Kamis, 31 Agustus 2017

Shalat Jum’at Gugur Karena Shalat Ied, Kata Siapa ?


Menjelang datangnya hari raya Idul Adha di tahun 1438 H atau 2017 M yang Insyaallah bertepatan dengan hari jumat, banyak beredar asumsi di tengah masyarakat, bahwa dengan melaksanakan shalat id maka gugurlah kewajiban melaksanakan shalat Jum’at. Masih menurut asumsi, hal ini merujuk pada hadits:

اجْتَمَعَ عِيدَانِ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي يَوْمٍ وَاحِد، فَصَلَّى الْعِيدَ فِي أَوَّلِ النَّهَارِ وَقَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ إنَّ هَذَا يَوْمٌ قَدْ اجْتَمَعَ لَكُمْ فِيهِ عِيدَانِ، فَمَنْ أَحَبّ أَنْ يَشْهَدَ مَعَنَا الْجُمُعَةَ، فَلْيَفْعَلْ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْصَرِفَ، فَلْيَفْعَلْ. (رَوَاهُ أَبُو دَاوُد وَالْحَاكِمُ وَقَالَ: صَحِيحُ الْإِسْنَادِ)

“Telah berkumpul dua hari raya di masa Nabi Saw dalam sehari. Lalu Nabi Saw shalat Id di permulaan siang dan bersabda: “Wahai manusia, sungguh ini hari yang telah berkumpul pada kalian di dalamnya dua hari raya, maka barangsiapa yang suka untuk hadir shalat Jum’at bersama kami lakukanlah, dan barangsiapa yang suka untuk pulang lakukanlah. (HR. Abu Dawud dan al-Hakim yan berkata: “Shahih sanadnya.”)
Pertanyaannya, benarkah asumsi seperti itu? Bagaimanakah prespektif ulama dalam menanggapinya?
Mazhab Syafi’i
Menjawab pertanyaan di atas, Imam al-Mawardi dalam karyanya al-Hawi al-Kabir (II/1140) menyatakan:
Mayoritas Fuqaha’ memaparkan kewajiban shalat Jumat tidak gugur bagi penduduk setempat (tempat dilaksanakannya shalat Jum’at), dan karena ibadah shalat Jum’at adalah wajib sedangkan shalat Id adalah sunnah, maka sunnah tidak bisa menggugurkan wajib. Sedangkan untuk penduduk pinggiran kota yang berat dan sulit bagi mereka untuk datang ibadah shalat Jumat karena jarak masjid jauh dari tempat tinggalnya—sebagaimana terjadi pada penduduk pinggiran Madinah di masa Nabi Saw dan Sahabat—, maka mereka dibolehkan memilih untuk tetap melaksanakan shalat Jum’at atau meninggalkanya. Sebagaimana atsar Sayyidina Utsman bin Affan:

وَعَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، أَنَّهُ خَطَبَ يَوْمَ عِيْدٍ، فَقَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ هَذَا يَوْمٌ قَدِ اجْتَمَعَ لَكُمْ فِيْهِ عِيْدَانِ، فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْتَظِرَ الْجُمْعَةَ مِنْ أَهْلِ الْعَوَالِي فَلْيَنْتَظِرْ، وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَرْجِعَ فَقَدْ أَذِنْتُ لَهُ. (رواه البخاري)


Dari Utsman bin Affan Ra, bahwasanya ia berkhutbah di hari raya, ia berkata: “Wahai manusia, sungguh ini adalah hari yang di dalamnya berkumpul bagimu dua hari raya, maka barangsiapa dari penduduk pingiran Madinah yang suka menunggu shalat Jum’at hendaklah menunggu; dan barangsiapa yang suka pulang maka izinkan.” (HR. al-Bukhari)

Pendapat inilah yang menjadi pendapat madzhab Syafi’i dan mayoritas ulama sebagimana dituturkan Syaikh Wahbah az-Zuhaili dalam kitab al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh (II/543).
Namun demikian, bagi penduduk yang dekat dengan masjid seperti kebanyakan masyarakat di Indonesia, masih tetap wajib mendatangi shalat Jum’at dan tidak ada alasan untuk meninggalkannya. Karena, jarak masjid dengan rumahnya tidak jauh dan tidak ada kesulitan baginya untuk mendatangi shalat Jum’at.
Mazhab Hanbali
Berbeda dengan pendapat mayoritas ulama, menurut mazhab Hanbali kewajiban shalat Jum’at dianggap gugur, sebagaimana ketika terjadi uzur Jum’at seperti sakit dan lainnya yang dapat menggugurkan kewajiban shalat Jumat. Hal ini karena mengacu pada beberapa hadits di antaranya adalah hadits Zaid bin Arqam dan Abu Hurairah.

Sikap Terbaik

Melihat fakta perbedaan pendapat antarmazhab ini, sikap terbaik yang pantas diambil adalah khuruj ‘anil khilaf, yaitu keluar dari perbedaan pendapat ulama dengan tetap melaksanakan shalat Jum’at sebagaimana biasa.

Referensi:
Al-Hawi al-Kabir (II/1140):

فَصْلٌ: إِذَا كَانَ الْعِيدُ فِي يَوْمِ الْجُمْعَةِ حكم صلاة الجمعة فَعَلَى أَهْلِ الْمِصْرِ أَنْ يُصَلُّوا الْجُمْعَةَ. وَلَا يَجُوزُ لَهُمْ تَرْكُهَا كَمَا قَالَ بِهِ أَكْثَرُ أَصْحَابِنَا وَالْفُقَهَاءُ كَافَّةً. وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ وَابْنُ الزُّبَيْرِ قَدْ سَقَطَ عَنْهُمْ فَرْضُ الْجُمْعَةِ. وَهَذَا غَيْرُ صَحِيحٍ لِعُمُومِ قَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الْجُمُعَةُ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ، وَلِأَنَّ الْعِيدَ سُنَّةٌ وَالْجُمْعَةَ فَرْضٌ، وَلَا يَجُوزُ تَرْكُ الْفَرْضِ بِالسُّنَّةِ. فَأَمَّا أَهْلُ السَّوَادِ فَفِي سُقُوطِ الْجُمْعَةِ عَنْهُمْ وَجْهَانِ: أَحَدُهُمَا: أَنَّهَا وَاجِبَةٌ عَلَيْهِمْ كَأَهْلِ الْمِصْرِ. وَالْوَجْهُ الثَّانِي: وَهُوَ نَصُّ الشَّافِعِيِّ أَنَّهَا سَقَطَتْ عَنْهُمْ، لِمَا رُوِيَ عَنِ النَّبِيِّ أَنَّهُ قَالَ لِأَهْلِ الْعَوَالِي: فِي مِثْلِ هَذَا الْيَوْمِ قَدِ اجْتَمَعَ فِي يَوْمِكُمْ هَذَا عِيدَانِ، فَمَنْ شَاءَ أَنْ يَنْصَرِفَ فَلَيَنْصَرِفْ فَإِنَّا مُجَمِّعُونَ.

وَالْفَرْقُ بَيْنَ أَهْلِ الْمِصْرِ وَالسَّوَادِ: أَنَّ أَهْلَ السَّوَادِ إِذَا انْصَرَفُوا بَعْدَ صَلَاةِ الْعِيدِ شَقَّ عَلَيْهِمُ الْعَوْدُ، لِبُعْدِ دَارِهِمْ وَلَا يَشُقُّ عَلَى أَهْلِ الْمِصْرِ لِقُرْبِ دَارِهِمْ .


Pasal: Ketika hari raya jatuh pada hari Jum’at maka hukum shalat Jum’at bagi penduduk setempat tetap wajib melaksanakannya dan tidak boleh bagi mereka meninggalkannya, sebagaimana pendapat mayoritas Ashab kami dan seluruh Fuqaha. Sementara Ibn Abbas dan Ibn Zubair berpendapat gugurlah kewajiban shalat Jumat dari mereka. Ini pendapat yang tidak benar berdasarkan keumuman sabda Nabi Saw: “Shalat Jum’at wajib bagi setiap muslim”, dan karena shalat Id adalah sunnah dan shalat Jum’at adalah wajib, sementara tidak boleh meninggalkan wajib karena sunnah. Adapun penduduk pinggiran maka tentang gugurnya kewajiban jum’at bagi mereka ada dua pendapat: pertama, shalat Jum’at tetap wajib bagi mereka sebagaimana penduduk setempat. Kedua dan ini adalah nash Imam as-Syafi’i, shalat Jum’at gugur bagi mereka berdasarkan riwayat dari Nabi Saw, bahwa beliau bersabda kepada penduduk pinggiran Madinah: “Pada semisal hari ini sungguh berkumpul di harimu ini dua hari raya, maka barangsiapa ingin pulang silahkan pulang. Sungguh kami tetap melaksanakan shalat Jumat.
Adapun perbedaan antara penduduk kota dan pinggiran (as-sawad): penduduk as sawad jika pulang setelah shalat Id maka berat bagi mereka kembali ke masjid, karena jauhnya rumah mereka; sedangkan penduduk kota tidak berat karena dekat.

Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh (II/543):

سُقُوْطُ الْجُمْعَةِ عَمَّنْ حَضَرَ الْعِيْدَ إِلَّا الْإِمَامَ عِنْدَ الْحَنَابِلَةِ:

قَالَ الْحَنَابِلَةُ: كَمَا تَسْقُطُ الْجُمْعَةُ عَنْ ذَوِي الْأَعْذَارِ أَوِ الْأَشْغَالِ كَمَرِيْضٍ وَنَحْوِهِ، تَسْقُطُ عَمَّنْ حَضَرَ الْعِيْدَ مَعَ الْإِمَامِ إِنِ اتَّفَقَ عِيْدٌ فِي يَوْمِ جُمُعَةٍ إِسْقَاطَ حُضُوْرٍ، لَا إِسْقَاطَ وُجُوْبٍ، إِلَّا الْإِمَامَ، فَإِنَّهَا لَا تَسْقُطُ عَنْهُ، إِلَّا أَنْ لَايَجْتَمِعَ لَهُ مَنْ يُصَلِّيَ بِهِ الْجُمُعَةَ، وَيَصِحُّ أَنْ يَؤُمَّ فِيْهَا، وَالْأَفْضَلُ حُضُوْرُهَا خُرُوْجاً مِنَ الْخِلَافِ.

وَدَلِيْلُهُمْ: حَدِيْثُ زَيْدٍ بْنِ أَرْقَمَ: مَنْ شَاءَ أَنْ يُجَمِّعَ فَلْيُجَمِّعْ وَحَدِيْثُ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اِجْتَمَعَ فِي يَوْمِكُمْ هَذَا عِيْدَانِ، فَمَنْ شَاءَ أَجْزَأَهُ مِنَ الْجُمُعَةِ، وَإِنَّا مُجَمِّعُوْنَ، وَلِأَنَّ الْجُمُعَةِ إِنَّمَا زَادَتْ عَنِ الظُّهْرِ بِالْخُطْبَةِ، وَقَدْ حَصَلَ سِمَاعُهَا فِي الْعِيْدِ، فَأَجْزَأَهُ عَنْ سِمَاعِهَا ثَانِياً، وَلِأَنَّ وَقْتَهَا وَاحِدٌ، فَسَقَطَتْ إِحْدَاهُمَا بِالْأُخْرَى كَالْجُمُعَةِ مَعَ الظُّهْرِ.


Gugurnya shalat Jum’at bagi orang yang hadir shalat Id selain Imam menurut Hanabilah.
Ulama Hanabilah berpendapat: Sebagaimana gugur kewajiban shalat Jum’at bagi orang -orang yang uzur atau memiliki kesibukan, seperti orang sakit dan semisalnya, maka gugur pula bagi orang yang hadir shalat Id bersama imam jika hari raya bertepatan di hari Jumat. Gugur dari sisi kehadirannya, bukan gugur kewajibannya, kecuali imam. Karena shalat jum’at tidak gugur dari Imam kecuali jika tidak ada orang yang berkumpul untuk shalat Jum’at bersamanya, dan sah baginya mengimami shalat Jumat. Yang paling utama adalah hadir shalat Jum’at karena keluar dari khilaf.
Adapun dalil ulama Hanabilah adalah: hadits Zaid bin Arqam: “Barangsiapa yang berkenan shalat Jum’at hendaknya melaksanakanya”, dan hadits Abu Hurairah dari Rasulullah Saw, beliau bersabda: “Telah bekumpul di harimu ini dua hari raya. Barangsiapa yang berkenan pulang, maka cukup baginya shalat Id dari shalat Jum’at, dan sungguh kami tetap melaksanakan shalat Jum’at.”Selain itu, juga karena shalat Jum’at melebihi shalat Zuhur dengan khotbahnya, dan khotbahnya telah terlaksana mendengarkan khotbah shalat Id. Karenanya ini telah mencukupinya dari mendengar khotbah kedua kalinya (khotbah Jum’at), dan juga karena waktunya satu, maka gugurlah salah satunya seperti shalat Jum’at an Zuhur.
Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh (II/543):

وَقَالَ الْجُمْهُوْرُ (بَقِيَّةُ الْمَذَاهِبِ): تَجِبُ الْجُمُعَةُ لِعُمُوْمِ الْآيَةِ الآمِرَةِ بِهَا، وَالْأَخْبَاِر الدَّالَةِ عَلَى وُجُوْبِهَا؛ وَلِأَنَّهُمَا صَلَاتَانِ وَاجِبَتَانِ، فَلَمْ تَسْقُطْ إِحْدَاهُمَا بِالْأُخْرَى، كَالظُّهْرِ مَعَ الْعِيْدِ.
Mayoritas Ulama (seluruh mazhab selain Hanabilah) berpendapat: wajib shalat Jum’at karena (a) keumuman ayat yang memerintahkannya, (b) hadits-hadits yang menunjukan kewajibannya dan karena (c) keduanya adalah shalat yang wajib maka tidak gugur salah satunya sebab yang lain sebagaimana shalat dhuhur dan ied.

Disunnahkan Takbir Bersama Pada Malam Hari Raya



Takbir keliling dan takbir berjamaah pada malah hari raya sangatlah ditunggu oleh sebagian orang, tapi kadang juga ada yang terganggu. Seperti beberapa tahun yang lalu banyak yang mempermasalahkan takbir bersama. Sebenarnya hukum takbir bersama dalam islam itu apa sih? simak kajiannya oleh ustadz Zainul Ma'arif Cirebon.
Diperbolehkan Melaksanakan Shalat Rebo Wekasan
Dalil Gamblang Selamatan 7 Hari, 40 Hari, 100 Hari dan Seterusnya
Disunnahkan Berdoa Qunut Saat Shalat Subuh
Ngaji.web.id - Takbir keliling dan takbir berjamaah pada malah hari raya sangatlah ditunggu oleh sebagian orang, tapi kadang juga ada yang terganggu. Seperti beberapa tahun yang lalu banyak yang mempermasalahkan takbir bersama. Sebenarnya hukum takbir bersama dalam islam itu apa sih? simak kajiannya oleh ustadz Zainul Ma'arif Cirebon.

Takbir di Malam Hari Raya

Bertakbir di malam hari raya adalah merupakan sunnah Nabi Muhammad yang amat perlu untuk di lestarikan dalam menampakkan dan mengangkat syi’ar Islam.Para ulama dari masa kemasa sudah biasa mengajak ummat untuk melakukan takbir baik setelah sholat (takbir muqayyad) atau di luar shalat (takbir mursal).

Lebih lagi takbir dengan mengangkat suara secara kompak yang bisa menjadikan suara semakin bergema dan berwibawa adalah yang biasa dilakukan ulama dan ummat dari masa kemasa.

Akan tetapi ada sekelompok kecil dari orang yang hidup di akhir zaman ini begitu berani mencaci dan membid’ahkan takbir bersama-sama. Dan sungguh pembid’ahan ini tidak pernah keluar dari mulut para salaf (ulama terdahulu).
Mari kita cermati riwayat-riwayat berikut ini yang menjadi sandaran para ulama dalam mengajak bertakbir secara kompak dan bersama-sama.

Berdasarkan Hadits dalam Shohih Imam Bukhari No 971 yang diriwayatkan oleh Ummi Athiyah, beliau berkata :

كُنَّا نُؤْمَرُ أَنْ نَخْرُجَ يَوْمَ الْعِيدِ، حَتَّى نُخْرِجَ الْبِكْرَ مِنْ خِدْرِهَا، حَتَّى نُخْرِجَ الْحُيّاَضَ، فَيَكُنَّ خَلْفَ النَّاسِ فَيُكَبِّرْنَ بِتَكْبِيرِهِمْ، وَيَدْعُونَ بِدُعَائِهِمْ يَرْجُونَ بَرَكَةَ ذَلِكَ الْيَوْمِ وَطُهْرَتَهُ.(رواه البخاري


Artinya : “Kami diperintahkan untuk keluar pada hari raya sehingga para wanita-wanita yang masih gadispun diperintah keluar dari rumahnya, begitu juga wanita-wanita yang sedang haid dan mereka berjalan dibelakang para manusia (kaum pria) kemudian para wanita tersebut mengumandangkan takbir bersama takbirnya manusia (kaum pria)dan berdoa dengan doanya para manusia serta mereka semua mengharap keberkahan dan kesucian hari raya tersebut”.

Di sebutkan dalam hadits tersebut

فَيُكَبِّرْنَ بِتَكْبِيرِهِمْ


para wanita tersebut mengumandangkan takbir bersama takbirnya manusia. Itu menunjukan takbir terjadi secara berjamaah atau bersamaan.
Bahkan dalam riwayat imam Muslim dengan kalimat”para wanita bertakbir bersama-sama orang-orang yang bertakbir”

يُكَبِّرْنَ مَعَ النَّاس.


Yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari sayyidina Umar bin Khottob dalam bab takbir saat di mina

وَكَانَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يُكَبِّرُ فِي قُبَّتِهِ بِمِنًى فَيَسْمَعُهُ أَهْلُ الْمَسْجِدِ فَيُكَبِّرُونَ وَيُكَبِّرُ أَهْلُ الْأَسْوَاقِ حَتَّى تَرْتَجَّ مِنًى تَكْبِيرًا


Artinya : “Sahabat umar bertakbir di qubahnya yang berada di tanah mina lalu penduduk masjid mendengarnya dan kemudian mereka bertakbir begitu penduduk pasar bertakbir sehingga tanah mina bergema dengan suara takbir” .

Ibnu Hajar Al Asqolani (pensyarah besar kitab shohih buhkari) mengomentari kalimat :

حَتَّى تَرْتَجَّ مِنًى تَكْبِيرًا


dengan

"أي يَضْطَرِّبُ وَتَتَحَرَّكُ, وَهِيَ مُبَالَغَةٌ فِي اجْتِمَاعِ رَفْعِ الصَّوْتِ."


Bergoncang dan bergerak, bergetar yaitu menunjukan kuatnya suara yang bersama-sama .

Berdasarkan apa yang dikatakan oleh Imam Syafi’i ra dalam kitab Al’um 1/264 :

أَحْبَبْتُ أَنْ يَكُبِّرَ النَّاسُ جَمَاعَةً وَفُرَادًى فِي المَسْجِدِ وَالْأَسْوَاقِ وَالْطُرُقِ وَالْمَنَازِلِ والْمُسَافِرِيْنَ والْمُقِيْمِيْنَ فِي كُلِّ حَالٍ وَأَيْنَ كَانُوْا وَأَنَ يَظْهَرُوْا الْتَكْبِيْرَ "


Artinya : “Aku senang(maksudnya adalah sunnah) orang-orang pada bertakbir secara bersama dan sendiri-sendiri, baik di masjid, pasar, rumah, saat bepergian atau rmukim dan setiap keadaan dan di manapun mereka berada agar mereka menampakkan(syi’ar) takbir”.
Tidak pernah ada dari ulama terdahulu yang mengatakan takbir secara berjamaah adalah bid’ah. Bahkan yang ada adalah justru sebaliknya anjuran dan contoh takbir bersama-sama dari ulama terdahulu .

Kesimpulan tentang takbir bersama-sama:

Pernah terjadi takbir barsama-sama pada zaman Rasulullah dan para sahabat
Anjuran dari Imam Syafi’i ra mewakili ulama salaf .
Tidak pernah ada larangan takbir bersam-sama dan juga tidak ada perintah takbir harus sendiri-sendiri.Yang ada adalah anjuran takbir dan dzikir secara mutlaq baik secara sendirian atau berjamaah.
Adanya pembid’ahan dan larangan takbir bersama-sama hanya terjadi pada orang-orang akhir zaman yang sangat bertentangan dengan salaf.

Menghidupkan malam hari raya dengan ibadah

Hukum menghidupkan malam hari raya dengan amal ibadah. Sudah disepakati oleh para ulama 4 madzhab bahwa disunnahkan untuk kita menghidupkan malam hari raya dengan memperbanyak ibadah. Imam nawawi dalam kitab majmu’ berkata sudah disepakati oleh ulama bahwa dianjurkan untuk menghidupkan malam hari raya dengan ibadah dan pendapat seperti ini juga yang ada dalam semua kitab fiqh 4 madzhab. Artinya kita dianjurkan untuk menghidupkan malam hari raya dengan shalat, berdzikir, dan membaca Al-Quran khususnya bertakbir. Karena malam hari raya adalah malam bergembira, banyak sekali hamba-hamba yang lalai pada saat itu maka sungguh sangat mulia yang bisa mengingat Allah di saat hamba-hamba pada lalai.

Sekian, Wallahu a'lam.
 
Semoga bermanfaat.

Rabu, 30 Agustus 2017

Doa agar hutang lunas


Doa ini adalah di antara doa yang bisa diamalkan untuk melunasi utang dan dibaca sebelum tidur.
Telah diceritakan dari Zuhair bin Harb, telah diceritakan dari Jarir, dari Suhail, ia berkata, “Abu Shalih telah memerintahkan kepada kami bila salah seorang di antara kami hendak tidur, hendaklah berbaring di sisi kanan kemudian mengucapkan,

اَللَّهُمَّ رَبَّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ، رَبَّنَا وَرَبَّ كُلِّ شَيْءٍ، فَالِقَ الْحَبِّ وَالنَّوَى، وَمُنْزِلَ التَّوْرَاةِ وَاْلإِنْجِيْلِ وَالْفُرْقَانِ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ كُلِّ شَيْءٍ أَنْتَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهِ. اَللَّهُمَّ أَنْتَ اْلأَوَّلُ فَلَيْسَ قَبْلَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ اْلآخِرُ فَلَيْسَ بَعْدَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الظَّاهِرُ فَلَيْسَ فَوْقَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الْبَاطِنُ فَلَيْسَ دُوْنَكَ شَيْءٌ، اِقْضِ عَنَّا الدَّيْنَ وَأَغْنِنَا مِنَ الْفَقْرِ


Allahumma robbas-samaawaatis sab’i wa robbal ‘arsyil ‘azhiim, robbanaa wa robba kulli syai-in, faaliqol habbi wan-nawaa wa munzilat-tawrooti wal injiil wal furqoon. A’udzu bika min syarri kulli syai-in anta aakhidzum binaa-shiyatih. Allahumma antal awwalu falaysa qoblaka syai-un wa antal aakhiru falaysa ba’daka syai-un, wa antazh zhoohiru fa laysa fawqoka syai-un, wa antal baathinu falaysa duunaka syai-un, iqdhi ‘annad-dainaa wa aghninaa minal faqri.

Artinya:
“Ya Allah, Rabb yang menguasai langit yang tujuh, Rabb yang menguasai ‘Arsy yang agung, Rabb kami dan Rabb segala sesuatu. Rabb yang membelah butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah, Rabb yang menurunkan kitab Taurat, Injil dan Furqan (Al-Qur’an). Aku berlindung kepadaMu dari kejahatan segala sesuatu yang Engkau memegang ubun-ubunnya (semua makhluk atas kuasa Allah). Ya Allah, Engkau-lah yang awal, sebelum-Mu tidak ada sesuatu. Engkaulah yang terakhir, setelahMu tidak ada sesuatu. Engkau-lah yang lahir, tidak ada sesuatu di atasMu. Engkau-lah yang Batin, tidak ada sesuatu yang luput dari-Mu. Lunasilah utang kami dan berilah kami kekayaan (kecukupan) hingga jauh dari kefakiran(kemiskinan).

Semoga bermanfaat.

Selasa, 29 Agustus 2017

Download PDF Buku Saku Panduan "Sukses Qurban" karya KH Ma'ruf Khozin (Dewan Pakar Aswaja)



Buku Fiqih Qurban Sukses Qurban
 
Fiqih qurban sangat dibutuhkan oleh umat Islam terutama menjelang Idul Adha 10 Dzulhijjah. Dalam buku saku berjudul "Sukses Qurban" ini, Anda bisa membaca lengkap tetang pengertian ibadah qurban, batas penyerahan hewan qurban dan penjelasan lain soal fiqih qurban.

Penulisnya, yakni KH Ma'ruf Khozin, dalam buku saku yang praktis sebagai panduan qurban ini ada penjelasan juga soal jatah shohibul qurban, tata cara panitia qurban, bagian pemilik hewan qurban, aturan pembagian daging kurban dan lainnya.

Bagi orang yang melaksanakan kurban dia berhak menerima dagingnya maksimal berapa, bisa Anda baca penjelasannya di bagian bab dalam buku yang ringkas dan sangat dibutuhkan ini.
Buku ini ditulis Kiai Ma'ruf pada 1 Dzulhijjah 1438 H. Berkat kerjasama antara Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur dan pengurus Lajnah Ta'lif wan Nasyr (LTN) PBNU Jakarta. Dihibahkan secara publik kepada umat Islam yang membutuhkan. Berikut ini adalah isi lengkap buku dengan tebal 30 halaman tersebut:

BAB I

- Keutamaan Qurban
- Sejarah Qurban
- Definisi Qurban
- Hukum Qurban
- Qurban Menjadi Kendaraan di Akhirat
- Onta Dan Sapi Untuk 7 Orang
- Kambing Untuk 1 Orang
- Qurban Kolektif
- Arisan Qurban
- 1 Sapi Beda Niat
- Qurban Sekaligus Aqiqah
- Qurban Untuk Mayit

BAB II

- Tata Cara Menyembelih Hewan Qurban
- Larangan Memotong Rambut Dan Kuku
- Waktu Menyembelih Hewan Qurban
- Hari-hari Tasyriq
- Syarat Hewan Qurban
- Hewan Jantan atau Betina?
- Biaya Penyembelihan
- Menjual Kulit Hewan
- Niat Untuk Pemilik Qurban
- Tata Cara Menyembelih
- Tajamkan pisau
- Memutus Nafas Dan Tenggorokan
- Menyembelih Unta Berdiri
- Selain Unta Direbahkan
- Anjuran Saat Menyembelih
- Jangan Langsung Menguliti

BAB III

- Pembagian Qurban
- Wajib Dibagikan Mentah
- Qurban Nadzar
- Ketika Hewan Qurban Hilang
- Bila Hewan Qurban Tiba-tiba Cacat
- Status Panitia Qurban
- Membagikan Keluar Daerah
- Bagaimana Dengan Non Muslim?

Silakan download buku PDFnya di 
 
Silakan disebarkan kepada umat Islam yang membutuhkan. Semoga berkah. [dutaislam.com/ab]
 
Semoga bermanfaat.

Rabu, 16 Agustus 2017

Kesaktian "TAHLILAN" Sang Jenderal Sudirman dalam perang Gerilya


Ternyata Inilah JIMAT Jenderal Soedirman dalam perang Gerilya
Siapa yang tidak kenal dengan tokoh besar yang satu ini , Beliau adalah salah satu pahlawan nasional yang namanya selalu diingat oleh seluruh bangsa indonesia, bahkan namanya diabadikan sebagai nama-nama jalan protokol di seluruh wilayah indonesia . Hal ini menandakan bahwa beliau adalah seorang yang mempunyai jasa besar terhadap bangsa ini . Ya, nama beliau adalah SOEDIRMAN atau lebih dikenal dengan julukan Jenderal Soedirman .Terkenal dengan strategi perangnya yaitu GERILYA, perjuangan pantang menyerah dalam mengusir penjajah meskipun dalam keadaan sakit keras sekalipun telah menginspirasi banyak orang.
Di balik kebesaran namanya ternyata Jenderal Soedirman memiliki JIMAT atau amalan ,seperti diungkapkan oleh Panglima TNI Jenderal GATOT NURMANTYO pada perayaan Hari Santri Nasional, kamis ( 22/10/2015) Dikutip dari Okezone .

Menurutnya jenderal soedirman adalah sosok Tentara Abadi yang juga seorang santri. Ia mengisahkan ketika Soedirman dan belasan pasukannya melakukan gerilya, dan ada salah seorang anak buahnya berkhianat kemudian melaporkan keberadaan Jenderal Soedirman kepada Belanda . Akhirnya Soedirman dan pasukannya itu dikepung oleh Belanda.
Anak buah Soedirman yang lainnya berkata “pak de kita dikepung “,lalu Soedirman memerintahkan semuanya untuk berganti pakaian muslim untuk "Dzikir bersama melakukan tahlilan" .
Kemudian Belanda dan penghianat itu masuk dan penghianat tersebut menunjukkan “ini adalah Jenderal Soedirman “.
Belanda tidak percaya atas penuturan penghianat itu, karena merasa dibohongi akhirnya Belanda mencabut pistol dan menembak penghianat itu di depan Jenderal Soedirman.
Jenderal Soedirman yang saat itu dikawal oleh Rustam Efendi dan Ruli bertanya kepada beliau ” JIMAT apakah yang dipakai oleh Jenderal SOEDIRMAN yang juga akrab dipanggil pak Kiai ? Kenapa Jenderal Soedirman bisa tenang saat belanda mengepung ?

Ternyata ini JIMAT Jenderal Soedirman :

1 . BELIAU TIDAK PERNAH BERHENTI DARI BERSUCI ( melanggengkan wudhu ) , ketika beliau batal wudhu maka beliau wudhu kembali
2 . BELIAU SELALU SHOLAT TEPAT WAKTU dan BERZIKIR(TAHLILAN).
3 . SEMUA YANG DILAKUKAN OLEH JENDERAL SOEDIRMAN IKHLAS DAN TULUS UNTUK RAKYAT INDONESIA.

Makna dari kisah ini adalah jangan sekali-kali rakyat sebagai warga negara melakukan penghianatan terhadap bangsa dan negara . Seorang penghianat itu sudah mendapatkan hukuman di dunia apalagi nanti di akhirat.

Betapa Jenderal Soedirman adalah seorang tokoh yang bisa dijadikan panutan ,perilakunya sangat menginspirasi ,apalagi di jaman sekarang .Jika saja para pemimpin bangsa ini meneladani beliau Niscaya bangsa ini akan menjadi bangsa yang senantiasa dirahmati TUHAN .

Dari situ bisa diambil dua kesimpulan :
1. Tahlilan itu mengandung fadhiilah yang besar, bisa menyelamatkan kemerdekaan republik ini.
2. Jendral Sudirman itu orang NU karena ia ikut tahlilan.
--------------------------------------------------------

Kesaktian "TAHLILAN" Sang Jenderal Sudirman
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj dalam seminarnya di acara Munas ke-2 KMNU di Auditorium FPMIPA UPI, itu mengisahkan bahwa zaman revolusi kemerdekaan dulu salah seorang tentara menghianati Jendral Sudirman dengan memberi tahu tentara musuh tempat persembunyian sang Jenderal Sudirman.
Dikarenakan insting sang Jenderal Sudirman tajam, akhirnya beliau memilih berdoa dengan cara tahlilan bersama prajuritnya. Begitu para tentara musuh mau menyergap persembunyian Jenderal Sudirman, mereka tidak percaya bahwa yang sedang tahlilan itu adalah Jenderal Sudirman.
“Mosok Jenderal panglima perang tahlilan,” pikir tentara sekutu( musuh), merekapun pergi meninggalkan markas, hingga selamatlah panglima perang jenderal Sudirman tersebut yang berkonstribusi besar untuk kemerdekaan NKRI ini.

Dari situ bisa diambil dua kesimpulan :
1. Tahlilan itu mengandung fadhiilah yang besar, bisa menyelamatkan kemerdekaan republik ini.
2. Jendral Sudirman itu orang NU karena ia ikut tahlilan.

Sumber referensi : nu.or.id / NU Online

Selasa, 15 Agustus 2017

Lagu Indonesia raya dan lagu perjuangan versi bahasa Arab



Assalaamu'alaikum....
Menyambut HUT RI ke 72 mari kita tanamkan semangat rasa cinta kepada bangsa dan negara dengan semboyan "NKRI HARGAMATI" dengan panduan "ISLAM NUSANTARA" yang penuh santun kepada seluruh alam.

Nikamat kemerdekaan wajib kita syukuri, Allah berfirman :

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ


Dan (ingatlah) ketika Rabbmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat. [Ibrâhîm/14:7]

Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ۖ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْأَرُونَ


Dan segala nikmat yang ada padamu (datangnya) dari Allâh, kemudian apabila kamu ditimpa kesengsaraan, maka kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan.” [An-Nahl/16:53]

Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ


Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku. [Al-Baqarah/2:152]

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dia berkata, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اُنْظُرُوْا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ، وَلاَ تَنْظُرُوْا إِلَى مَنْ فَوْقَكُمْ، فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوْا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ.


Lihatlah kepada orang-orang yang lebih rendah daripada kalian, dan janganlah kalian melihat kepada orang-orang yang berada di atas kalian, karena yang demikian itu lebih patut bagi kalian, supaya kalian tidak meremehkan nikmat Allâh yang telah dianugerahkan kepada kalian.” 
(Hadits Shahih, diriwayatkan oleh al-Bukhâri (no. 6490); Muslim (no. 2963 (9)), dan ini lafazhnya; At-Tirmidzi (no. 2513); Dan Ibnu Majah (no. 4142)).

Perlu kita ketahui bahwa, Naskah pada koran Sin Po (1928) Lagu Indonesia Raya diciptakan oleh WR Supratman dan dikumandangkan pertama kali di muka umum pada Kongres Pemuda 28 Oktober 1928 di Jakarta (pada usia 25 tahun), dan disebarluaskan oleh koran Sin Po pada edisi bulan November 1928.
Sejak diumumkan rakyat Indonesia menyanyikan lagu "Indonesia Raya", Namun malang setiap kali rakyat menyanyikan lagi perjuangan tersebut Belanda selalu membahk dan membunuh. Sehingga para kyai berpikir keras bagaimana cara untuk menanggulangi hal tersebut.

Inilalh merupakan bukti betapa para Kyai dan Santri NU berjuang mengusir penjajah dan meraih kemerdekaan serta mempertahankan kemerdekaan.
Dimasa penjajahan rakyat Indonesia tidak mudah untuk menyayikan lagu Indonesia Raya atau lagu perjuangan lainya untuk membangkitkan rasa cinta tanah air. Pasalnya kalau ada rakyat yang menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan bahasa Indonesia maka akan ditembak mati oleh Belanda. Karena Belanda tahu artinya kalau lagu "Indonesia raya" dan lagu perjuangan lainnya dinyanyikan masih dengan bahasa Indonesia.
Untuk mensiasati itu para kyai menerjemahkan kedalam bahasa arab dan menyanyikan disetiap pasantren disaat mau pembukaan pengajian, sehingga Belanda tidak tahu kelau itu lagu "Indonesia Raya" untuk membangkitkan semangat perjuangan mengusir dan mempertahankan kemerdekaan.

Dengan menyenyikan lagu "Indonesia raya" dan lagu "perjuangan lainya" menggunakan bahasa arab, Belanda mengira para kyai dan santri sedang melantungkan sholawatan keagamaan bukan lagu perjuangan. Sehingga lagu "Indonesia Raya" versi arab menyebar kerakyat pada waktu itu.

Berikut ini lagu Indonesia raya versi arab dan terjemahnya :

اندونسيا العُظمَى

Indonesia Raya

اندونسيا هى بِلادي

Indonesia tanah airku

أرضَى مَسقَطُ رأسي

Tanah tumpah darahku

ها هناك أنا قائمٌ

Di sanalah aku berdiri

بِحِفظِ الوَطَنِ الأُم

Jadi pandu ibuku

اندونسيا هي لَشَعبي

Indonesia kebangsaanku

هي وطنِ بلادي

Bangsa dan tanah airku

هَيَا دَومًا في النِداءِ

Marilah kita berseru

اندونسيا في الوَحدِ

Indonesia bersatu

أحيا الله الوَطَنِي أحي الله بلدي

Hiduplah tanahku hiduplah negriku

شَعبِ رَعِيَةِ بالجَميعِ

Bangsaku rakyatku semuanya

فَلتَعِش روحها مَليَعِش جِسمُها

Bangunlah jiwanya bangunlah badannya

نَحوَى اندونسيا العُظمَى

Untuk indonesia raya

اندونسيا العظمَى حرِيا...حريا...

Indonesia raya merdeka...merdeka...

وطني بلدي المحبوب

Tanahku negriku yang ku cinta

اندونسيا اعظمى حريا...حريا...

Indonesia raya merdeka...merdeka...

احيَ الله اندونسيا العُظمَى

Hiduplah Indonesia raya.


Sangat Cinta Tanah Air, 2 Ulama NU ini Ciptakan Lagu Kemerdekaan


Dunia pesantren mengenal rabithah (hubungan guru-murid) yang sangat kuat. Guru selalu menjadi inspirasi para santri-santrinya yang pernah mengaji. Demikian pula guru, selalu senang jika melihat para santrinya sukses berkhidmah di tengah masyarakat luas. Tugas sebagai guru seakan tuntas memiliki generasi penerus. Santri juga merasa gembira karena dapat meneruskan manfaat ilmu dari para guru-gurunya.

Demikian pula tampaknya yang dirasakan oleh guru-murid yang sama-sama berjuang meraih kemerdekaan Republik Indonesia dan mendirikan Jam’iyyah Nahdlatul Ulama (NU). Siapakah dia? KHR Asnawi Kudus (1861-1959 M) dan KH Abdul Wahab Chasbullah (1888-1971). Dua tokoh pesantren ini dikenal sebagai sosok guru dan murid yang saling mendukung satu dan lainnya dalam segala hal perjuangan menegakkan Islam Ahlussunnah wal Jama’ah.

KHR Asnawi adalah salah seorang guru dari KH Abdul Wahab Chasbullah ketika mencari ilmu di Makkah bersama KH Bisri Sjansuri Jombang, KH Dahlan Pekalongan, KH Kamal Hambali Kudus, KH Mufid Kudus dan KH Ahmad Muchid Sidoarjo (Minan Zuhri: 1983). KHR Asnawi sangat lama bermukim di Makkah menjadi guru di Masjidil Haram dan mengajar ilmu agam di rumah pondokannya.

Demikian pula KH Abdul Wahab Chasbullah disebutkan mulai belajar di Makkah sejak usia 27 tahun dan mukim selama lima tahun (Ubaidillah Sadewa: 2014). Di antara guru Mbah Wahab selain KHR Asnawi selama belajar di Makkah adalah Syaikh Mahfudz Termas (tasawwuf dan ushul fiqih), Syaikh Mukhtaram Banyumas (Fathul Wahab), Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau (fiqih), Syaikh Baqir Yogyakarta (manthiq), Syaikh Asy’ari Bawean (ilmu hisab), Syaikh Sa’id Al Yamani (nahwu), Syaikh Sa’id Ahmad Bakry Syatha (nahwu), Syaikh Abdul Karim Al Daghestany (Kitab Tuhfah), Syaikh Abdul Hamid Kudus (ilmu ‘arudl dan ma’ani) dan Syaikh Umar Bajened (fiqih).

Dari sisi nasab, kedua Kiai ini sama-sama keturunan dari Walisongo. KHR Asnawi keturunan dari Sunan Kudus Sayyid Ja’far Shodiq dan KH Abdul Wahab Chasbullah adalah keturuan dari Maulana Ishaq (ayahanda Sunan Giri). Sehingga sangat wajar, dalam bidang perjuangan dan keilmuan antara keduanya sangat memiliki kemiripan. Semangat dalam mencari ilmu dan ketegasan dalam menjalankan hukum agama juga menjadi komitmen keduanya.

Salah satu perjuangan yang tidak pernah dilupakan oleh kedua Kiai ini adalah dalam mengusir penjajah. Kekuatan ilmu dan santri yang dimilikinya, baik di Kudus dan Jombang digerakkan untuk mengusir penjajah dari bumi Indonesia. Kedaulatan Indonesia sangat dibela mati-matian. Apalagi penjajah hadir di bumi Indonesia sangat mengganggu hak asasi manusia dan membawa misi menghanguskan Islam yang sudah dipeluk oleh penduduk Indonesia.

Sejak masih ada di Makkah, KHR Asnawi dan KH Abdul Wahab Chasbullah sudah merancang bagaimana Indonesia yang terjajah oleh Belanda itu bisa merdeka. Mbah Asnawi bersama dengan Mbah Wahab, KH Abbas Jember dan KH Dahlan Kertosono mendirikan Sarekat Islam (SI) Cabang Makkah. Gerakan nasionalisme sudah digaungkan dari tanah haram dengan menguatkan eksistensi SI dalam merespon pergerakan nasional. Sepulangnya ke Indonesia, dua Kiai ini masih menggelorakan cinta tanah air dan bertekad mengusir penjajah.

KHR Asnawi yang merupakan Penasehat SI Cabang Kudus dengan gagah berani membuat fatwa: “Haram hukumnya menyamai pakaian Belanda (bercelana, berjas, berdasi dan bertopi)”. Fatwa ini diindahkan oleh semua penduduk Kudus dan sekitarnya. Dalam memperjuangkan hak muslim di Kudus, KHR Asnawi pernah dipenjara oleh Belanda, karena fitnah penjajah “geger pecinan”.

Dan justru dari balik jeruji penjara, dakwah KHR Asnawi semakin kuat dan semua santri membala mati-matian dengan membenci penjajah dan minta KHR Asnawi dibebaskan. Semangat kebangsaan ditanamkan oleh KHR Asnawi kepada murid-muridnya. Mbah Asnawi mendirikan organisasi dan madrasah sebelum kemerdekan: Jam’iyyatun Nashihin, Nahdlatul Ulama dan Madrasah Qudsiyyah.

Hal yang sama juga dilakukan oleh KH Abdul Wahab Chasbullah. Organisasi SI masih digeluti selama berada di Surabaya. Gerakan nyata Mbah Wahab dalam mendukung kemerdekaan sudah tidak perlu ditanyakan lagi. Kemerdekaan dan hengkangnya penjajah menjadi komitmen Mbah Wahab yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Indonesia, Islam dan kerukunan bangsa Indonesia perlu diwujudkan.

Persinggungan dan keakraban Mbah Wahab dengan Agus Salim, Ki Hadjar Dewantara, W. Wondoamiseno, Hendrick Sneevliet, Alimin, Muso, Abikusno Tjokrosujono dan Soekarno membuatnya semakin kuat merancang pergerakan cinta tanah air. Termasuk peran Mbah Wahab dalam mendirikan Islam Studie Club bersama Dr Soetomo pada 1920. Termasuk Mbah Wahab mulai mendirikan organisasi dan madrasah sebelum kemerdekaan: Tashwirul Afkar, Nahdlatul Wathan dan Nahdlatut Tujjar.

Karya Lagu Pesantren
Di antara wujud kebanggaan dan kecintaan KHR Asnawi dan KH Abdul Wahab Chasbullah ditunjukkan dengan karya seninya. Dua kiai ini dikenal sebagai sosok yang ‘alim dalam agama dan ahli membuat syi’ir (lagu khas pesantren berbahasa Arab). Apalagi dalam catatan sejarah, Mbah Wahab belajar ilmu ‘arudl (membahas cara membuat sya’ir berbahasa Arab) dengan KH Abdul Jalil sejak di Makkah. Dan dunia pesantren memang tidak pernah melupakan ilmu ‘arudl dan ilmu balaghah (badi’, ma’ani dan bayan).

Karya pesantren berupa syi’ir kemerdekaan yang dikarang oleh KHR Asnawi sudah sangat masyhur di kalangan santri Kudus. Syi’ir kemerdekaan (mudah disebut sebagai Lagu Kemerdekaan khas pesantren) itu adalah:

لَحُرَّةٌ فِي انْدُنْسِيَا * بَدَتْ لَدَى إِنْسَانِيَا

وَأَهْلُهَا مُنْفَرِحُوْ * نَ فَرَحًا أَبَدِيَا

لِنَيْلِهَا قَدْ جَاهَدُوْا * أَنْفُسَهُمْ مَا بَاقِيَا

تَحْتَ يَدَيْ كُولُونِيَالْ * يَابَانِ وَالـهُولَنْدِيَا

وَمِنْهُمُو قَدْ أُعْزِرُوْا * إِلَى دِيْكُولْ إِيْرِيَانْ جَايَا

وَمِنْهُمُو قَدْ أُدْخِلُوْا * فِي السِّجْنِ قَلْبًا مَرْضِيَا

فَإِنَّهُمْ قَدْ أَخْلَصُوا * خِدْمَتَهُمْ وَطَنِيَا

تَهْوِيْ إِلَيْهِمْ أَفْئِدَ * ةُ الشَّعْبِ عَوْنًا جَلِيَّا

لِأُمَّةٍ وَوَطَنٍ * يُقَدِّمُوْا بِلَادِيَا

جَزَاهُمُوْ إِلَـهُنَا * أَعْمَالَهُمْ مُرَبِّيَا

حُرِّيَّةَ الفِكْرِ الَّتِيْ * تَنَالُ دِيمُوْكْرَاسِيَا

عَدَالَةً خَيْرِيَّةً * عِمَارَةَ اقْتِصَادِيَا


Sungguh kemerdekaan telah jelas bagi bangsa Indonesia
Seluruh bangsa bergembira selamanya
Karena untuk mendapatkan itu dibutuhkan perjuangan total
Dibawah jajahan kolonial Jepang dan Belanda
Ada yang diasingkan di Digul Irian Jaya
Ada juga yang dipenjara dengan penuh kepedihan
Sungguh mereka benar-benar ikhlas mengkhidmahkan diri untuk negara
Jiwa kebangsaan menggerakkan mereka berjuang secara nyata
Demi bangsa dan negara
Semoga Tuhan membalas perjuangan mereka
Dengan menjaga kemerdekaan berpendapat yaitu demokrasi
Menuju kemakmuran keadilan sosial

Adapun lagu kebangsaan yang dikarang oleh KH Abdul Wahab Chasbullah sudah sangat masyhur dan akan menjadi “Lagu Perjuangan Nasional”, yaitu:

يَا لَلْوَطَن يَا لَلْوَطَن يَا لَلْوَطَن

حُبُّ الْوَطَن مِنَ الْإِيْمَان

وَلَا تَكُنْ مِنَ الْحِرْمَان

اِنْهَضُوْا أَهْلَ الْوَطَن

إِنْدُونَيْسيَا بِيْلَادِيْ

أَنْتَ عُنْوَانُ الْفَخَامَا

كُلُّ مَنْ يَأْتِيْكَ يَوْمَا

طَامِحًا يَلْقَ حِمَامَا


“Pusaka hati wahai tanah airku
Cintamu dalam imanku
Jangan halangkan nasibmu
Bangkitlah, hai bangsaku!
Indonesia negriku
Engkau Panji Martabatku
S’yapa datang mengancammu
‘Kan binasa dibawah dulimu!”

Karya Mbah Wahab ini ada yang menyebutkan dikarang sejak 1916 (versi Cak Anam) dan digemakan sejak 1934 (versi Ubaidillah Sadewa). Keduanya jelas menunjukkan bahwa karya lagu pesantren ini berada pada posisi sebelum kemerdekaan. Dalam buku “Masterpiece Islam Nusantara: Sanad dan Jejaring Ulama-Santri 1830-1945” karya Zainul Milal Bizawie (2016: 55) terdapat kalimat tambahan dalam karya Mbah Wahab, yakni:
Jangan kalian menjadi orang terjajah
Sungguh kesempurnaan dan kemerdekaan
Harus dibuktikan dengan perbuatan

Karya pesantren dari dua Kiai ini menjadikan nyata, bahwa komitmen Kiai dalam mendorong kemerdekaan dan merayakannya menjadi bagian yang utuh. Maka rasanya terharu sekaligus bangga mendengar "Yahlal Wathan" karya KH Abdul Wahab Chasbullah Jombang menjadi Lagu Nasional. Dan guru Kiai Wahab bernama KHR Asnawi Kudus juga memiliki Syi'ir Proklamasi Kemerdekaan, Shalawat Kebangsaan dan Syi'ir Nasionalisme menyambut IR Soekarno sebagai Presiden RI.

Zainul Milal Bizawie menegaskan bahwa: “Setiap langkah Mbah Wahab yang dinamis, beliau selalu meminta nasehat dan saran dari Kiai Asnawi Kudus. Apalagi dengan keberadaan KH Hasyim Asy’ari yang selalu hati-hati dan penuh pertimbangan. Dalam kedinamisan dan pergerakannya, Mbah Wahab selalu minta saran Mbah Asnawi yang lebih aktif dan dinamis”. Disinilah titik temu Mbah Asnawi dan Mbah Wahab. Keduanya menggambarkan isi hati dan muatan dakwah Islamnya dalam lagu-lagu yang isinya hampir memiliki kesamaan.

Hubungan guru & murid ini kompak dalam mendarmabaktikan ilmu 'arudl-nya untuk Indonesia dengan lagu-lagu kemerdekaan khas Pondok Pesantren. Mbah Asnawi dan Mbah Wahab adalah sosok Kiai yang benar-benar menunjukkan bahwa bangsa Indonesia itu harus pandai dan harus dihibur dengan lagu khas pesantren untuk menyemangati cinta bangsa sekaligus mengenang jasa para pahlawan. Semoga lahir Asnawi dan Wahab baru di bumi Nusantara ini. 

Link Vidio lagu Indonesia Raya
https://www.facebook.com/bachtiar.audhoh/videos/1592819700792873/https://www.facebook.com/bachtiar.audhoh/videos/1592819700792873/

Wallahu a’lam.
Semoga bermanfaat.