Senin, 23 November 2015

Nabi Muhammad juga tidak anti dengan non muslim lho

Kaidah bertetangga itu sama di semua Negara, semua bangsa, juga di semua budaya; bahwa orang yang baik dengan tetangga, murah senyum, tidak jarang berkunjung, suka menyapa, ramah, dan rajin berbagi pastinya akan mendapat kebaikan pula dari sekelilingnya. Dan begitu juga sebaliknya, siapa yang jahat terhadap tetangga, buruk sikap, kasar perangai, pelit senyum, dan ogah menyapa, begitu juga yang akan ia dapatkan dari sekelilingnya. Orang yang baik terhadap tetangga, pastinya akan banyak disukai oleh tengga lainnya. Dan bentuk kebaikan yang diperoleh pun bisa bermacam-macam, seperti dikirimi makanan oleh tetangga, ketika ada keperluan, tidak sedikit tetangga yang rela menolong, ketika susah pun banyak tangan tetangga yang menjulur sambil menawarkan bantuan. Anaknya pun –kalau memang punya anak- itu mnejadi anak juga bagi tetangganya; menjaga dan menasehati dari keburukan. Begitu yang biasanya didapatkan oleh orang baik, dan itu semua kita saksikan di tengah masyarakat kita.
Berbeda dengna orang yang perangainya buruk, dan jahat kepada tetangga. Jangankan untuk ditegur atau disapa tenggal lain, ketika ia lewat pun tetangga ogah menemuinya, sampai-sampai tidak sedikit yang akhirnya tutup pintu rumah ketika si jahat itu lewat. Bisa karena memang tidak suka, atau mungkin saja khawatir ada keburukan yang dihasilkan.
Nah, dalam hal bertetangga, Rasul s.a.w. adalah contoh terbaik tentang orang yang baik dalam bergaul terhadap tetangga, sehingga menjadi tokoh yang dicintai bagi tetangga. Dan itu bukan hanya terhadap yang muslim, non-muslim sama diperlakukan dengan baik oleh Nabi s.a.w.. bukti nyatanya banyak kita dapati dalam kitab-kitab hadits bahwa Nabi s.a.w. mendapat fitback kebaikan dari tetangganya, bahkan yang non-muslim.

Nabi s.a.w. Diundang Makan oleh Yahudi
Dalam riwayat Imam Ahmad bin Hanbal dalam musnad-nya, dari sahabat Anas bin Malik r.a., beliau menceritakan bahwa Nabi s.a.w. pernah diundang oleh orang yahudi untuk makan, dan Nabi s.a.w. memenuhi undangan tersebut.

ﻋﻦ ﺃَﻧَﺲٍ ﺃَﻥَّ ﻳَﻬُﻮﺩِﻳًّﺎ ﺩَﻋَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺇِﻟَﻰ ﺧُﺒْﺰِ ﺷَﻌِﻴﺮٍ ﻭَﺇِﻫَﺎﻟَﺔٍ ﺳَﻨِﺨَﺔٍ ﻓَﺄَﺟَﺎﺑَﻪُ

Dari Anas bin Malik r.a., seorang yahudi mengundang Nabi s.a.w. untuk bersantap roti gandum dengan acar hangat, dan Nabi s.a.w. pun memenuhi undangan tersebut. (HR Imam Ahmad)

Ini salah satu bukti bahwa memang Nabi s.a.w. adalah tetangga yang baik bagi tetangga yang lainnya. Sampai-sampai, orang non-muslim yang tidak sepaham dengan agama Nabi s.a.w. saja mau mengundang Nabi s.a.w. untuk makan di rumahnya. Dan ini tidak mungkin terjadi jika Nabi s.a.w. memperlakukan tetangganya dengan buruk, kurang bergaul, ogah menyapa. Undangan ini jelas memberitahukan kita bahwa Nabi s.a.w. itu orang yang baik kepada semuanya, termasuk non-muslim. Beliau s.a.w. sama sekali tidak anti kepada non-muslim apalagi memusuhinya. Bukankah Nabi s.a.w. itu diutus untuk kebaikan semua makhluk?
Berwudhu Dengan Air dan Bejana Orang Musyrik
Bukan hanya itu, dalam riwayat imam al-Bukharo dan Muslim pun disebutkan:

ﻭَﻋَﻦْ ﻋِﻤْﺮَﺍﻥَ ﺑْﻦِ ﺣُﺼَﻴْﻦٍ - ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻬُﻤَﺎ - ﺃَﻥَّ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲَّ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻭَﺃَﺻْﺤَﺎﺑَﻪُ ﺗَﻮَﺿَّﺌُﻮﺍ ﻣِﻦْ ﻣَﺰَﺍﺩَﺓِ ﺍﻣْﺮَﺃَﺓٍ ﻣُﺸْﺮِﻛَﺔٍ . ﻣُﺘَّﻔَﻖٌ ﻋَﻠَﻴْﻪِ

Dari ‘Imron bin Hushain r.a.., beliau berkata: “Rasulullah s.a.w. bersama para sahabatnya berwudhu dengan air dari bejana wanita musyrik”. Muttafaq ‘alaiyh

Mungkin kalau urusan undangan makan, tidak begitu sensitive, karena memang masalahnya umum dan masih dikatakan wajar, walaupun sejatinya itu menakjubkan. Akan tetapi lebih mekjubkan lagi bahwa ada orang musyrik di zaman Nabi s.a.w. rela meminjamkannya bajanya untuk wudhunya Nabi s.a.w. dan para sahabat, padahal wudhu itu ibadah. Ibadah yang jelas-jelas bertentangan dengan kepercayaan wanita musyrik tersebut.
Kita berandai-andai, seandainya saja gaya bergaulnya Nabi s.a.w. kepada musyrik itu kasar, ganas, dan bengis, tidak mungkin wanita musyrik itu rela meminjamkan bejananya dan jug airnya dipakai untuk ibadah, untuk ritualnya orang Islam yang jelas menyimpang dari ajaran nenek moyangnya. Tapi kenapa wanita itu mau? Tentu karena memang Nabi s.a.w. .dan para sahabat adalah orang yang baik dan sopan dalam bertetangga. Tidak meledak-meledak, tak gampang menghina, dan pastinya murah senyum.
Pembantu Nabi s.a.w., Seorang Anak Yahudi
Ada lagi. Dulu Nabi s.a.w. punya ART (Asisten Rumah Tangga) seorang anak laki-laki Yahudi, bukan Islam. Suatu saat anak Yahudi ini sakit dan tidak masuk kerja, akhirnya Nabi s.a.w mengunjunginya di rumah anak Yahudi itu. Sampai di rumahnya, ada ayah anak itu yang juga sama-sama enganut Yahudi sedang menunggu sang anak. Setelah meminta izin kepada sang ayah, Rasul s.a.w. mendekati anak tersebut lalu mengajaknya untuk bersyahadat; masuk Islam. Diajak masuk Islam, anak itu bingung karena ada sang ayah di dekatnya. Sesekali melirik ayahnya, sesekali melirik Nabi s.a.w., sampai akhirnya sang ayah berbicara: “Anakku! Taati Abu Qasim (Muhammad)!”. Mendapat izin dari ayahnya, anak itu bersyahadat. Kemudian Nabi s.a.w. keluar dari rumah sambil mengucapkan: “ Alhamdulillah, Allah telah menyelamatkan anak itu dari neraka dengan wasilahku ”.
Poin dari cerita dari hadits yang termaktub dalam shahih al-Bukhari dari sahabat Anas bin Malik ini, mari kita berfikir sejenak.
Agama adalah identitas setiap diri yang siapapun dia pasti akan membela agamanya jika ia dihina, dan siapapun dia pasti akan marah jika disuruh untuk meninggalkan agama nenek moyangnya. Tapi lihat bagaimana relanya sang ayah yang seorang Yahudi membiarkan anaknya melepaskan agama dan kepercayaan nenek moyangnya hanya karena seorang Muhammad s.a.w.
Kita berandai-andai sekarang, kira-kira jika Nabi s.a.w. ketika bergaul dengan orang non-muslim dengan keras dan bengis, asal hantam, mulut kotor doyan mencaci, apakah mau seorang yahudi membiarkan anaknya ikut kepada Muhammad? Tidak mungkin! Itu bukti nyata bagi kita –yang mengaku cinta dan mengikuti Nabi s.a.w.- bahwa apa yang dilakukan Nabi s.a.w. dalam menyampaikan agama ini bukan dengan caci maki, prasangka, dusta, kebencian, Nabi s.a.w. menyampaikan agama ini dengan cinta dan kasih sayang; karena memang tujuan dakwah ini adalah mengajak orang lain menuju kepada sang Maha cinta dan Sayang. Bagaimana bisa mengajak kepada cinta tapi dengan kebencian?
Tidak Ada Larangan Berbuat Baik Kepada Non-Muslim
Dalam syariat ini pun sudah sangat jelas dan nyata diterangkan, bahwa tidak ada larangan bagi kaum muslim untuk berbuat baik kepada non-muslim, bertetangga, bergaul juga bersahabat, selama memang non-muslim tersebut tidak mengajak kepada kemaksiatan atau juga tidak melarang kita untuk beribadah. Begitu jelas disebutkan dalam al-Qur’an surat al-Mumtahanah:

ﻟَﺎ ﻳَﻨْﻬَﺎﻛُﻢُ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻦِ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻟَﻢْ ﻳُﻘَﺎﺗِﻠُﻮﻛُﻢْ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪِّﻳﻦِ ﻭَﻟَﻢْ ﻳُﺨْﺮِﺟُﻮﻛُﻢْ ﻣِﻦْ ﺩِﻳَﺎﺭِﻛُﻢْ ﺃَﻥْ ﺗَﺒَﺮُّﻭﻫُﻢْ ﻭَﺗُﻘْﺴِﻄُﻮﺍ ﺇِﻟَﻴْﻬِﻢْ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻳُﺤِﺐُّ ﺍﻟْﻤُﻘْﺴِﻄِﻴﻦَ ( 8 ) ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻳَﻨْﻬَﺎﻛُﻢُ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻦِ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻗَﺎﺗَﻠُﻮﻛُﻢْ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪِّﻳﻦِ ﻭَﺃَﺧْﺮَﺟُﻮﻛُﻢْ ﻣِﻦْ ﺩِﻳَﺎﺭِﻛُﻢْ ﻭَﻇَﺎﻫَﺮُﻭﺍ ﻋَﻠَﻰ ﺇِﺧْﺮَﺍﺟِﻜُﻢْ ﺃَﻥْ ﺗَﻮَﻟَّﻮْﻫُﻢْ ﻭَﻣَﻦْ ﻳَﺘَﻮَﻟَّﻬُﻢْ ﻓَﺄُﻭﻟَﺌِﻚَ ﻫُﻢُ ﺍﻟﻈَّﺎﻟِﻤُﻮﻥَ ( 9 )

[8]. Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil. [9]. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. dan Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.
'Nah itu Nabi s.a.w. kepada orang lain yang bukan Islam, begitu sangat baiknya Nabi s.a.w. kepada mereka. tentu akan jauh lebih baik lagi kepada muslim. Dan ini yang harus dilakukan oleh orang muslim yang mengaku mengampuh beban dakwah, sampaikah kepada orang lain dengan cinta, bukan dengan kebencian. Maka wajar saja salah seorang ulama menyatakan: “bukan ulama jika ia melihat orang yang berbeda dengannya sebagai musuh!” . Karena memang ulama pasti tahu bagaimana mengejawantahkan sifat Nabi s.a.w. ke dalam metode dakwahnya. Bukan dengan kebencian pastinya.
Dalam riwayat Imam Turmudzi, Rasul s.a.w. memberikan wejangan:

ﺍﺗَّﻖِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺣَﻴْﺜُﻤَﺎ ﻛُﻨْﺖَ ﻭَﺃَﺗْﺒِﻊْ ﺍﻟﺴَّﻴِّﺌَﺔَ ﺍﻟْﺤَﺴَﻨَﺔَ ﺗَﻤْﺤُﻬَﺎ ﻭَﺧَﺎﻟِﻖِ ﺍﻟﻨَّﺎﺱَ ﺑِﺨُﻠُﻖٍ ﺣَﺴَﻦٍ

“bertaqwalah dimanapun kalian berada, dan ikutilah keburukan dnegan kebaikan, niscaya ia akan menghapus keburukan tersebut. Dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik.”
Hebatnya, Nabi s.a.w. di dalam hadits ini tidak mengatakan “pergaulilah saudara muslim”, justru Nabi s.a.w. mengatakan “Khaliqi-Naas” (pergaulilah manusia). Artinya berbuat baik itu tidak hanya terkotakan hanya kepada sesame muslim, tapi seluruh umat manusia. Siapapun dia, selama statusnya masih manusia, seorang muslim wajib berbuat baik kepadanya. Kalau manusia yang tidak jelas agamanya saja muslim harus berbuat baik, apalagi kepada sesama muslim? Tentu jauh lebih wajib lagi karena ada kesaaam tujuan, yakni Allah s.w.t.. Kita diikat dengan kalimat yang tidak mungkin terlepas sampai hari kiamat, yakni kalimat Tauhid. Lalu apa alasannya kita merusak kalimat itu dengan kebencian dan prasangka?
Wallahu a’lam

Semoga bermanfaat

Kuncine Ngaji Al Qur'an iku ono Telu

WASIAT MBAH ARWANI
Kuncine Ngaji Al Qur'an iku ono Telu :
1. Ojo nyawang sopo Gurune
2. Ora usah isin karo umur
3. Suwe waktune
Ora gelem ngaji Al Qur'an mergo pangkat/kedudukan gurune luwih rendah ?
Gusti Kanjeng Nabi Muhammad Saw iku Muride malaikat Jibril as ing babakan Wacan Al Qur'an.
Beliau Saw ora isin ngaji Al Qur'an (musyafahah) marang malaikat Jibril as senajan secara pangkat derajat/kedudukan malaikat Jibril as iku luwih rendah.
(Tidak boleh ada lagi alasan tidak mau mengaji al Qur'an karena kedudukan guru lebih rendah. Nabi Muhammad saw saja tidak malu mengaji alquran kepada malaikat jibril walaupun derajat Rasululloh jauh diatas malaikat Jibril)
Males ngaji Al Qur'an mergo umur wis Tua ?
Gusti kanjeng Nabi Muhammad Saw iku mulai ngaji Al Qur'an marang malaikat Jibril as umur 40 Tahun.
(Tidak boleh ada lagi alasan tidak mau mengaji Al Qur'an karena umur sudah tua. Nabi Muhammad saja mulai belajar al Qur'an kepada malaikatJibril pada umur 40 th)
Isin Ngaji Al Qur'an mergo suwe waktune ?
Kanjeng Nabi Saw ora pernah ngrasa Isin (minder) ngaji Al Qur'an marang malaikat Jibril as awit beliau Saw umur 40 tahun tekane 63 tahun (wafat)
(Tidak boleh ada lagi alasan tidak mau mengaji al Qur'an karena waktunya lama. Nabi Muhammad saja menerima wahyu al Qur'an 23 th lamanya)

Dalil Aqli adanya Allah SWT

DALIL 'AQLI ADANYA ALLAH SUBHANAHU WA TA'ALA

و الدليل على وجوده تعالى حدوث العالم اي وجوده بعد عدم و العالم أجرام كالذات و أعراض كالحركة و السكون و الألوان و إنما كان حدوث العالم دليلا على و جود الله تعالى لأنه لا يصح ان يكون حادثا بنفسه من غير موجد يوجده لأنه قبل وجوده كان وجوده مساويا لعدمه فلما وجد و زال عدمه علمنا أن وجوده ترجح على عدمه و قد كان هذا الوجود مساويا للعدم فلا يصح أن يكون ترجح على العدم بنفسه فتعين أن له مرجحا غيره و هو الذي أوجده لأن ترجح أحد الأمرين المتساويين من غير مرجح محال مثلا زيد قبل وجوده يجوز أن يوجد في سنة كذا و يجوز أن يبقى على عدمه فوجوده مساويا لعدمه

Dalil yang menunjukkan adanya Allah ta’ala adalah barunya alam semesta, yakni adanya alam semesta setelah tiada, alam semesta adalah jirim-jirim (benda) sepert dzat, dan arodl-arodl (sifat) seperti gerak diam dan warna. Barunya alam semesta menunjukkan adanya Allah ta’ala karena sesungguhnya tidaklah sah adanya alam semesta baru dengan sendirinya tanpa adanya pencipta yang mengadakan, karena sesungguhnya alam semesta sebelum ada maka adanya sama dengan tiadanya, maka ketika ada dan hilang tiadanya maka kita mengetahui bahwa sesungguhnya adanya telah mengungguli tiadanya, padahal adanya ini sama dengan tiadanya, maka tidaklah sah adanya mengungguli tiadanya dengan sendirinya, maka jelaslah bahwa sesungguhnya ada yang lain yang mengunggulkan, yaitu ia yang menciptakannya, karena unggulnya salah satu dari dua perkara tanpa ada yang mengunggulkanya adalah mustahil , contoh si Zaid sebelum adanya boleh saja ia diadakan pada tahun sekian dan boleh saja ia tetap tiada , maka adanya si Zaid menyamai tiadanya.

فلما وجد و زال عدمه فى الزمن الذي وجد فيه علمنا أن وجوده بموجد لا من نفسه فحاصل الدليل أن تقول العالم من أجرام و أعراض حادث اى موجود بعد عدم و كل حادث لا بد له من محدث فينتج أن العالم لا بد له من محدث و هذا الذي يستفاد بالدليل العقلي و أما كون المحدث يسمى بلفظ الجلالة الشريفة و ببقية الأسماء فهو مستفاد من الأنبياء عليهم أفضل الصلاة و السلام فتنبه لهذه المسئلة و هذا الدليل الذي سبق و هو حدوث العالم دليل على وجوده تعالى

Maka ketika si Zaid ditemukan(ada) dan hilang tiadanya pada suatu zaman maka kita tahu bahwa sesungguhnya adanya karena ada yang mengadakan(menciptakan) , bukan dari dirinya sendiri, maka kesimpulan dalil sifat wujud adalah dapat kita katakan ‘’Alam semesta yang terdiri dari jirim(benda) dan ‘arodl(sifat) adalah perkara baru yakni ada setelah tiada, dan setiap perkara baru pasti baginya ada yang mewujudkan’’, maka disimpulkan bahwa sesungguhnya alam semesta pasti ada yang mewujudkan(menciptakan). Dalil ini diammbil dari dalil akal, adapun adanya yang menciptakan perkara baru dinamakan dengan lafadh al-Jallalah yang dimuliakan dan dengan nama-nama yang lain maka hal tersebut diambil dari para Nabi ‘alaihim afdlolu ash-sholaati wa as-salam, maka ingatlah masalah ini, dalil yang telah lalu ini yaitu barunya alam semesta adalah dalil/menunjukkan adanya Allah ta’ala

و أما الدليل على حدوث العالم فاعلم أن العالم أجرام و أعراض فقط كما تقدم و الأعراض كالحركة و السكون حادثة بدليل أنك تشاهدها متغيرة من وجود إلى عدم و من عدم إلى وجود كما تراه في حركة زيد فإنها تنعدم إن كان ساكنا و سكونه ينعدم إن كان متحركا فسكونه الذي بعد حركته وجد بعد ان كان معدوما بالحركة وحركته التي بعد سكونه وجدت بعد ان كانت معدومة بسكونه و الوجود بعد العدم هو الحدوث فعلمت أن الأعراض حادثة و الأجرام ملازمة للأعراض لأنها لا تخلو عن حركة و سكون و كل ما لازم الحادث فهو حادث أى موجود بعد عدم فالأجرام حادثة أيضا كالأعراض

Adapun dalil yang menunjukkan barunya alam semesta adalah maka ketahuilah bahwa sesungguhnya alam semesta terdiri dari jirim (benda) dan arodl (sifat) saja sebagaimana yang telah lalu keterangannya, arodl seperti gerak dan diam adalah perkara baru sebab adanya dalil bahwa sesungguhnya engkau menyaksikannya berubah-rubah dari ada kepada tiada dan dari tiada menjadi ada sebagaimana apa yang kamu lihat pada geraknya si Zaid , maka sesungguhnya geraknya si Zaid menjadi tiada jika ia diam , diamnya tiada jika ia bergerak , maka diamnya si Zaid setelah geraknya ia ada setelah tiadanya karena bergerak , geraknya setelah diamnya ada setelah tiadanya karena diam , ada setelah tiada disebut huduts (baru) , maka kamu mengetahui bahwa sesungguhnya arodl (sifat) adalah perkara baru , sedangkan jirim (benda) mulazamah (saling terkait adanya, dalam bahasa jawa disebut tetep tinetepan) dengan arodl (sifat), karena jirim tidak lepas dari gerak dan diam, sedangkan setiap sesuatu yang mulazamah dengan perkara baru maka ia adalah perkara baru pula, yakni ada setelah tiada, maka dari itu jirim adalah perkara baru sebagaimana arodl

فحاصل هذا الدليل أن تقول الأجرام ملازمة للأعراض الحادثة و كل ما لازم الحادث حادث فينتج أن الأجرام حادثة و حدوث الأمرين اعني الأجرام و الأعراض اى وجودهما بعد عدم دليل وجوده تعالى لأن كل حادث لا بد من محدث و لا محدث للعالم إلا الله تعالى و حده لا شريك له كما سيأتي في دليل الوحدانية له تعالى و هذا هو الدليل الإجمالي الذي يجب على كل مكلف من ذكر او أنثى معرفته كما يقوله ابن العربي و السنوسي و يكفران من لم يعرفه فاحذر ان يكون في إيمانك خلاف

Maka kesimpulan dalil ini adalah dapat engkau ucapkan: Jirim mulazamah dengan arodl yang bersifat baru, setiap sesuatu yang mulazamah dengan perkara baru maka ia baru pula, lalu disimpulkan bahwa jirim adalah perkara baru , barunya dua perkara yakni jirim dan arodl yakni adanya dua perkara tersebut setelah tiadanya menunjukkan adanya Allah ta’ala, karena setiap perkara baru pasti ada yang menjadikannya baru, sedangkan tiada yang menciptakan alam semesta kecuali Allah ta’ala saja, tiada sekutu baginya sebagaimana penjelasan yang akan datang pada padli sifat wahdaniyyat bagi Allah ta’ala, dalil seperti ini dalil ijmal yang wajib bagi setiap mukallaf baik laki-laki maupun perempuan mengetahuinya sebagaimana pendapat Ibnu al-‘Arobiy dan Imam As-Sanusiy, beliau berdua mengkafirkan orang yang tidak mengenal dali ijmal tersebut, maka waspadalah engkau jangan sampai sahnya imanmu diperselisihkan
Kitab: Kifayatul 'awam

Contoh :
Sebagaimana angin yang tiada terlihat namun keadaannya ADA.Bukti adanya yaitu dari gerak-gerak pohon dan dedaunan karena terkena tiupan.Demikian juga alam adalah bukti dari adanya Allah.
 

هوالذي خلق السموات واﻷرضوما بينهما

" Dialah(Allah) yang telah menciptakan langit dan bumi beserta apa2 yg ada di antra keduanya... "

Semoga bermanfaat 

Minggu, 22 November 2015

Dalil Shalat Arbain di Masjid Nabawi

Pada umumnya, para jamaah haji dijadwalkan untuk mengunjungi kota Madinah sebelum atau sesudah penyelenggaraan ibadah haji . Diantara motifasi para jama'ah adalah adanya fadhilah Kota Madinah yang diterangkan oleh Rasulullah dalam hadits-haditsnya.
Shalat di Masjid Nabawi tidaklah seperti shalat di masjid lain, Allah telah menyematkan padanya keutamaan yang besar, sebagaimana Allah telah melebihkan sebagian amalan di atas sebagian yang lain. Sebagaimana sabda Nabi SAW dalam hadits riwayat dari Sahabat Abu Hurairah,

صَلاَةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ، إِلاَّ المَسْجِدَ الحَرَامَ


Satu kali shalat di masjidku ini lebih baik dari seribu shalat di masjid lain, kecuali Masjidil Haram. (HR. al-Bukhari).

Sungguh keutamaan yang besar! Ini berarti satu kali shalat fardhu di Masjid Nabawi lebih baik dari shalat fardhu yang kita lakukan dalam dua ratus hari di Masjid yang lain, kecuali Masjidil Haram. Maka sungguhmerugi orang yang sudah sampai di Madinah tapi tidak sungguh-sungguh memanfaatkan kesempatan besar ini. Karena ada tiga Masjid di dunia ini yang memiliki keutamaan lebih dari pada Masjid-masjid yang lain, Pertama adalah Masjidil Haram di kota Mekah. Kedua Masjid Nabawi di kota Madinah. Ketiga Masjidil Aqsha di Palestina.

Arba'in atau arba'un dalam Bahasa Arab berarti empat puluh. Yang dimaksud dengan shalat arba'in adalah melakukan shalat empat puluh waktu di Masjid Nabawi secara berturut-turut dan tidak ketinggalan takbiratul ihram bersama imam. Para jamaah haji meyakini bahwa amalan ini akan membuat mereka terbebas dari neraka dan kemunafikan. Karenanya jamaah haji Indonesia dan banyak negara lain diprogramkan untuk menginap di Madinah selama minimal 8 hari agar bisa menjalankan shalat arba'in.

Dasar keyakinan ini adalah sebuah hadits dari Anas bin Malik bahwa Nabi �Shallallahu 'Aalaihi wasallam- bersabda:

مَنْ صَلَّى فِي مَسْجِدِي أَرْبَعِينَ صَلاةً، لاَ يَفُوتُهُ صَلاةٌ، كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ، وَنَجَاةٌ مِنَ الْعَذَابِ، وَبَرِئَ مِنَ النِّفَاقِ


Barang siapa shalat di masjidku empatpuluh shalat tanpa ketinggalan sekalipun, dicatatkan baginya kebebasan dari neraka, keselamatan dari siksaan dan ia bebas dari kemunafikan. (HR. Ahmad)

Dengan demikian, melaksanakan Jama'ah Shalat Arba'in di Masjid Nabawi bagi orang yang telah selesai menunaikan rangkaian amalah ibadah haji, atau sebelum melaksanakan ibadah haji adalah termasuk ibadah yang sangat mulia, pahalanya sebagaimana disebutkan, di jauhkan dari api neraka dan sifat kemunafikan, akan tetapi ini bukanlah sebagai syarat maupun rukun haji, melainkan menjadi rentetan kegiatan dari jama'ah haji semisal dari Indonesia atapun dari Negara lain.


Inilah Shalat Arbain Yang Dianjurkan Nabi
Shalat Arba’in cukup dikenal oleh masyarakat haji Indonesia, yaitu shalat berjamaah sebanyak 40 kali berturu-turu di masjid Nabawi Madinah dan tidak boleh tertinggal takbiratur ihram. Menurut versi haditsnya …

Shalat Arba’in cukup dikenal oleh masyarakat haji Indonesia, yaitu shalat berjamaah sebanyak 40 kali berturu-turu di masjid Nabawi Madinah dan tidak boleh tertinggal takbiratur ihram. Menurut versi haditsnya yang lemah, keutamaannnya sangat banyak. Haditsnya yaitu,

مَنْ صَلَّى فِي مَسْجِدِي أَرْبَعِينَ صَلاةً، لاَ يَفُوتُهُ صَلاةٌ، كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ، وَنَجَاةٌ مِنَ الْعَذَابِ، وَبَرِئَ مِنَ النِّفَاقِ


“Barang siapa shalat di masjidku empatpuluh shalat tanpa ketinggalan sekalipun, dicatatkan baginya kebebasan dari neraka, keselamatan dari siksaan dan ia bebas dari kemunafikan.”

Hadits ini dhaif (lemah), sebagaimana dijelaskan oleh syaikh Al-Albany dalam Silsilah Adh-Dhaifah, no. 364, dalam kitab lainnya sedangkan dalam kitab  “Dhaif At-Targhib”, no. 755, beliau mengatakan, “Munkar”.

Syaikh Abdul Aziz Bin Baz (Mufti utama Arab Saudi di masa silam) rahimahullah menjelaskan,

“Adapun yang banyak beredar di tengah masyarakat bahwa orang yang berziarah (ke Madinah) dan menetap di sana selama 8 hari agar dapat melakukan shalat arbain (40 waktu). Meskipun ada sejumlah hadits yang diriwayatkan, bahwa siapa yang shalat empat puluh waktu, akan dicatat baginya kebebasan dari neraka dan kebebasan dari nifaq, hanya saja haditsnya dhaif menurut para ulama peneliti hadits. Tidak dapat dijadikan hujjah dan landasan. Berziarah ke Masjid Nabawi tidak ada batasannya, apakah berziarah sejam atau dua jam, sehari atau dua hari atau lebih dari itu, tidaklah mengapa.”1
Hadits arbain yang boleh dan ada dasarnya

Terdapat hadits lain mengenai shalat Arbain yang shahih, akan tetapi berbeda dengan sebelumnya. Hadits tersebut:

Dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ صَلَّى لِلَّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا فِي جَمَاعَةٍ يُدْرِكُ التَّكْبِيرَةَ الأُولَى كُتِبَ لَهُ بَرَاءَتَانِ: بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ، وَبَرَاءَةٌ مِنَ النِّفَاقِ.


“Barang siapa yang shalat karena Allah empat puluh hari secara berjamaah tanpa ketinggalan takbir yang pertama, dicatatkan baginya dua kebebasan; kebebasan dari neraka dan kebebasan dari kemunafikan. 2

Perbedaan dengan sebelumnya adalah dilakukan selama 40 hari (bukan delapan hari) dan tidak mesti harus di Masjid Nabawi, bisa di masjid mana saja. Insya Allah orang yang rutin shalat berjamaah di masjid tepat waktu akan mudah mendapatkan keutamaan ini. Semoga kita dimudahkan oleh Allah melaksanakannya.
Beberapa catatan mengenai shalat arbain

Shalat Arbain juga memberikan beberapa konsekuensi karena harus berturut-turut dan tidak boleh tertinggal takbiratur ihram bersama imam.

    Terkadang kita ketiduran, kurang fit atau terlalu capek akhirnya kita agak terlambat, kemudian pasti akan terburu-buru bahkan berlari kencang untuk mengejar takbiratur ihram bersama imam. Padahal tubuh sedang tidak fit atau sedang sakit. Ini juga menyalahi sunnah agar datang ke masjid dengan tenang dan tidak tergesa-gesa, adapun yang tertinggal bisa di sempurnakan setelahnya. Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

    إِذَا سَمِعْتُمُ الإِقَامَةَ، فَامْشُوا إِلَى الصَّلاَةِ وَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ وَالوَقَارِ، وَلاَ تُسْرِعُوا، فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا، وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا


    “Jika kalian mendengar iqamat, berjalanlah untuk shalat dengan tenang dan wibawa, jangan terburu-buru, shalatlah bersama imam sedapatnya, dan sempurnakan sendiri bagian yang tertinggal.”3
    Ketika tertinggal takbiratul ihram shalat Arba’in atau ketiduran maka jamaah akan merasa sangat sedih sekali. Padahal mayoritas jamaah haji dan umrah umumnya pernah tertinggal takbiratur ihram, baik karena sakit, kecapekan, ketiduran atau mengurus keluarga yang sakit. Mereka sangat sedih tidak mendapatkan keutamaan shalat Arba’in. Akibatnya mereka murung, tidak semangat dan bisa jatuh sakit karena memang tujuan utama mereka di Madinah adalah shalat Arbain.
    Beberapa jamaah yang tidak diprogram tinggal di Madinah selama 8 hari, memaksakan diri dan terkadang bekal tidak cukup, rela ditinggal rombongan karena benar-benar ingin mengejar 40 shalat Arba’in.
    Terlalu fokus ibadah di Madinah dan memaksakan diri, padahal lebih diutamakan shalat dan ibadah di Masjdil Haram Makkah karena memang lebih banyak keutamaannya.
    Jamaah haji wanita juga terkadang kecewa, ketika sedang semangat Shalat Arbain atau sedang akan sempurna, tiba-tiba datang haid. Bisa jadi uring-uringan dan tidak semangat lagi. Bagi jamaah wanita lebih baik merenungi hadits bahwa shalat di rumah atau penginapan lebih baik bagi mereka daripada shalat di Masjid Nabawi karena seorang sahabat wanita dinasehatkan oleh Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam agar shalat di rumahnya karena lebih baik dari shalat di masjid nabawi. Akan tetapi tidak masalah juga shalat di masjid nabawi dengan keutamaannya, lebih-lebih kesempatan ini sangat jarang bagi jamaah Indonesia.

Berikut haditsnya:

عَنْ أُمِّ حُمَيْدٍ امْرَأَةِ أَبِي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ، أَنَّهَا جَاءَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي أُحِبُّ الصَّلَاةَ مَعَكَ، قَالَ: «قَدْ عَلِمْتُ أَنَّكِ تُحِبِّينَ الصَّلَاةَ مَعِي، وَصَلاتُكِ فِي بَيْتِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلاتِكِ فِي حُجْرَتِكِ، وَصَلاتُكِ فِي حُجْرَتِكِ خَيْرٌ مِنْ صَلاتِكِ فِي دَارِكِ، وَصَلاتُكِ فِي دَارِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلاتِكِ فِي مَسْجِدِ قَوْمِكِ، وَصَلاتُكِ فِي مَسْجِدِ قَوْمِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلاتِكِ فِي مَسْجِدِي»


Dari Ummu Humaid –istri Abu Humaid as-Sa’idi-bahwa ia telah datang kepada Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam- dan berkata, “Wahai Rasulullah, sungguh saya senang shalat bersamamu.” Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam- berkata, “Aku sudah tahu itu, dan shalatmu di bagian dalam rumahmu  lebih baik bagimu dari shalat di kamar depan. Shalatmu di kamar depan lebih baik bagimu dari shalat di kediaman keluarga besarmu. Shalatmu di kediaman keluarga besarmu lebih baik bagimu dari shalat di masjid kaummu, dan shalatmu di masjid kaummu lebih baik dari shalat di masjid Nabawi.”4

Catatan kaki

1 Fatawa Ibnu Baz, 17/406

2 HR Ar-Tirmidzi no. 241, dihukumi hasan oleh Al-Albani dalam Targhib wat Tarhib 1/98 no. 409 dan Al-‘Iraqi mengatakan: para rawinya tsiqah Shahih

3 HR. al-Bukhari no.636 dan Muslim no. 154, dan ini adalah lafazh al-Bukhari

4 HR. Ahmad no. 27090, dihasankan oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani

Kajian Hadits

Menelisik Keabsahan Dalil Shalat Arba’in

Mukhlis Rahmanto

Alumni Madrasah Mu’alimin Muhammadiyah tahun 2003, pernah aktif di Pimpinan Cabang Istemewa Muhammadiyah Kairo

Salah satu fenomena yang menarik untuk dicermati ketika para jamaah haji mendapat kesempatan mengunjungi Madinah- kota Nabi saw, adalah semangat berapi-api mereka untuk mengejar arba'in, yaitu istilah untuk pelaksanakan shalat di Masjid Nabawi dengan durasi 40 (kali) tanpa putus. Jadi, dengan melaksanakan 40 kali shalat fardlu berjamaah sehari semalam (butub 8 hari) dan dengan pahala yang dilipatgandakan untuk setiap shalatnya 1000, maka seseorang akan mendapatkan pahala sebesar 40.000. Se ain itu, jaminan terbebas dari api neraka dan kemunafikan juga menanti. Sebuah   kesempatan emas yang sayang jika lewat  begitu saja.

Tapi apakah ini disyariatkan dengan  berlandaskan dalil yang ternilai magbu   diterima)? Tampaknya diperlukan adanya  penelisikan lebih lanjut.

                 Faktor lain adalah adanya teks dari kitab-kitab fiqih modern (mu'ashir) yang  memberikan keterangan tentang pelaksanaan shalat ini sekaligus pencantuman sebuah dalil khusus dari Hadits Nabi saw. Hal itu dapat kita lihat di antaranya dalam Wahbah Zuhaili (al-Figh al-lslamiy wa Adillatuh, 2002, 3: 334; Sayyid Sabiq (Figh Sunnah, 2000: 1:646); dan Abu Bakar Al- Jazairi (Minhajul-Muslim, 2005: 336). Namun sayang, dalil Hadits terkait yang dicantumkan dalam kitab-kitab tersebut tanpa  disertai keterangan tentang validitasnya.

Selain itu, mengunjungi (ziarah) kota Nabi saw yang penuh dengan keutamaan adalah kesempatan langka bagi seorang Muslim, di mana tidak setiap Muslim mendapatinya. Sebuah Hadits Nabi saw tentang salah satu keutamaan kota ini:

Dari Abu Hurairah ra dari Nabi saw  bersabda "Janganlah bersengaja melakukan perjalanan (dalam rangka ibadah)kecuali ke tiga masjid, yaitu Masjidil-Haram. masjid Rasulullah shallallahu'alaihiwa sallam (masjid Nabawi), dan Masjidil  Aqsha."(HR Bukhari: 1171).

 Keutamaan lain adalah mengenal shalat di masjid Nabi yang terekam dalam Hadits berikut:

  Dari Abu Hurairah ra dari Nabi saw bersabda "Shalat di masjidku ini lebih baik dari seribu shalat di masjid lainnya selain Masjidil-Haram." (HR Bukhari).

Takhrij Hadits

 Dengan latar belakang di atas, maka tulisan singkat ini mencoba menelisik tentang seluk beluk Hadits-Hadits (takhrij)shalat arba'in yang sering menjadi sandaran pelaksanaannya.

Para pengamal arba'in, mendasarkankegiatannya tersebut pada sebuah Hadits(A) berikut:

 Telah menceritakan pada kami Hakam bin Musa, berkata Abu Abdurrahman Abdullah: Aku mendengar dari Hakam bin Musa (dimana) telah menceritakan pada kami Abdurrahman bin Abi ar-Rijai dari Nubaith bin Umar dari Anas bin Malik dan Nabi saw bahwasannya beljau bersabda:  Barangsiapa melaksanakan shalat (sebanyak) 40 kali shalat di masjidku (dengan) tidak tertinggal satu pun, dicatat baginya terhindardariapineraka,selamat dari siksa, dan terhindar dari kemunafikan ( H R. Ahmad dan Thabrani)

 Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad daiam Musnad (3/155) dan Thabrani daiam Mu'jam Al-Ausath(5576) dengan jalur dari Abdurrahman bin Abi Al-Rijal dari Nubaith bin Umar dariAnas bin Malik secara marfu' (sampai ke Nabi saw). Setelah mencantumkan Hadits tersebut.Thabrani berkomentar: "Tidak ada yang menwayatkan dari Anas kecuali Nubaith, dan Abdurrahman bin AbiAr-Rijal pun sendiHan meriwayatkan dari Nubaith". Al-Mundzin dalam al-Targhib wa ai-Tarhib (1832; dan Al-Haitsami dalam Majma ai-Zawa/d (5878), setelah mencantumkan Hacits ini, keduanya berkomentar menguatxan jalur perawinya, sebagaimana tercantum dalam Musnad Ahmad dan Mu jam Al-Ausath di   atas. Juga menyebut. canwa Tirmidzimeriwayatkan sebagiannya.

 Masaiah yang d;perdebatkan dalam jalur sanadnya adalat adanya seorang rawi bernama Nubaith bin Umar.yang ternilai majhul(tidak diketahui keacaannya), di mana hanya Al-Mundziri danAl-Haitsami yangmenguatkannya dengan mendasarkan pada penilaian Ibnu Hibban dalam Al-Tsigat (5/483). Namun, di kalangan kritikus Hadits, Ibnu Hibban dikenal sebagai kritikus yang dimasukkan dalam tipologi mutasahil (mudah mengangkat derajat penilaian terhadap rawi yang majhul). Pun dalam kitab-kitab biografi para rawi, tidak akan kita temukan data rawi ini. Matan (isi Hadits) yang diriwayatkannya juga berbeda sendiri dengan apa yang diriwayatkan oleh para perawi lain dari Anas bin Malik ra. Maka dalam kajian kritik Hadits, keadaan rawi demikian disebut dengan majhul'ain (tidak diketahui data pribadinya sedikitpun).Sementara itu, kritikus Hadits modem, Nashirudin Al-Albani dalam Silsilah Al-Dhai'fah(364)dan Dha'if Al-Targhib(755),mengomentari Hadits di atas dengan munkar (informasi Hadits hanya dari satu jalur).

 Ketika Hadits pertama sudah diketahui validitasnya dan tentu tidak dapat menjadi sandaran, akan tapi para pengamal arba'in mengaitkannya pada Hadits lain (B) yaitu

 Telah menceritakan pada kami Uqbah bin Mukram dan Nashr bin Ali: Telah menceritakan pada kami Salam bin Qutaibah dari Tu'mah bin Amru dari Habib bin Abi Tsabit dari Anas bin Malik berkata: bersabda Rasulullah: "Siapa mengerjakan  shalat dengan ikhlas karena Allah selama empat puluh han berjamaah dengan mendapatkan takbiratul ihram, dicatat untuknya dua kebebasan, yaitu bebas dari neraka dan bebas dari kemunafikan." (H R.Tirmidzi)

 Hadits ini diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam Sunan-nya (239), Ibnu Majah dalam  Sunan-nya (1: 797) serta Bahsyal dalam Tarikh Wasith (36, 40). Riwayat Tirmidzi ternilai shahlh sebab mempunyai beberapa jalur yang mendukung dan menguatkannya (syawahid). Riwayat Ibnu Majah ternilai hasan karena dikait-kuatkan dengan riwayat Tirmidzi, terutama untuk jalur riwayatnya. Riwayat Bahsyal ternilai shahih karena dikuatkan dengan jalur lain dari Umar bin Khatab ra. Maka riwayat ini de ngan pendukungnya adalah maqbul(dapat diterima). Selain dari Anas bin Malik ra, Hadits inijuga diriwayatkan oleh Abu Kuhail dan Umar bin Khatab ra. Dari jalur Anas bin Malik ra sendiri, terdapat tiga perawiyang meriwayatkan darinya, yaitu: Habib bin Abi Tsabit; Hamid al-Thawil, dan Nubaith bin Umar.

Dari sini kita bisa mempetakan dua riwayat Hadits di atas, yaitu A dan B, yang sama-sama diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik ra, baik dari kaitan segi  jalur dan matannya. Maka sebenamya Hadits A adalah satu dari ragam jalur dari Anas bin Malik ra. Riwayat A, hemat penulis ternilai dhalf(lemah) dikarenakan terdapat seorang rawi majhulbernama Nubaith bin Umar dalamjalur sanadnya. Selain itu, riwayat ini terasa asing dan menyalahi riwayat-riwayat semacamnya dari Anas, dengan indikator adanya tambahan matan (isi) yang diberikannya. Maka wajar, Al-Albanimenilainya munkar.

Pahala dan Keridhaan Allah SwT

Memahami Hadits yang sepintas terkandung busyra (kabar gembira) yang begitu menjanjikan memang perlu dicermati. Karena salah satu faktor kemunculan dan indikasi sebuah Hadits palsu (maudha') adalah berlebih-lebihan dalam hal keutamaan suatu amalan dan pahala yang didapatnya. Para komentator Hadits, seperti Al-Mubarakfuri memahami Hadits di atas dengan mengatakan, bahwa kebanyakannya mengarah pada anjuran agar setiap Muslim senantiasa berusaha menggiatkan shalat jamaah, dengan salah satu indikatornya adalah mendapati takbiratulihram bersama imam. Mendapatkan ganjaran berupa terhindar dari api neraka dan kemunafikan, dimaksudkan bahwa kita akan dihindarkan di dunia ini dari sifat-ciri beramalnya kaum munafik, seperti rasa malas dalam menunaikan shalat, sebagaimana termaktub dalam firman-Nya:

"Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka bordiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah, kecuali sedikit sekali." (Qs. An-Nisa: 142)

Sedang di akhirat nanti Allah akan menyelamatkan dari berbagai amal yang menyebabkan orang munafik disiksa Allah. Dan Allah akan menjadi saksi, bahwa dia bukanlah seorang munafik. Maka barang siapa yang menjaga shalat jamaahnya di masjid mana pun, baik di Makkah, Madinah, Jakarta, Medan, Paris, atau di Tokyo dan belahan bumi mana pun, hingga dapat mempertahankannya selama empat puluh hari, maka ia akan mendapatkan balasan dari Allah berupa terhindar dari api neraka dan kemunafikan (hipokrit).

Ziarah (mengunjungi) kota Nabi saw (al-Haram al-Madani) memang disyariat- kan sebagaimana tersebut dalam Hadits pertama di atas, akan tetapi tidak dibatasi dengan waktu tertentu, harus delapan sampai sepuluh hari misalnya.

Mendudukkan ibadah shalat diniatkan untuk mencari pahala tidaklah tepat, salah    satu dari tujuan shalat adalah untuk mengingat Allah dan mencari keridlaan-Nya sebagaimana dalam firman-firman Allah yang artinya:

Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan

"Katakanlah: sesungguhnya sembah angku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”. (Os. Al-An'am: 162).

Pengertian Arbain Pada Ibadah Haji,Hukum dan Amalannya
HMB Oct 24th, 2014 0 Comment

Mungkin kita sering mendengar istilah Arbain dari mulut orang-orang yang mau berhaji  ataupun sudah melaksanakan haji, Jamaah haji mengejar keutamaan salat wajib 40 waktu tanpa putus tersebut namun tahukah kita  apa sebenarnya makna arbain itu? Apakah itu masuk rukun atau wajib haji?  Dan  Amalan apa yang harus dilakukan selama arbain? pahamkah mereka ada hikmah lain di balik shalat sunnah tersebut ?

Jamaah haji Indonesia akan melewati fase delapan atau sembilan hari di Madinah, baik sebelum maupun setelah ibadah haji baik gelombang I maupun gelombang II. Dan, sering dimotivasi agar melaksanakan shalat arbain di Masjid Nabawi. Kadang jamaah merasa melaksanakan arbain ini menjadi keharusan dan ketika tidak bisa melakukannya maka ia sangat menyesal dan meyakini hajinya tidak afdal, bahkan tidak sah

Makna “arba’in” atau “arba’un”  itu sendiri adalah melaksanakan shalat 40 waktu (Isya,Subuh,Dhuhur,Ashar,Magrib) tanpa terputus berjamaah di Masjid Nabawi.Sesungguhnya, arbain itu sama sekali tidak termasuk “wajib haji” apalagi menjadi “rukun haji” karena semua kegiatan haji itu adanya di Makkah bukan di Madinah.

Sekiranya  jamaah tidak sempat berziarah ke Madinah maka tidaklah ia melanggar kewajiban haji dan membayar dam. Dan hal itu tidak berpengaruh terhadap sah atau tidaknya haji.

Selama jamaah  berada di Madinah, memperbanyak shalat di Masjid Nabawi itulah inti dari ibadah Arbain ini sesuai dengan sabda Nabi

  “Dari Abu Hurairah Ra bahwa Nabi SAW bersabda, ‘Satu kali shalat di masjidku ini lebih baik dari seribu shalat di masjid selainnya, kecuali Masjidil Haram.” (HR Bukhori Muslim).

Hadis muttafaq ‘alaih yang tidak diragukan keshahihannya ini sebenarnya sudah cukup untuk menyemangati kita agar selalu berupaya memaksimalkan ibadah di Masjid Nabawi.

Mengenai pelaksanaan arbain didasarkan pada hadis dari Anas bin Malik Ra,

“Barang siapa shalat di masjidku 40 shalat tanpa ketinggalan sekalipun, dicatatkan baginya kebebasan dari neraka, keselamatan dari siksaan, dan ia  bebas dari kemunafikan” (HR Ahmad dan Thabrani).

Akan tetapi, hadis ini ternyata banyak dikritisi oleh ulama. Sebagiannya menyatakan hadis ini dhaif (lemah). Karena  dimasukkannya Nubaith sebagai rawi yang memang tidak dikenal (majhul).

Syekh Muqbil Al Wadi’iy,seorang  ulama hadis dari Yaman, menilai bahwa hadis tersebut tidak shahih dari Rasulullah SAW,bahkan Syekh Nashiruddin al-Bani  menilai hadis ini munkar. Ia pun menyatakan, “Sanad hadis ini dhaif. Ada seorang perawi bernama Nubaith yang tidak dikenal statusnya”.

Syekh Su’aib al-Arnauth mengatakan hadis itu lemah karena status Nubaith bin Umar yang tidak diketahui.

Berlainan dengan pendapat Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawa’id yang mengatakan bahwa periwayat hadis di atas itu tsiqoh (tepercaya). Namun, Syekh Nashiruddin Al-Bani mengomentari, “Beliau sudah salah sangka karena Nubaith bukanlah periwayat dari kitab shahih, bahkan ia bukan periwayat dari kutubus sittah lainnya.”

Hadis dari Anas Bin Malik Ra yang justru disepakati keshahihannya, yakni hadis “arbain” lain, yaitu shalat berjamaah selama 40hari yang membebaskan dari neraka dan bebas dari kemunafikan.

Sabda Nabi  Muhammad SAW,

“Barang siapa shalat 40 hari dengan berjamaah dan mendapati  takbiratul  ihramnya imam maka ia akan dicatat terbebas dari dua perkara, yaitu bebas dari api neraka dan bebas dari kemunafikan” (HR Turmudzi).

Adapun amalan yang dikerjakan oleh jamaah selama delapan atau sembilan hari di Madinah, yaitu memperbanyak ibadah di Masjid Nabawi, berziarah ke makam Rasulullah, menghayati kehidupan Nabi dan para sahabat dahulu, mengambil pelajaran ( ibrah) dari tempat tempat bersejarah, serta kegiatan amal-amal saleh lain, misalnya  banyak membaca Alquran, bersedekah, shalawat dan salam kepada Nabi, menyerap ilmu dari tausiyah yang diadakan di Masjid Nabawi atau masjid lainnya.

Bagi jamaah yang akan memulai berhaji dari Madinah, Arbain merupakan momentum untuk lebih memahami syariah, meluruskan akidah, dan membina akhlakul karimah agar saat melaksanakan haji, ia benar-benar tercelup dalam  “sibghah”  keteladanan Rasulullah SAW.

Sedangkan bagi yang terlebih dahulu telah melaksanakan haji, Madinah merupakan tempat yang sangat mulia dan berguna bagi pemantapan perjalanan ibadah haji yang baru dilaluinya. Madinah merupakan tempat untuk mewisuda kemabruran haji yang baru saja di capainya. Rasulullah SAW termasuk “syahidan” (saksi) dan “mubasyiran” (pemberi kegembiraan) bagi jihad jamaah dalam beribadah kepada Allah SWT.

Pada waktu-waktu salat wajib, Masjid Nabawi dipenuhi dengan jamaah, ada ratusan ribu jamaah haji atau non haji yang selalu memadati  Masjid Nabawi setiap waktu shalat wajib. Di antara ratusan ribuan jamaah tersebut, terdapat jamaah haji Indonesia yang sedang menjalankan Shalat Arbain. Jika ditanyakan kepada beberapa jamaah haji, sebagian dari mereka akan menjawab bahwa keutamaan Shalat Arbain antara lain memohon pengampunan dan berharap pahala yang berlipatganda.

Namun, ternyata ada hikmah lain dibalik itu yaitu pesan moral jamaah menjalani Shalat Arbain adalah untuk kembali membiasakan salat istiqomah tepat waktu. “Supaya setelah menjalani rangkaian ibadah haji, mereka tetap istiqamah shalat wajib lima waktu,”

Tidak semua jamaah haji bisa menjalankan Shalat Arbain. Selain karena faktor kesehatan, penyebab lain adalah jarak tempat menginap  yang  jauh dari Masjid Nabawi, sehingga saat hendak berangkat menuju masjid, jamaah ini terlambat mendapatkan waktu shalat berjamaah, ataupun karena faktor lain.

Walaupun arbain tidak terkait haji, tapi ternyata menjadi sesuatu yang utama. Ibadah haji adalah ibadah syariat dimulai Nabi Ibrahim AS dilanjutkan Nabi Muhammad SAW . jadi jika memungkinkan, semua jamaah haji dianjurkan melaksanakan rangkaian Shalat Arbain ini.

Adapun amalan lain disamping Shalat Arbain, adalah jamaah haji bisa sekalian berziarah ke makam nabi, para sahabatnya, syuhada di kompleks pemakaman Baqi.Juga yang tak kalah pentingnya adalah bermunajat di Raudhah atau Taman Surga dimana berdoa di lokasi tersebut sangat makbul,untuk lebih jelasnya bisa liat tulisan tentang raudhah ini di topic Foto-foto Raudhah dan Tips masuk ke Raudhah di Mesjid Nabawi

Ada tempat-tempat khusus dan waktu tertentu yang mustajab untuk berdoa. Karena itu selama jamaah haji berada di Makkah dan Madinah, maka jangan menyia-nyiakan waktu untuk memanjatkan doa, berzikir, bermunajat, dan bertawassul. “Dan syariatnya  ibadah itu ada ruang dan waktu. Ketika sudah diluar itu, pahalanya (menjalankan ibadah-ibadah tadi) berbeda dengan di Madinah. Saat Wukuf ya cuma di Arafah yang istijabah, saat diluar itu ya sudah berbeda hukumnya

Tentu saja di luar keutamaan Shalat Arbain, ditekankan kepada semua jamaah haji agar tetap menjalankan Shalat wajib lima waktu, karena  Shalat Arbain itu  untuk melatih diri agar jamaah tetap istiqamah shalat wajib lima waktu.

Shalat adalah rukun Islam kedua setelah Syahadat lalu kemudian, puasa, membayar zakat, dan menunaikan ibadah haji yang menyempurnakan ibadah segenap muslim di Tanah Suci.

Demikian sedikit uraian tentang kata Arbain ini,semoga  kita lebih mengerti dan tetap bisa mengusahakan agar nantinya bisa menjalankan Sholat Arbain ini namun bukan menjadi syarat sahnya Haji kita. Amin.

 1929. KEUTAMAAN SHOLAT DI MEKAH, MASJID NABAWI DAN MASJIDIL AQSO
Rabu, 10 Oktober 20120 komentar
PERTANYAAN :


Kuntari Nisaul Marisa
assalamu'alaikum wr.wb. Salam ukuah... Tuk sahabat Piss...

Member baru mencari kebenaran dr kalimat ini >>
# SHOLAT DI MEKAH 1X = sholat di masjid'mu 10.000x
# SHOLAT DI MASJID NABAWI / MADINAH 1X = maka sholat dimasjid tempat tinggal kamu 1000x.
# SHOLAT DIMASJID AQSO ( palestina ) 1X = maka sholat dimasjid tempat tinggal'mu 100x


Apakah benar ada'nya demikian Ustd/Ustzh , dan sahabat ( bila ada yg mengerti referensinya mhn berbagi ) terima kasih.. Sesudah dan sebelum'nya...


JAWABAN :
Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Nabi saw bersabda, "Shalat di masjidku ini lebih baik daripada seribu shalat di masjid lain kecuali Masjidil Haram."

حدّثني عَمْرٌو النَّاقِدُ وَ زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ (وَاللَّفْظُ لِعَمْرٍو ) قَالاَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، يَبْلُغُ بِهِ النَّبِيَّ . قَالَ: «صَلاَةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا، خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ، إِلاَّ الْمَسْجِدِ الْحَرَامَ».


اسم الكتاب: صحيح مسلم رقم الجزء: 9 رقم الصفحة: 137



 حديث "صلاة في مسجدي هذا أفضل من مائة صلاة في غيره وصلاة في المسجد الحرام أفضل من ألف صلاة في مسجدي وأفضل من هذا كله رجل يصلي ركعتين في زاوية بيته لا يعلمها إلا الله"أخرجه أبو الشيخ في الثواب من حديث أنس"صلاة في مسجدي تعدل بعشرة آلاف صلاة وصلاة في المسجد الحرام تعدل بمائة ألف صلاة والصلاة بأرض الرباط تعدل بألفي ألف صلاة وأكثر من ذلك كله الركعتان يصليهما العبد في جوف الليل لا يريد بهما إلا وجه الله عز وجل" وإسناده ضعيف وذكر أبو الوليد الصفار في كتاب الصلاة تعليقا من حديث الأوزاعي قال: دخلت على يحيى فأسند لي حديثا فذكره، إلا أنه قال في الأولى"ألف" وفي الثانية "مائة".


اسم الكتاب: تخريج أحاديث الإحياء العراقي



 عَنِ ابْنِ عُمَرَ ، أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: صَلاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاةٍ فِي غَيْرِهِ مِنَ الْمَسَاجِدِ إِلاَّ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَرُوِّينَا في حديث أبي الدرداء وجابر مرفوعا: فضل الصلاة في المسجد الحرام على غيره مائة ألف صلاة، وفي مسجدي هذا ألف صلاة وفي مسجد بيت المقدس خمسمائة صلاة


اسم الكتاب: السنن الصغرى للبيهقي رقم الجزء: 7 رقم الصفحة: 456


Diriwayatkan dari sahabat Ibnu Umar bahwasanya Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda : Shalat di masjidku ini lebih utama dari 1000 shalat di masjid-masjid lainnya kecuali masjidil haram. Dan kami meriwayatkan dalam hadits Abu Darda' dan Jabir secara marfu' : Keutamaan shalat di masjidil haram dibanding yang lainnya adalah 100.000 shalat, (keutamaan shalat) di masjidku ini 1000 shalat dan (keutamaan shalat) di masjid baitul maqdish 500 shalat [Al-Baihaqiy]

1929. KEUTAMAAN SHOLAT DI MEKAH, MASJID NABAWI DAN AQSO

PERTANYAAN :
Assalamu'alaikum wr.wb. Salam ukuah... Tuk sahabat Piss... Member baru mencari kebenaran dari kalimat ini :

# SHOLAT DI MEKAH 1X = sholat di masjid'mu 10.000x

# SHOLAT DI MASJID NABAWI / MADINAH 1X = maka sholat dimasjid tempat tinggal kamu 1000x.

# SHOLAT DIMASJID AQSO ( palestina ) 1X = maka sholat dimasjid tempat tinggal'mu 100x

Apakah benar ada'nya demikian Ustd/Ustzh , dan sahabat ( bila ada yg mengerti referensinya mhn berbagi ) terima kasih.. Sesudah dan sebelum'nya...

JAWABAN :
Wa'alaikumussalaam. Diriwayatkan sahabat Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Nabi saw bersabda, "Shalat di masjidku ini lebih baik daripada seribu shalat di masjid lain kecuali Masjidil Haram."

حدّثني عَمْرٌو النَّاقِدُ وَ زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ (وَاللَّفْظُ لِعَمْرٍو ) قَالاَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، يَبْلُغُ بِهِ النَّبِيَّ . قَالَ: «صَلاَةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا، خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ، إِلاَّ الْمَسْجِدِ الْحَرَامَ». اسم الكتاب: صحيح مسلم رقم الجزء: 9 رقم الصفحة: 137


حديث "صلاة في مسجدي هذا أفضل من مائة صلاة في غيره وصلاة في المسجد الحرام أفضل من ألف صلاة في مسجدي وأفضل من هذا كله رجل يصلي ركعتين في زاوية بيته لا يعلمها إلا الله"أخرجه أبو الشيخ في الثواب من حديث أنس"صلاة في مسجدي تعدل بعشرة آلاف صلاة وصلاة في المسجد الحرام تعدل بمائة ألف صلاة والصلاة بأرض الرباط تعدل بألفي ألف صلاة وأكثر من ذلك كله الركعتان يصليهما العبد في جوف الليل لا يريد بهما إلا وجه الله عز وجل" وإسناده ضعيف وذكر أبو الوليد الصفار في كتاب الصلاة تعليقا من حديث الأوزاعي قال: دخلت على يحيى فأسند لي حديثا فذكره، إلا أنه قال في الأولى"ألف" وفي الثانية "مائة". اسم الكتاب: تخريج أحاديث الإحياء العراقي


عَنِ ابْنِ عُمَرَ ، أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: صَلاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاةٍ فِي غَيْرِهِ مِنَ الْمَسَاجِدِ إِلاَّ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَرُوِّينَا في حديث أبي الدرداء وجابر مرفوعا: فضل الصلاة في المسجد الحرام على غيره مائة ألف صلاة، وفي مسجدي هذا ألف صلاة وفي مسجد بيت المقدس خمسمائة صلاة اسم الكتاب: السنن الصغرى للبيهقي رقم الجزء: 7 رقم الصفحة: 456


Diriwataytkan dari sahabat Ibnu Umar bahwasanya Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda : Shalat di masjidku ini lebih utama dari 1000 shalat di masjid-masjid lainnya kecuali masjidil haram. Dan kami meriwayatkan dalam hadits Abu Darda' dan Jabir secara marfu' : Keutamaan shalat di masjidil haram dibanding yang lainnya adalah 100.000 shalat, (keutamaan shalat) di masjidku ini 1000 shalat dan (keutamaan shalat) di masjid baitul maqdish 500 shalat [Al-Baihaqiy]. Wallaahu A'laamu Bis Showaab.

assalamu'alaikum wr.wb.
Salam ukuah... Tuk sahabat Piss...

Member baru mencari kebenaran dr kalimat ini>>
# SHOLAT DI MEKAH 1X = sholat di masjid'mu 10.000x
# SHOLAT DI MASJID NABAWI / MADINAH 1X = maka sholat dimasjid tempat tinggal kamu 1000x.
# SHOLAT DIMASJID AQSO ( palestina ) 1X = maka sholat dimasjid tempat tinggal'mu 100x

Apakah benar ada'nya demikian Ustd/Ustzh , dan sahabat ( bila ada yg mengerti referensinya mhn berbagi ) terima kasih.. Sesudah dan sebelum'nya...

Wallaahu A'laamu Bis Showaab

Demikian semoga bermanfaat.

Istilah 'Ikhwan Akhawat' dan Salah Kaprah Aktifis Dakwah

"Ikhwan dan Akhawat", istilah yang sering kali dipakai oleh orang-orang yang mengaku dan merasa sebagai aktifis dakwah meskipun hanya berangkat dari modal semangat saja. Mungkin  mereka bermaksud ingin terkesan islami atau syar'i dan sejenisnya, tetapi apa mau dikata bila hanya bermodal semangat saja, justru yang diperoleh sebaliknya, menjadi hiburan baru kalangan santri. Demikian pula penggunaan kata antum, akhi, ukhti, dan sebagainya.

Terkait dengan penggunaan kata Ikhwan dan Akhawat, bukan lagi pada makna aslinya, tetapi sudah terlalu jauh pada istilah kiasan. Dan sayangnya makna kiasan ini oleh mereka yang awam dan masih bau kencur seolah-olah berubah menjadi makna asli.

Aslinya dan seharusnya memang makna istilah 'ikhwan' itu berarti saudara laki-laki dan makna kata 'akhawat' itu berarti saudari-saudari perempuan. Dan hubungannya antara ikhwan dan akhawat itu bisa macam-macam, bisa satu ayah dan satu ibu (syaqiq/syaqiqah), atau bisa juga hanya satu ayah tapi lain ibu (akh/ukht li ab), dan bisa juga saudara seibu tapi tidak seayah (akh/ukht li um).

Yang biasa belajar ilmu faraidh pasti paham istilah-istilah ikhwan dan akhawat ini. Tetapi buat para aktifis dakwah yang datang bukan dari jenjang pendidikan syar'i baku, mereka tidak kenal bahasa Arab, tetapi semangat jadi aktifis saja,  yang mereka kenal dari istilah ikhwan dan akhawat tidak lain adalah teman dan rekan sepengajian. Teman satu pengajian (halaqah, liqa', daurah, dll) yang laki sering disebut dengan 'ikhwan', sedangkan teman pengajian yang peremuan sering disebut 'akhawat'.

Terkadang ada pula, WC masjid yang bertuliskan ikhwan dan akhawat. Maksudnya yang bertuliskan ikhwan adalah WC untuk laki-laki dan yang bertuliskan 'akhawat' berarti WC untuk perempuan. Padahal mereka bukan saudara, tidak ada hubungan darah dan jelas bukan seayah tidak seibu. Hubungan antara sesama aktifis dakwah itu hanyalah hubungan orang asing alias ajnabi dan jelas-jelas bukan mahram. Tetapi anehnya kenapa disebut ikhwan dan akhwat?

Sebaliknya, kakak beradik yang jelas-jelas lahir dari rahim yang sama, malah tidak disebut sebagai ikhwan dan akhawat. Alasannya, karena saudari perempuannya tidak pakai jilbab, maka tidak disebut akhwat. Alasan lainnya, karena saudara laki-laki sekandung itu tidak ikut pengajian yang sama, makanya tidak disebut sebagai ikhwan.

Istilah ikhwan dan akhawat telah bergeser maknanya terlalu jauh meninggalkan makna aslinya. Sampai orang awam pun tidak tahu arti yang sesungguhnya. Wajarlah kalau kebingungan begitu ada ustadz yang cerdas bilang bahwa ikhwan dan akhawat boleh berduaan, bahkan bersalaman, sentuhan kulit, malah boleh terlihat sebagian auratnya. Sebab mereka tidak memahami arti yang sebenarnya.

Semoga bermanfaat

Kamis, 12 November 2015

Biodata para nabi da rosul

1. ADAM AS.
Nama: Adam As.
Usia: 960 tahun.
Periode sejarah: 5872-4942 SM.
Tempat turunnya di bumi: India, ada yang berpendapat di Jazirah Arab.
Jumlah keturunannya: 40 laki-laki dan perempuan.
Tempat wafat: India, ada yang berpendapat di Mekkah.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 25 kali.
2. IDRIS AS.
Nama: Idris/Akhnukh bin Yarid, nama Ibunya Asyut.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As.
Usia: 345 tahun di bumi.
Periode sejarah: 4533-4188 SM.
Tempat diutus: Irak Kuno (Babylon, Babilonia) dan Mesir (Memphis).
Tempat wafat: Allah mengangkatnya ke langit dan ke surga.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 2 kali.
3. NUH AS.
Nama: Nuh/Yasykur/Abdul Ghaffar bin Lamak.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As.
Usia: 950 tahun.
Periode sejarah: 3993-3043 SM.
Tempat diutus (lokasi): Selatan Irak.
Jumlah keturunannya: 4 putra (Sam, Ham, Yafits dan Kan’an).
Tempat wafat: Mekkah.
Sebutan kaumnya: Kaum Nuh.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 43 kali.
4. HUD AS.
Nama: Hud bin Abdullah.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Iram (Aram) ⇒ ‘Aush (‘Uks) ⇒ ‘Ad ⇒ al-Khulud ⇒ Rabah ⇒ Abdullah ⇒ Hud As.
Usia: 130 tahun.
Periode sejarah: 2450-2320 SM.
Tempat diutus: Al-Ahqaf (antara Yaman dan Oman).
Tempat wafat: Bagian Timur Hadhramaut Yaman.
Sebutan kaumnya: Kaum ‘Ad.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 7 kali.
5. SHALIH AS.
Nama: Shalih bin Ubaid.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Iram (Aram) ⇒ Amir ⇒ Tsamud ⇒ Hadzir ⇒ Ubaid ⇒ Masah ⇒ Asif ⇒ Ubaid ⇒ Shalih As.
Usia: 70 tahun.
Periode sejarah: 2150-2080 SM.
Tempat diutus: Daerah al-Hijr (Mada’in Shalih, antara Madinah dan Syria).
Tempat wafat: Mekkah.
Sebutan kaumnya: Kaum Tsamud.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 10 kali.
6. IBRAHIM AS.
Nama: Ibrahim bin Tarakh.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Ibrahim As.
Usia: 175 tahun.
Periode sejarah: 1997-1822 SM.
Tempat diutus: Ur, daerah selatan Babylon (Irak).
Jumlah keturunannya: 13 anak (termasuk Nabi Ismail As. dan Nabi Ishaq As.). Tempat wafat: Al-Khalil (Hebron, Palestina/Israel).
Sebutan kaumnya: Bangsa Kaldan.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 69 kali.
7. LUTH AS.
Nama: Luth bin Haran.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Haran ⇒ Luth As.
Usia: 80 tahun.
Periode sejarah: 1950-1870 SM.
Tempat diutus: Sodom dan Amurah (Laut Mati atau Danau Luth).
Jumlah keturunannya: 2 putri (Ratsiya dan Za’rita).
Tempat wafat: Desa Shafrah di Syam (Syria).
Sebutan kaumnya: Kaum Luth.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 27 kali.
8. ISMAIL AS.
Nama: Ismail bin Ibrahim.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Ibrahim As. ⇒ Ismail As.
Usia: 137 tahun.
Periode sejarah: 1911-1774 SM.
Tempat diutus: Mekah.
Jumlah keturunannya: 12 anak.
Tempat wafat: Mekkah.
Sebutan kaumnya: Amaliq dan Kabilah Yaman.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 12 kali.
9. ISHAQ AS.
Nama: Ishaq bin Ibrahim.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Ibrahim As. ⇒ Ishaq As.
Usia: 180 tahun.
Periode sejarah: 1897-1717 SM.
Tempat diutus: Kota al-Khalil (Hebron) di daerah Kan’an (Kana’an).
Jumlah keturunannya: 2 anak (termasuk Nabi Ya’qub As./Israel).
Tempat wafat: Al-Khalil (Hebron).
Sebutan kaumnya: Bangsa Kan’an.
Al-Quran menyebutkan
namanya sebanyak: 17 kali.
10. YA’QUB AS.
Nama: Ya’qub/Israel bin Ishaq.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Ibrahim As. ⇒ Ishaq As. ⇒ Ya’qub As.
Usia: 147 tahun.
Periode sejarah: 1837-1690 SM.
Tempat diutus: Syam (Syria).
Jumlah keturunannya: 12 anak laki-laki (Rubin, Simeon, Lewi, Yahuda, Dan, Naftali, Gad, Asyir, Isakhar, Zebulaon, Yusuf dan Benyamin) dan 2 anak perempuan (Dina dan Yathirah).
Tempat wafat: Al-Khalil (Hebron), Palestina.
Sebutan kaumnya: Bangsa Kan’an.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 18 kali.
11. YUSUF AS.
Nama: Yusuf bin Ya’qub.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Ibrahim As. ⇒ Ishaq As. ⇒ Ya’qub As. ⇒ Yusuf As.
Usia: 110 tahun.
Periode sejarah: 1745-1635 SM.
Tempat diutus: Mesir.
Jumlah keturunannya: 3 anak; 2 laki-laki dan 1 perempuan.
Tempat wafat: Nablus.
Sebutan kaumnya: Heksos dan Bani Israel.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 58 kali.
12. AYYUB AS.
Nama: Ayyub bin Amush.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Ibrahim As. ⇒ Ishaq As. ⇒ al-‘Aish ⇒ Rum ⇒ Tawakh ⇒ Amush ⇒ Ayub As.
Usia: 120 tahun.
Periode sejarah: 1540-1420 SM.
Tempat diutus: Dataran Hauran.
Jumlah keturunannya: 26 anak.
Tempat wafat: Dataran Hauran.
Sebutan kaumnya: Bangsa Arami dan Amori, di daerah Syria dan Yordania.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 4 kali.
13. SYU’AIB AS.
Nama: Syu’aib bin Mikail.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Ibrahim As. ⇒ Madyan ⇒ Yasyjur ⇒ Mikail ⇒ Syu’aib As.
Usia: 110 tahun.
Periode sejarah: 1600-1490 SM.
Tempat diutus: Madyan (pesisir Laut Merah di tenggara Gunung Sinai).
Jumlah keturunannya: 2 anak perempuan.
Tempat wafat: Yordania.
Sebutan kaumnya: Madyan dan Ash-habul Aikah.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 11 kali.
14. MUSA AS.
Nama: Musa bin Imran, nama Ibunya Yukabad atau Yuhanaz Bilzal.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matisyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Ibrahim As. ⇒ Ishaq As. ⇒ Ya’qub As. ⇒ Lawi ⇒ Azar ⇒ Qahats ⇒ Imran ⇒ Musa As.
Usia: 120 tahun.
Periode sejarah: 1527-1407 SM.
Tempat diutus: Sinai di Mesir.
Jumlah keturunannya: 2 anak, Azir dan Jarsyun, dari istrinya bernama Shafura binti Syu’aib As.
Tempat wafat: Gunung Nebu (Bukit Nabu’) di Jordania (sekarang).
Sebutan kaumnya: Bani Israel dan Fir’aun (gelar raja Mesir).
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 136 kali.
15. HARUN AS.
Nama: Harun bin Imran, istrinya bernama Ayariha.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Ibrahim As. ⇒ Ishaq As. ⇒ Ya’qub As. ⇒ Lawi ⇒ Azar ⇒ Qahats ⇒ Imran ⇒ Harun As.
Usia: 123 tahun.
Periode sejarah: 1531-1408 SM.
Tempat diutus: Sinai di Mesir.
Tempat wafat: Gunung Nebu (Bukit Nabu’) di Jordania (sekarang).
Sebutan kaumnya: Bani Israel dan Fir’aun (gelar raja Mesir).
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 20 kali.
16. DZULKIFLI AS.
Nama: Dzulkifli/Bisyr/Basyar bin Ayyub.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Ibrahim As. ⇒ Ishaq As. ⇒ al-‘Aish ⇒ Rum ⇒ Tawakh ⇒ Amush ⇒ Ayyub As. ⇒ Dzulkifli As.
Usia: 75 tahun.
Periode sejarah: 1500-1425 SM.
Tempat diutus: Damaskus dan sekitarnya.
Tempat wafat: Damaskus.
Sebutan kaumnya: Bangsa Arami dan Amori (Kaum Rom), Syria dan Yordania.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 2 kali.
17. DAUD AS.
Nama: Daud bin Isya.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Ibrahim As. ⇒ Ishaq As. ⇒ Yahudza ⇒ Farish ⇒ Hashrun ⇒ Aram ⇒ Aminadab ⇒ Hasyun ⇒ Salmun ⇒ Bu’az ⇒ Uwaibid ⇒ Isya ⇒ Daud As.
Usia: 100 tahun.
Periode sejarah: 1063-963 SM.
Tempat diutus: Palestina (dan Israel).
Jumlah keturunannya: 1 anak, Sulaiman As.
Tempat wafat: Baitul Maqdis (Yerusalem).
Sebutan kaumnya: Bani Israel.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 18 kali.
18. SULAIMAN AS.
Nama: Sulaiman bin Daud.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matisyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Ibrahim As. ⇒ Ishaq As. ⇒ Yahudza ⇒ Farish ⇒ Hashrun ⇒ Aram ⇒ Aminadab ⇒ Hasyun ⇒ Salmun ⇒ Bu’az ⇒ Uwaibid ⇒ Isya ⇒ Daud As. ⇒ Sulaiman As.
Usia: 66 tahun.
Periode sejarah: 989-923 SM.
Tempat diutus: Palestina (dan Israel).
Jumlah keturunannya: 1 anak, Rahab’an.
Tempat wafat: Baitul Maqdis (Yerusalem).
Sebutan kaumnya: Bani Israel.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 21 kali.
19. ILYAS AS.
Nama: Ilyas bin Yasin.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Ibrahim As. ⇒ Ishaq As. ⇒ Ya’qub As. ⇒ Lawi ⇒ Azar ⇒ Qahats ⇒ Imran ⇒ Harun As. ⇒ Alzar ⇒ Fanhash ⇒ Yasin ⇒ Ilyas As.
Usia: 60 tahun di bumi.
Periode sejarah: 910-850 SM.
Tempat diutus: Ba’labak (Lebanon).
Tempat wafat: Diangkat Allah ke langit.
Sebutan kaumnya: Bangsa Fenisia.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 4 kali.
20. ILYASA’ AS.
Nama: Ilyasa’ bin Akhthub.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Ibrahim As. ⇒ Ishaq As. ⇒ Ya’qub As. ⇒ Yusuf As. ⇒ Ifrayim ⇒ Syutlim ⇒ Akhthub ⇒ Ilyasa’ As.
Usia: 90 tahun.
Periode sejarah: 885-795 SM.
Tempat diutus: Jaubar, Damaskus.
Tempat wafat: Palestina.
Sebutan kaumnya: Bangsa Arami dan Bani Israel.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 2 kali.
21. YUNUS AS.
Nama: Yunus/Yunan/Dzan Nun bin Matta binti Abumatta, Matta adalah nama Ibunya. (Catatan: Tidak ada dari para nabi yang dinasabkan ke Ibunya kecuali Yunus dan Isa As.).
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Ibrahim As. ⇒ Ishaq As. ⇒ Ya’qub As. ⇒ Yusuf As. ⇒ Bunyamin ⇒ Abumatta ⇒ Matta ⇒ Yunus As.
Usia: 70 tahun.
Periode sejarah: 820-750 SM.
Tempat diutus: Ninawa, Irak.
Tempat wafat: Ninawa, Irak.
Sebutan kaumnya: Bangsa Asyiria, di utara Irak.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 5 kali.
22. ZAKARIYA AS.
Nama: Zakariya bin Dan.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Ibrahim As. ⇒ Ishaq As. ⇒ Yahudza ⇒ Farish ⇒ Hashrun ⇒ Aram ⇒ Aminadab ⇒ Hasyun ⇒ Salmun ⇒ Bu’az ⇒ Uwaibid ⇒ Isya ⇒ Daud As. ⇒ Sulaiman As. ⇒ Rahab’am ⇒ Aynaman ⇒ Yahfayath ⇒ Syalum ⇒ Nahur ⇒ Bal’athah ⇒ Barkhiya ⇒ Shiddiqah ⇒ Muslim ⇒ Sulaiman ⇒ Daud ⇒ Hasyban ⇒ Shaduq ⇒ Muslim ⇒ Dan ⇒ Zakariya As.
Usia: 122 tahun.
Periode sejarah: 91 SM-31 M.
Tempat diutus: Palestina.
Jumlah keturunannya: 1 anak.
Tempat wafat: Halab (Aleppo).
Sebutan kaumnya: Bani Israel.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 12 kali.
23. YAHYA AS.
Nama: Yahya bin Zakariya.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Ibrahim As. ⇒ Ishaq As. ⇒ Yahudza ⇒ Farish ⇒ Hashrun ⇒ Aram ⇒ Aminadab ⇒ Hasyun ⇒ Salmun ⇒ Bu’az ⇒ Uwaibid ⇒ Isya ⇒ Daud As. ⇒ Sulaiman As. ⇒ Rahab’am ⇒ Aynaman ⇒ Yahfayath ⇒ Syalum ⇒ Nahur ⇒ Bal’athah ⇒ Barkhiya ⇒ Shiddiqah ⇒ Muslim ⇒ Sulaiman ⇒ Daud ⇒ Hasyban ⇒ Shaduq ⇒ Muslim ⇒ Dan ⇒ Zakariya As. ⇒ Yahya As.
Usia: 32 tahun.
Periode sejarah: 1 SM-31 M.
Tempat diutus: Palestina.
Tempat wafat: Damaskus.
Sebutan kaumnya: Bani Israel.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 5 kali.
24. ISA AS.
Nama: Isa bin Maryam binti Imran. (Catatan: Tidak ada dari para nabi yang dinasabkan ke Ibunya kecuali Yunus dan Isa As.).
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Ibrahim As. ⇒ Ishaq As. ⇒ Yahudza ⇒ Farish ⇒ Hashrun ⇒ Aram ⇒ Aminadab ⇒ Hasyun ⇒ Salmun ⇒ Bu’az ⇒ Uwaibid ⇒ Isya ⇒ Daud As. ⇒ Sulaiman As. ⇒ Rahab’am ⇒ Radim ⇒ Yahusafat ⇒ Barid ⇒ Nausa ⇒ Nawas ⇒ Amsaya ⇒ Izazaya ⇒ Au’am ⇒ Ahrif ⇒ Hizkil ⇒ Misyam ⇒ Amur ⇒ Sahim ⇒ Imran ⇒ Maryam ⇒ Isa As.
Usia: 33 tahun di bumi.
Periode sejarah: 1 SM-32 M.
Tempat diutus: Palestina.
Tempat wafat: Diangkat oleh Allah ke langit.
Sebutan kaumnya: Bani Israel.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 21 kali, sebutan al-Masih sebanyak 11 kali, dan sebutan Ibnu (Putra) Maryam sebanyak 23 kali.
25. MUHAMMAD SAW.
Nama: Muhammad bin Abdullah.
Garis Keturunan Ayah: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Ibrahim As. ⇒ Ismail As. ⇒ Nabit ⇒ Yasyjub ⇒ Ya’rub ⇒ Tairah ⇒ Nahur ⇒ Muqawwim ⇒ Udad ⇒ Adnan ⇒ Ma’ad ⇒ Nizar ⇒ Mudhar ⇒ Ilyas ⇒ Mudrikah ⇒ Khuzaimah ⇒ Kinanah ⇒ an-Nadhar ⇒ Malik ⇒ Quraisy (Fihr) ⇒ Ghalib ⇒ Lu’ay ⇒ Ka’ab ⇒ Murrah ⇒ Kilab ⇒ Qushay ⇒ Zuhrah ⇒ Abdu Manaf ⇒ Hasyim ⇒ Abdul Muthalib ⇒ Abdullah ⇒ Muhammad Saw.
Garis Keturunan Ibu: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Ibrahim As. ⇒ Ismail As. ⇒ Nabit ⇒ Yasyjub ⇒ Ya’rub ⇒ Tairah ⇒ Nahur ⇒ Muqawwim ⇒ Udad ⇒ Adnan ⇒ Ma’ad ⇒ Nizar ⇒ Mudhar ⇒ Ilyas ⇒ Mudrikah ⇒ Khuzaimah ⇒ Kinanah ⇒ an-Nadhar ⇒ Malik ⇒ Quraisy (Fihr) ⇒ Ghalib ⇒ Lu’ay ⇒ Ka’ab ⇒ Murrah ⇒ Kilab ⇒ Qushay ⇒ Zuhrah ⇒ Abdu Manaf ⇒ Wahab ⇒ Aminah ⇒ Muhammad Saw.
Usia: 62 tahun.
Periode sejarah: 570-632 M.
Tempat diutus: Mekkah.
Jumlah keturunannya: 7 anak; 3 laki-laki Qasim, Abdullah dan Ibrahim, dan 4 perempuan Zainab, Ruqayyah, Ummi Kultsum dan Fatimah az-Zahra.
Tempat wafat: Madinah.
Sebutan kaumnya: Bangsa Arab.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 25 kali.

Semoga bermanfaat

Senin, 02 November 2015

800 Tahun Hilang, Tafsir Al-Jailani ditemukan di Vatikan


Penemuan karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani oleh cucu ke-25-nya sendiri, Syekh Dr. Muhammad Fadhil, membuat dunia akademik dan pengamal tarekat/tasawuf terkagum-kagum. Bagaimana tidak? Naskah ini selama 800 tahun menghilang dan baru ditemukan secara utuh di Vatikan. Manuskrip yang berisi 30 Juz penuh ini tersimpan secara baik di perpustakaan.

Tak ada yang menyangka sebelumnya bahwa Syekh Abdul Qadir Al-Jailani menulis kitab tafsir Al-Quran 30 juz yang mengulas ayat-ayat Al-Quran. Kita seolah-olah mempelajari samudra tasawuf dari ayat ke ayat. Dan, alhamdulillah, Tafsir Al-Jailani, yang dalam bahasa Arab telah diterbitkan oleh Markaz Al-Jailani Turki (6 jilid), kini telah berhasil diterjemahkan dalam bahasa Indonesia/Melayu menjadi 12 Jilid. Hingga hari ini, Markaz Jailani Asia Tenggara baru mencetak 2 jilid pertama.
Para salik yang berada di Indonesia, Malaysia, Brunei, Thailand dan Singapura yang berbahasa Melayu bisa mempelajari makna-makna penting tasawuf yang diajarkan Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dengan mudah.
Kami sangat berterima kasih dengan perjuangan penelitian dan penyelidikan yang dilakukan oleh Syekh Dr Muhammad Fadhil dalam menyelamatkan manuskrip-manuskrip langka ini. Terutama yang berkaitan dengan Tafsir Al-Jailani. Kami terharu ketika mendengarkan langsung kisah pengkajian dan penelitiannya selama puluhan tahun.
Berikut adalah penuturan Syekh Fadhil dalam pembukaan kitab Tafsir Al-Jailani yang ditelitinya:
“Saya tumbuh besar di bawah pendidikan kakek saya Sayyid Syarif al-Alim al-Muqtada bin wa al-Quthb al-Kamil asy-Syaikh Muhammad Shiddiq Jalilaniy al-Hasaniy. Ayah saya bernama Sayyid Syarif al-Alim al-Allamah wa al-Bahr al-Fahhamah Syaikh Muhammad Faiq Jailaniy al-Hasaniy.
Setelah saya mendatangi Madinah Munawwarah dan tinggal di kota ini, saya pun mulai mencari kitab-kitab Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy Radhiyallahu 'Anhu pada tahun 1977 M di Madinah al-Munawwarah dan kota-kota lainnya sampai tahun 2002 M.
Setelah tahun itu, saya menghabiskan seluruh waktu saya untuk mencari kitab-kitab sang Syaikh Radhiyallahu 'Anhu, dan sampai hari ini saya masih terus melanjutkan pencarian itu.
Saya telah mendatangi sekitar lima puluh perpustakaan negara dan puluhan perpustakaan swasta yang terdapat di lebih dari 20 negara. Bahkan ada beberapa negara yang saya datangi sampai lebih dari dua puluh kali.
Dari proses panjang itu saya berhasil mengumpulkan tujuh belas kitab dan enam risalah yang salah satunya adalah kitab tafsir ini yang menurut saya, tidak ada bandingannya di seluruh dunia.
Dari perjalanan saya mendatangi beberapa pusat-pusat ilmu pengetahuan, saya pun mengetahui bahwa ada empat belas kitab karya Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy yang dianggap punah. Oleh sebab itu, saya terus melakukan pencarian kitab-kitab tersebut di pelbagai perpustakaan internasional setelah kitab tafsir ini selesai dicetak dan diterbitkan, insya Allah.
Sungguh saya sangat bergembira dan bersyukur kepada Allah SWT ketika saya mengetahui bahwa jumlah lembaran tulisan karya kakek saya Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy radhiyallâhu 'anhu yang berhasil saya kumpulkan mencapai 9.752 lembar. Jumlah itu tidak termasuk tulisan-tulisan yang akan kami terbitkan saat ini dan beberapa judul yang hilang. Tentu saja, semua ini membuat saya sangat gembira dan bangga tak terkira kepada kakek saya Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy r.a.
Ada sebuah pengalaman menakjubkan yang saya alami ketika saya mendatangi negeri Vatikan untuk mencari karya-karya sang Syaikh di perpustakaan Vatikan yang termasyhur. Ketika saya memasuki negara Vatikan, petugas imigrasi bertanya kepada saya tentang alasan saya mengunjungi Perpustakaan Vatikan. 
Pertanyaan itu dijawab oleh seorang kawan asal Italia yang mendampingi saya dengan mengatakan bahwa saya sedang mencari buku-buku karya kakek saya Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy. Saya kaget ketika tiba-tiba saja, petugas itu langsung berdiri dan berhormat seraya berkata: "Ya, ya, Sang Filsof Islam, Abdul Qadir al-Jailaniy." 

Setelah saya memasuki Perpustakaan Vatikan, saya menemukan pada katalog perpustakaan dan beberapa buku yang ada di situ sebuah tulisan dalam Bahasa Italia yang berbunyi: "Filsuf Islam", dan dalam Bahasa Arab: "Syaikh al-Islâm wa al-Muslimîn".
Dua gelar ini tidak pernah saya temukan di semua perpustakaan yang ada di tiga benua kecuali hanya di sini. Di Perpustakaan Vatikan saya juga menemukan sebuah tulisan tentang Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy yang berbunyi: "Sang Syaikh Radhiyallahu 'Anhu membahas tiga belas macam ilmu."
Kisah ini bisa menjadi inspirasi bagi kita semua. Bagaimana mungkin, karya-karya monumental Syekh Abdul Qadir Al-Jailani justru tersimpan rapi di perpustakaan di Vatikan? Kemana saja ahli-ahli sejarah kita? Mengapa karya sehebat itu “hilang” selama berabad-abad? Jangan-jangan selama ini lebih fasih orang Katolik mempelajari karya-karya Syekh Abdul Qadir Jailani daripada kita yang setiap bulan ikut Manaqib Syekh Abdul Qadir?
Kitab Tafsir Al-Jailani karya Syekh Abdul Qadir Al Jailani, bisa menjadi rujukan bagi pembelajar ilmu tasawuf. Peminat tasawuf dapat mempelajari makna-makna Al Qur’an dengan batin dan ruh tasawuf dengan bimbingan Sulthonul Auliya ini. Bagai menyelami samudera syariat, thariqat, makrifat dari ayat ke ayat. Cocok sebagai referensi dalam berguru kepada Sang Mursyid.
“Dalam kitab ini, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani tidak sekadar menafsirkan Al-Qur`an dengan pola tafsir yang hanya mengandalkan ilmu dan pemahaman seperti yang lazim terdapat dalam pelbagai kitab tafsir ...lain. Tetapi, tafsir ini lebih banyak bertumpu pada pemaparan ilhami yang menghidupkan ruh serta dapat menumbuhkan ketakwaan di satu sisi, dan di sisi lain mampu mengikat murid dengan gurunya, sehingga sang guru dapat terus meningkatkan kualitas murid hingga mencapai derajat setinggi mungkin.”
-Syekh Dr. Muhammad Fadhil Al-Jailani Al-Hasani-
(Pendiri dan Penasehat Utama Markaz Al-Jailani Internasional, Pentahkik kitab Tafsir Al-Jailani)
“Semoga dengan penerjemahan dan penerbitan Tafsir Al-Jailani karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam bahasa Indonesia/Melayu oleh Markaz Jailani Asia Tenggara, umat Islam di seluruh Nusantara dapat belajar, memahami dan mendalami ajaran-ajaran syariat, tarekat, makrifat dan hakikat dari ayat ke ayat dalam Al-Qur’an.”
-Syekh Rohimuddin Nawawi Al-Jahary Al-Bantani-
(Penasehat Markaz Jailani Asia Tenggara dan Direktur Dar Al-Hasani, Kelantan Malaysia)
  • Selama 800 tahun Tafsir Al-Jailani karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani “hilang” atau “dihilangkan.”
  • Karya ini ditemukan di Vatikan oleh cucu ke-25-nya, Syekh Dr. Muhammad Fadhil.
  • Ayat demi ayat ditafsirkan dengan cara penuturan dan ungkapan yang mudah, singkat dan sistematis.
  • Teknik penafsiran Al-Qur’an dengan Al-Qur’an (Al-Qur’an bi Al-Qur’an).
  • Syekh Abdul Qadir secara cerdas mengulas ayat-ayat tentang hukum, fiqih, tauhid, hadis dan tasawuf dengan terang dan jelas.
  • Tafsir ini tergolong Tafsir Isyari—meski tidak semua ayat ditafsirkan secara isyari— disampaikan dengan mengagumkan, baik yang tersirat dalam alam dan tersurat dalam Al-Qur’an sangat sistematis, runtut, teratur dan sempurna.
  • Karya ini dapat menjadi rujukan utama para salik dalam menempuh jalan sufi.
  • Ketinggian ilmu hadis, syariat, fiqih, ilmu kalam, ulumul-Quran dan tasawuf yang dimiliki Syekh Abdul Qadir mendudukan buku ini sebagai kitab Tasawuf tingkat tinggi (first class).
  • Karya ini diterima dan tersebar di seluruh dunia Islam serta diakui oleh para ulama, seperti Syekh Dr. Ali Jumu’ah (Mufti Mesir), Mufti Syria, Mufti Libanon, serta para Syekh sufi seperti murabbi besar Syekh Youssef Riq al-Bakhour dan lain-lain.
Syekh Dr Muhammad Fadhil, sebagai Ahli Peneliti Utama karya-karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani meyakini bahwa Kitab Tafsir ini adalah salah satu karya sultan para wali, Imam Agung Syekh Abdul Qadir Al-Jailani yang telah menghilang selama 800 tahun lebih dari dunia Islam. Ini dinyatakan Syekh Muhammad Fadhil, setelah melakukan penelitian dan analisa selama kurun waktu 30 tahun, serta belasan kali pembacaan ulang. Pernyataan tersebut bukanlah ungkapan subyektif dan emosional semata, namun berdasarkan fakta dan data-data filologis yang valid dari manuskrip-manuskrip yang dikajinya.
Harus diakui bahwa terdapat sejumlah kalangan yang meragukan penemuan ini, dengan melakukan penolakan dan pelecehan atas penisbatan kitab ini kepada Syekh Abdul Qadir Al-Jailani. Pandangan-pandangan semacam ini muncul di website tertentu. Mereka berdalih bahwa di dalam kitab ini terdapat banyak ungkapan dan terminologi yang tidak dapat dipahami. Bahkan, ada yang menilai sebagai pandangan kafir. Bahkan, yang paling ironis, pandangan itu justru muncul dari ulama kontemporer yang telah memahami terminologi tauhid dzauqi ahli sufi.
Memang terdapat beberapa paradoks dalam Penisbatan Tafsir ini kepada Syekh Abdul Qadir Al-Jailani seperti dalam mukadimah kitab ini disebutkan, “... Kemudian ketika futûh yang dibukakan dan diberikan Allah secara murni dari pemberian-Nya itu semakin jelas, maka dinamakanlah (kitab ini) dengan nama yang diperoleh dari sisi-Nya, ‘Al Fawâtîh al-Ilâhiyah wa al-Mafâtîh al-Ghaibiyah al-Mudhîhah li al-Kalim al-Qur’âniyah wa al-Hikam al-Furqaniyah.’” Berangkat dari ungkapan inilah kemudian Haji Khalifah dalam kitabnya, “Kasyfudz Dzunûn”, 2/1292 dan Al-Zarkali dalam kitabnya, “Al-I’lâm”, 8/39, serta Kamus Kumpulan Pengarang Kitab, menisbatkan kitab ini kepada Syekh Nikmatullah bin Mahmud An-Nakhjawani (w. 920 H), seorang sufi tarekat al-Qadiriyah asal Uzbekistan.
Namun demikian, peneliti kitab ini, Syekh Dr. Muhammad Fadhil, telah melampirkan bukti keotentikannya berupa salinan manuskrip (yang di dalamnya penyalin tafsir menuliskan pada setiap akhir Juz 1 hingga Juz 3 kalimat berikut, “Telah selesai Juz 3 dari tafsir Sulthan al-‘Ârifîn Sayyidi Abdul Qadir Al-Jailani qaddasallah sirrah.” Dan, dalam salinan manuskrip (ج) telah dituliskan pula pada Juz 1, “Juz pertama dari tafsir Al-Qur’an karya Maulana pemilik cahaya rabbâni, organ shamadâni, Imam Para Arif, Mahkota Agama, quthb yang sempurna Sayid Abdul Qadir Al-Jailani...”
Selain itu, Mufti Iraq, Al-‘Âlim al-‘Allâmah Syekh Abdul Karim Basyarah Al-Mudarris menyebutkan dalam kitabnya, “Isnâd al-‘Alam ila Hadrah Sayyid al-‘Âlam” tentang beberapa karangan Quthb Ar-Rabbani al-Gauth ash-Shamadani Quthb Baghdad Abu Shalih Muhyiddin Syekh Abdul Qadir Al-Jailani qadassallah sirrah, bahwa Syekh Abdul Qadir memiliki berbagai karya, yang di antara karya besarnya adalah Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhîm dalam 6 jilid yang salah satu salinannya terdapat di Tharablus, Libya dan belum dicetak hingga sekarang. Para Nuqabâ’ (pimpinan keluarga Al-Jailani) Baghdad pernah berencana mencetaknya, namun karena beberapa halangan maka tidak dapat dicetak.
Bahkan, setelah melalui kajian, pengamatan serta perbandingan terhadap gaya bahasa Syekh Abdul Qadir Al-Jailani melalui karya-karya beliau yang terkenal seperti, Al-Gunyah, Fathurrabbani, Futuh Al-Ghaib, dan lainnya, maka dapat dipastikan bahwa penisbatan kitab ini kepada Syekh Abdul Qadir Al-Jailani adalah benar adanya.
Bagi yang telah membaca secara teliti kitab ini menggunakan feeling ilmiah dengan cermat berdasarkan dalil aqli dan naqli serta perbandingan berbagai uslub dan “sidik jari ilmiah” penulisnya, akan tahu pasti dan yakin bahwa pengarangnya adalah Syekh Abdul Qadir Al-Jailani. Sebagaimana pula diakui oleh para pemelihara peninggalan Al-Qadiri di Baghdad bahwa Syekh Abdul Qadir Al-Jailani memang memiliki karya tafsir.
Namun, jika sekadar dilihat dari sejarah dan perkembangan terminologi sufi yang ada di dalamnya, maka tidak dipungkiri bahwa Tafsir Al-Jailani ini telah mengalami format ulang serta penyempurnaan, terutama oleh tokoh sufi Al-Qadiri yang bernama Nikmatullah An-Nakhjawani, sehingga menjadi lebih sistematis dan sempurna seperti yang ada saat ini.
Adapun terkait penamaannya sebagai “Tafsir Al-Jailani” maka itu semata-mata merupakan gagasan dari penelitinya. Ketika saya tanyakan alasannya, beliau menjelaskan bahwa penemuan serta penelitian manuskrip kitab ini telah memakan waktu selama 30 tahun dan beliau takut jika suatu ketika karya ini “dicuri” oleh peneliti gadungan yang banyak tersebar di Arab, sehingga usaha beliau untuk memunculkan karya-karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani yang masih terkubur akan terganggu dan diselewengkan untuk tujuan materialistis belaka dan sebagai mata pencaharian semata.
Sebenarnya, mulai dari mukadimah segala perkara yang berhubungan dan berkaitan dengan Al-Qur’an dan tafsirnya telah dipaparkan oleh pengarangnya sehingga tampak nyata bahwa tafsir ini adalah karya besar beliau sendiri. Jika pembaca tekun dan telaten, pasti akan tampak baginya bahwa beliau dalam kitab ini, secara tekstual banyak mengutip dari karya guru yang dikaguminya yaitu Syekh Imam Al-Ghazali dalam kitabnya “Muqaddimah fî Ushûl At-Tafsîr.” Dan, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani adalah praktisi handal yang mampu memetakan seluruh pemikiran Tarbiyah Ruhiyah Sufiyah konseptor ulung, yaitu Imam Al-Ghazali.
 

Semoga bermanfaat

Kamis, 29 Oktober 2015

NAZHOM " LAM YAHTALIM "

PERTANYAAN

Assalamu 'alaikum
Minta teks Nadhom "Lam Yahtalim", dan terjemahnya beserta dalilnya. Terimakasih

JAWABAN
Wa'alaikum salam Wr Wb
Demikian dinyatakan Syekh Nawawi Al-Bantani dalam kitab Maraqil Ubudiyah ala Bidayatil Hidayah. Hal : 3

لَمْ يَحْتَلِمْ قَطُّ طَهَ مُطْلَقًا أَبَدًا * وَما تَثائَبَ أَصْلاً في مَدَى الزَّمَنِ

مِنْهُ الدَّوَابُّ فَلَمْ تَهْرُبْ وَمَا وَقَعَتْ * ذُبَابَةٌ أَبَدًا فِي جِسْمِهِ الحَسَنِ

بِخَلْفِهِ كَأَمَامَ رُؤْيَةٌ ثَبَتَتْ * وَلاَ يُرَى أَثَرُ بَوْلٍ مِنْه فِي عَلَنِ

وَقَلْبُه لَمْ يَنَمْ وَالعَيْنُ قَدْ نَعَسَتْ * وَلاَ يَرَى ظِلَّهُ فِي الشَّمْسِ ذُوْ فَطَنِ

كَتْفَاهُ قَدْ عَلَتَا قَوْمًا إِذَا جَلَسُوْا * عِنْدَ الوِلاَدَةِ صِفْ يَا ذَا بِمُخْتَتَنِ

هَذِى الخَصَائِصَ فَاحْفَظْهَا تَكُنْ آمِنًا * مِنْ شَرِّ نَارٍ وَسُرَاقٍ وَمِنْ مِحَنِ

Artinya:
Belum pernah sama sekali, Thoha (Nabi Muhammad SAW) “bermimpi basah, Dan sama sekali Beliau tidak pernah menguap di sepanjang hayatnya
Darinya, binatang tidak lari dan belum pernah hinggap seekor lalat di tubuhnya yang bagus
Sisi belakang beliau sama seperti sisi depan,yaitu mampu melihat , Dan bekas air seninya tidak terlihat meski di tempat nyata
Qalbunya tak pernah tidur sekalipun mata mengantuk , Dan bayangan tubuhnya tidak terlihat ketika disinari matahari
Kedua Bahunya selalu terlihat lebih tinggi dari bahu yang lainnya ketika bermajlis, Dan ketika lahir terangkanlah wahai nabi yang sudah terkhitan
Keistimewaan ini hafalkanlah agar kau aman , Dari kejahatan api kebakaran, pencurian, dan bencana lain

Wallahu A’lam

Semoga bermanfaat

Cara Memimpikan Orang Yang Telah Wafat Dan Fadhilah Sholawat

Dikutip dari Kitab Riyadl al-Badi'ah halaman 92,karya Syeikh Nawawi al-bantani
Dalam Khotimah (bab penutup) kitabnya,syeikh nawawi menganjurkan beberapa amalan agar senantiasa dilaksanakan muslimin muslimat,salah satunya adalah membaca sholawat kepada baginda Nabi Muhammad SAW.
Dan berikut adalah kisah salah satu faidah agung tentang FADHILAH SHOLAWAT

حكي ان امرأة جاءت الي الحسن فقالت له توفيت لي ابنة واريد رؤيتها في النوم ،فقال لها صلي اربع ركعات بعد العشاء واقرئي في كل ركعة بعد الفاتحة سورة الهاكم مرة ثم اضطجعي وصلي علي النبي صعلم الي ان تنامي ففعلت فراتها في العقوبة مسلسلة ومغلولة، فجاءت اليه فاحبرته فاغتم وقال لها تصدقي عنها ففعلت ثم راي في تلك الليلة كانه في روضة من رياض الجنة وفيها سرير عليه جارية جميلة وعلي راشها تاج من نور فقالت له اعرفتني فقال لا ، فقالت له انا ابنة تلك المراة فقال لها بغير هذا وصفت لي امك حالك، فقالت كنت كذلك فقال ثم بماذا بلغت هذا، قالت كنا سبعين الف نفس في تلك العقوبة فعبر واحد من الصالحين علي قبورنا وصلي علي النبي صعلم مرة وجعل ثوابها لنا فاعتقنا الله من ذلك ببركته وبلغ نصيبي مارايت اه

Dikisahkan,ada seorang wanita (seorang ibu) datang kepada syeikh Hasan,dan ia berkata: "Aku telah ditinggal wafat oleh anak perempuanku,dan aku ingin sekali memimpikan dia".
Berkata Syeikh Hasan pada si ibu: "Lakukanlah sholat sunah empat roka'at setelah isya,dan bacalah pada setiap roka'atnya surat AL-TAKATSUR satu kali setelah fatihah,kemudian berbaringlah dan bacalah sholawat hingga engkau tertidur".
Si ibu ini melakukan apa apa yang telah disampaikan syeikh padanya.
Maka malam itu si ibu memimpikan anak perempuannya sedang disiksa dengan kaki dan tangan terbelenggu rantai besi.
Keesokannya si ibu datang lagi kepada syeikh dan mengabarkan mimpinya,sejenak syeikh diam dan kemudian beliau berkata: "Shodaqohlah atas nama anak perempuanmu".
Maka kemudian si ibu melaksanakan shodaqoh atas nama anak perempuannya (menghadiahkan ganjaran shodaqoh tersebut kepada anaknya).
Kemudian pada malam berikutnya,Syeikh bermimpi seolah beliau berada di pertamanan syurga, Beliau melihat ada seorang gadis yang sangat cantik berada diatas sebuah ranjang dengan memakai mahkota dari cahaya dikepalanya.
Gadis ini berkata kepada Syeikh: "Apakah engkau tidak mengenaliku wahai syeikh ?"
"Tidak !" jawab Syeikh.
Berkata gadis itu: "Aku adalah anak perempuan dari wanita yang datang padamu"
Syeikh berkata: "Tapi tidak dalam keadaan seperti yang aku lihat saat ini ibu mu menceritakan keadaanmu".
Berkata si gadis: "Sebelumnya aku memang seperti apa yang telah diceritakan ibuku".
Syeikh berkata: "Lalu bagaimana engkau bisa seperti ini ?".
Si gadis menjelaskan: "Aku adalah salah satu dari 70.000 orang yang sedang disiksa, Maka lewatlah diantara pekuburan kami seorang yang sholih,orang sholih tersebut membaca sholawat atas Nabi Muhammad SAW hanya satu kali,kemudian ia menghadiahkan pahala satu kali sholawat tersebut kepada kami, Kemudian Allah membebaskan kami (70.000 orang) dari siksaan tersebut dengan berkah Nabi SAW (sholawat), Dan hasil dari satu kali sholawat yang dihadiahkan pada kami adalah seperti apa yang engkau lihat padaku (seperti ini bagianku).

Wallohu a'lam

اللهم صل وسلم وبارك علي سيدنا محمد وعلي اله واصحابه وازواجه وذرياته واهل بيته الكرام اجمعين

Bogor,Jum'at 17 dzulhijjah 1437 / 30 oktober 2015

Semoga bermanfaat

Kisah Pecinta Kitab Shahih Al-Bukhari dengan Anaknya


 Kisah Ulama Pecinta Kitab Shahih Al-Bukhari dengan Anaknya
Syaikh Abdul Wakil Abdul Haq al-Hasyimi, pengajar shohih al-Bukhory di Masjidil Haram bertutur tentang kisah ayahnya, Syaikh Abdul Haq al-Hasyimi yang begitu mencintai Kitab hadits Shohih al-Bukhory.

Beliau berkisah bagaimana membekasnya kecintaan kepada Shahih al-Bukhary dibawa ayahnya sampai wafat. Pada suatu hari, Syaikh Abdul Wakil ditanya tentang sebuah hadits di dalam riwayat al-Bukhari, namun dia tidak tahu di bab mana hadits itu berada. Lalu, beliau pulang dan tidur sambil memendam kecewa karena tidak menjawab pertanyaan itu.

Pada saat tidur, ia bermimpi bertemu dengan sang ayah, Syaikh Abdul Haq. Di dalam mimpi itu, ia bertanya kepada ayahnya, " wahai ayah di mana keberadaan hadits ini?" Sang ayah pun menjawab," bukanlah sudah aku wasiatkan kepadamu jangan tinggalkan belajar shahih al-Bukhari? Imam al-Bukhari menempatkan hadits itu di salah satu bab di dalam kitabul Jihad!"

Masya Allah, ternyata kecintaan kepada ilmu itu dibawa sampai mati. Buktinya, sudah mati saja bisa memberi tahu di mana letak haditsnya. Bagaimana selama masih hidup.

Dikutip dari Adatul Imam al-Bukhari, hal.11

Semoga bermanfaat

Kamis, 22 Oktober 2015

Agar do'a mudah terkabul dan do'a para nabi

PETUNJUK AGAR DO'A DI IJABAHI / DI KABULKAN

وروى الحاكم في مستدركه وصححه من حديث أبي أمامة مرفوعا " إن لله ملكا موكلا بمن
يقول يا أرحم الراحمين ، فمن قالها ثلاثا قال له الملك : إن أرحم الراحمين قد أقبل عليك فسل )

Al hakim meriwayatkan dalam kitab al mustadroknya dan beliau menshahihkannya dari hadisnya abi umamah secara marfu':
"Sesungguhnya Allah Ta’ala mempunyai seorang malaikat yang ditugaskan (mencari) orang yang mengucapkan,
YAA ARHAMAR ROOHIMIIN
'Wahai Dzat yang paling Penyayang'.
Maka barangsiapa yang mengucapkannya tiga kali, maka malaikat mengucapkan untuknya, 'Sesungguhnya Dzat yang paling Penyayang telah datang kepadamu, maka mintalah kepadaNya'."

وَعَنْ بُرَيْدَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: «سَمِعَ النَّبِيُّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - رَجُلًا يَقُولُ: اللَّهُمَّ إنِّي
أَسْأَلُك بِأَنِّي أَشْهَدُ أَنَّك أَنْتَ اللَّهُ لَا إلَهَ إلَّا أَنْتَ، الْأَحَدُ الصَّمَدُ، الَّذِي لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: لَقَدْ سَأَلَ اللَّهَ بِاسْمِهِ الَّذِي إذَا سُئِلَ بِهِ أَعْطَى وَإِذَا دُعِيَ بِهِ أَجَابَ» أَخْرَجَهُ الْأَرْبَعَةُ، وَصَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّانَ.

dan dari Abu Buraidah sesungguhnya Rasululloh sollallohu’alaihi wa sallam mendengar seseorang berdoa,
ALLAHUMMA INNI AS'ALUKA BIANNI ASYHADU ANNAKA ANTALLOHU LAA ILAAHA ILLA ANTA AL AHADU AS SHOMADU ALLADZI LAM YALID WALAM YUULAD WALAM YAKUN LAHU KUFUWAN AHAD
‘Ya Allah, sesungguhnya saya memohon kepada-Mu. Sesungguhnya saya bersaksi bahwa Engkau adalah Allah, tiada tuhan melainkan Anda Yang Maha Esa, Tempat meminta segala sesuatu, Tidak beranak dan tidak diperanakkan dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.’
Maka Rasululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda,
‘Sungguh anda telah meminta kepada Allah dengan nama yang kalau diminta akan diberikan, kalau berdoa akan dikabulkan.’
Imam yg empat menerbitkannya dan Ibnu hibban menshohihkanya

وأخرج عبد الله بن أحمد في زوائد الزهد وأبو الشيخ عن عمر بن يونس اليمامي قال : بلغني أن يعقوب عليه السلام كان أحبَّ أهلِ الأرضِ إلى مَلَكِ الموت وأنّ مَلَكَ الموتِ استَأذَن ربَّه في أن يأتي يعقوبَ عليه السلام فأذِنَ لهُ فجاءَهُ، فقالَ لهُ يَعقُوبُ علَيه السّلام : يا مَلَكَ الموتِ أَسأَلُكَ بالذي خلقَكَ : هل قَبضتَ نَفْسَ يوسُفَ فِيمَنْ قَبَضْتَ مِنَ النُّفُوس ؟ قال : لا ،قال لهُ ملَكُ الموت : يا يعقوبُ ألا أُعَلِّمُكَ كلِماتٍ لا تَسأَلُ اللهَ شَيئًا إلا أعطَاكَ ؟ قال : بلَى

قالَ : قل : يا ذَا المعرُوفِ الذي لا يَنقَطِعُ أبَدًا ولا يُحصِيْهِ غَيرُكَ

فدَعا بها يعقُوبُ عليه السّلام في تلكَ اللّيلةِ فلَم يَطْلَع الفَجر حتى طُرِحَ القَمِيصُ على وَجْهِه فارتَدَّ بَصِيرًا.رواه في السيوطي في الدر المنثور.

abdullah bin ahmad di dalam zawaidiz zuhdi dan juga abusy syaikh mengeluarkan (riwayat), dari umar bin yunus al-yamamiy, berkata :
"telah sampai kepadaku bahwa nabi ya'qub adalah penduduk bumi yang paling cinta pada malaikat maut, dan malaikat maut memohon izin kepada Allah untuk mendatangi nabi ya'qub alaihis salam, Allah pun memberi izin, dan malaikat maut mendatangi nabi ya'qub.
nabi ya'qub alaihis salam berkata kepada malaikat maut : "wahai malaikat maut, aku bertanya pada dengan nama dzat yang menciptakanmu, apakah kamu telah mencaput nyawa yusuf termasuk diantara orang-orang yang engkau cabut nyawanya?"
malaikat maut menjawab : "tidak." "wahai ya'qub maukah kau kuajarkan kalimat-kalimat yang tidaklah engkau meminta sesuatu kepada Allah kecuali akan memberimu?"
"ya (aku mau)" jawab ya'qub.
malaikat maut berkata : "ucapkanlah :

يا ذا المعروف الذي لا ينقطع أبدا ولا يحصيه غيرك

[ YAA DZAL MA'RUUF AL-LADZII LAA YANQOTHI'U ABADAN WA LAA YUCHSHIIHI GHOIRUKA ]
"wahai dzat pemilik kebajikan yang tidak terputus selamanya dan tidak bisa menghitungnya selain engkau."
kemudian nabi ya'qub berdoa dengan kalimat tersebut di malam itu, maka fajar tidaklah terbit sehingga wajahnya dilempari gamis kemudian nabi ya'qub bisa melihat kembali."
suyuthi meriwayatkannya di dalam ad-durr al-mantsur.

ورُوِيَ أنّ يعقوبَ علَيه السّلام رأَى مَلَكَ الموتِ في مَنامِه فسَألَه هل قَبَضتَ رُوحَ يُوسُفَ فقال : لا واللهِ هوَ حَيٌّ فَاطْلُبْهُ، وعَلَّمَهُ هَذا الدُّعاءَ يَا ذَا المعروفِ الدّائمِ الذي لا يَنقَطِعُ مَعرُوفُه أبدًا ولا يُحصِيْهِ غَيرُكَ فَرِّجْ عَني.

رواه النسفي في تفسيره.

dan diriwayatkan sesungguhnya nabi ya'qub melihat malaikat maut dalam tidurnya, maka nabi ya'qub menanyainya : "apakah kamu sudah mencabut nyawa yusuf?"
malaikat menjawab : "tidak, demi Allah dia masih hidup. carilah ia."
dan malaikat maut mengajari nabi ya'qub dengan doa ini :

يا ذا المعروف الذي لا ينقطع أبدا ولا يحصيه غيرك فرج عني

[ Yaa Dzal Ma'ruuf Al-ladzii Laa Yanqothi'u Abadan Wa Laa Yuchshiihi Ghoiruka Farrij 'Anni ]
an-nisfiy meriwayatkan dalam kitab tafsirnya.

JENIS DO'A YANG TIDAK DIKABULKAN

PERTANYAAN
Assalamualaikum. Jenis doa apa saja yg ga akan di kabulkan ......

JAWABAN
Doa yg tidak dikabulkan adalah :

1. doa yg mengandung dosa
2. doa memutus silatur rahim
3. doa yg tergesa gesa
4. doa dari orang yg hatinya lalai


referensi : kitab at tamhid ibnu abdil bar

حديث ثان لابن شهاب عن أبي عبيد .


مالك عن ابن شهاب عن أبي عبيد مولى ابن أزهر ، عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : يستجاب لأحدكم ما لم يعجل فيقول : قد دعوت فلم يستجب لي .


في هذا الحديث دليل على خصوص قول الله عز وجل ادعوني أستجب لكم وأن الآية ليست على عمومها . ألا ترى أن هذه السنة الثابتة خصت منها الداعي إذا عجل فقال قد دعوت فلم يستجب لي ؟ والدليل على صحة هذا التأويل قول الله عز وجل فيكشف ما تدعون إليه إن شاء ولكن قد روي عن النبي صلى الله عليه وسلم في الإجابة ومعناها ما فيه غنى عن قول كل قائل ، وهو حديث أبي سعيد الخدري عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال : ما من مسلم يدعو بدعوة ليس فيها إثم ولا قطيعة رحم إلا أعطاه الله بها إحدى ثلاث : فإما أن يعجل له دعوته ، وإما أن يؤخرها له في الآخرة ، وإما أن يكفر عنه أو يكف عنه من السوء مثلها وقد ذكرنا هذا الحديث بإسناده في آخر باب زيد بن أسلم من كتابنا هذا .


وفيه دليل على أنه لا بد من الإجابة على أحد هذه الأوجه الثلاثة . فعلى هذا يكون تأويل قول الله عز وجل ، والله أعلم فيكشف ما تدعون إليه إن شاء أنه يشاء ، وأنه لا مكره له ويكون قوله عز وجل دعوة الداع إذا دعان على ظاهره وعمومه بتأويل حديث أبي سعيد المذكور ، والله أعلم بما أراد بقوله وبما أراد رسول الله صلى الله عليه وسلم والدعاء خير كله وعبادة وحسن عمل ، والله لا يضيع أجر من أحسن عملا .


وقد روي عن أبي هريرة أنه كان يقول : ما أخاف أن أحرم الإجابة ولكني أخاف أن أحرم الدعاء . وهذا عندي على أنه حمل آية الإجابة على العموم والوعد ، والله لا يخلف الميعاد . وروي عن بعض التابعين أنه كان يقول : الداعي بلا عمل كالرامي بلا وتر .


وروي عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال : لا يقبل الله دعاء من قلب لاه فادعوه وأنتم موقنون بالإجابة وقد علمنا أن ليس كل الناس تجاب دعوته ولا في كل وقت تجاب دعوة الفاضل وأن دعوة المظلوم لا تكاد ترد ، وحديث أبي سعيد المذكور الذي هو في الموطأ من قول زيد بن أسلم أولى ما قيل به واحتمل عليه من هذا الباب في الدعاء ، وبالله التوفيق .


أخبرنا قاسم بن محمد قال : حدثنا خالد بن سعيد قال : حدثنا أحمد بن عمرو بن منصور قال : حدثنا محمد بن عبد الله بن سنجر قال : حدثنا عبد الله بن صالح قال : حدثنا معاوية بن صالح أن ربيعة بن يزيد حدثهم عن أبي إدريس الخولاني عن أبي هريرة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه قال : يستجاب لأحدكم ما لم يدع بإثم أو قطيعة رحم أو يستعجل . قالوا : وما الاستعجال يا رسول الله ؟ قال : يقول : ( قد دعوتك يا رب ( فلا أراك تستجيب لي .

وهذا أكمل من حديث ابن شهاب عن أبي عبيد عن أبي هريرة المذكور في هذا الباب وأوضح معنى وهو يفسره ويعضده .


http://library.islamweb.net/newlibrary/display_book.php..

AL-HADITS : TERKABULNYA DOA JAMA'AH YANG MENCAPAI 40 ORANG

PERTAYAAN :
Salam wr wb. Ini dawuh ulama apa hadits ya ? :

لا يجتمع أربعون رجلا في أمر واحد إلا استجاب الله تعالى لهم حتى لو دعوا على جبل لأزالوه


Tolong keterangannya terima kasih.

JAWABAN :
Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Kalimat yang dimaksud berbunyi demikian:

لا يجتمع أربعون رجلا في أمر واحد إلا استجاب الله تعالى لهم حتى لو دعوا على جبل لأزالوه


"Tidaklah berkumpul empat puluh orang dalam satu perkara kecuali Allah akan mengabulkan doa untuk mereka sampai seandainya mereka berdoa kejelekan untuk gunung niscaya mereka akan menghancurkan gunung tersebut "

Kalimat ini tidak ditemukan di kitab-kitab hadist yang dikenal, akan tetapi justru hadist ini didapatkan di kitab kaum Syiah yang berjudul Ad-da'awat karangan Quthbuddin Ar-Rawandi (1/41), itupun tanpa sanad.
http://www.al-shia.org/html/ara/books/lib-akhlagh/shaban-02/01.htm

Adapun keutamaan do'a dari 40 orang dalam kitab kitab hadits dan fiqih mu'tabaroh, adalah seperti dalam masalah "mensholati mayit" sebagaimana termaktub dalam Mughni al-Muhtaj :

(وَلَاتُؤَخَّرُ) الصَّلَاةُ (لِزِيَادَةِ مُصَلِّينَ) لِلْخَبَرِ الصَّحِيحِ أَسْرِعُوا بِالْجِنَازَةِ وَلَا بَأْسَ بِانْتِظَارِ الْوَلِيِّ عَنْ قُرْبٍ مَا لَمْ يُخْشَ تَغَيُّرُ الْمَيِّتِ تَنْبِيهٌ شَمِلَ كَلَامُهُ صُورَتَيْنِ إحْدَاهُمَا إذَاحَضَرَ جَمْعٌ قَلِيلٌ قَبْلَ الصَّلَاةِ لَا يُنْتَظَرُ غَيْرُهُمْ لِيَكْثُرُوانَعَمْ قَالَ الزَّرْكَشِيُّ وَغَيْرُهُ إذَا كَانُوا دُونَ أَرْبَعِينَ فَيُنْتَظَرُ كَمَالُهُمْ عَنْ قُرْبٍ لِأَنَّ هَذَا الْعَدَدَ مَطْلُوبٌ فِيهَاوَفِي مُسْلِمٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ يُؤَخِّرُ الصَّلَاةَ لِلْأَرْبَعِينَ قِيلَ وَحِكْمَتُهُ أَنَّهُ لَمْ يَجْتَمِعْ أَرْبَعُونَ إلَّا كَانَ للهِ فِيهِمْ وَلِيٌّ وَحُكْمُ الْمِائَةِ كَالْأَرْبَعِينَ كَمَا يُؤْخَذُ مِنْ الْحَدِيثِ الْمُتَقَدِّمِ


Fokus :

وَفِي مُسْلِمٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ يُؤَخِّرُ الصَّلَاةَ لِلْأَرْبَعِينَ قِيلَ وَحِكْمَتُهُ أَنَّهُ لَمْ يَجْتَمِعْ أَرْبَعُونَ إلَّا كَانَ للهِ فِيهِمْ وَلِيٌّ وَحُكْمُ الْمِائَةِ كَالْأَرْبَعِينَ كَمَا يُؤْخَذُ مِنْ الْحَدِيثِ الْمُتَقَدِّمِ


Dalam kitab Shahih Muslim, terdapat riwayat dari Ibn Abbas, bahwa sungguh beliau menunda shalat jenazah karena menanti jumlah jamaah 40 orang. Disebutkan hikmahnya adalah tiada berkumpul 40 orang jamaah melainkan salah seorangnya adalah wali Allah. Dan hukum 100 orang sama dengan 40 orang, seperti kesimpulan yang diambil dari hadits tadi. Wallohu a'lam.
https://web.facebook.com/notes/784646151558195


PERTANYAAN:
Assalaamu'alaikum.......
Afwan, mohon pencerahan nya,,,,
Karena apakah doa seakan-akan tidak di ijabah...??Apakah karena isi hati yang teramat kotor...??
Syukron atas ilmu dan pencerahan nya........


JAWABAN:
Diriwayatkan dari Syaqiq Al Balkhiy beliau berkata:Suatu ketika Syekh Ibrohim bin adham berjalan melewati pasar di tanah Basroh ada sekumpulan manusia yang bertanya kepada beliau, mereka menanyakan tentang ayat: ادعوني استجب لكم
kemudian mereka berkata bahwa sesungguhnya kami telah berdo’a, tetapi kenapa Alloh tidak mengabulkan permintaan kami? Kemudian Syekh Ibrohim bin adham menjawab: wahai Ahli Basroh, sesungguhnya hati kalian telah mati sebab 10 perkara, maka bagaimana akan di kabulkan permintaan kalian. Sepuluh (10) penyebab matinya hati itu adalah:

يَا أَهْلَ الْبَصْرَةِ، مَاتَتْ قُلُوبُكُمْ فِي عَشَرَةِ أَشْيَاءَ، أَوَّلُهَا: عَرَفْتُمُ اللَّهَ ولَمْ تُؤَدُّوا حَقَّهُ، الثَّانِي: قَرَأْتُمْ كِتَابَ اللَّهِ ولَمْ تَعْمَلُوا بِهِ، وَالثَّالِثُ: ادَّعَيْتُمْ حُبَّ رَسُولِ اللَّهِ وَتَرَكْتُمْ سُنَّتَهَ، وَالرَّابِعُ: ادَّعَيْتُمْ عَدَاوَةَ الشَّيْطَانِ وَوَافَقْتُمُوهُ، وَالْخَامِسُ: قُلْتُمْ نُحِبُّ الْجَنَّةَ ولَمْ تَعْمَلُوا لَهَا، وَالسَّادِسُ: قُلْتُمْ نَخَافُ النَّارَ وَرَهَنْتُمْ أَنْفُسَكُمْ بِهَا، وَالسَّابِعُ: قُلْتُمْ إِنَّ الْمَوْتَ حَقٌّ وَلَمْ تَسْتَعِدُّوا لَهُ، وَالثَّامِنُ: اشْتَغَلْتُمْ بِعُيُوبِ إِخْوَانِكُمْ وَنَبَذْتُمْ عُيُوبَكُمْ، وَالتَّاسِعُ: أَكَلْتُمْ نِعْمَةَ رَبِّكُمْ ولَمْ تَشْكُرُوهَا، وَالْعَاشِرُ: دَفَنْتُمْ مَوْتَاكُمْ وَلَمْ تَعْتَبِرُوا بِهِمْ


“Wahai penduduk Bashrah, Hati kalian telah mati pada sepuluh perkara:

  • Pertama, kalian mengenal Allah tapi tidak menunaikan hak-Nya.
  • Kedua, kalian membaca Al-Qur’an, tapi kalian tidak mengamalkannya.
  • Ketiga, kalian mengaku mencintai Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam, tapi kalian meninggalkan sunnahnya.
  • Keempat, kalian mengaku memusuhi syaithan, tapi kalian mencocokinya.
  • Kelima, kalian mengatakan bahwa kami mencintai surga, tapi kalian tidak beramal untuk (memasuki)nya.
  • Keenam, kalian mengatakan bahwa kami takut dari neraka, tapi kalian menggadai diri-diri kalian untuk neraka.
  • Ketujuh, kalian mengatakan bahwa kematian adalah benar adanya, tapi kalian tidak bersiap untuknya.
  • Kedelapan, kalian sibuk membicarakan aib-aib saudara-saudara kalian, sedang kalian mencampakkan aib-aib kalian sendiri.
  • Kesembilan, kalian memakan nikmat-nikmat Rabb kalian, tapi kalian tidak menunaikan kesyukuran kepada-Nya.
  • Kesepuluh, kalian telah mengubur orang-orang mati kalian, tapi kalian tidak mengambil pelajaran darinya.”
    sumber :- Nashoihul 'Ibaad , Bab:10, maqolah:26, hal:67- Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Hilayatul Auliyâ` 8/15-16. - Ibnu Abdil Barr dalam Jâmi Bayân Al-‘Ilm no. 1220, - Asy-Syâthiby dalam Al-I’tishâm 1/149 ,- Al-Absyîhy dalam Al-Mustathraf 2/329 ,- Kitab Durrotun Nashihin

JANGAN PERNAH LELAH MEMOHON DAN BERDO'A

Ada banyak keluhan yang dirasakan oleh orang-orang yang berdoa. Mereka meminta kepada Allah, tetapi belum mendapatkan jawaban dari doanya. Sehingga akhirnya muncul rasa pesimis, bahwa Allah tidak mendengarkan keluhan dan kesusahannya. Mengapa?

Pada hakikatnya ayat “Berdoalah kepadaKu, niscaya akan aku kabulkan”- adalah sebuah janji yang mutlak tidak mungkin diingkari oleh Allah Swt. karena sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji (QS. Ra’d: 31).

Sabda Rasulallah Saw:

“Tidak ada seorang muslim yang berdoa melainkan akan dikabulkan, ada kalanya disegerakan didunia, ada kalanya disimpankannya untuknya di akhirat. Dan ada kalanya digunakan untuk menghapuskan dosa-dosanya sesuai dengan kadar doa yang ia ucapkan selama ia tidak berdoa untuk dosa atau memutuskan tali persaudaraan”.

Dan beliaupun bersabda:
“Nanti pada hari kiamat Allah Swt akan memperlihatkan setiap doa yang dipanjatkan oleh setiap orang sewaktu di dunia yang tidak Allah kabulkan, dimana Allah berfirman: Hambaku, pada suatu hari kamu memanjatkan doa kepadaku, namun Aku tahan doamu itu, maka inilah pahala sebagai pengganti doamu itu”. Orang yang berdoa itu terus menerus diberi pahala sehingga ia berharap kiranya semua doanya itu hanya dibalas di akhirat saja dan tidak diberikan di dunia”.

Dari kedua hadist diatas, kita akan mengerti bahwa tidak semua apa-apa yang kita minta (doa) kepada Allah, tidak selalu baik untuk dikabulkan di dunia. Tetapi boleh jadi akan lebih baik bila diterima di akhirat kelak. Dan pada saat kita berdoa memohon kepada Allah, pada hakikatnya kita berada pada posisi dekat kepada Allah, sehingga walau tak dikabulkan di dunia, malah menjadi pahala penghapus dosa-dosa lalu. Lalu mengapa kita tidak berdoa?

Berdoa adalah ibadah. Bahkan dikatakan sebagai ruhnya ibadah. Orang yang hidupnya tidak dilewati dengan berdoa maka ia adalah makhluk yang sombong. Padahal perilaku sombong adalah termasuk bagian sifat penghuni jahanam.

Sabda Rasulallah Saw:

الدعاء هو العبادة ثم قرأ قوله تعالى وقال ربكم ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ


Doa itu adalah ibadah. Kemudian beliau membaca firman Allah ta’ala (yang artinya): “Dan Tuhanmu berfirman: “berdoalah kepadaKu, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembahKu akan masuk neraka jahanam dalam keadaan hina dina”

Syech Ibnu Atthoillah memberikan nasehat didalam kitab Hikamnya:

لَا يَكُنْ تَأَخُّرُ أَمَدِ الْعِطَاءِ مَعَ الْإِلْحَاحِ فِي الدُّعَاءِ مُوْجِبًا لِيَأُسِكَ فَهُوَ ضَمِنَ لَكَ الْإِجَابَةِ فِيْمَا يَخْتَارُهُ لَكَ لَا فِيْمَا تَخْتَارُ لِنَفْسِكَ وَفِي الْوَقْتِ الَّذِيْ يُرِيْدُ لَا فِي الْوَقْتِ الَّذِيْ تُرِيْدُ.


Janganlah engkau putus asa karena tertundanya pemberian, padahal engkau telah mengulang-ulang doa. Allah menjamin pengabulan doa sesuai dengan apa yang Dia pilih untukmu, bukan menurut apa yang engkau pilih sendiri, dan pada saat yang Dia kehendaki, bukan pada waktu yang engkau ingini.

Di antara syarat diterimanya doa adalah apabila dilaksanakan dengan penuh harapan dan tidak berputus asa. Belum terkabulnya doa seorang hamba, padahal ia telah berulang-ulang berdoa jangan sampai menjadikannya putus asa, karena Allah berfirman,

”Berdoalah kalian kepada-Ku maka Aku akan mengabulkanmu.” (Ghâfir: 60)

Allah SWT. akan mengabulkan doa hamba-hamba-Nya. Namun demikian, terkabulnya doa tidaklah terikat dengan kemauan si hamba akan tetapi lebih terikat dengan kehendak dan rencana Allah. Karena Allah Maha Mengetahui akan kondisi hamba-hamba-Nya; terkadang Allah menolak permintaan seorang hamba, karena memang yang terbaik adalah tidak terkabulnya doa itu. Dalam konteks ini, ketika Allah menolak suatu doa sebenarnya secara tersirat memberi, sebagaimana dikatakan oleh syaikh Atha’, ”Ketika Allah menolak sebuah permintaan sebenarnya memberi dan ketika memberi sebenarnya menolak.” Untuk memperkuat pandangan ini, simaklah ayat berikut ini,

”Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah Maha Mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)

Abu Dzar al-Ghifari berkata: Doa itu melengkapi amal kebajikan sebagaimana garam melengkapi makanan.

Seseorang yang berdoa hendaknya jangan tergesa-gesa, karena sesungguhnya orang yang berdoa kepada Allah niscaya akan dikabulkan segera atau lambat. Kadang kala permohonannya dikabulkan seketika, kadangkala dikabulkan pada waktu yang agak lama, kadang kala tidak dikabulkan di dunia dan nanti akan diganti dengan pahala di akhirat.

Setiap kita hendaknya selalu memposisikan diri sebagai hamba Allah yang berdoa, menangis di keheningan malam, memohon ampunan atas segala dosa di masa lalu. Memohon limpahan kemudahan hidup serta diselamatkan kelak dari api neraka.
Manusia yang merasa telah cukup puas dengan apa yang didapatkan didunia sehingga tidak mau berdoa adalah termasuk manusia yang merugi karena kesombongannya di hadapan Allah Swt.

Para nabi dan rasulpun selalu menengadahkan tangan memohon dan berdoa kepada Allah Swt siang dan malam tanpa lelah. Mereka yang telah dijamin kebahagiaan di akhirat kelak masih mau meminta pertolongan Allah. Sedang kita yang belum tahu di mana tempat akhir persinggahan masih melalaikan fasilitas doa yang telah disedia di dunia.


Sebagai suri tauladan kita dapat temukan beberapa kisah para nabi dan rasul yang berdoa untuk mendapatkan hajat dan keinginan mereka. Seperti:

1. Nabi Adam As bapak para manusia memohon ampunan karena telah mendzalimi dirinya memakan buah khuldi di surga. Saat diturunkan didunia, setiap hamparan tanah tak terlepas dari tetesan air mata penyesalan beliau. Doa beliau:

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنْ الْخَاسِرِينَ


"Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi. (QS. Al-A’raf: 23)

2. Nabi Ibrahim As bapak para nabi mendoakan tanah suci makkah sebagai tanah yang diberkati oleh Allah, sehingga walau pun terdiri dari tanah yang tandus dan berbatuan, tetapi selalu dilimpahi rahmat dari berbagai buah-buah.

رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا آمِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنْ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ


"Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian.” (Albaqoroh: 126)

3. Nabi Musa as, nabi yang telah menyelamatkan bani Israil dari kukungan Firaun di mesir, pada saat beliau mendapat kesusahan untuk berdakwah karena cacat pada lidahnya, maka ia berdoa:

رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي، وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي، وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي، يَفْقَهُوا قَوْلِي


"Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku (QS. Thoha: 25-28)

4. Nabi Sulaiman As, seorang yang mendapat kenikmatan dunia yang luar biasa, yang memiliki kekuasaan atas jin, manusia, binatang, angin dan air masih mampu mengucapkan doa.

رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَدْخِلْنِي بِرَحْمَتِكَ فِي عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ

.
"Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh." (QS. An-Naml: 19)

Masih banyak doa-doa yang diucapkan para nabi dalam al-Quran, yang tentunya bila kita mau mentadaburi nya kita akan menjadi malu. Alangkah sombongnya kita, alangkah angkuhnya kita, alangkah malangnya diri kita yang telah menyia-nyiakan waktu dan umur kita dari perbuatan doa kepada Allah sedang para Nabi pun berdoa.

Berdoalah, agar kita mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat


TANDA TERKABULNYA DO'A

PERTANYAAN :
Assalamu 'alaikum,

Allah pasti akan mengabulkan setiap doa hambanya. Ciri ciri doa yang tekabul itu bagaimana ustad?

JAWABAN :
ciri doa terkabul adalah ketika berdoa hati merasa takut, kulit bergetar, mata mengeluarkan air mata .


kitab hilyah al hafidz abu nu'aim.

حدثنا عبد الله بن محمد قال :ثنا أحمد بن الحسين قال :ثنا أحمد بن إبراهيم قال :ثنا بكير بن محمد قال :ثنا جعفر قال : ثنا ثابت البناني ، عن رجل من العباد قال يوما لإخوانه : إني لأعلم حين يذكرني ربي ، قال : ففزعوا من ذلك ، فقالوا : تعلم حين يذكرك ربك؟ قال : نعم ، قالوا : ومتى ؟ قال : إذا ذكرته ذكرني ، قال : وإني لأعلم حين يستجيب لي ربي ، قال : فعجبوا من قوله ، قالوا : تعلم حين يستجيب لك ربك عز وجل؟ قال : نعم ، قالوا : وكيف تعلم ذلك ؟ قال : إذا وجل قلبي ، واقشعر جلدي ، وفاضت عيناي ، وفتح لي في الدعاء ، فثم أعلم أني قد استجيب لي ، قال : فسكتوا .


tsabit al bannani dari seorang lelaki ahli ibadah suatu hari dia bekata kepada teman2nya :

" sesungguhnya aku mengetahui ketika Tuhanku mengingatku ,"

tsabit berkata : " kemudian mereka kaget dengan ucapan lelaki itu ."

mereka berkata : " engkau mengetahui ketika Tuhanmu mengingatmu ?"

" iya " jawab lelaki ahli badah.

mereka bertanya : " kapan itu ?"

lelaki menjawab : " ketika aku mengingatnya maka Dia mengingatku "

lelaki tadi berkata lagi : " dan sesungguhnya aku juga tahu ketika doaku diijabah oleh Tuhanku. "

tsabit berkata : " kemudian mereka terheran heran dengan perkataan lelaki ahli ibadah tsb,

mereka berkata : " engkau mengetahui ketika doamu diijabah oleh Tuhanmu azza wajalla ?"

" iya " jwab lelaki itu.

mereka bertanya :" bagaimana kau bisa tahu kalo doamu di ijabah ?"

lelaki ahli ibadah menjwab :" ketika hatiku merasa takut, kulitku bergetar, kedua mata mengeluarkan airmata dan terbuka bagiku dalam berdoa maka dari situlah aku mengetahui bahwa doaku telah diijabah."

tsabit berkata : " kemudian mereka diam."

wallohu a'lam.

http://library.islamweb.net/newlibrary/display_book.php...

============

tanda doa diijabah

dari kitab tuffatudzakirin as syaukani

فصل في علامة استجابة الدعاءعلامة استجابة الدعاء الخشية والبكاء والقشعريرة وربما تحصل الرعدة والغشي والغيبة ويكون عقيبه سكون القلب وبرد الجأش وظهور النشاط باطنا والخفة ظاهرا حتى يظن الداعي أنه كان على كتفيه حملة ثقيلة فوضعها عنه وحينئذ لا يغفل عن التوجه والإقبال والصدقة والأفضال والحمد والابتهال وأن يقول الحمد لله الذي بنعمته تتم الصالحات قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ما يمنع أحدكم إذا عرف الإجابة من نفسه فشفي من مرض أو قدم من سفر أن يقول الحمد لله الذي بعزته وجلاله تتم الصالحات مس الحديث أخرجه الحاكم في المستدرك


http://islamport.com/w/akh/Web/3313/90.htm


Nambahin sithik...

فائدة : أخرج البيهقى ان الدعاء يستجاب فى اربعة مواضع : عند التقاء الصفوف و نزول الغيث و اقامة الصلاة و رؤية الكعبة


ومن علامة استجابه الدعاء الخسية و البكاء و القشعريرة وقد تحصل الرعدة و الغشاء و سكون القلب عقبه و برد الجأش و ظهور النشاط باطنا و الخفة ظاهرا حتى كأنها نزعت عنه حملة ثقيلة انتهى أ جبغية المسترشدين ٦٥-٦٦دار الكتب العلمية


HIKMAH DIBALIK DOA YANG BELUM TERKABUL

Kita semua pastilah pernah berdoa (memohon pertolongan) pada Alloh, baik permohonan yang sifatnya pokok, seperti mohon ketetapan iman, yakin, syukur, khusnul khotimah (akhir kehidupan yang baik), hidup barokah dan seterusnya, maupun permohonan yang kesannya sepele seperti mohon naik gaji, naik pangkat, bisa nyaur hutang, agar si A suka dan seterusnya. Namun tidak semua orang yang berdoa itu dikabulkan oleh Alloh. Bagi yang terkabul doanya, bersyukurlah dan tetap waspada, jangan sampai dengan terkabulnya doa itu merasa lebih dekat kepada Alloh daripada orang yang “tidak terkabul doanya’, dan jangan sampai terjebak pada pemikiran yang terkesan menuduh “Alloh bisa diatur dengan doa”. Dan bagi yang belum terkabul doanya, bersabarlah dan koreksi diri, siapa tahu ada hikmah dibalik “belum terkabulnya doa” atau memang kita kurang memenuhi syarat berdoa dengan benar.
Aturan berdoa
Pada dasarnya semua doa pastilah diijabahi (dikabulkan) oleh Alloh. Sebagaimana diinformasikan dalam Alquran:
“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu”

Al mukmin:60

Sabda Rosululloh SAW:
“Tidak seorangpun yang berdoa, kecuali akan dikabulkan”

HR. Ath-Thirmidzi

Namun tentunya doa yang dikabulkan itu adalah doa yang memenuhi syarat aturan dari Alloh, yang diantaranya :

1. Yaqin
2. Khusyu’

Bersabda Rosulullohi SAW:
“Berdo’alah kepada Alloh dan kalian yakin akan dikabulkan. Ketahuilah!, sesungguhnya Alloh tidak akan menerima suatu do’a dari hati yang lalai lagi lengah”

Shahihut Targib no: 1653

Dalam Risalah Alqusyairiyah juga diceritakan :
Alkisah Nabi Musa pernah bertemu dengan seorang pria yang sedang berdoa dengan menunduk. Musa A.S berkata kepada Tuhannya: Wahai Tuhan, jika saja kebutuhan hamba tersebut berada di tanganku, pasti akan saya berikan. Kemudian Alloh menurunkan wahyu kepadanya: Wahai Musa, saya lebih sayang kepadanya daripada kamu. Dan tahukah kamu mengapa doa dia tidak saya kabulkan? Karena setiap dia berdoa kepadaku, hatinya selalu ingat akan kambingnya. Dan Aku tidak mau mengabulkan doa seorang hamba yang ketika berdoa, hatinya masih mengingat selainKu. Dengan demikian diantara cara agar doanya terkabul adalah hatinya harus khusyu’, tidak boleh ingat selain Alloh.
Tidak makan makanan yang haram
Sebagaimana disinggung dalam hadits Nabi:
“Hai Sa’ad (bin Abi Waqqosh), hindarilah makanan harom, ketahuilah setiap perut yang di isi dengan makanan harom, sekalipun hanya sesuap nasi, maka doanya tertolak”

Hadis keterangan dari Sa’ad bin Abi Waqos

Oleh karena itu, bagi siapa yang ingin doanya mudah terkabul, hendaklah menghindari makanan yang harom.
Tergesa-gesa menyimpulkan doa tidak terkabul
Karena dalam hadis Nabi diterangkan:
“Doa salah seorang dari kalian akan dikabulkan selagi ia tidak buru-buru. (Yakni jika) ia berkata, ‘Aku telah berdoa kepada Tuhanku, tapi doaku tidak dikabulkan’ ”

HR Al-Bukhori, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad

Dan masih banyak lagi aturan berdoa.
Bagi orang yang sudah bersungguh-sungguh dalam berdoa serta sudah berusaha memenuhi aturan berdoa dengan baik namun belum juga dikabulkan doanya, maka pastilah ada hikmah dibalik tertundanya pengabulan dari Alloh. Dan disini kita akan mencoba mengungkap hikmah mengapa doa kita belum juga terkabul.
Hikmah dari doa kita yang belum terkabul?
Mengenai hikmah belum dikabulkannya doa itu banyak sekali, diantaranya :
1. Bisa jadi karena Alloh suka mendengar suara kita
Sebagaimana diceritakan dalam Risalah Alqusyairiyah bab doa.
Alkisah Yahya bin Said Alqot-thon pernah bermimpi bertemu dengan Alloh, dan dalam mimpi tersebut ia mengadu kepadaNya, “Wahai Tuhanku, banyak sekali doa yang saya panjatkan kepada Engkau namun tidak ada yang Engkau kabulkan”.
Jawab Tuhan: “Wahai yahya, mengapa doa kamu belum saya kabulkan, karena saya senang mendengar suaramu”.
Dengan demikian maka bagi orang yang belum terkabul doanya, janganlah bersedih, bukan berarti Alloh benci pada kita, bisa jadi posisi kita malahan seperti Yahya bin Said, Alloh senang mendengar suara kita.
2. Mungkin juga Alloh menunda mengabulkan doa kita di dunia karena hendak ditangguhkan di akherat atau digantikan dengan pengampunan dosa
Sebagaimana diinformasikan oleh Nabi Muhammad SAW:
“Tidak seorangpun yang berdoa, kecuali akan dikabulkan. Pengabulannya itu bisa segera didunia ini, dan bisa juga ditangguhkan di akhirat kelak, atau bisa juga digantikan dengan pengampunan dosa sesuai dengan kadar doanya itu, dengan syarat ia tidak berdoa untuk sebuah perbuatan dosa, atau memutus tali silaturohmi, atau isti’jal (menuntut segera terkabul)”. Para sahabat bertanya, “Wahai Rosululloh, apa yang dimaksud dengan isti’jal itu?” Beliau menjawab, “Seseorang yang berkata, “Aku telah berdoa kepada Robku, namun belum juga dikabulkan”

HR. Ath-Thirmidzi

Jika sampai doa kita pengabulannya ditangguhkan di akherat, maka di akherat nanti doa-doa tersebut akan menjelma menjadi kebaikan-kebaikan. Dan saat itu, kita akan sangat bahagia, bahkan berharap sekiranya seluruh doa kita ditangguhkan semuanya untuk kebaikan di akhirat.
3. Mungkin Alloh tidak mengabulkan doa kita karena Ia sengaja hendak menghilangkan keburukan dari kita
Diriwayatkan dari Ubadah bin Ash-Shomit r.a bahwa Rosululloh SAW bersabda:
“Jika di atas bumi ada seorang muslim berdoa kepada Alloh dengan satu doa, maka Ia akan mengabulkan doa itu atau menghilangkan keburukan darinya, selagi ia tidak mengerjakan dosa atau memutus hubungan kekerabatan.” Seseorang berkata, “Bagaimana kalau kita memperbanyak doa?” Rosululloh SAW bersabda: “Alloh akan lebih banyak lagi mengabulkan doanya atau menghilangkan keburukan darinya”

HR At-Tirmidzi, Ahmad, dan Al-Hakim

Dalam riwayat Al-Hakim ada tambahan:
“Atau Alloh akan menyimpan pahala seperti doanya itu untuknya”

HR Al-Hakim

Karena itu, tidak ada salahnya kita memperbanyak doa, meskipun terkesan tidak dikabulkan oleh Alloh, sebab akan dirubahnya menjadi penghapus keburukan kita. Semakin banyak kita berdoa, semakin banyak pula peluang menghapus keburukan kita.
4. Penundaan terkabulnya doa bisa juga menjadi salah satu bentuk ujian dari Alloh kepada kita, Alloh ingin menguji iman kita
Ketika doa tidak segera dikabulkan, syetan membisikkan pikiran jahat kepada seseorang, dengan berkata kepadanya: Katanya setiap doa pasti dikabulkan, tapi bagaimana kenyataannya, doa kamu tidak dikabulkan, jadi tidak ada gunanya kamu berdoa. Dalam hal ini, sebagai hamba yang baik, tetaplah harus berdoa, meski ia ada perasaan marah kepadaNya, lantaran tidak ada satupun doa yang dikabulkan. Dikarenakan ada hadis yang menerangkan: “Bersabda Rosulullohi SAW : Demi Alloh yang jiwaku berada didalam kekuasaan-Nya, seorang hamba benar-benar berdoa pada Alloh, sedangkan ia marah kepada-Nya karena tidak mengabulkan doanya, kemudian ia berdoa lagi kepada-Nya. Maka Alloh berfirman kepada malaikat-Nya; Hambaku tidak mau berdoa kepada selain-Ku, maka sungguh aku kabulkan doanya”.

Hadis keterangan dari Ali r.a dalam Al Kanz, jilid 2 hal 74, hadis nomor 3194

5. Tidak segera dikabulkannya doa bukanlah berarti Alloh menolak doa kita, karena bisa jadi waktunya saja yang belum tiba
Karena banyak sekali diceritakan dalam Alquran, doa Nabi saja banyak yang waktu pengabulannya mencapai puluhan tahun. Sebagai contoh misalnya Nabi Ya’kub, setelah beliau kehilangan anak kesayangannya (yakni Yusuf), beliau tidak henti-hentinya berdoa dan berdoa. Tapi pengabulan doa beliau tertunda terus hingga mencapai waktu yang cukup lama, sampai ada yang mengatakan, “Nabi Ya’qub berdoa selama empat puluh tahun.”
Penderitaan dan cobaan yang dialami Nabi Ya’qub tidak berhenti sampai disitu, anaknya yang lain, Bunyamin, juga ikut hilang, sampai-sampai kedua matanya buta karena kesedihan yang mendalam. Kendati demikian, beliau terus memohon dan memohon dengan yakin bahwa Alloh akan mengakhiri penderitaanya.
Demikian pula dengan Nabi Musa a.s, beliau pernah berdoa kepada Alloh
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau memberi kepada Fir’aun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan pada kehidupan dunia. Ya Tuhan kami, akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan-Mu. Ya Tuhan kami, binasakan harta benda mereka, dan kuncilah mati hati mereka, karena mereka tidak beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih.”

QS Yunus: 88

Namun konon Alloh baru mengabulkan doa beliau tersebut, sebagaimana yang dinyatakan oleh Alloh;

QS Yunus: 89

“Sesungguhnya permohonan kalian berdua dikabulkan” , setelah 40 tahun lamanya!
Padahal yang berdoa adalah Nabi Musa a.s, salah seorang dari Rosul Ulul ‘Azmi, sedangkan yang mengamininya adalah Nabi Harun a.s, seorang nabi yang mulia. Dan keduanya tentunya juga telah memenuhi semua syarat dan etika berdoa. Walau begitu keterkabulan doanya memakan waktu yang sangat lama sekali.
Belum lagi Nabi Ibrahim, yang berdoa ingin mempunyai anak sholeh, jarak antara doanya dan pemberiannya dari Alloh juga sangat lama sekali, sampai puluhan tahun. Karena itu, bila permohonan kita pada Alloh belum juga terkabul, janganlah putus asa, ingatlah kisahnya para Nabi yang doanya lebih lama dari kita dan tentunya juga lebih khusyu’ serta lebih dekat kepada Alloh, terkabulnya juga memakan waktu puluhan tahun.
6. Tidak segera dikabulkannya doa kita itu bisa jadi masih menunggu proses, karena segala sesuatu itu pasti punya takaran, syarat dan sebab
Jadi bukan berarti doanya tidak terkabul, melainkan menunggu kesiapan dari kita untuk menerimanya. Karena itu, janganlah tergesa-gesa menyimpulkan; doa saya tidak terkabul.
Sabda nabi SAW: “Doa salah seorang dari kalian akan dikabulkan selagi ia tidak buru-buru. (Yakni jika) ia berkata, ‘Aku telah berdoa kepada Tuhanku, tapi doaku tidak dikabulkan’.”

HR Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad

Dalam lafazh Muslim disebutkan:
“Ditanyakan, ‘Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan minta agar doa segera dikabulkan?’ Rosululloh SAW bersabda, ’(Yakni) hamba itu berkata, ‘Aku berdoa dan berdoa, tapi doaku tidak dikabulkan’.”

HR Muslim

7. Doa kita yang kelihatannya tidak terkabul, bisa jadi itulah bentuk pengabulannya dari Alloh
Dikarenakan menurut Alquran, setiap doa pastilah akan dikabulkan.
“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.”

Al mukmin:60

Sabda Rosululloh SAW:
“Tidak seorangpun yang berdoa, kecuali akan dikabulkan”

HR. Ath-Thirmidzi

Hanya saja terkadang pengabulannya Alloh itu tidak sesuai dengan harapan kita, mungkin permohonan kita minta mobil, tapi pengabulannya Alloh berupa motor atau bahkan sepeda angin. Kalau seandainya pengabulan dari Alloh itu selalu disesuaikan dengan harapan manusia, kita tidak bisa bayangkan bagaimana kacaunya kehidupan dunia. Contoh kecil saja, bagaimana jadinya kalau dalam satu waktu ada yang minta hujan juga ada yang minta terang, karena keduanya sama-sama punya kepentingan, yang satu sedang butuh hujan karena akan menanam, satunya lagi inginnya terang karena sedang jalan-jalan. Contoh lain misalnya dimusim pemilihan lurah, calonnya ada 5 dan semuanya berdoa mohon pada Alloh supaya jadi lurah, padahal yang harus jadi cuma satu. Jadi tidaklah mungkin pengabulannya Alloh itu pasti sesuai dengan keinginan manusia. Tapi yang jelas semua doa (berdasarkan ayat tersebut) pastilah dikabulkan. Dan bagi orang yang merasa doanya belum terkabul, bisa jadi Alloh sudah mengabulkan doanya, namun tidak sesuai dengan keinginannya.
8. Terkadang doa yang tidak segera dikabulkan justru akan membuat kita semakin dekat kepada Alloh, terus bersimpuh di hadapan-Nya, selalu merendahkan diri kepada-Nya
Sebaliknya, tidak jarang jika permintaan kita dikabulkan, maka kita menjadi lebih sibuk, lalu kita tidak lagi ingat kepada Alloh, tidak meminta dan tidak berdoa lagi kepada-Nya, padahal doa itu sendiri tidak hanya sebagai ibadah, malahan menduduki posisi yang sangat penting sekali, yakni sebagai otaknya ibadah.

Demikianlah diantara hikmah dibalik belum terkabulnya doa kita, semoga kita menjadi orang-orang yang tidak pernah bosan dalam berdoa, karena doa adalah otaknya ibadah.

Wallohu a'lam.