Selasa, 30 Juni 2015

Hukum puasa keluar mani karena nonton film porno

Assalamu'alaiku­m .., maaf mau nanya, mohon jawab.an.nya ya sodaraku semuaa.. Seseorang sedang berPuasa,,nah di dalam puasa.a itu dia melihat/­menOnton film hot , saMpai keLuar cairan sPerma ( hanya melihat , tanpa pergerakan tangan ) .. PertanyaanNya : apakah puasa Orang itu batal atau gimana ,. ?? Cukup sekian, assalamu'alaiku­m ..
JAWABAN :
Wa'alaikumussalam, puasanya tidak batal, kecuali sudah jadi kebiasaan dgn nonton film tsb mengeluarkan mani. maka puasanya batal :

.والإنزال بنظر وفكر أى وكالانزال بنظر وفكر فإنه لا يفطر به لانتفاء المباشرة قال البجيرمي مالم يكن من عادته الإنزال بهما والا أفطر كما قرره شيخنا ح ف. إعانة الطالبين ٢/٢٢٨

Melihat atau memikir2 sampai kluar sperma maka tidak membatalkan puasa selama tidak mubasyaroh (sentuhan langsung kulit) dan kebiasaannya jika melakukan hal tadi diluar puasa tidak sampai kluar sperma.

تحفة الحبيب على شرح الخطيب (3/ 115)
قوله : ( والإنزال الخ ) . حاصل الإنزال أنه إن كان بالاستمناء ، أي بطلب خروج المني ، سواء كان بيده أو بيد زوجته أو بغيرهما بحائل أو لا يفطر مطلقاً . وأما إذا كان الإنزال باللمس من غير طلب الاستمناء ، أي خروج المني ، فتارة تكون مما تشتهيه الطبائع السليمة أو لا ، فإن كان لا تشتهيه الطباع السليمة كالأمرد الجميل والعضو المبان فلا يفطر بالإنزال مطلقاً سواء كان بشهوة أو لا ، بحائل أو لا . وأما إذا كان الإنزال بلمس ما يشتهي طبعاً فتارة يكون محرماً وتارة يكون غير محرم ، فإن كان محرماً وكان بشهوة وبدون حائل أفطر وإلا فلا ، وأما إذا كان غير محرّم كزوجته فيفطر الإنزال بلمسه مطلقاً بشهوة أو لا بشرط عدم الحائل . وأما إذا كان بحائل فلا فطر به مطلقاً بشهوة أو لا ؛ أفاده شيخنا ح ف .
قوله : ( بنحو لمس ) أي لما ينقض الوضوء مطلقاً ولما لا ينقض كمحرم إن كان بشهوة . كما في شرح م ر . والأمرد كالمحرم .
قوله : ( بلا حائل ) متعلق بلمس .
قوله : ( بخلاف ما لو كان بحائل ) محله إن لم يقصد إخراج المني وإلا أفطر مطلقاً ؛ لأن التفصيل بين الحائل وعدمه إنما هو فيما إذا قصد اللذة فقط ع ش وح ف .
وقوله بحائل أي ولو كان رقيقاً جداً .
قوله : ( أو نظر أو فكر ) ما لم يكن من عادته الإنزال بهما وإلا أفطر كما في م ر ، قال الأذرعي : ينبغي أنه لو أحس بانتقال المني وتهيئته للخروج بسبب استدامة النظر فاستدامه فإنه يفطر قطعاً شرح م ر . وعبارة م د على التحرير : نعم إن كانت عادته الإنزال بهما أو كررهما حتى أنزل أفطر على المعتمد اه ق ل
الإقناع للشربيني (1/ 237)
( و ) الخامس ( الإنزال ) ولو قطرة ( عن مباشرة ) بنحو لمس كقبلة بلا حائل لأنه يفطر بالإيلاج بغير إنزال فبالإنزال مع نوع شهوة أولى بخلاف ما لو كان بحائل أو نظر أو فكر ولو بشهوة لأنه إنزال بغير مباشرة كالاحتلام

Yang ke lima dari yg membatalkan puasa adalah kluarnya sperma walau setetes dengan bersentuhan langsung antar kulit sperti mencium tanpa adanya satir/penghalang,karena sebab ilaj/memasukkan dzakar kefarji dgn tanpa kluar sperma itu bisa membatalkan maka lebih2 kluar sperma yg disertai syahwat
lain halnya (tdk batal) kluar sperma dgn adanya penghalang (tidak bersentuhan kulit secara langsung) atau melihat atau memikir2 walau disertai syahwat karena hal ini tidak termasuk mubasyaroh (bersentuhan kulit secara langsung) sebagaimana mimpi basah.
Puasa kok nonton filem hot... piye iki? memangnya puasa cuma sebatas menahan makan dan minum? tujuan berpuasa agar kita menjadi orang yg bertakwa... kalau puasa nontoh filem porno mengumbar nafsunya sekalipun tidak keluar mani, itu sudah keluar dari tujuan diwajibkannya berpuasa. Allah berfirman :

يا أيها الذين آمنوا كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين من قبلكم لعلكم تتقون (183)

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS. AL-BAQARAH 183). Tafsir oleh Imam Ar-Rozi :

أنه سبحانه بين بهذا الكلام أن الصوم يورث التقوى لما فيه من انكسار الشهوة وانقماع الهوى

Rosulullah bersabda bahwa siapa yg tidak mampu menahan syahwatnya maka berpuasalah.... malah puasa sambil nonton filem hot
Semoga bermanfaat

Senin, 29 Juni 2015

Ramadhan: Lailatul Qadar dan Do'a menyambut malam lailatul qodar

Seputar Lailatul Qadar (Kelebihan, waktu serta tanda-tandanya)
Salah satu topic pembicaraan yang hangat dalam bulan Ramadhan adalah lailatul qadar. Lailatul qadar adalah satu malam yang mulia yang Allah berikan khusus untuk umat Nabi Muhammad yang lebih dikenal dengan kelebihannya sebagai malam yang lebih baik dari seribu malam.

Dinamakan lailatul qadar karena Allah ta`ala pada malam tersebut Allah mendhahirkan semua kadar segala sesuatu yang telah ada dalam azali, baik kadar rizki seseorang, kadar ajal, sakit, bala, musibah, hujan, angin dll hingga tahun depan dan diserahkan kepara empat pemimpin malaikat; Jibril, Mikail, Israfil, dan `izrail (1). Ini adalah pendapat pendapat Ibnu `Abbas yang dipilih mayoritas ulama. (2)

Pada lailatul qadar Allah turunkan al-Quran pada malam ini secara menyeluruh ke satu tempat di langit yang disebut dengan Baitul `Izzah kemudian baru diturunkan secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad berdasarkan kejadian di bumi.(3)

Kelebihan lailatul qadar
Ada tiga hal yang menjadikan lailatul qadar lebih mulai dari malam lainnya sebagaimana Allah sebutkan dalam surat al-Qadr: (4)

1. Malam yang lebih baik dari seribu bulan ( 83 tahun 3 bulan)
Firman Allah :

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ

Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.

Ada beberapa riwayat yang menceritakan perihal diturunkan surat al-Qadar yang berhubungan dengan kelebihan lailatul qadar ini. Menurut satu pendapat, pada masa dahulu seseorang baru dikatakan `abid/ahli ibadah bila ia telah beribadah selama seribu tahun, maka Allah menjadikan bagi umat Nabi Muhammad satu malam pada lailatul qadar lebih baik dari seribu bulan umat terdahulu.

Syeikh Abu Bakar al-Waraq mengatakan bahwa masa kekuasaan Nabi Sulaiman sebagai raja adalah lima ratus tahun, masa kekuasaan Raja Zulkarnain juga lima ratus tahun, maka Allah menjadikan bagi umat Nabi Muhammad beramal satu malam pada lailatul qadar lebih baik dari kekuasaan seribu tahun.

Ibnu Mas`ud menceritakan bahwa Rasulullah menceritakan kepada para shahabat bahwa seorang laki-laki dari Bani Israil yang berperang selama seribu bulan, mendengar cerita tersebut para shahabat merasa kagum, maka Allah menurutkan surat al-Qadar. Maka lailatul qadar lebih baik dari pada seribu bulan bani israil tersebut berperang dijalan Allah.

Berkata Ka`b al-Akhbar : seorang raja Bani Israil yang shaleh, maka Allah wahyukan kepada salah seorang Nabi masa tersebut untuk menanyakan cita-cita raja tersebut, maka raja tersebut mengatakan bahwa ia bercita-cita berjihad dijalan Allah dengan hartanya, anaknya dan jiwa raganya. Maka Allah karuniakan kepadanya seribu anak. Kemudian ia latih anaknya dengan hartanya untuk berperang dijalan Allah, dan anak tersebutpun berjihad selama sebulan dan syahid dijalan Allah. Maka ia latih anak yang lain untuk berjihad yang akhirnya juga syahid setelah berjihad selama sebulan demikianlah satu persatu anaknya syahid dalam waktu seribu bulan. Hingga akhirnya iapun turut berperang dan akhirnya juga syahid.
Mendengar kisah ini sebagian shahabat berkata; tidak ada seorang pun yang mampu mendapatkan martabat raja ini. Maka Allah turunkan surat al-Qadar.

Berkata `Ali dan `urwah : Nabi menyebutkan empat orang dari kalangan bani Israil, mereka beribadah kepada Allah selama delapan puluh tahun dan tidak berbuat maksiat kepada sekejap matapun. Mereka adalah Nabi Ayyub, Nabi Zakaria, Khirqil bin al-Ajuz, dan Yusya` bin Nun, mendengar hal tersebut para shahabat merasa takjub. Maka datanglah Malaikat Jibril dan berkata : Ya Muhammad, umatmu merasa kagum atas ibadah mereka selama 80 tahun yang tidak berbuat maksiat kepada Allah sekejab matapun. Maka sungguh telah Allah turunkan atas engkau sesuatu yang lebih baik dari itu. Kemudian malaikat Jibril membaca surat al-Qadar. Maka senanglah Rasulullah SAW. (5)

2. Turun malaikat kebumi
Firman Allah:

تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ

Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.

Pada lailatul qadar para malailat turun kebumi, hal ini disebabkan bahwa dahulu para malaikat pernah mempertanyakan penciptaan manusia kepada Allah yang disebutkan oleh para malaikat sebagai makhluk penumpah darah. Manakala kenyataan terjadi sebaliknya maka para malaikat turun untuk memberi salam dan meminta maaf serta memohon keampunan Allah untuk manusia yang lalai.

Ibnu Abbas berkata : berkatalah Nabi SAW; apabila adalah lailatul qadar turunlah para malaikat penghuni siratul muntaha, diantaranya malaikat Jibril. Para malaikat tersebut turun dengan membawa bendera yang pancangkan atas kuburku, Baitul Maqdis, Masjidil Haram, bukit Thursina, mereka tidak meninggalkan orang mukmin dan mukminat kecuali mereka salami kecuali orang yang selalu minum khamar, memakan babi, dan berinai dengan za`faran. (6)

Kalimat ruh dalam ayat tersebut menurut pendapat yang kuat dimaksudkan malaikat jibril. (7) Sebagian ulama mengatakan bahwa pada lailatul qadar datang nur dari langit hingga ke bumi dan semua makhluk sujud termasuk tumbuh-tumbuhan, pohon-pohonan dan air sungai. Sebagian ulama mengatakan bahwa itu adalah nur kayu thuba, pendapat lain mengatakan bahwa itu adalah nur ketaatan, nur rahmat, nur sayap malailat, nur liwaul hamdi, dan ada juga pendapat bahwa itu adalah nur liwaul hamdi. (8)

Makna sujud pepohonan disini tidaklah mesti diartikan ia sujud seperti layaknya sujud manusia, namun ia sujud dengan caranya masing-masing yang berbeda dengan cara sujud manusia. Seperti halnya pohon-pohon yang selalu bertasbih kepada Allah, mereka bertasbih dengan cara mereka sendiri.

3. Kesejahtraan(salam) hingga fajar
Firman Allah:

سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ

Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.

Asy-Sya`by mengatakan: salam tersebut adalah salam malaikat kepada ahli masjid semenjak terbenam matahari hingga terbit fajar. Pendapat lain mengatakan bahwa lailatul qadar adalah malam keselamatan karena pada malam tersebut syaithan tidak dapat berbuat keburukan.

Kapan datangnya Lailatul Qadar

Mengenai kapan datangnya lailatul qadar terjadi khilaf diantara para ulama, bahkan ada yang berpendapat bahwa lailatul qadar bukan hanya berada pada bulan Ramadhan, tetapi hanya saja ia sering berada pada bulan Ramadhan. Sebagian ulama mengatakan bahwa lailatul qadar berada dalam malam yang sama dalam setiap tahun. Menurut satu pendapat ia berada pada malam sepuluh terakhir terutama pada malam ganjil yaitu pada malam 21 ramadhan. Menurut pendapat lainnya lailatul qadar berada pada malam 23, dan ada juga yang mengatakan pada malam 27. Pendapat 27 ini dikuatkan oleh beberapa kalangan dengan dalil bahwa jumlah kalimat dalam surat al-Qadar adalah 30 sama dengan jumlah bulan, kalimat هي tepat berada pada urutan ke 27 dan jumlah huruf kalimat lailatul qadar adalah 9 serta kalimat tersebut disebut dalam surat tersebut sebanyak 3 kali maka 9x3 =27. (9)

Menurut pendapat lain lailatul qadar dapat diketahui dengan melihat awal malam bulan Ramadhan. Ketentuan tersebut yaitu: (10)

    Bila awal Ramadhan pada hari ahad atau rabu maka lailatul qadar jatuh pada malam 29.
    Bila awal Ramadhan pada hari senin maka lailatul qadar jatuh pada malam 21
    Bila awal Ramadhan pada hari selasa atau jum`at maka lailatul qadar jatuh pada malam 27
    Bila awal Ramadhan pada hari kamis maka lailatul qadar jatuh pada malam 25
    Bila awal Ramadhan pada hari sabtu maka lailatul qadar jatuh pada malam 23

Syeikh Abu Hasan mengatakan bahwa semenjak beliau baligh tidak pernah ketinggalan lailatul qadar berdasarkan ketentuan diatas.

Menurut pendapat yang lain :

    Bila awal Ramadhan pada hari jum`at dan senin maka lailatul qadar jatuh pada malam 29.
    Bila awal Ramadhan pada hari sabtu dan kamis maka lailatul qadar jatuh pada malam 21
    Bila awal Ramadhan pada hari ahad dan rabu maka lailatul qadar jatuh pada malam 27
    Bila awal Ramadhan pada hari selasa maka lailatul qadar jatuh pada malam 25

Kesimpulannya sangat banyak khilaf tentang waktu yang pasti kapan datangnya lailatul qadar, sehingga kita tidak menentukan secara pasti kapan sebenarnya dating lailatul qadar. Ini merupakan rahasia Allah supaya manusia menghidupkan seluruh malam ramadhan untuk beribadat. Sebagaimana Allah menyembunyikan ridhanya pada perbuatan ta`at supaya manusia mengerjakan semua perbuatan ta`at, Allah menyembunyikan diqabulnya doa supaya manusia selalu berdoa dengan sungguh-sungguh, Allah menyembunyikan ismul A`dham diantara nama-namaNya supaya manusia memanggilNya dengan seluruh namaNya. Allah menyembunyikan mati supaya manusia merasa takut mati, demikian juga Allah menyembunyikan lailatul qadar supaya manusia beribadah dalam semua malam bulan Ramadhan .(11)

Tanda lailatul qadar
Diantara tanda-tanda lailatul qadar adalah: Pada malam tersebut suasana tampak terang dan hening, tidak ada suara riuh dan anjing yang melonglong, tidak terlalu panas dan tidak pula terlalu dingin keesokan harinya sinar matahari terlihat putih tanpa sinar.(12)

Amalan pada lailatul qadar
Dalam lailatul qadar sangat dianjurkan untuk memperbanyak amal, sekurang-kurangnya adalah berjamaah shalat isya dan shubuh. Dalam satu hadits Rasulullah bersabda:

من صلى المغرب والعشاء في جماعة حتى ينقضي شهر رمضان فقد أخذ من ليلة القدر بحظ وافر

“barangsiapa shalat maghrib dan Isya secara berjamaah sehingga habis bulan Ramadhan maka sungguh ia telah mendapat bagian yang banyak dari lailatul qadar”(H.R. Imam Baihaqy)

Bagi kalangan yang tidak mampu untuk beribadah sepanjang malam hendaknya memperbanyak membaca zikir dan ayat al-quran yang mengandung nilai lebih seperti ayat kursi, akhir surat al-Baqarah, surat al-Zalzalah, al-Kafirun, surat al-Ikhlash, surat Yasin karena semua ayat-tersebut memiliki fadhilah yang besar sebagaimana tersebut dalam beberapa hadits.

Selain itu juga dianjurkan memperbanyak membaca istighfar, tasbih, tahmid, tahlil, shalawat kepada Nabi SAW, dan berdoa untuk diri sendiri dan orang-orang yang kita sayangi baik yang masih hidup ataupun yang telah meninggal.(13)

Disebutkan sebagian ulama : Barang siapa shalat pada malam lailatul qadar shalat sunat empat rakaat, setelah fatihah membaca surat at-Takatsur dan surat al-ikhlash 3 kali maka akan dimudahkan baginya sakratul maut, dan dihilangkan kan azab kubur dan diberikan empat tiang dari nur yang masing-masing diatasnya ada seribu malaikat.(14)

Dalam satu hadits Rasulullah ditanyakan oleh Siti Aisyah:

يا رسول الله إن وافقت ليلة القدر فما أقول ؟ قال :  قولي اللهم إنك عفو تحب العفو فاعف عني

Ya Rasulullah jika aku mengetahui lailatul qadar maka apa yang aku baca? Rasulullah menjawab: katakanlah :

 اللَّهُمَّ إنَّك عَفْوٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُوا عَنِّي

Ya Allah, sesungguhnya engkau maha pemaaf, Engkau mencintai memaafkan maka maafkanlah dosa kami.

والله اعلم بالصواب

    Hasyiah Shawy `ala Tafsir Jalalain jilid 4 hal 452 Cet. Haramain
    Imam ar-Razi, Tafsir Mafatihul Ghaib, jilid 32 hal 28  cet. Dar Fikr th 1981
    Imam Shawy al-Maliky, Hasyiah Shawy `ala Jalalain jilid 4 hal 452 cet. Haramain
    `Alaiddin Ali bin Muhammad al-Khazin, Tafsir Khazin surat al-Qadr.
    Imam Qurthuby, Tafsir Qurthuby jilid 20 hal 93 cet. Dar Kutub Ilmiyah th 2005
     Imam Qurthuby, Tafsir Qurthuby jilid 20 hal 93 cet. Dar Kutub Ilmiyah th 2005
    Imam ar-Razi, Tafsir Mafatihul Ghaib, jilid 32 hal 34 cet. Dar Fikr th 1981
    Syeikh Daud al-Fathany, Jam`ul Fawaid hal 114 Cet. Fathani.
    Imam Qurthuby, Tafsir Qurthuby jilid 20 hal 89 cet. Dar Kutub Ilmiyah th 2005
    Hasyiah I`anatuth Thalibin jilid 2 hal 257 cet. Haramain
    Tafsir Mafatihul Ghaib jilid 32 hal  cet. Dar Fikr th 1981
    Imam Qurthuby, Tafsir Qurthuby jilid 20 hal 92 cet. Dar Kutub Ilmiyah th 2005, Hasyiah Shawy `ala Jalalain jilid 4 hal 455 Cet. Haramain
    Hasyiah Shawy `ala Jalalain jilid 4 hal 455 Cet. Haramain
    Syeikh Daud al-Fathany, Jam`ul Fawaid hal 114 Cet. Fathani.
    Imam Qurthuby, Tafsir Qurthuby jilid 20 hal 93 cet. Dar Kutub Ilmiyah th 2005

Referensi:

    Imam Shawy al-Maliky, Hasyiah Shawy `ala Jalalain Cet. Haramain
    Syeikh Daud al-Fathany, Jam`ul Fawaid Cet. Fathani.
    Imam Fakhrur Razi, Tafsir Mafatihul Ghaib cet. Dar Fikr th 1981
    Sayyid Bakry Syatha, Hasyiah I`anatuth Thalibin cet. Haramain
    Imam Qurthuby, Tafsir Qurthuby cet Dar Fikr


Ini do'a nya menyambut lailatul qodar:

اللَّهُمَّ إِنَّكَ عُفُوٌّ كَرِيمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي

Sebagaimana hal itu diriwayatkan oleh Imam at Tirmidzi dari Aisyah ia berkata; wahai Rasulullah, apabila aku mengetahui malam apakah lailatul qadr, maka apakah yang aku ucapkan padanya?
Beliau mengatakan: "Ucapkan;

ALLAAHUMMA INNAKA 'AFUWWUN KARIIMUN TUHIBBUL 'AFWA FA'FU 'ANNII

(Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi ampunan dan Maha Pemurah, Engkau senang memberikan ampunan, maka ampunilah aku).”

Abu Isa berkata; hadits ini adalah hadits hasan shahih.
wallohu a'lam
========

Tafsir Ibnu katsir Jilid 4 , surat Al Qodr

وقد حكي عن مالك رحمه الله ، أن جميع ليالي العشر في تطلب ليلة القدر على السواء ، لا يترجح منها ليلة على أخرى : رأيته في شرح الرافعي رحمه الله .
والمستحب الإكثار من الدعاء في جميع الأوقات ، وفي شهر رمضان أكثر ، وفي العشر الأخير منه ، ثم في أوتاره أكثر . والمستحب أن يكثر من هذا الدعاء : " اللهم ، إنك عفو تحب العفو ، فاعف عني "

; لما رواه الإمام أحمد :
حدثنا يزيد - هو ابن هارون - ، حدثنا الجريري - وهو سعيد بن إياس - ، عن عبد الله بن بريدة ، أن عائشة قالت : يا رسول الله ، إن وافقت ليلة القدر فما أدعو ؟ قال : " قولي : اللهم إنك عفو تحب العفو ، فاعف عني
[ ص: 452 ]

وقد رواه الترمذي والنسائي وابن ماجه ، من طريق كهمس بن الحسن ، عن عبد الله بن بريدة ، عن عائشة قالت : قلت : يا رسول الله ، أرأيت إن علمت أي ليلة ليلة القدر ، ما أقول فيها ؟ قال : " قولي : اللهم ، إنك عفو تحب العفو ، فاعف عني " .
وهذا لفظ الترمذي ، ثم قال : " هذا حديث حسن صحيح " . وأخرجه الحاكم في مستدركه ، وقال : " هذا صحيح على شرط الشيخين "

ورواه النسائي أيضا من طريق سفيان الثوري ، عن علقمة بن مرثد ، عن سليمان بن بريدة ، عن عائشة قالت : يا رسول الله ، أرأيت إن وافقت ليلة القدر ، ما أقول فيها ؟ قال : " قولي : اللهم إنك عفو تحب العفو ، فاعف عني



Takhrij Hadits

تخريج الحديث: رواه إسحاق (1361)، عن النَّضْر بن شميل، وأحمد (6/171)، عن غندر، وأحمد (6/208)، وابن ماجه (3850)، من طريق وكيع، والترمذي (3513)، والنسائي في الكبرى (872، 10708)، من طريق جعفر بن سليمان الضبعي، و(779، 10709، 11688)، من طريق خالد بن الحارث، (خمستهم)، عن كهمس، عن عبد الله بن بريدة، عن عائشة.
وإسناده صحيح، رجاله ثقات رجال الشَّيخين، قال الترمذي: هذا حديثٌ حسن صحيح، وصحَّحه النَّووي في "الأذكار" (ص: 248)، وفي المجموع (6/ 459).

ورواه النسائي (874، 10710)، من طريق المعتمر، عن كهمس، عن عبد الله بن بريدة: أنَّ عائشة.
قال النَّسائي: مرسل؛ يعني بذلك قوله: أن، وليس عن، وهذا واضح من أنه روى الحديث من عشر طرق ولم يذكر هذه العبارة إلا في هذا الطريق فقط.

ورواه أحمد (6/182، 183)، ورواه البيهقي في "الشعب" (3426)، من طريق الحسن بن مكرم، كلاهما (أحمد والحسن)، عن يزيد بن هارون، ورواه أحمد (6 /183)، والبيهقي (3427)، من طريق علي بن عاصم، والنسائي (10711)، والقضاعي في "الشهاب" (1477)، من طريق عبد الرحمن بن مرزوق، والقضاعي (1474)، من طريق خالد بن عبد الله، (أربعتهم)، عن أبي سعيد الجريري، عن عبد الله بن بريدة، عن عائشة به.

ورواية يزيد عند أحمد: أنَّ عائشة، ورواية الحسن عنْه قال: قال يزيد: لا أعلمُه إلاَّ قال ثلاثًا عن عائشة.
وأبو مسعود الجريري: سعيد بن إياس الجريري البصري، أحد العلماء الثِّقات الأثبات؛ ولكنَّه اختلط قبل موتِه بنحو ثلاث سنين، ولم يكنِ اختلاطه فاحشًا، ورواية يزيد بن هارون عنْه بعد الاختِلاط، ولكن رواية خالد بن عبد الله -وهو الواسطي- عنْه عند الشيخين، وكذا تابعه سفيان الثَّوري وروايته عنه قبل الاختلاط، واختلف عليْه فيها.

رواه إسحاق (1362)، والبيهقي في الأسماء والصفات (92)، عن عمرو بن محمد العنقزي، والنسائي في الكبرى (10712)، من طريق مخلد بن يزيد، والقضاعي (1475)، من طريق علي بن قادم، (ثلاثتهم)، عن سفيان الثوري، عن الجريري به.

ورواه أحمد (6/ 258)، والنَّسائي في الكبرى (10713)، وأبو يعلى في معجمه (403)، والطَّبراني في الدعاء (916)، والحاكم (1/712)، والقضاعي (1478)، من طريق الأشْجعي، عن سفيان الثَّوري، عن علقمة بن مرثد، عن سليمان بن بريدة، عن عائشة به.

وإسنادُه صحيح، رجاله ثقات رجال الشيخَين، والأشجعي هو عبيد الله بن عبيد الرحمن ثقة إمام ثبت مأمون، من أثبت النَّاس كتابًا في الثوري، فكلا الطَّريقين محفوظان عن الثوري.

وقال الحاكم: هذا حديثٌ صحيح على شرْطِ الشَّيخيْن ولم يُخْرِجاه.

حدَّثَنا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، حدَّثَنا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمانَ الضُّبَعِىُّ، عَنْ كَهْمَسِ بْنِ الحَسَنِ، عَن عبد اللهِ بْنِ بُرَيْدَةَ، عَن عَائِشَةَ، قالَتْ: قُلْتُ: يا رَسُولَ اللهِ، أرَأيْتَ إنْ عَلِمْتُ أيُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ، مَا أقُولُ فِيها؟ قَالَ: قُولي: اللَّهُمَّ إنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيمٌ تُحِبُّ العَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي))

. {رواه احمد عن غندر, برقم : 24815، 24926. والترمذي واللفظ له، برقم : 3459. والنسائي في الكبرى، برقم : 7406, من طريق جعفر بن سليمان الضبعي. والحاكم في المستدرك : 1/ 530، برقم : 1875. والبيهقي في الأسماء والصفات، برقم : 92. وفي شعب الايمان، برقم: 3417. وفي الكبرى، برقم: 194. والبغوي في معالم التنزيل، برقم: 1390. والطبراني في الدعاء، برقم : 842، 843. وإسحاق ابن رهويه، برقم: 1361، عن النَّضْر بن شميل، وابن ماجه، برقم : 3850، من طريق وكيع. وابن عساكر في تاريخ دمشق : 27/ 126، برقم : 27204. والمروزي في قيام رمضان، برقم: 55. والقضاعي في مسنده، برقم : 1359. وإسناده صحيح، رجاله ثقات رجال الشَّيخين، قال الترمذي: هذا حديثٌ حسن صحيح، وصحَّحه النَّووي في "الأذكار" (ص: 248)، وفي المجموع (6/ 459)}.


Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id. Telah menceritakan kepada kami Ja'far bin Sulaiman Al Dlob'iyyu. Dari Kahmas bin Al Hasan. Dari Abdullaah bin Buraidah. Dari Aisyah, beliau berkata : Aku bertanya : Ya Rasulallaah، menurutmu apa yang sebaiknya aku ucapkan jika aku menemukan malam Lailatul Qadar? Beliau bersabda : Ucapkanlah :

ALLAAHUMMA INNAKA 'AFUWWUN KARIIM TUHIBBUL 'AFWA FA'FU 'ANNII
(Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pema'af Maha Mulia, mencintai kema'afan, maka ma'afkanlah daku).

{HR. Ahmad no. 24815، 24926. Teks hadits riwayat Tirmidzi no. 3459. Nasa'i dlm Al Kubra no. 7406. Hakim dlm Al Mustadrak : 1/ 530، no. 1875. Baihaqiy dlm Al Asma' Wa Al Shifat no. 92, dlm Syu'abu Al Iman no. 3417, dlm Al Kubra no. 194. Baghowiy Mu'alimu Al Tanzil no. 1390. Thabaraniy dlm Al Du'a no. 842، 843. Ishaq bin Rahuyah no. 1361. Ibnu Majah no. 3850، Ibnu 'Asakir dlm Tarikh Damsyiq : 27/ 126، no. 27204.
Marwaziy dlm Qiyamu Ramadlan, no. 55. Qadla'I dlm Musnadnya, no. 1359. Sanadnya Shahih, Perawi-perawinya Tsiqat, dari perawi-perawi Bukhariy Muslim.
Imam Tirmidzi berkata : Hadits ini Hasan Shahih،
dan Imam Nawawi menshahihkannya dlm kitabnya : Al Adzkar hal. 248، dan dlm Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab : 6/ 459}.

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ كَهْمَسِ بْنِ الْحَسَنِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ : يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ وَافَقْتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ مَا أَدْعُو؟ قَالَ : تَقُولِينَ اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي. {رواه ابن ماجه برقم : 3840}

Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad. Telah menceritakan kepada kami Waki'. Dari Kahmas bin Al Hasan. Dari Abdillah bin Buraidah. Dari 'Aisyah, bahwasannya beliau bertanya : Ya Rasullaah apakah anda tahu bagaimana jika saya bertepatan (ngepasi : jawa) dengan lailatul qadar bagaimana saya berdoa?
Rasulullah menjawab : Ucapkanlah;

ALLAAHUMMA INNAKA 'AFUWWUN TUHIBBUL 'AFWA FA'FU 'ANNI

(Ya Allah, sesungguhnya Engkau maha pema'af mencintai kema'afan, maka ma'afkanlah daku).
{HR. Ibnu Majah No.3840}

حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا هِشَامٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

{رواه مالك في الموطأ، برقم : 248. واحمد برقم : 6997، 7104. والبخاري واللفظ له، برقم : 1768. ومسلم برقم : 12172، 1273. وأبو داود برقم : 1165، 1166. والترمذي برقم : 618، 735. والنسائي في الصغرى، برقم : 1592، 2175، وفي الكبرى برقم : 1277. وابن ماجه برقم : 1631. وابن حبان برقم : 2608، 3514. والبيهقي في الصغير، برقم : 400، 657. وأبو نعيم في المسند المستخرج، برقم : 1544}


Telah menceritakan kepada kami Muslim bin Ibrahim. Telah menceritakan kepada kami Hisyam. Telah menceritakan kepada kami Yahya. Dari Abu Salamah. Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu. Dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda:
"Barangsiapa yang menegakkan lailatul qadar (mengisi dengan ibadah) karena iman kepada Allah dan mengharapkan pahala (hanya dariNya) maka akan diampuni dosa-dosa yang telah dikerjakannya, dan barangsiapa yang melaksanakan shaum Ramadhan karena iman kepada Allah dan mengharapkan pahala (hanya dariNya) maka akan diampuni dosa-dosa yang telah dikerjakannya".
{HR. Malik dlm Al Muwatho', no. 248. Ahmad no. 6997، 7104. Teks hadits riwayat Bukhariy no. 1768. Muslim no. 12172، 1273. Abu Dawud no. 1165، 1166. Tirmidzi no. 618، 735. Nasa'i dlm Al Sughra no. 1592، 2175، dan dlm Al Kubra no. 1277. Ibnu Majah no. 1631. Ibnu Hibban no. 2608، 3514. Baihaqiy dlm Al Shaghir no. 400، 657. Abu Nu'aim dlm Al Musnad Al Mustakhrij no. 1544}

wallohu a'lam

Assalamu 'alaikum wr wb.
Izin tanya pak yai..

Yang benar

"Allahumma innaka 'afuwwun karimun (dgn fa' dommah dan wawu tasydid)

Atau
"Allahumma innaka 'afwun karimun (dgn fa'nya sukun)?
Dan apa arti dari masing2 kalimat tersebut?
Terima kasih sebelumnya.

Jawab :

(إنك عفو)

بفتح العين المهملة وضم الفاء ، وتشديد الواو صيغة مبالغة أي كثير العفو (تحب العفو) أي ظهور هذه الصفة (فاعف عني) فإني كثير التقصير وأنت أولى بالعفو الكثير ، وفيه دليل على استحباب الدعاء في هذه الليلة بهذه الكلمات


islamport.com/w/srh/Web/1314/6294.htm

    الموسوعة الشاملة - مشكاة المصابيح مع شرحه مرعاة المفاتيح

    2111- قوله : (أرأيت) أي أخبرني (إن علمت) جوابه محذوف يدل عليه ما قبله (أي ليلة) مبتدأ خبره (ليلة القدر) والجملة سدت مسد المفعولين لعلمت تعليقاً. قيل : القياس أية ليلة فذكر باعتبار الزمان كما ذكر في قوله صلى الله عليه وسلم أي أية من كتاب الله معك أعظم باعتبار الكلام واللفظ (ما أقول) متعلق بأرأيت (فيه…


   islamport.com

Tadarus dibulan  puasa


Fadhilah Bertadarus Al-Qur’an
Bulan Ramadhan adalah sebaik-baik ruang untuk melipat gandakan amal. Karena itu menjadi aneh jika seorang muslim tidak tertarik untuk mengisi Ramadhan dengan amal ibadah karena merasa cukup dengan amalnya pada hari-hari biasa.Adapun sebaik-baik amal ibadah apalagi di bulan Ramadhan adalah membaca al-Qur’an. sebagaimana Sabda Rasulullah saw

أفضل عبادة امتى قرأة القرأن

Ibadah umatku yang paling utama adalah membaca al-Qur’an
Diantara alasan keutamaan membaca al-Qur’an dibandingkan dengan ibadah lain karena membaca al-qur’an dapat disetarakan dengan berkomunikasi dengan Allah swt. demikian sabda Rasululalh saw:

من اراد ان يخاطب الله فليقراء القرأن, أعطوا اعينكم حظها من العبادة, قالوا يارسول الله وماخظها من العبادة ؟ قال النظر فى المصحف والتفكر فيه والاعتبار عند عجائبه

Barang siapa ingin berbincang dengan Allah, maka hendaklah membiasakan membaca al-Qur’an. berikanlah kepada mata haknya untuk beribadah. Para sahabat lalu bertanya, apakah ibadah bagian mata itu? Nabi menjawab “melihat (membaca) al-Qur’an dan memikir isinya serta ambillah pelajaran dari keajaiban isi al-Qur’an.

Inilah keistimewaan membaca al-Qur’an yang tidak dimiliki oleh ibadah lainnya. Sedangkan hikmahnya sebagaimana Rasulullah saw jabarkan:

ان اردتم عيش السعداء وموت الشهداء والنجاة يوم الحشر والظل يوم الجزاء والهدي من الضلالة فاديموا قرأة القرأن فانه كلام الرحمن وحصن من الشيطان ورجحان فى الميزان

Apabila engkau ingin hidup bahagia, mati syahid, selamat di hari mahsyar, mendapat naungan (rahmat) Allah di hari pembalasan, dan mendapatkan petunjuk sehingga tidak akan tersesat, maka biasakanlah tadarus al-Qur’an. Karena al-Qur’an adalah firman Allah, benteng dari syaitan dan pemberat dalam timbangan.


Shohabat Anas bin Malik rodhiyallohu anhu pernah berkata :

إن البيت الذي يقرأ فيه القرآن يكثر خيره ، والبيت الذي لا يقرأ فيه القرآن يقل خيره

" sesungguhnya rumah yang didalamnya di bacakan al qur'an maka banyak kebaikannya, dan rumah yang tidak dibacakan al qur'an didalamnya maka sedikit kebaikannya ."
( Hadis riwayat Al Bazzar ) lihat kitab Al Itqon Fi Ulumil Qur'an Imam Suyuti.
_______

Shohabat Abu Hurairoh rodhiyallohu anhu berkata :

إن البيت ليتسع على أهله ، وتحضره الملائكة ، وتهجره الشياطين ، ويكثر خيره : أن يقرأ فيه القرآن . وإن البيت ليضيق على أهله ، وتهجره الملائكة ، وتحضره الشياطين ، ويقل خيره : ألا يقرأ فيه القرآن

" Sesungguhnya rumah yang dibacakan al qur'an didalamnya akan menjadi luas bagi pemiliknya, malaikat mendatanginya, syetan menjauhinya dan banyak kebaikannya ,
dan rumah akan menjadi sempit bagi pemiliknya, malaikat menjadi tehalang, syetan hadir dan sedikit kebaikannya jika tidak dibacakan al qur'an dalam rumah tersebut."
(HR. Ad Darimi dengan sanad shohih )
=====================================
Untuk mengulang/mnambah pengetahuan, silahkan buka linknya:
=>AL-QUR'AN ADALAH QODIM
http://www.piss-ktb.com/…/2219-alquran-al-quran-adalah-qodi…
=>I'ROB LAFADZ " KALAAMUN QODIIMUN LAA YUMALLU SAMA'UHU "
http://www.piss-ktb.com/…/1632-irob-lafadz-kalaamun-qodiimu…
=>DATA STATISTIK ISI AL-QUR'AN
http://www.piss-ktb.com/…/670-al-quran-data-statistik-isi-a…
=>ADAB MEMBACA AL-QUR'AN
http://www.piss-ktb.com/…/3874-adab-membaca-al-quran_48.html
=>HUKUM TADARUSAN DENGAN MENGERASKAN SUARA
http://www.piss-ktb.com/…/317-dinamika-tadarusan-al-quran.h…
=>HUKUM MENGKHATAMKAN AL-QUR'AN SCARA BERSAMAAN (PER-ORANG SATU JUZ)
http://www.piss-ktb.com/…/3178-al-quran-menghatamkan-alqura…
=>KESUNAHAN BERDO'A SETELAH KHATAM QUR'AN
http://www.piss-ktb.com/…/1889-adab-adab-berkhatam-al-quran…
=>FADHILAH MEMBACA AL-QUR'AN MESKI TIDAK TAHU ARTINYA
http://www.piss-ktb.com/…/1340-fadhilah-membaca-al-quran-me…
=>HUKUM MEMPERINDAH BACAAN ALQUR'AN(QORI'/QORI'AH)
http://www.piss-ktb.com/…/2360-al-quran-hukum-memperindah-b…
=>HUKUM MEMBACA ALQUR'AN DENGAN CEPAT
https://www.facebook.com/notes/pustaka-ilmu-sunni-salafiyah-ktb-piss-ktb/4426-hukum-membaca-alquran-dengan-cepat/1009549939067814
=>TINGKATAN PAHALA DALAM MEMBACA AL-QUR'AN
http://www.piss-ktb.com/…/1694-tingkatan-pahala-dalam-memba…
=>PAHALA MEMBACA AL-QUR'AN DENGAN TERBATA-BATA
http://www.piss-ktb.com/…/3591-pahala-membaca-al-quran-deng…
والله أعلمُ بالـصـواب
============

=>KAPAN NUZULUL QURAN

http://www.piss-ktb.com/2011/08/kapan-nuzulul-quran.html
=>PERMULAAN ALQUR'AN DI TURUNKAN
http://www.piss-ktb.com/…/374-permulaan-al-quran-diturunkan…
=>TURUNNYA AL QUR'AN PADA MALAM LAILATUL QADR
http://www.piss-ktb.com/…/1785-turunnya-al-quran-pada-malam…
=>PERBEDAAN NUZULUL QUR'AN DAN LAILATUL QADR
http://www.piss-ktb.com/…/1793-perbedaan-nuzulul-quran-dan.…
=>TURUNNYA LAILATUL QADR, SAAT BEDA WAKTU ANTAR NEGARA
http://www.piss-ktb.com/…/0457-makalah-lailatul-qodar-malam…
=>RUMUS MENGHITUNG LAILATUL QADR
http://www.piss-ktb.com/…/08/1780-prediksi-lailatul-qadar.h…
=>SHALAT LAILATUN NAHRI DAN LAILATUL QADR
http://www.piss-ktb.com/…/2846-seputar-shalat-lailatun-nahr…
=>SHOLAT SUNNAH MALAM LAILATUL QADR
http://www.piss-ktb.com/…/3448-sholat-sunnah-malam-lailatul…
=>RAHASIA LAILATUL QADR
http://www.piss-ktb.com/…/02/456-keajaiban-lailatul-qodar.h…
=>CARA MERAIH LAILATUL QADR
http://www.piss-ktb.com/20…/…/397-meraih-lailatul-qodar.html
=>TANDA-TANDA LAILATUL QODAR
https://www.facebook.com/PISS.KTB/posts/711810552205694
=>SAAT UDZUR (HAID), APA YANG DI LAKUKAN DI MALAM LAILATUL QADR?
https://www.facebook.com/notes/pustaka-ilmu-sunni-salafiyah-ktb-piss-ktb/4430-saat-udzur-haid-apa-yang-di-lakukan-di-malam-lailatul-qadr/1010365868986221
=>ORANG YANG DI KASYAF OLEH ALLAH BISA MELIHAT LAILATUL QADR
https://www.facebook.com/notes/pustaka-ilmu-sunni-salafiyah-ktb-piss-ktb/4432-orang-yang-di-kasyaf-oleh-allah-bisa-melihat-lailatul-qadr/1010377392318402
=>DO'A SAAT MERASAKAN MALAM LAILATUL QADR
https://www.facebook.com/notes/pustaka-ilmu-sunni-salafiyah-ktb-piss-ktb/4433-doa-saat-merasakan-malam-lailatul-qadr/1010392205650254
والله أعلمُ بالـصـواب
===========
=> Jika ingin mencari keterangan yang lain, silahkan dicari melalui:http://www.islamuna.info/

Artikel Terkait

 Semoga bermanfaat.

Tanggal Al Qur’an Diturunkan


Mengacu kepada catatan yang berdasar hadits-hadits Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ﻓِﻴﻪِ ﻭُﻟِﺪْﺕُ ﻭَﻓِﻴﻪِ ﺃُﻧْﺰِﻝَ ﻋَﻠَﻲَّ

"Pada hari itulah aku dilahirkan dan pada hari itu pula turun (wahyu pertama) kepadaku". (HR. Ahmad, Al Baihaqi dan Al Hakim).

Menurut perhitungan hari Senin dari bulan Ramadhan pada tahun itu (13 tahun sebelum Hijriyah) jatuh pada tanggal 7, 14, 21 dan 28. Beberapa riwayat yang shahih menunjukkan bahwa Lailatul Qadr tidak jatuh kecuali pada malam-malam sepuluh terakhir dari bulan Ramadhan. Sebagaimana diriwayatkan dari Aisyah bahwa Rasulullah bersabda:

ﺗَﺤَﺮَّﻭْﺍ ﻟَﻴْﻠَﺔَ ﺍﻟْﻘَﺪْﺭِ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻌَﺸْﺮِ ﺍﻟْﺄَﻭَﺍﺧِﺮِ ﻣِﻦْ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ

"Carilah Lailatul Qadr itu pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan". (Muttafaq alaih).
Dan tepatnya pada malam-malam ganjil pada sepuluh terakhir dari bulan Ramadhan. Diriwayatkan dari Aisyah juga Rasulullah bersabda:

ﺗَﺤَﺮَّﻭْﺍ ﻟَﻴْﻠَﺔَ ﺍﻟْﻘَﺪْﺭِ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻮِﺗْﺮِ ﻣِﻦْ ﺍﻟْﻌَﺸْﺮِ ﺍﻟْﺄَﻭَﺍﺧِﺮِ ﻣِﻦْ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ

“Carilah Lailatul Qadr itu pada malam ganjil dari sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan”. (Muttafaq alaih).
Berdasarkan dalil-dalil di atas bahwa Al Qur’an pertama kali turun ke bumi adalah pada bulan Ramadhan, Lailatul Qadr, yaitu malam yang diberkahi hari Senin tanggal 21 Ramadhan.

Syeikh Shafiy al Rahman Al Mubarakfuri mengatakan dalam Kitab Sirah an Nabawiyah yang disusun oleh Syeikh Rahiq al Makhtum:
" Setelah melakukan penelitian yang cukup dalam, dapat disimpulkan bahwa hari itu ialah hari Senin tanggal 21 bulan Ramadhan, malam yang bertepatan dengan tanggal 10 Agustus 660 M, dan ketika itu umur Rasul tepat 40 tahun 6 bulan 12 hari berdasarkan hitungan Qamariyah, tepat 39 tahun 3 bulan 12 hari berdasarkan hitungan Syamsiyah / Masehi.

Wallahu a'lam bish shawaab.

Wassalam.

Hukum menggabungkan dua sholat sunah


MENGGABUNGKAN DUA NIAT SHOLAT

PERTANYAAN :
assalamu alaikum
1. shalat apa saja yang niatnya itu bisa di gabung dengan sholat lain?
2. kapan waktu habisnya sholat sunnah wudhu'?
atas jawabannya... jazakumullah khairassalamu alaikum

JAWABAN :
wa'alaikumsalaam
Menurut qoidah fikih nomer sembilan,

ﺍﻟﻘﺎﻋﺪﺓ ﺍﻟﺘﺎﺳﻌﺔ ﺇﺫﺍ ﺍﺟﺘﻤﻊ ﺃﻣﺮﺍﻥ ﻣﻦ ﺟﻨﺲﻭﺍﺣﺪ ، ﻭﻟﻢ ﻳﺨﺘﻠﻒ ﻣﻘﺼﻮﺩﻫﻤﺎ ، ﺩﺧﻞ ﺃﺣﺪﻫﻤﺎ ﻓﻲ ﺍﻵﺧﺮﻏﺎﻟﺒﺎ


qaidah ke sembilan : apabila dua perkara yang sejenis dan maksud (tujuannya) tidak berbeda berkumpul jadi satu maka secara umum salah satunya masuk kepada yang lain .

ﻓﻤﻦ ﻓﺮﻭﻉ ﺫﻟﻚ


diantara yang masuk dalam qaidah ini adalah :

ﻭﻟﻮ ﺩﺧﻞ ﺍﻟﻤﺴﺠﺪ ﻭﺻﻠﻰ ﺍﻟﻔﺮﺽ ﺩﺧﻠﺖ ﻓﻴﻪ ﺍﻟﺘﺤﻴﺔ ، ﻭﻟﻮﺩﺧﻞ ﺍﻟﺤﺮﻡ ﻣﺤﺮﻣﺎ ، ﺑﺤﺞ ﻓﺮﺽ ﺃﻭ ﻋﻤﺮﺓ . ﺩﺧﻞ ﻓﻴﻪ ﺍﻹﺣﺮﺍﻡﻟﺪﺧﻮﻝ ﻣﻜﺔ . ﻭﻟﻮ ﻃﺎﻑ ﺍﻟﻘﺎﺩﻡ ﻋﻦ ﻓﺮﺽ ﺃﻭ ﻧﺬﺭ ، ﺩﺧﻞ ﻓﻴﻪﻃﻮﺍﻑ ﺍﻟﻘﺪﻭﻡ ، ﺑﺨﻼﻑ ﻣﺎ ﻟﻮ ﻃﺎﻑ ﻟﻺﻓﺎﺿﺔ ﻻ ﻳﺪﺧﻞ ﻓﻴﻪﻃﻮﺍﻑ ﺍﻟﻮﺩﺍﻉ ﻷﻥ ﻛﻼ ﻣﻨﻬﻤﺎ ﻣﻘﺼﻮﺩ ﻓﻲ ﻧﻔﺴﻪ ، ﻭﻣﻘﺼﻮﺩﻫﻤﺎﻣﺨﺘﻠﻒ ﻭﺑﺨﻼﻑ ﻣﺎ ﻟﻮ ﺩﺧﻞ ﺍﻟﻤﺴﺠﺪ ﺍﻟﺤﺮﺍﻡ ، ﻓﻮﺟﺪﻫﻢﻳﺼﻠﻮﻥ ﺟﻤﺎﻋﺔ ﻓﺼﻼﻫﺎ ، ﻓﺈﻧﻪ ﻻ ﻳﺤﺼﻞ ﻟﻪ ﺗﺤﻴﺔ ﺍﻟﺒﻴﺖ ،ﻭﻫﻮ ﺍﻟﻄﻮﺍﻑ ، ﻷﻧﻪ ﻟﻴﺲ ﻣﻦ ﺟﻨﺲ ﺍﻟﺼﻼﺓ

Bila ada orang masuk masjid untuk sholat fardlu (atau sholat yang lain : pent) maka sholat tahiyyatul masjid sudah otomatis masuk (dengan syarat tertentu)

bila ada orang masuk kota Makkah dalam keadaan ihrom untuk haji ataupun umroh maka kesunahan ihrom karena masuk kota Makkah sudah otomatis masuk .

bila ada orang datang ke Masjidil Haram untuk melaksanakan thawaf fardlu haji atau nadzar maka thowaf qudum (thowaf karena masuk Masjidil Haram) otomatis masuk ,

lain halnya ketika melakukan thowaf ifadloh maka thowaf wada' tidak masuk karena tujuannya dan maksudnya beda .sama juga ketika orang masuk Masjidil Haram disana sedang ada orang berjama'ah kemudian dia ikut makmum dibelakangnya, maka dia mendapat fadhilah jama'ah tapi belum mendapat kesunahan ibadah ketika masuk Masjidil Haram (tahiyyatul bait) karena tahiyyatul bait bukan sholat melainkan thowaf .

Asybah wannadho-ir 126 maktabah dar el-kutub el-'ilmiyyah
----------------------------------------------------------------

Menggabungkan sholat qobliyah jum'at dan sholat tahiyat masjid 

Pertanyaan :
Assalamu'alaikum,
Apakah boleh mngerjakan dua raka'at shalat sunnah, tapi diniati untuk dua shalat sunnah?misal shalat sunnah tahiyatul masjid dilakukan bareng dengan shalat sunnah qabliyah jum'at, karena pas kita nyampai dimasjid muadzin ny udh adzan.klo bleh gimana niatnya? monggo....

Jawaban :
Wa'alaikum salam warohmatullohi wabarokatuh

Ketika seseorang masuk masjiddisunatkan untuk mengerjakan sholat sunat tahiyatul masjid dua roka'at, dan tidak disyaratkan niat sholat tahiyat masjid secara khusus, jadi seumpama ada orang yang sholat sunat dua roka'at atau mengerjakan sholat fardhu itu sudah mencukupi dan hasil sholat tahiyat masjid,meskipun ia tidak niat sholat sunat tahiyat masjid. Begitu juga apabila ia sholat sholat fardhu atau sholat sunat rowatib dan niatnya digabungkan dengan niat sholat tahiyat masjid, maka sholat dengan dua niat tersebut mendapatkan hasil bagi keduanya, karena tujuan dari sholat sunat tahiyat masjid adalah agar orang yang masuk masjid tidak langsung duduk ketika masuk masjid. Rosululloh bersabda;

فَإِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ، فَلَا يَجْلِسْ حَتَّى يَرْكَعَ رَكْعَتَيْنِ

"Apabila salah seorang diantara kalian masuk masjid, maka janganlah duduk, hingga ia sholat dua roka'at." (Shohih Muslim, no.714)

Kesimpulannya diperbolehkan menggabungkan niat sholat qobliyah jum'at dengan sholat tahiyat masjid, sedangkan niatnya sama dengan niat pada umumnya, bahkan seumpama hanya niat sholat qobliyah jum'at itu sudah mencukupi kesunatan mengerjakan sholat sunat tahiyat masjid. Wallohu a'lam.

Referensi :

1.Al-Fiqhul Manhaji, Juz : 1  Hal : 215
تحية المسجد: وهي ركعتان قبل الجلوس لكل دخول إلى المسجد، ودليلها حديث البخاري (433) ومسلم (714): " فإذا دخل أحدكم المسجد، فلا يجلس حتى يصلي ركعتين ". وتحصل التحية بالفرض، أو بأي نفل آخر، لأن المقصود أن لا يبادر الإنسان الجلوس في المسجد بغير صلاة

2. Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab, Juz : 4  Hal : 52

ولا يشترط أن ينوي بالركعتين التحية بل إذا صلى ركعتين بنية الصلاة مطلقا أو نوى ركعتين نافلة راتبة أو غير راتبة أو صلاة فريضة مؤداة أو مقضية أو منذورة أجزأه ذلك وحصل له ما نوى وحصلت تحية المسجد ضمنا ولا خلاف في هذا قال أصحابنا وكذا لو نوى الفريضة وتحية المسجد أو الراتبة وتحية المسجد حصلا جميعا بلا خلاف

3. Roudlotut Tholibin, Juz : 1  Hal : 332

ومنه تحية المسجد بركعتين، ولو صلى الداخل فريضة، أو وردا، أو سنة، ونوى التحية معها، حصلا جميعا. وكذا إن لم ينوها

Apakah dua raka’at shalat Dhuha bisa digabungkan dengan shalat sunnah tahiyatul masjid?

Jawaban:
Misalnya seseorang masuk masjid pada waktu Dhuha, lalu ia berniat melaksanakan shalat Dhuha, maka shalat tahiyatul masjid sudah termasuk di dalamnya. Begitu pula ketika masuk, lalu ia laksanakan shalat rawatib, maka shalat tahiyatul masjid juga sudah termasuk di dalamnya. Misalnya, seseorang melaksanakan shalat rawatib qobliyah shubuh atau rawatib qobliyah zhuhur, maka shalat tahiyatul masjid pun tercakup di dalamnya. Akan tetapi sebaliknya, shalat tahiyatul masjid tidak bisa mencukupi shalat rawatib. Seandainya seseorang masuk masjid setelah dikumandangkan adzan zhuhur, lalu ia berniat laksanakan shalat tahiyatul masjid, maka ini tidak bisa mencakup shalat rawatib.
Karena memang dalam hadits yang membicarakan shalat sunnah tahiyatul masjid, sifatnya umum. Asalkan mengerjakan shalat sunnah dua raka’at apa saja, termasuk shalat sunnah rawatib dua raka’at, maka sudah dianggap mendapatkan keutamaan shalat tahiyatul masjid. Lihat saja bagaimana redaksional haditsnya,
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يَجْلِسَ
“Jika salah seorang di antara kalian memasuki masjid, hendaklah ia kerjakan shalat dua raka’at sebelum ia duduk.” (HR. Bukhari no. 444 dan Muslim no. 714)
--------------------------------------------------------

MENGGABUNGKAN DUA NIAT PADA SATU IBADAH, BAGAIMANA HUKUMNYA?

Pertanyaan pertama:
Apakah saya boleh mengerjakan satu shalat dengan dua niat? Misal saya mengerjakan shalat dua rakaat dengan niat shalat istikharah dan shalat sunnah?

Jawab:
Segala puji hanya bagi Allah, dan shalawat beriring salam semoga senantiasa tersampaikan kepada Rasulillah, keluarga beliau, dan para sahabat. Amma ba’du:
Tidak menjadi masalah jika kita menggabungkan dua dua ibadah dalam satu satu niat, jika kedua ibadah itu satu sama lain saling berhubungan. Seperti mandi jumat dengan mandi jinabat.
Adapun jika kedua ibadah itu mempunyai maksud sendiri-sendiri seperti shalat maghrib dengan shalat rawatib maka tidak boleh digabungkan. Karena keduanya ibadah yang masing-masingnya berdiri sendiri. Jadi keduanya tidak bisa digabungkan dalam satu niat.
Berdasarkan hal ini, maka tidak menjadi masalah jika seseorang mengerjakan tahiyatul masjid dengan niat shalat nafilah. Juga shalat dua rakaat dengan niat shalat istikharah dan shalat sunnat.
Adapun ibadah yang masing-masingnya berdiri sendiri maka tidak boleh digabungkan dalam niat yang berbeda. semisal mengerjakan shalat subuh dengan niat digabung dengan dua rakaat fajar. Ini tidak boleh karena masing-masing ibadahberdiri sendiri.
Untuk lebih jelasnya silakan merujuk pada fatwa berikut: klik di siniatau teks dibawah ini:[ قراءة: 6677 | طباعة: 229 | إرسال لصديق: 0 ]
السؤال
هل يجوز أن أصلي صلاة واحدة بأكثر من نية؛ مثل صلاة واحدة للاستخارة والسنة؟الإجابــة
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أما بعد:
فلا حرج في التشريك بين عبادتين في نية واحدة إن كانتا متداخلتين كغسلي الجمعة والجنابة، وكذلك إن كانت إحداهما مقصودة بذاتها كتحية المسجد مع فرض أو سنة.أما بين عبادتين مقصودتين بذاتهما كالمغرب مع راتبة فلا يصح تشريكهما لأنهما عبادتان مستقلتان لا تندرج إحداهما في الأخرى.وبناء عليه؛ فلا حرج في تأدية تحية المسجد بالفرض والنفل، وكذلك الاستخارة بالنفل، أما غيرهما من الفرائض والرواتب فلا يجزئ بعضها عن بعض قال النووي في الأذكار: لو دعا بدعاء الاستخارة عقب راتبة صلاة الظهر أو غيرها من النوافل الراتبة والمطلقة ..أجزأ. نقلاً من فتح الباري.والله أعلم.

Pertanyaan Kedua:
Apakah Ketika Saya Mengerjakan Ba’diyah Isya’ Dengan Niat Juga Mengerjakan Shalat Dua Rakaat Qiyamullail Dibolehkan?

Jawab:
Segala puji bagi Allah dan semoga shalawat beriring salam senantiasa tersampaikan kepada Rasulillah Shallallahu Alaihi Wasallam, keluarga beliau, dan para sahabat, amma ba’du:
Kita tidak boleh menggabungkan dua shalat yang masing-masingnya berdiri sendiri dalam satu niat. Seperti mengerjakan shalat ba’diyah isya’ digabung dengan qiyamullail. Karena keduanya adalah shalat yang maqsuudah lidzaatiha. Yakni independen dan masing-masingnya mempunyai tujuan sendiri-sendiri.
Berdasarkan hal ini maka anda tidak boleh mengerjakan shalat sunnah ba’diyah isya’ dengan niat qiyamullail juga. Berbeda jika di samping anda mengerjakan shalat ba’diyah isya’ kemudian anda juga meniatkan shalat hajat maka tidak menjadi masalah. Sebagaimana hal itu dijelaskan banyak para ulama’ seperti Asy-Syarwani rahimahullah dan lainnya. Allahu a’lam.
Silakan merujuk fatwa berikut: klik di sini
التشريك في النية بين سنة العشاء وقيام الليل وقضاء الحاجة
[ قراءة: 7492 | طباعة: 246 | إرسال لصديق: 0 ]
السؤال
هل يجوز جمع النية في صلاة السنة كأن أصلي سنة العشاء مع قضاء الحاجة وقيام الليل في ركعتين فقط؟الإجابــة
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه، أما بعـد:
فلا يصح الجمع في صلاتين مقصودتين بنية واحدة كسنة العشاء وقيام الليل؛ لأن كلتيهما صلاة مقصودة لذاتها، ويدل على أن صلاة الليل مقصودة لذاتها أمور:
أولها: أنها لا تحصل بصلاة المغرب والعشاء ولا غيرهما من الصلوات المقصودة كالرواتب والوتر ولو كانت غير مقصودة لحصلت بذلك.
الثاني: أن العلماء ذكروا نحو ستة عشر صلاة غير مقصودة، ولم يذكروا منها صلاة الليل.
الثالث: أنها تقضى لمن اعتاد عدداً منها.
وعليه فلا يصلح أن يؤتى بسنة العشاء وقيام الليل بنية واحدة، بخلاف صلاة الحاجة فليست مقصودة لذاتها فيصح أن تؤدى مع سنة العشاء بنية واحدة كما نص على ذلك جماعة من أهل العلم، ومنهم الشرواني رحمه الله.
والله أعلم.

Pertanyaan Ketiga:
Apakah Saya Boleh Mengerjakan Shalat Sunnah, Semisal Shalat Sunnah Ba’diyah Isya’ Kemudan Saya Juga Berniat Mengerjaan Shalat Sunnah Ba’diyah Dzuhur, Qabliyah Ashar, Shalat Hajat, Dan Shalat Qiyamullail? Jika Tidak Boleh Maka Bagaimana Hukum Menggabungkan Di Antara Niat-Niat Ini Dalam Satu Ibadah Yang Sama?

Jawab:
Segala puji hanya milik Allah, dan semoga shalawat beriring salam senantiasa tersampaikan kepada Rasulillah Shallallahu Alaihi Wasallam para sahabat, dan keluarga beliau. Amma ba’du:
Hukumnya tidak sah jika kita menggabungkan dalam satu ibadah niat ba’diyah isya’, ba’diyah dzuhur dan qabliyah asar. Karena masing-masing shalat sunat ini merupakan ibadah yang berdiri sendiri (maqsudah lidzaatihah) dan masing-masing mempunyai waktu tersendiri.
Adapun jika kita menggabung antara ba’diyah isya’ dengan shalat hajat, juga dengan niat qiyamullail  dalam dua rakaat yang sama maka tidak menjadi masalah. Karena ibadah-ibadah ini bukan termasuk ibadah yang maqsudah lidzatiha (berdiri sendiri).

Dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah disebutkan:

 إن أشرك عبادتين في النية، فإن كان مبناهما على التداخل كغسلي الجمعة والجنابة، أو الجنابة والحيض، أو غسل الجمعة والعيد، أو كانت إحداهما غير مقصودة كتحية المسجد مع فرض أو سنة أخرى، فلا يقدح ذلك في العبادة، لأن مبنى الطهارة على التداخل، والتحية وأمثالها غير مقصودة بذاتها، بل المقصود شغل المكان بالصلاة، فيندرج في غيره.

أما التشريك بين عبادتين مقصودتين بذاتها كالظهر وراتبته، فلا يصح تشريكهما في نية واحدة، لأنهما عبادتان مستقلتان لا تندرج إحداهما في الأخرى. انتهى.

Jika dua ibadah digabung dalam satu niat, jika keduanya saling berkaitan dan yang satu masuk pada lainnya, seperti mandi jumat dengan mandi jinabat, atau mandi jinabat dengan mandi haidh, atau mandi jumat dengan mandi shalat ied, atau salah satunya termasuk ibadah yang bukan maqsudah lidzatiha (berdiri sendiri) seperti tahiyatul masjid dengan shalat fardhu, atau sunnah yang lain, maka tidak menjadi masalah dilakukan. Karena ibadah-ibadah ini, sebagian yang satu masuk pada sebagian yang lain.
Adapun jika menggabungkan niat dalam dua ibadah yang berbeda, yang masing-masing berdiri sendiri, seperti shalat dzuhur digabung dengan shalat rawatib, maka tidak sah dilakukan dalam satu niat karena keduanya ibadah yang masing-masing berdiri sendiri. Satu sama lainnya tidak bisa masuk pada yang lain.  Selesai
Dari sini maka diketahui bahwa menggabungkan dua ibadah dalam satu niat adalah boleh dengan syarat salah satu ibadah bukan ibadah yang maqsudah lidzatihah (berdiri sendiri) seperti tahiyatul masjid digabung dengan shalat fardhu atau digabung dengan shalat sunnah lain seperti digabung dengan dua rakaat fajar atau dua rakaat wudhu.
Adapun jika kedua ibadah itu masing-masingnya maqsudah lidzatiha (berdiri sendiri) seperti shalat rawatib dengan shalat fardhu, atau shalat ba’diyah dzuhur dengan ba’diyah maghrib, maka tidak sah jika digabungkan dalam satu niat. Sebagaimana sudah dijelaskan. Allahu ‘alam.

Silakan merujuk fatwa berikut: klik di sini
حكم الجمع بين سنتين راتبتين بنية واحدة
الخميس 3 ربيع الأول 1428 - 22-3-
[ قراءة: 6917 | طباعة: 177 | إرسال لصديق: 0 ]
السؤال
هل أستطيع أن أصلي سنة كأن أصلي سنة العشاء وأجمع في النية مع سنة العشاء سنتي الظهر والعصر وقضاء الحاجة وقيام الليل، وإن كان لا يجوز فما حكم جمع النية وما هي شروطها؟الإجابــة
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه، أما بعـد:
فإنه لا يصح الجمع بين سنة العشاء وسنة الظهر أو العصر بنية واحدة، لأن كل واحدة من هذه السنن صلاة راتبة مقصودة لذاتها ولها وقت محدد، أما الجمع بين سنة العشاء وقيام الليل وصلاة الحاجة بنية واحدة في ركعتين فلا مانع منه، وانظر في ذلك الفتوى رقم: 93075.
وفي الموسوعة الفقهية: إن أشرك عبادتين في النية، فإن كان مبناهما على التداخل كغسلي الجمعة والجنابة، أو الجنابة والحيض، أو غسل الجمعة والعيد، أو كانت إحداهما غير مقصودة كتحية المسجد مع فرض أو سنة أخرى، فلا يقدح ذلك في العبادة، لأن مبنى الطهارة على التداخل، والتحية وأمثالها غير مقصودة بذاتها، بل المقصود شغل المكان بالصلاة، فيندرج في غيره.
أما التشريك بين عبادتين مقصودتين بذاتها كالظهر وراتبته، فلا يصح تشريكهما في نية واحدة، لأنهما عبادتان مستقلتان لا تندرج إحداهما في الأخرى. انتهى.
ومن هذا يعلم أن جمع العبادتين بنية واحدة جائز بشرط أن تكون إحداهما غير مقصودة لذاتها كتحية المسجد مع فرض أو سنة أخرى، أما إذا كانتا مقصودتين لذاتهما مثل الراتبة مع الفرض أو راتبة أخرى فلا يصح جمعهما بنية واحدة، كما سبق ذكره في الفتوى رقم: 44125.
والله أعلم.

kesimpulan:
1-      Ibadah ada dua macam. Ada yang maqsudah lidzatiha (berdiri sendiri) dan ada yang tidak berdiri sendiri.
2-      Jika dua ibadah itu berdiri sendiri maka tidak bisa digabungkan niatnya dengan ibadah yang lain. Semisal shalat dua rakaat dengan niat ba’diyah dzuhur dengan ba’diyah maghrib. Atau puasa nyaur kemudian digabung niat dengan puasa sunnah.
3-      Jika salah satu ibadah tidak maqsudah lidzatihah, seperti qabliyah dzuhur dengan tahiyatul masjid maka tidak menjadi masalah digabung dalam satu niat. Juga seperti puasa senin yang digabung niat dengan puasa arafah, dan dengan puasa ayyamul biidh atau puasa dawud.
Demikian penjelasannya semoga bermanfaat.

Baca Juga:


Anak yang diperlakukan dengan rasa hormat

Anak yang diperlakukan dengan rasa hormat, ia akan menjadi orang yang menghormati.
Anak yang diperlakukan dengan kasih sayang, ia akan menjadi penyayang.
Anak yang diperlakukan dengan adil, ia akan menjadi orang yang adil.
Anak yang selalu kita dengar, ia akan menjadi pendengar yang baik.
Anak yang kita kasih beberapa pilihan (tidak diktaktor), ia akan menjadi orang yang bertanggung jawab.
Anak yang diperlakukan dengan baik, akan menjadi seorang yang jujur.
Dan terakhir..
Anak yang diperlakukan dengan semua cara-cara di atas, akan menjadi seorang pemimpin dan teladan yang baik bagi orang-orang di sekelilingnya.
____________

الطفل الذى يعامل باحترام سيكون محترما
الطفل الذى يعامل بالحب سيكون محبا

الطفل الذى يعامل بعدل سيكون عادلا

الطفل الذى تسمع له سيكون مستمعا جيدا
الطفل الذى تعطيه الاختيارات يصبح مسؤلا
الطفل الذى يعامل بطيبه سيكون صديقا جيدا 

واخيرا الطفل الذى تمنحه كل هذا سيصبح قاءدا و قدوه حسنه للجميع من حوله


Semoga bermanfaat.

Puasa: Suami istri jimak tiba-tiba masuk subuh


Assalamu alaikum
Ada pasutri yg kebelet dimalam bulan puasa sedangkan waktu hampir subuh,, akhirnya mereka menunaikan tugas,, pada waktu penis masuk farji itu blm subuh,sedangkan inzalnya beriringan dgn waktu subuh
Bagaimana hukum puasanya?

Jawab :
Wa'alaikum salam,
Apabila keluar fajar sedang jima' segara dilepas dzakarnya dari farji istri maka puasa tidak batal meskipun keluar air mani diluar farji istri, Namun apabila tidak segera dilepas maka batal puasa dan wajib kifarot,

Kembali ke asal hukum batas awal puasa / d larang makan minum

وَكُلُواْ وَاشْرَبُواْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّواْ الصِّيَامَ إِلَى الَّليْلِ

Makan dan minumlah kamu semua, hingga terang bagi kamu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.
Belajar Islam Iman Ikhsan

في مذاهبهم فيمن أولج ثم نزع مع طلوع الفجر* ذكرنا أن مذهبا أنه لا يفطر ولا قضاء ولا كفارة وبه قال أبو حنيفة وآخرون وقال مالك والمزني وزفر وداود يبطل صومه وعن أحمد رواية أنه يفطر وعليه الكفارة وفي رواية يصح صومه ولا قضاء ولا كفارة وقد سبق في كلام المصنف دليل المذهبين وروى البيهقي بإسناده الصحيح عن نافع أن ابن عمر رضي الله عنهما كان إذا نودي بالصلاة والرجل على امرأته لم يمنعه ذلك أن يصوم إذا أراد الصيام قام واغتسل وأتم صيامه.


Al Majmu' Syarh al Muhadzdzab juz 6 hal,309
____

إذا طلع الفجر وهو مجامع فعلم طلوعه ثم مكث مستديما للجماع فيبطل صومه بلا خلاف نص عليه وتابعه الأصحاب ولا يعلم فيه خلاف للعلماء وتلزمه الكفارة على المذهب

-------------------------------
Kalau subuh.nya tersebut mengikuti adzan. Maka batal puasanya. Karna ADZAN SUBUH ITU IKHTIAT NYA 4.MENIT
Jadi pertanyaan. Sail(penanya) itu mengetahui kalau uda subuh menggunakan apa.?

Semoga bermanfaat.

Minggu, 28 Juni 2015

Kisah siti 'aisyah yang dibakar api cemburu

PEREMPUAN YANG CEMBURU TAKKAN MELIHAT DASAR LEMBAH DARI PUNCAKNYA
Rosulullah SAW bersabda :

حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الْحَارِثِ، ثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عُمَرَ بْنِ شَقِيقٍ، ثَنَا سَلَمَةُ بْنُ الْفَضْلِ، عَنِ ابْنِ إِسْحَاقَ، عَنْ يَحْيَى بْنِ عَبَّادِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ :خَرَجْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ، فَأَخْرَجَ مَعَهُ نِسَاءَهُ، وَكَانَ مَتَاعِي فِيهِ خِفٌّ، فَكُنْتُ عَلَى جَمَلٍ نَاجٍ، وَكَانَ مَتَاعُ صَفِيَّةَ بِنْتِ حُيَيٍّ فِيهِ ثِقَلٌ، وَكَانَتْ عَلَى جَمَلٍ بَطِيءٍ فَتَبَاطَأْنَا، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: حَوِّلُوا مَتَاعَ عَائِشَةَ عَلَى جَمَلِ صَفِيَّةَ، وَحَوِّلُوا مَتَاعَ صَفِيَّةَ عَلَى جَمَلِ عَائِشَةَ لِيَمْضِيَ الرَّكْبُ، فَلَمَّا رَأَيْتُ ذَلِكَ، قُلْتُ: يَا لَعِبَادِ اللَّهِ، غَلَبَتْنَا هَذِهِ الْيَهُودِيَّةُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَا أُمَّ عَبْدِ اللَّهِ إِنَّ مَتَاعَكِ كَانَ فِيهِ خِفٌّ، وَمَتَاعُ صَفِيَّةَ كَانَ فِيهِ ثِقَلٌ فَبَطَّأَ بِالرَّكْبِ، فَحَوَّلْنَا مَتَاعَكِ عَلَى بَعِيرِهَا، وَحَوَّلْنَا مَتَاعَهَا عَلَى بَعِيرِكِ، قُلْتُ: أَلَسْتَ تَزْعُمُ أَنَّكَ رَسُولُ اللَّهِ؟ قَالَ: فَتَبَسَّمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: أَفِي شَكٍّ أَنْتِ يَا أُمَّ عَبْدِ اللَّهِ؟ قُلْتُ :أَلَسْتَ تَزْعُمُ إِنَّكَ رَسُولُ اللَّهِ؟ فَهَلا عَدَلْتَ؟ فَسَمِعَنِي أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، وَكَانَ فِيهِ ضَرْبٌ مِنْ حِدَّةٍ فَأَقْبَلَ عَلَيَّ يَلْطِمُ وَجْهِي، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَهْلا يَا أَبَا بَكْرٍ، قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَمَا سَمِعْتَ مَا قَالَتْ؟، قَالَ :إِنَّ الْغَيْرَى لا تُبْصِرُ أَسْفَلَ الْوَادِي مِنْ أَعْلاهُ

Telah bercerita kepada kami Muhammad bin al-Harits, telah bercerita kepada kami al-Hasan bin ‘Umar bin Syaqiq, telah bercerita kepada kami Salamah bin al-Fadhl, dari Ibn Ishaq, dari Yahya bin ‘Abbad bin ‘Abdillah bin az-Zubair, dari ayahnya, dari kakeknya, dari ‘Aisyah, dia berkata:
Aku keluar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam perjalanan Haji al-Wada’. Ikut keluar juga para istri beliau bersama beliau. Barang-barang bawaanku ringan dan aku berada di atas unta yang kuat, sedangkan barang-barang bawaan Shafiyyah binti Huyay berat, dan dia menunggangi unta yang lemah dan lambat sehingga memperlambat perjalanan kami.
Lalu Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– berkata, “Pindahkan barang-barang bawaan ‘Aisyah ke atas unta Shafiyyah dan pindahkan pula barang-barang bawaan Shafiyyah ke atas unta ‘Aisyah agar kafilah bisa melanjutkan perjalanan !”
Tatkala aku mengetahui hal itu, aku pun berkata, “Wahai para hamba Allah, perempuan Yahudi ini telah mengalahkan kita atas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Wahai Ummu ‘Abdillah (yakni ‘Aisyah), barang bawaanmu ringan bagi untamu sedangkan barang bawaan Shafiyyah berat bagi untanya sehingga melambatkan laju kafilah. Oleh karena itu, kami memindahkan barang bawaannya ke atas untamu dan memindahkan barang bawaanmu ke atas untanya.”
Maka aku berkata, “Bukankah kau mengaku bahwa kau itu utusan Allah?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tersenyum (mendengar ucapanku).
Beliau berkata, “Apakah kau dalam keraguan, wahai Ummu ‘Abdillah?”
Aku berkata, “Bukankah kau mengaku bahwa kau itu utusan Allah? Mengapa tidak berbuat adil?”
Dan Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu mendengar ucapanku. Ada kemarahan pada dirinya, lalu dia mendatangiku dan menampar wajahku.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Tenanglah, wahai Abu Bakr.”
Abu Bakr berkata, “Wahai Rasulullah, apakah kau tak mendengar apa yang dikatakannya?”
Maka Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata : “Sesungguhnya perempuan yang cemburu takkan melihat dasar lembah dari puncaknya.”
_________
sumber:
1. Amtsalul Hadits Li Abi Syeikh Al-Ashbahani
http://library.islamweb.net/hadith/display_hbook.php…
2. Majma'u Al-Zawaid wa Manba'u Al-Fawaaid
http://library.islamweb.net/newlibrary/display_book.php…
3. Faidhul Qodir
http://islamport.com/w/srh/Web/1227/1044.htm

Semoga bermanfaat.

Sabtu, 27 Juni 2015

Orang Murtad Harus Dibunuh?

Benarkah Orang Murtad Harus Dibunuh ?
Di tengah heboh berita Lukman Sardi pindah agama ke Kristen, ada sejumlah orang yang menegaskan bahwa orang murtad harus dihukum mati. Mereka mendasarkan diri pada hadits  “Siapa yang menukar agamanya maka bunuhlah dia (man baddala dinahu faqtuluhu).”  Mereka juga mengklaim bahwa para ulama klasik sepakat tentang hukuman mati buat si murtad.

Seberapa meyakinkankah pandangan tersebut? Saya punya sejumlah keberatan:

Pertama, tidak betul bahwa ahli-ahli hukum Islam (fuqaha) telah bersepakat dalam soal hukuman mati untuk orang murtad. Telaah yang dilakukan oleh Mohammad Hashim Kamali, profesor hukum Islam pada International Islamic University of Malaysia,  terhadap  literatur fiqh dan hadits tentang hukum apostasy (irtidad) dalam Islam setidaknya membantah adanya ijma’ (konsensus) para ulama dalam soal ini sejak dulu sampi sekarang.

Profesor Kamali menyebut sejumlah pemikir Islam generasi salaf yang berpendapat bahwa orang yang keluar dari Islam tidaklah diganjar dengan hukuman mati, melainkan mesti terus menerus diberi kesemptan untuk kembli ke Islam, karena selalu ada harapan  bahwa mereka akan berubah pikiran dan bertaubat. Sebut saja nama-nama seperti Ibrahim al-Nakha’i , faqih(ahli fiqh) generasi tabi’in;  Sufyan al-Tsauri, ahli hadist generasi tabi’ al-tabi’in yang digelari amir al-mu’minin dalam soal hadits dan pengarang buku kompilasi hadist tekenal, Jami’ al-Shaghir dan Jami’ al-Kabir; juga ahli fiqh empat mazhb seperti Imam Sya’roni dan Imam Syarakhsyi. (Lihat Mohammad Hashim Kamali, Freedom of Expression in Islam, hal. 93).  Dengan kata lain, ahli-ahli hukum Islam sejak dulu berbeda pendapat tentang soal status orang murtad.

Kedua, hadits di atas memang hadits sahih dan dimuat dalam kitab Sahih Bukhari. Persoalannya, apakah dari hadits ini bisa ditarik kesimpulan bahwa orang murtad harus dihukum mati karena kemurtadannya? Saya kira pendapat semacam ini dengan mudah dibantah kalau kita mengacu pada prinsip-prinsip metodologi dalam hukum Islam (Ushul al-Fiqh).

Siapapun yang mempelajari Ushul al-Fiqh tentu tahu bahwa penetapan hukuman hudud ( hukuman mati termasuk hudud) haruslah didasarkan pada ketentuan nash (teks rujukan) yang qath’iy (bersifat pasti), baik dalam hal pengertian yang dikandungnya (qath’iyyu al-dalalah) maupun dalam hal rangkaian sanad/rantai transmisinya (qath’iyyu al-wurud). Yang memenuhi kedua kriteria tersebut adalah Al-Qur’an dan hadits mutawatir(hadits yang diriwayatkan oleh puluhan orang dalam setiap mata rantai transmisinya).

Nah, hadits tentang hukuman mati terhadap orang murtad sejatinya termasuk dalam kategori hadits ahad (hadits yang diriwayatkan hanya oleh satu atau segelintir orang saja), dan bukan hadits mutawatir.Dan harus diingat, hadits ahad, meskipun sahih statusnya, bukanlah suatu nash yang qath’iy (pasti) melainkan dzanniy (bersifat sangkaan) belaka. Karena itu, ia tidak bisa dijadikan sebagai dasar bagi penetapan hukuman hudud. Memakai hadits ahad sebagai dalil untuk menegakkan hukuman mati terhadap kaum murtad tentunya sangat layak dipertanyakan keabsahannya.

Ketiga, klaim  bahwa kaum murtad harus dibunuh karena kemurtadannya jelas bertentangan dengan spirit sejumlah ayat al-Qur’an tentang orang murtad ( seperti QS 3:90, 4:137, dan 2:217). Ayat-ayat ini memang menegaskan bahwa perbuatan murtad adalah suatu dosa yang serius, dan orang murtad akan dihukum Allah di akhirat. Tapi ayat-ayat tersebut sama sekali tidak menyinggung adanya hukuman mati di dunia buat mereka.

Simak misalnya ayat 4:137: “Sesungguhnya orang-orang yang telah menyatakan beriman kemudian menjadi kafir, lalu beriman lagi, lalu menjadi kafir lagi, kemudin bertambah-tambah   dalam kekafirannya, maka Allah tidak akan mengampuni mereka dan tidak akan memberi mereka petunjuk kepada jalan (yang lurus).”

Perhatikan, ayat ini berbicara tentang orang yang bolak-balik murtad. Tapi hukuman yang disebut dalam ayat ini hanya hukuman yang berlaku nanti kalau di akhirat. Tidak disinggung adanya hukuman mati buat mereka di dunia. Logikanya, kalau tindakan murtad serta merta harus diganjar hukuman mati, tentu statemen Al-Qur’an tentang fenomena bolak-balik murtad menjadi tidak bermakna, karena si murtad tentunya sudah dipenggal sejak pertamakali keluar dari Islam. Dari ayat itu kita bisa menyimpulkan, tindakan murtad memanglah suatu dosa besar. Kalau si murtad tidak bertobat sampai meninggal, maka Allah tidak akan memberinya ampunan. Meskipun demikian, si murtad tetap punya hak untuk hidup dan selalu diberi kesempatan untuk bertobat hingga ajal menjemputnya.

Keempat, terdapat sejumlah hadist sahih lain yang bercerita tentang sejumlah orang yang keluar dari Islam pada masa Nabi, tapi beliau tidak menjatuhkan hukuman mati terhadap mereka. Misalnya, ketika Nabi masih tinggal di Makkah, ada seorang muslim bernama Ubaidillah bin Jahsh ikut serta dalam hijrah sejumlah sahabat Nabi dari Makkah ke Ethiopia. Sesampai di sana, Ubaidillah pindah ke agama Kristen dan tetap tinggal di Ethiopia. Nabi tentu tahu akan hal itu, tapi beliau ternyata tidak membunuhnya.

Contoh kasus lain: ketika di Madinah, ada seorang Arab badui datang menemui Nabi untuk menyatakan masuk Islam. Tapi beberapa saat kemudian, si badui minta supaya bai’at Islam-nya dibatalkan. Pada mulanya Nabi menolak, tapi si badui ngotot, dan akhirnya meninggalkan Madinah untuk kembali ke keyakinan pra-Islamnya. Meskipun demikian, Nabi juga tidak menjatuhkan hukuman mati terhadapnya. Kisah ini termuat dalam Sahih Bukhari:

عن جابر رضى الله عنه: جاء اعرابي الى النبي صلي الله علىه وسلم فباىعه علي الاسلام فجاء من الغدمحموما فقال: اقلني, فابى- ثلاث مرار. فقال: المدىنة كالكىر تنفي خبثها وىنصع طىبها.

Diriwayatkan dari Jabir R.A: seorang badui datang menemui Nabi dan melakukan bai’at masuk Islam. Tapi keesokan harinya dia datang dalam keadaan demam: batalkan bai’at Islamku, tapi Nabi menolak—berulang sampai tiga kali. Akhirnya Nabi berkata: Madinah ibarat alat peniup api, membuang yang kotor dan menjernihkan yang bersih darinya. 

Dalam kaitan dengan empat poin yang saya paparkan di atas, ada baiknya di sini kita menyimak pandangan Mahmud Syalthut, pemikir Islam Mesir yang pernah menjadi rektor Universitas al-Azhar pd dekade 1950-an. Dalam kitabnya  Al Islam: ‘Aqidatun wa Syari’atun, Mahmud Syaltut menulis:

“Mengenai hukuman mati untuk perbuatan murtad, para ahli fiqh mendasarkan diri pada hadits yng diriwayatkan Ibn Abbas:” Man baddala dinahu faqtuluhu” (Barang siapa berganti agama maka bunuhlah.) Hadits ini memunculkan pelbagai respon dari ulama. Banyak di antara mereka bersepakat bahwa hukuman hudud tidak bisa didasarkan pada hadits ahad.

Tindakan murtad semata tidak dengan sendirinya membawa konsekuensi hukuman mati. Faktor utama yang menjadi penentu hukuman ini adalah adanya agresi dan permusuhan si murtad terhadap kaum beriman, dan kebutuhan untuk menjaga kemungkinan munculnya penghasutan melawan agama dan negara. Kesimpulan ini didasarkan pada banyaknya ayat-ayat al-Qur’an yang melarang paksaan dalam beragama.” (dikutip dalam Mohammad Hashim Kamali, Freedom of Expression in Islam, 1994, hal. 94-95).

Terdapat sekurang-kurangnya dua hal penting yang bisa kita garisbawahi dari pernyataan Mahmud Syalthut tersebut.

Pertama, hadits “barang siapa mengubah agamanya maka bunuhlah” adalah hadits ahad, yang meskipun sahih, tidak bisa digunakan sebagai dasar penetapan hudud, seperti halnya hukuman mati buat kaum murtad.

Kedua, statemen Syalthut “faktor utama yang menjadi penentu hukuman ini adalah adanya agresi dan permusuhan si murtad terhadap kaum beriman, dan kebutuhan untuk menjaga kemungkinan munculnya penghasutan melawan agama dan negara” sangat penting untuk ditekankan karena statemen itu menegaskan ‘illat (ratio legis, alasan hukum) yang menjadi alasan diterapkannya hukuman mati buat orang murtad. Yakni, bahwa hukuman itu terkait erat dengan adanya unsur agresi dan permusuhan dari si murtad.

Dengan kata lain, kaum murtad memang wajib diperangi kalau kemurtadan mereka dibarengi dengan tindakan memusuhi dan menyerang kaum beriman. Adapun kalau mereka keluar dari Islam tanpa disertai dengan tindakan semacam itu, maka hukuman mati dengan sendirinya tidak berlaku buat mereka. Ini sesuai dengan satu diktum al-qawa’id al-fiqhiyyah (legal maxims):  Al-hukmu yaduru ma’a al ‘illati wujudan wa ‘adaman (berlaku atau tidaknya suatu hukum bergantung pada ada atau tidaknya ‘illat (alasan hukum) yang mendasarinya).

Yang menarik, pendapat Mahmud Syalthut ini juga digemakan kembali oleh Tariq Ramadan, pemikir Islam Eropa kontemporer yang sekaligus juga cucu Hasan Al-Banna, pendiri garakan Ikhwanul Muslimin. Dalam satu wawancarnya  yang pernah dimuat di Nesweek dan Washington Post, Tariq Ramadan menyampaikan pandangannya tentang apostasy dalam Islam sebagi berikut:   

In the Islamic legal tradition, “apostasy” known as “ridda” is related to changing one’s religion and its injunction is mainly based on two prophetic sayings (ahadith) both quoted in sahih Bukhari (9,83 and 84): “The one who changes his religion, kill him” and another tradition noting that among the three categories of people who can be killed is “the one who leaves the community”. The great majority of the Muslim scholars, from all the different traditions and throughout history, have been of the opinion that changing one’s religion is prohibited in Islam and should be sanctioned by the death penalty.

Nevertheless we find, in very early studies and writings, several Muslim scholars having a different approach. The jurist Ibrahîm al-Nakha’î (8th), Sufyân ath-Thawrî (8th) in his renowned work on the prophetic tradition (Al-Jâmi’ al Kabîr, Al-Jâmi’ al-Saghîr) as well as the hanafi jurist Shams ad-Dîn as-Sarakhsî (11th) – among others- hold other views. They question the absolute authenticity of the two prophetic traditions quoted above. They also argue that nothing is mentioned in the Qur’an pertaining to this very sensitive issue and add that there is no evidence of the Prophet killing someone only because he/she changed his/her religion.

The Prophet took firm measures, only in time of war, against people who had falsely converted to Islam for the sole purpose of infiltrating the Islamic community to obtain information they then passed on to the enemy. They were in fact betrayers engaging in high treason who incurred the penalty of death because their actions were liable to bring about the destruction of the Muslim community and the two prophetic traditions quoted above should be read in this very specific context.

In light of the texts (Qur’an and prophetic traditions) and the way the Prophet behaved with the people who left Islam (like Hishâm and ‘Ayyash) or who converted to Christianity (such as Ubaydallah ibn Jahsh), it should be stated that one who changes her/his religion should not be killed. In Islam, there can be no compulsion or coercion in matters of faith not only because it is explicitly forbidden in the Qur’an but also because free conscious and choice and willing submission are foundational to the first pillar (declaration of faith) and essential to the very definition of “Islam”. Therefore, someone leaving Islam or converting to another religion must be free to do so and her/his choice must be respected.

Kesimpulan di atas juga didukung oleh ayat-ayat lain yang berbicara tentang tidak adanya paksaan dalam agama; tentang prinsip bahwa setiap orang punya tanggungjawab sendiri-sendiri untuk memilih mana jalan yang benar dan mana yang sesat; dan bahwa tugas Rasul hanyalah menyampaikan risalah kenabian dan bukan untuk memaksa orang untuk menjadi mu’min, karena kalau Allah menghendaki, niscaya semua orang bisa saja Dia bikin menjadi beriman.

Karen itu, saya sepakat dengan Tariq Ramadan: "someone leaving Islam or converting to another religion must be free to do so and her/his choice must be respected."

Cinta Tanah Air adalah Naluri rakyat terhadap bangsanya

Cinta Tanah Air adalah Naluri yang tak bisa Diingkari kecuali oleh Pendusta

حب الوطن ملكة من ملكات النفس لا ينكرها الا الافاكون او الواهمون وانما يصدف النفس عن هذا الحب فساد في التربية او خلل في الدماغ

Cinta Tanah air adalah salah satu watak naluriah yang tidak dapat diingkari kecuali oleh para pendusta atau orang-orang linglung. Kalaupun ada yang menghalangi orang dari rasa cinta ini, pastilah itu salah asuh atau cacat pikir...

فإليك أيها النشء الكريم تبسط يد الرجاء فانهض رعاك الله للعلم وتخلق بأخلاق أسلافك فإن الوطن يناديك إني لك من المنتظرين واحذر ألئك الدساسين وتقيظ لحبائلهم وتنبه لشرورهم فهم داء وطنك الغضال والسم القتال وما نهك الوطن من قبل وما يعمل على إضعافه من بعد إلا هؤلاء المجرمون فإنهم أعدى الأعداء وأدوى الأدواء


Kepadamu, wahai pemuda mulia, terbentang tangan harapan. Bangkitlah – semoga Allah menjagamu — menuju pengetahuan. Dan berakhlaklah dengan akhlak para pendahulumu. Sungguh Tanah Air memanggil-manggilmu,

“Kepadamu aku menunggu!”

Dan waspadalah akan pemimpin-pemimpin palsu. Sadarlah akan jerat-jerat mereka. Hati-hatilah dengan keburukan-keburukan mereka. Mereka itu penyakit kronisnya Tanah Airmu. Racun yang mematikan. Tak ada yang menggerogoti Tanah Air sejak dulu, dan berupaya melemahkannya kemudian, kecuali penjahat-penjahat itu. Sungguh mereka itu musuh paling musuh, penyakit paling sakit.

Kitab ’Idhotun Nasyiin”.

Keterangan:

الدساس : المرائي بعمله – فهو يندس أي يدخل مع الأخيار وليس منهم

Pemimpin palsu adalah orang yang suka pamer citra – dia “menyusup” dalam kumpulan orang-orang mulia padahal tidak termasuk golongan mereka.

Karakter Islam Nusantara


Fenomena kekerasan atas nama agama, baik secara personal maupun institusional, hingga saat ini tidak dapat diterima umat manusia, terutama umat yang beragama dengan cinta, damai, dan kearifan (love, peace and wisdom). Islam sebagai agama yang mengedepankan rahmatan lil alamin dimanapun, sudah pasti menolak kekerasan tersebut.

Nahdlatul Ulama (NU) adalah organisasi yang dilahirkan sejak 1926 untuk memberikan kedamaian umat Islam Indonesia, terutama dalam menjalankan tradisi dan ritual keagamaan, hingga saat ini. NU telah merumuskan beberapa prinsip dalam hal mengantisipasi persoalan sosial keagamaan, yaitu tasamuh (toleran), tawazun (seimbang/harmoni), tawasut (moderat), ta’adul (keadilan), dan amar ma’ruf nahi munkar.

Seiring dengan fenomena kekerasan atas nama agama oleh kelompok Islam tertentu tersebut, dan merasa dirinya yang paling benar pemahaman keislamannya, dimanapun, menjadikan NU yang akan melaksanakan Muktamarnya ke-33 perlu menegaskan kembali jati diri Islam Nusantara.

Gagasan Islam Nusantara merupakan salah satu pemikiran yang khas untuk Indonesia dari dulu dan saat ini. Secara historis, berdasarkan data-data filologis (naskah catatan tulis tangan), keislaman orang Nusantara telah mampu memberikan penafsiran ajarannya sesuai dengan konteksnya, tanpa menimbulkan peperangan fisik dan penolakan dari masyarakat.

Contohnya, ajaran-ajaran itu dikemas melalui adat dan tradisi masyarakat, makanya
terdapat ungkapan di Minangkabau adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Lalu, pada saat itu di Buton terdapat ajaran martabat tujuh dari tasawuf menjadi bagian tak terpisahkan dari undang-undang kesultanan Buton. Hal serupa di Jawa, baik melalui ajaran Walisongo ataupun gelar seorang raja dengan menggabungkan tradisi lokal dan tradisi Arab, seperti Senopati ing Alogo Sayyidin Panatagama Khalifatullah Tanah Jawa.

Dengan demikian, praktik Islam Nusantara mampu memberikan kedamaian umat manusia. Pada saat itu di Nusantara, baik kepulauan Jawa, Sumatera, Sulawesi dan sekitarnya para ulama dalam hal menuliskan ajarannya juga mempunyai tradisi akulturatif dan adaptif. Strategi dakwah tersebut tertulis dalam berbagai aksara dan bahasa sesuai dengan wilayahnya. Di Jawa terdapat aksara carakan, dan pegon dengan bahasa Jawa, Sunda, atau Madura, yang diadaptasi dari aksara dan bahasa Arab. Di Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, terdapat aksara Jawi dengan bahasa Melayu, dan aksara/bahasa lokal sesuai sukunya, Bugis, Batak, dst.

Jelas sekali, ada kekhasan dalam Islam Nusantara pada soal adaptasi dan akulturasi aksara/bahasa. Hal serupa juga dalam hal sosialisasi ajaran Islam yang disampaikan secara praktis di masyarakat, terdapat adaptasi seni dan budaya lokal.

Wacana Islam Nusantara untuk saat ini acapkali diadaptasikan sebagai Islam Asia Tenggara (rumpun Melayu), dan belakangan menjadi Islam Indonesia. Beberapa buku menunjukkan hal itu, Azyumardi Azra (Edisi Revisi, 2004), Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII [The Transmission of Islamic Reformism to Indonesia: Network of Middle Eastern and Malay Indonesia ‘Ulama in the Seventeeth and Eighteenth Centuries (KITLV, 2004)],  L.W.C. van den Berg (1989), Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara [terjemahan dari Le Hadhramaut Et. Les Colonies Arabes Dans L’Archipel Indien], Ahmad Ibrahim, dkk. (1989), Islam di Asia Tenggara [Readings on Islam in Southeast Asia], Slamet Muljana (2005), Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara; Kedua buku terakhir tersebut merupakan beberapa bukti bahwa Islam Asia Tenggara itu Islam Nusantara dengan rumpun Melayu, dan Islam Nusantara itu Islam Indonesia. Baru belakangan muncul beberapa karya dengan Islam Indonesia, seperti Michael Laffan (2011), The Makings of Indonesian Islam (Orientalism and the Narraration of a Sufi Past).  

Membicarakan Islam Nusantara bukan sekadar mengungkap kesejarahan Islam sebelum kaum asing menjajah (mempengaruhi) sejumlah wilayah di Nusantara, tetapi juga mengungkap kaitan ajaran Islam dengan tradisi lokal yang berbeda dengan tradisi Islam mainstream dari asalnya, Arab, terutama di Indonesia. Berkaitan dengan itu, jurnal Tashwirul Afkar edisi no. 26 Tahun 2008 tentang Islam Nusantara barangkali dapat menjadi bacaan awalnya.

Islam Nusantara juga dikenal dengan Islam Sufistiknya, hal itu bisa dilihat dalam karya Alwi Shihab, Akar Tasawuf di Indonesia (2009) dan buku Miftah Arifin, Sufi Nusantara: Biografi, Karya Intelektual dan Pemikiran Tasawuf (2013). Tentu saja, Islam Nusantara bukan hanya tasawuf, tetapi semua aspek ajaran Islam, seperti fiqh, tauhid, al-Qur’an, al-Hadis, dst.

Para ulama Nusantara dan karya-karyanya juga sudah dibuat daftarnya secara ringkas oleh Nicholas Heer (2008) dengan judul A Concise Handlist of Jawi Authors and Their Works. Diantara ulama Nusantara yang dikenal dengan Ahlussunah wal jamaah itu Syekh Ihsan ibn Muhammad Dahlan al-Jamfasi al-Kadiri dengan judul kitab Irsyad al-Ikhwan fi Bayan Ahkam Syurb al-Qahwah wa al-Dukhan, dan Siraj al-Talibin fi Syarh Minhaj al-Abidin; Muhammad As’ad ibn Hafid al-Jawi, an-Nubzah al-Saniyah fi al-Qawaid al-Nahwiyah (1304/1886); Muhammad Sa’id ibn Muhammad Tahir Riau, Kitab ‘Iqd al-Jawhar fi Mawlid al-Nabi al-Azhar (1327/1909); Muhammad ibn (?) Salih ibn ‘Umar al-Samarani, Hadis al-Mi’raj, dst.

Adapun ulama-ulama yang sudah masyhur lainnya juga tercatat dengan baik, seperti Hamzah al-Fansuri al-Jawi, Syekh an-Nawawi al-Bantani al-Jawi, Syekh Abd ar-Rauf al-Singkili al-Jawi, Abd al-Samad al-Falimbani al-Jawi, Kiai Bisri Mustofa dengan Tafsir Pegon, al-Ibriz, dst.

Islam Nusantara, diakui atau tidak, masih dianggap sebagai Islam pinggiran (periferal) oleh para orientalis. Sekalipun bantahan terhadap anggapan seperti itu sudah dilakukan juga oleh islamolog, seperti A.H. Johns. Bahkan Johns (1965) pernah meneliti karya ulama tasawuf Nusantara Tuhfatul Mursalah ila ruh al-nabi dalam salinan bahasa dan aksara Jawa, dengan judul The Gift Addressed to the Spirit of the Prophet.

Karya-karya ulama Nusantara dalam bahasa lokal tersebut untuk penyebaran Islam merupakan salah satu dari kelebihan dan kekhasan Islam Nusantara, selain dari pemahaman moderatnya. Moderasi itu dengan cara akomodasi tradisi lokal dalam pemahaman keislamannya, seperti tahlilan, muludan, sedekah laut, mitoni, dst. yang selama ini hanya milik Islam tradisional Indonesia. Tradisi Islam Nusantara yang sudah berkembang tersebut ternyata juga berkembang di negara Timur Tengah, seperti Maroko, Yaman dan sekitarnya.

Moderasi Islam Nusantara ternyata dapat dilihat bukan hanya pada pengembangannya melalui akulturasi budaya semata, tetapi juga ketika Islam awal masuk ke Nusantara melalui suatu proses kooptasi damai yang berlangsung selama berabad-abad. Tidak banyak terjadi penaklukan secara militer, pergolakan politik, atau pemaksaan struktur kekuasaan dan norma-norma masyarakat dari luar negeri (Ahmad Ibrahim, dkk: 2).

Dengan demikian, melalui Islam Nusantara tidak perlu dengan gerakan paramiliter, kekerasan, penindasan, atau bentuk radikalisme lainnya, seperti yang dikembangkan organisasi Islam tertentu yang sedang marak belakangan ini.

Dengan demikian pribumisasi Islam Gus Dur sungguh sangat tepat untuk Islam Nusantara. Salah satu warisan Islam Nusantara, selain pesantren adalah naskah kuno (manuskrip). Naskah kuno ini dapat menjadi ciri khas lain dari Islam Nusantara, terutam pada aspek bahasa dan aksaranya. Pegon dan Jawi tidak pernah digunakan oleh orang Islam dimanapun, kecuali bangsa kepulauan Nusantara.

Karena itu, apabila terdapat naskah kuno berbahasa Jawa dengan aksara Arab di perpustakaan Jerman, Belanda, Perancis, Italia, dst, dapat dipastikan naskah itu berasal dari Nusantara (lihat, Henri Chamberl-Loir dan Oman Fathurrahman (1999), Khazanah Naskah: Panduan Koleksi Naskah-Naskah Indonesia Sedunia. Adapun di dalam negeri, berbagai katalog naskah dari daerah-daerah seperti Buton, Yogyakarta, Jawa Barat, Aceh, dst. Secara khusus, terdapat sebuah buku tentang Direktori Edisi Naskah Nusantara (1999).

Kajian terhadap naskah kuno tersebut saat ini sedang berkembang pesat, tidak hanya di perguruan tinggi umum (UI, UGM, UNPAD, dst) tetapi juga lembaga kementerian agama RI (Litbang, UIN, IAIN, dst.). Bahkan, beberapa pesantren dan keluarga keraton sebagai pemilik naskah kuno tersebut sudah dilibatkan menjadi peneliti, pengkaji, dan pemelihara naskah secara professional. Pengkaji naskah Nusantara ini bahkan menyebut studinya dengan nama filologi Nusantara.

Studi naskah di Nusantara memang tidak dapat disamakan dengan filologi di Eropa, Barat, atau latin dimana asal usul filologi berkembang. Begitupun kajian naskah Nusantara tidak dapat disamakan dengan studi filologi di Arab (ilmu tahqiq). Karena itu, Nusantara mempunyai kekhasannya sendiri, termasuk naskah-naskah di daerah. Kajian naskah di wilayah yang besar cakupannya, seperti Jawa, Melayu atau Batak, ternyata juga memunculkan filologi tersendiri, maka lahirlah filologi Jawa, filologi Melayu, dan filologi Batak.

Kajian naskah semacam itu, terutama naskah keagamaan Islam, mengingatkan penulis pada gagasan Gus Dur tentang pesantren sebagai sub-kultur dan pribumisasi Islam. Pesantren sebagai warisan Islam Nusantara hari ini juga mempunyai kontribusi besar terhadap dinamika filologi Nusantara, karena di pesantren juga mempunyai kekhasan sendiri yang berbeda dengan filologi Jawa dst. Karena itu, penulis juga pernah mengusulkan perlunya kajian filologi pesantren. Terlebih lagi, apabila dikaitkan dengan pribumisasi Islam dari Gus Dur, maka semakin lengkaplah kajian Islam Nusantara itu.

Berangkat dari catatan-catatan tersebut, kiranya, “Mengapa Islam Nusantara”, baik dari sisi historis maupun untuk kepentingan saat ini, dapat disingkat sebagai berikut:

1. Ajaran Islam Nusantara, baik dalam bidang fikih (hukum), tauhid (teologi), ataupun tasawuf (sufism) sebagian telah diadaptasi dengan aksara dan bahasa lokal. Sekalipun untuk beberapa kitab tertentu tetap menggunakan bahasa Arab, walaupun substansinya berbasis lokalitas, seperti karya Kyai Jampers Kediri.

2. Praktik keislaman Nusantara, seperti tahlilan, tujuh bulanan, muludan, bedug/kentongan sesungguhnya dapat memberi kontribusi pada harmoni, keseimbangan hidup di masyarakat. Keseimbangan ini menjadi salah satu karakter Islam Nusantara, dari dulu dan saat ini atau ke depan.

3. Adat yang tetap berpegang dengan syari’at Islam itu dapat membuktikan praktik hidup yang toleran, moderat, dan menghargai kebiasaan pribumi, sehingga ajaran Ahlus sunnah wal jamaah dapat diterapkan.  Tradisi yang baik tersebut perlu dipertahankan, dan boleh mengambil tradisi baru lagi, jika benar-benar hal itu lebih baik dari tradisi sebelumnya.

4. Manuskrip (catatan tulisan tangan) tentang keagamaan Islam, baik babad, hikayat, primbon, dan ajaran fikih, dst. sejak abad ke-18/20 merupakan bukti filologis bahwa Islam Nusantara itu telah berkembang dan dipraktikkan pada masa lalu oleh para ulama dan masyarakat, terutama di komunitas pesantren.

5. Tradisi Islam Nusantara, ternyata juga trdapat keserupaan dengan praktik tradisi Islam di beberapa Negara Timur Tengah, seperti Maroko dan Yaman, sehingga Islam Nusantara dari sisi praktik bukanlah monopoli NU atau umat Islam Indonesia semata, karena jejaring Islam Nusantara di dunia penting dilakukan untuk mengantisipasi politik global yang terkesan bagian dari terorisme global.

6. Karakter Islam Nusantara, seperti disebut sebelum ini, tidaklah berlebihan jika dapat menjadi pedoman berfikir dan bertindak untuk memahami ajaran Islam saat ini, sehingga terhindar dari pemikiran dan tindakan radikal yang berujung pada kekerasan fisik, dan kerusakan alam.

7. NU sebagai organisasi yang dilahirkan untuk mengawal tradisi para ulama Nusantara, terutama saat keemasannya, Walisongo, penting kiranya untuk tetap mengawal dan menegaskan kembali tentang Islam Nusantara, yang senantiasa mengedapkan toleran, moderat, kedamaian dan memanusiakan manusia.

Selamat dan Sukses Muktamar NU ke-33, semoga benar-benar dapat merumuskan secara teoritis dan praktis tentang Islam Nusantara, sehingga dapat diaktualisasikan secara nyata di tengah masyarakat, dan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, khususnya bagi umat Islam Indonesia.

Semoga bermanfaat.

Jumat, 26 Juni 2015

Pujian Abbas bin abdul mutholib kepada nabi muhammad SAW


Pujian merupakan suatu ungkapan yang positif tentang seseorang, dengan tulus dan sejujurnya, untuk menunjukan betapa rasa suka (cinta) terhadap seseorang.

Rasulullah Saw merupakan manusia yang paling mulya dialam semesta ini. Ketinggian akhlaknya dipuji oleh Allah SWT "wa Innaka la-ala Khuluqin 'Adhim". Sehingga banyak pujian datang kepadanya Saw. Memuji Rasulullah Saw merupakan ciri khas Ahlussunnah wal Jama'ah. Ahlussunnah wal Jama'ah pasti memuji Rasulullah Saw.

Dahulu, para sahabat pun senantiasa memuji Rasulullah Saw. Salah satunya paman Nabi Saw, Abbas bin Abdul Muththalib mengungkapkan pujiannnya dalam bentuk syair.

Sayyidina Khuraim bin Aus al-Tha’iy, seorang sahabat, radhiyallahu ‘anhu berkata: “Aku berhijrah kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam sepulang beliau dari Tabuk dan aku masuk Islam. Lalu aku mendengar Abbas bin Abdul Muththalib berkata: “Wahai Rasulullah, aku ingin memujimu.” Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Allah akan memberimu kehidupan dengan gigi-gigi yang sehat.” Lalu Abbas berkata:

مِنْ قَبْلِهَا طِبْتَ فِي الظِّلاَلِ وَفِيْ ... مُسْتَوْدَعٍ حَيْثُ يُخْصَفُ الْوَرَقُ

Wahai Rasulullah, engkau telah harum sebelum diciptakan di bumi, dan ketika engkau berada dalam tulang rusuk Adam, ketika ia dan Hawwa menempelkan dedaunan surga ke tubuh mereka

ثُمَّ هَبِطْتَ الْبِلاَدَ لاَ بَشَرُ ... أَنْتَ وَلاَ مُضْغَةٌ وَلاَ عَلَقُ

Engkau harum ketika Adam turun ke bumi engkau berada dalam tulang rusuknya, ketika engkau bukan seorang manusia, bukan gumpalan daging dan bukan gumpalan darah

بَلْ نُطْفَةٌ تَرْكَبُ السَّفِيْن وَقَدْ ... أَلْجَمَ نَسْراً وَأَهْلَهُ الْغَرَقُ

Bahkan engkau harum ketika berupa setetes air di pungguhnya Nabi Nuh ‘alaihissalam ketika naik perahu, sementara berhala Nasr dan orang-orang kafir pemujanya ditenggelamkan dalam banjir bandang

تُنْقَلُ مِنْ صَالَبٍ إِلىَ رَحِمِ ... إِذَا مَضَى عَالَمٌ بَدَا طَبَقُ

Engkau harum ketika dipindah dari tulang rusuk laki-laki ke rahim wanita, ketika generasi berlalu diganti oleh generasi berikutnya

وَرَدْتَ نَارَ الْخَلِيْلِ مُكْتَتِمًا ... فِيْ صُلْبِهِ أَنْتَ كَيْفَ يَحْتَرِقُ

Engkau harum ketika berada pada tulang rusuk Nabi Ibrahim sang kekasih Allah, ketika ia dilemparkan ke sekumpulan api, sehingga tidak mungkin ia terbakar

حَتَّى احْتَوَى بَيْتُكَ الْمُهَيْمِنُ مِنْ ... خِنْدِفَ عَلْيَاءَ تَحْتَهَا النُّطُقُ

Sampai kemuliaanmu yang tinggi yang menjadi saksi akan keutamaanmu memuat dari suku yang tinggi dan di bawahnya terdapat lapisan gunung-gunung

وَأَنْتَ لَمَّا وُلِدْتَ أَشْرَقَتِ اْل ... أَرْضُ وَضَاءَتْ بِنُوْرِكَ اْلأُفُقُ

Ketika engkau dilahirkan, bumi menjadi bersinar dan cakrawala menjadi terang berkat cahayamu

فَنَحْنُ فِي ذَلِكَ الضِّيَاءِ وَفِي ال ... نُّوْرِ وَسُبُلِ الرَّشَادِ نَخْتَرِقُ

Maka Kami menerobos dalam sinar, cahaya dan jalan-jalan petunjuk itu

Semoga bermanfaat.