحه الله [ تعالى ] وقد جاء في بعض الأحاديث : " أنه ممن آمن لسانه ، ولم يؤمن قلبه " ; فإن له أشعارا ربانية وحكما وفصاحة ، ولكنه لم يشرح الله صدره للإسلام .

وقال ابن أبي حاتم : حدثنا أبي ، حدثنا ابن أبي عمر ، حدثنا سفيان عن أبي سعيد الأعور ، عن عكرمة ، عن ابن عباس في قوله : ( واتل عليهم نبأ الذي آتيناه آياتنا فانسلخ منها ) قال : هو رجل أعطي ثلاث دعوات يستجاب له فيهن ، وكانت له امرأة له منها ولد ، فقالت : اجعل لي منها واحدة . قال : [ ص: 508 ] فلك واحدة ، فما الذي تريدين ؟ قالت : ادع الله أن يجعلني أجمل امرأة في بني إسرائيل . فدعا الله ، فجعلها أجمل امرأة في بني إسرائيل ، فلما علمت أن ليس فيهم مثلها رغبت عنه ، وأرادت شيئا آخر ، فدعا الله أن يجعلها كلبة ، فصارت كلبة ، فذهبت دعوتان . فجاء بنوها فقالوا : ليس بنا على هذا قرار ، قد صارت أمنا كلبة يعيرنا الناس بها ، فادع الله أن يردها إلى الحال التي كانت عليها ، فدعا الله ، فعادت كما كانت ، فذهبت الدعوات الثلاث ، وسميت البسوس . غريب .

وأما المشهور في سبب نزول هذه الآية الكريمة ، فإنما هو رجل من المتقدمين في زمن بني إسرائيل ، كما قال ابن مسعود وغيره من السلف .

وقال علي بن أبي طلحة ، عن ابن عباس : هو رجل من مدينة الجبارين ، يقال له : " بلعام " وكان يعلم اسم الله الأكبر .

وقال عبد الرحمن بن زيد بن أسلم ، وغيره من علماء السلف : كان [ رجلا ] مجاب الدعوة ، ولا يسأل الله شيئا إلا أعطاه إياه .

وأغرب ، بل أبعد ، بل أخطأ من قال : كان قد أوتي النبوة فانسلخ منها . حكاه ابن جرير ، عن بعضهم ، ولا يصحوقال علي بن أبي طلحة ، عن ابن عباس : لما نزل موسى بهم - يعني بالجبارين - ومن معه ، أتاه يعني بلعام - أتاه بنو عمه وقومه ، فقالوا : إن موسى رجل حديد ، ومعه جنود كثيرة ، وإنه إن يظهر علينا يهلكنا ، فادع الله أن يرد عنا موسى ومن معه . قال : إني إن دعوت الله أن يرد موسى ومن معه ، ذهبت دنياي وآخرتي . فلم يزالوا به حتى دعا عليهم ، فسلخه الله ما كان عليه ، فذلك قوله تعالى : ( فانسلخ منها فأتبعه الشيطان فكان [ من الغاوين ] )

وقال السدي : إن الله لما انقضت الأربعون سنة التي قال الله : ( فإنها محرمة عليهم أربعين سنة ) [ المائدة : 26 ] بعث يوشع بن نون نبيا ، فدعا بني إسرائيل ، فأخبرهم أنه نبي ، وأن الله [ قد ] أمره أن يقاتل الجبارين ، فبايعوه وصدقوه . وانطلق رجل من بني إسرائيل يقال له : " بلعم " وكان عالما ، يعلم الاسم الأعظم المكتوم ، فكفر - لعنه الله - وأتى الجبارين وقال لهم : لا ترهبوا بني إسرائيل ، فإني إذا خرجتم تقاتلونهم أدعوا عليهم دعوة فيهلكون ! وكان عندهم فيما شاء من الدنيا ، غير أنه كان لا يستطيع أن يأتي النساء ، يعظمهن فكان ينكح أتانا له ، وهو الذي قال الله تعالى ) فانسلخ منها )

[ ص: 509 ] وقوله : ( فأتبعه الشيطان ) أي : استحوذ عليه وغلبه على أمره ، فمهما أمره امتثل وأطاعه ; ولهذا قال : ( فكان من الغاوين ) أي : من الهالكين الحائرين البائرين .

وقد ورد في معنى هذه الآية حديث رواه الحافظ أبو يعلى الموصلي في مسنده حيث قال : حدثنا محمد بن مرزوق ، حدثنا محمد بن بكر ، عن الصلت بن بهرام ، حدثنا الحسن ، حدثنا جندب البجلي في هذا المسجد ; أن حذيفة - يعني ابن اليمان ، رضي الله عنه - حدثه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " إن مما أتخوف عليكم رجل قرأ القرآن ، حتى إذا رؤيت بهجته عليه وكان ردء الإسلام اعتراه إلى ما شاء الله ، انسلخ منه ، ونبذه وراء ظهره ، وسعى على جاره بالسيف ، ورماه بالشرك " . قال : قلت : يا نبي الله ، أيهما أولى بالشرك : المرمي أو الرامي ؟ قال : " بل الرامي " .

هذا إسناد جيد والصلت بن بهرام كان من ثقات الكوفيين ، ولم يرم بشيء سوى الإرجاء ، وقد وثقه الإمام أحمد بن حنبل ويحيى بن معين ، وغيرهما .

وقوله تعالى : ( ولو شئنا لرفعناه بها ولكنه أخلد إلى الأرض واتبع هواه ) يقول تعالى : ( ولو شئنا لرفعناه بها ) أي : لرفعناه من التدنس عن قاذورات الدنيا بالآيات التي آتيناه إياها ، ( ولكنه أخلد إلى الأرض ) أي : مال إلى زينة الدنيا وزهرتها ، وأقبل على لذاتها ونعيمها ، وغرته كما غرت غيره من غير أولي البصائر والنهى .

وقال أبو الزاهرية في قوله تعالى : ( ولكنه أخلد إلى الأرض ) قال : تراءى له الشيطان على غلوة من قنطرة بانياس ، فسجدت الحمارة لله ، وسجد بلعام للشيطان . وكذا قال عبد الرحمن بن جبير بن نفير ، وغير واحد .

وقال الإمام أبو جعفر بن جرير ، رحمه الله : وكان من قصة هذا الرجل : ما حدثنا محمد بن عبد الأعلى ، حدثنا المعتمر ، عن أبيه : أنه سئل عن هذه الآية : ( واتل عليهم نبأ الذي آتيناه آياتنا [ فانسلخ منها ] ) فحدث عن سيار أنه كان رجلا يقال له بلعام ، وكان قد أوتي النبوة وكان مجاب الدعوة ، قال : وإن موسى أقبل في بني إسرائيل يريد الأرض التي فيها بلعام - أو قال : الشام - قال فرعب الناس منه رعبا شديدا ، قال : فأتوا بلعام ، فقالوا : ادع الله على هذا الرجل وجيشه ! قال : حتى أوامر ربي - أو : حتى أؤامر - قال : فوامر في الدعاء عليهم ، فقيل له : لا تدع عليهم ، فإنهم عبادي ، وفيهم نبيهم . قال : فقال لقومه : إني قد آمرت ربي في الدعاء عليهم ، وإني قد نهيت . فأهدوا له هدية فقبلها ، ثم راجعوه فقالوا : ادع عليهم . فقال : حتى أوامر . فوامر ، فلم يحر إليه شيء . فقال : قد وامرت فلم يحر إلي شيء ! فقالوا : لو كره ربك أن تدعو عليهم لنهاك كما نهاك المرة الأولى . قال : فأخذ يدعو عليهم ، فإذا دعا عليهم ، جرى على لسانه الدعاء على قومه ، وإذا أراد أن يدعو أن يفتح [ ص: 510 ] لقومه دعا أن يفتح لموسى وجيشه - أو نحوا من ذا إن شاء الله . قال ما نراك تدعو إلا علينا . قال : ما يجري على لساني إلا هكذا ، ولو دعوت عليه أيضا ما استجيب لي ، ولكن سأدلكم على أمر عسى أن يكون فيه هلاكهم . إن الله يبغض الزنا ، وإنهم إن وقعوا بالزنا هلكوا ، ورجوت أن يهلكهم الله ، فأخرجوا النساء يستقبلنهم ; فإنهم قوم مسافرون ، فعسى أن يزنوا فيهلكوا . قال : ففعلوا . قال : فأخرجوا النساء يستقبلنهم . قال : وكان للملك ابنة ، فذكر من عظمها ما الله أعلم به ! قال : فقال أبوها - أو بلعام - : لا تمكني نفسك إلا من موسى ! قال : ووقعوا في الزنا . قال : وأتاها رأس سبط من أسباط بني إسرائيل ، قال : فأرادها على نفسه ، فقالت : ما أنا بممكنة نفسي إلا من موسى . قال : فقال : إن منزلتي كذا وكذا ، وإن من حالي كذا وكذا . قال : فأرسلت إلى أبيها تستأمره ، قال : فقال لها : فأمكنيه قال : ويأتيهما رجل من بني هارون ومعه الرمح فيطعنهما . قال : وأيده الله بقوة . فانتظمهما جميعا ، ورفعهما على رمحه فرآهما الناس - أو كما حدث - قال : وسلط الله عليهم الطاعون ، فمات منهم سبعون ألفا .

قال أبو المعتمر : فحدثني سيار : أن بلعام ركب حمارة له حتى أتى العلولى - أو قال : طريقا من العلولى - جعل يضربها ولا تقدم ، وقامت عليه فقالت : علام تضربني ؟ أما ترى هذا الذي بين يديك ؟ فإذا الشيطان بين يديه ، قال : فنزل وسجد له ، قال الله تعالى : ( واتل عليهم نبأ الذي آتيناه آياتنا فانسلخ منها ) إلى قوله : ( لعلهم يتفكرون )قال : فحدثني بهذا سيار ، ولا أدري لعله قد دخل فيه شيء من حديث غيره .

قلت : هو بلعام - ويقال : بلعم - بن باعوراء ، ابن أبر . ويقال : ابن باعور بن شهوم بن قوشتم بن ماب بن لوط بن هاران - ويقال : ابن حران - بن آزر . وكان يسكن قرية من قرى البلقاء .

قال ابن عساكر : وهو الذي كان يعرف اسم الله الأعظم ، فانسلخ من دينه ، له ذكر في القرآن . ثم أورد من قصته نحوا مما ذكرنا هاهنا ، وأورده عن وهب وغيره ، والله أعلم .

وقال محمد بن إسحاق بن يسار عن سالم أبي النضر ; أنه حدث : أن موسى ، عليه السلام ، لما نزل في أرض بني كنعان من أرض الشام ، أتى قوم بلعام إليه فقالوا له : هذا موسى بن عمران في بني إسرائيل ، قد جاء يخرجنا من بلادنا ويقتلنا ويحلها بني إسرائيل ، وإنا قومك ، وليس لنا منزل ، وأنت رجل مجاب الدعوة ، فاخرج فادع الله عليهم . قال : ويلكم ! نبي الله معه الملائكة والمؤمنون ، كيف أذهب أدعو عليهم ، وأنا أعلم من الله ما أعلم ؟ ! قالوا له : ما لنا من منزل ! فلم يزالوا به يرققونه ويتضرعون إليه ، حتى فتنوه فافتتن ، فركب حمارة له متوجها إلى الجبل الذي يطلعه على عسكر بني إسرائيل ، وهو جبل حسبان ، فلما سار عليها غير كثير ، ربضت به ، فنزل عنها فضربها ، حتى إذا [ ص: 511 ] أذلقها قامت فركبها . فلم تسر به كثيرا حتى ربضت به ، فضربها حتى إذا أذلقها أذن الله لها فكلمته حجة عليه ، فقالت : ويحك يا بلعم : أين تذهب ؟ أما ترى الملائكة أمامي تردني عن وجهي هذا ؟ أتذهب إلى نبي الله والمؤمنين لتدعو عليهم ؟ فلم ينزع عنها يضربها ، فخلى الله سبيلها حين فعل بها ذلك . فانطلقت به حتى إذا أشرفت به على رأس حسبان ، على عسكر موسى وبني إسرائيل ، جعل يدعو عليهم ، ولا يدعو عليهم بشر إلا صرف الله لسانه إلى قومه ، ولا يدعو لقومه بخير إلا صرف لسانه إلى بني إسرائيل . فقال له قومه : أتدري يا بلعم ما تصنع ؟ إنما تدعو لهم ، وتدعو علينا ! قال : فهذا ما لا أملك ، هذا شيء قد غلب الله عليه ! قال : واندلع لسانه فوقع على صدره ، فقال لهم : قد ذهبت مني الآن الدنيا والآخرة ، ولم يبق إلا المكر والحيلة ، فسأمكر لكم وأحتال ، جملوا النساء وأعطوهن السلع ، ثم أرسلوهن إلى العسكر يبعنها فيه ، ومروهن فلا تمنع امرأة نفسها من رجل أرادها ، فإنهم إن زنى رجل منهم واحد كفيتموهم ، ففعلوا . فلما دخل النساء العسكر ، مرت امرأة من الكنعانيين اسمها " كسبى ابنة صور ، رأس أمته " برجل من عظماء بني إسرائيل ، وهو " زمرى بن شلوم " ، رأس سبط بني سمعان بن يعقوب بن إسحاق بن إبراهيم ، عليهم السلام ، فقام إليها ، فأخذ بيدها حين أعجبه جمالها ، ثم أقبل بها حتى وقف بها على موسى ، عليه السلام ، فقال : إني أظنك ستقول هذا حرام عليك ؟ قال : أجل ، هي حرام عليك ، لا تقربها . قال : فوالله لا نطيعك في هذا . ثم دخل بها قبته فوقع عليها . وأرسل الله ، عز وجل ، الطاعون في بني إسرائيل ، وكان فنحاص بن العيزار بن هارون ، صاحب أمر موسى ، وكان غائبا حين صنع زمرى بن شلوم ما صنع ، فجاء والطاعون يجوس في بني إسرائيل ، فأخبر الخبر ، فأخذ حربته ، وكانت من حديد كلها ، ثم دخل القبة وهما متضاجعان ، فانتظمهما بحربته ، ثم خرج بهما رافعهما إلى السماء ، والحربة قد أخذها بذراعه ، واعتمد بمرفقه على خاصرته ، وأسند الحربة إلى لحييه - وكان بكر العيزار - وجعل يقول : اللهم هكذا نفعل بمن يعصيك . ورفع الطاعون ، فحسب من هلك من بني إسرائيل في الطاعون فيما بين أن أصاب زمرى المرأة إلى أن قتله فنحاص ، فوجدوه قد هلك منهم سبعون ألفا - والمقلل لهم يقول : عشرون ألفا - في ساعة من النهار . فمن هنالك تعطي بنو إسرائيل ولد فنحاص من كل ذبيحة ذبحوها القبة والذراع واللحي - لاعتماده بالحربة على خاصرته ، وأخذه إياها بذراعه ، وإسناده إياها إلى لحييه - والبكر من كل أموالهم وأنفسهم ; لأنه كان بكر أبيه العيزار . ففي بلعام بن باعوراء أنزل الله : ( واتل عليهم نبأ الذي آتيناه آياتنا فانسلخ منها [ فأتبعه الشيطان ] ) - إلى قوله : ( لعلهم يتفكرون )

وقوله تعالى : ( فمثله كمثل الكلب إن تحمل عليه يلهث أو تتركه يلهث ) اختلف المفسرون في معناه فأما على سياق ابن إسحاق ، عن سالم بن أبي النضر : أن بلعام اندلع لسانه على صدره - فتشبيهه بالكلب في لهثه في كلتا حالتيه إن زجر وإن ترك . وقيل : معناه : فصار مثله في ضلاله واستمراره فيه ، وعدم انتفاعه بالدعاء إلى الإيمان وعدم الدعاء ، كالكلب في لهثه في حالتيه ، إن [ ص: 512 ] حملت عليه وإن تركته ، هو يلهث في الحالين ، فكذلك هذا لا ينتفع بالموعظة والدعوة إلى الإيمان ولا عدمه ; كما قال تعالى : ( سواء عليهم أأنذرتهم أم لم تنذرهم لا يؤمنون ) [ البقرة : 6 ] ، ( استغفر لهم أو لا تستغفر لهم إن تستغفر لهم سبعين مرة فلن يغفر الله لهم ) [ التوبة : 80 ] ونحو ذلك .

وقيل : معناه : أن قلب الكافر والمنافق والضال ، ضعيف فارغ من الهدى ، فهو كثير الوجيب فعبر عن هذا بهذا ، نقل نحوه عن الحسن البصري وغيره .

وقوله تعالى : ( فاقصص القصص لعلهم يتفكرون ) يقول تعالى لنبيه محمد صلى الله عليه وسلم : ( فاقصص القصص لعلهم ) أي : لعل بني إسرائيل العالمين بحال بلعام ، وما جرى له في إضلال الله إياه وإبعاده من رحمته ، بسبب أنه استعمل نعمة الله عليه - في تعليمه الاسم الأعظم الذي إذا سئل به أعطى ، وإذا دعي به أجاب - في غير طاعة ربه ، بل دعا به على حزب الرحمن ، وشعب الإيمان ، أتباع عبده ورسوله في ذلك الزمان ، كليم الله موسى بن عمران ، [ عليه السلام ] ; ولهذا قال : ( لعلهم يتفكرون ) أي : فيحذروا أن يكونوا مثله ; فإن الله قد أعطاهم علما ، وميزهم على من عداهم من الأعراب ، وجعل بأيديهم صفة محمد صلى الله عليه وسلم يعرفونها كما يعرفون أبناءهم ، فهم أحق الناس وأولاهم باتباعه ومناصرته ومؤازرته ، كما أخبرتهم أنبياؤهم بذلك وأمرتهم به ; ولهذا من خالف منهم ما في كتابه وكتمه فلم يعلم به العباد ، أحل الله به ذلا في الدنيا موصولا بذل الآخرة .

وقوله : ( ساء مثلا القوم الذين كذبوا بآياتنا وأنفسهم كانوا يظلمون ) يقول تعالى ساء مثلا مثل القوم الذين كذبوا بآياتنا ، أي : ساء مثلهم أن شبهوا بالكلاب التي لا همة لها إلا في تحصيل أكلة أو شهوة ، فمن خرج عن حيز العلم والهدى وأقبل على شهوة نفسه ، واتبع هواه ، صار شبيها بالكلب ، وبئس المثل مثله ; ولهذا ثبت في الصحيح أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : " ليس لنا مثل السوء ، العائد في هبته كالكلب يعود في قيئه "

وقوله : ( وأنفسهم كانوا يظلمون ) أي : ما ظلمهم الله ، ولكن هم ظلموا أنفسهم ، بإعراضهم عن اتباع الهدى ، وطاعة المولى ، إلى الركون إلى دار البلى ، والإقبال على تحصيل اللذات وموافقة الهوى .


Semoga bermanfaat.