Kamis, 30 April 2015

Cara sembuhkan penyakit ala nabi Muhammad SAW

Sakit adalah salah satu hal yang lumrah yang di alami seorang manusia dan merupakan tanda kasih sayang Allah SWT, karena dengan sakit Allah mengampuni dosa-dosa hambanya, terutama hamba yang sabar dengan penyakit tersebut tentunya, tidak sedikitpun mengeluh. Oleh karena itu, Salah satu hal yang dianjurkan bagi orang sakit adalah memperbanyak berzikir dan berdoa, sehingga dengan penyakit yang dideritanya, ia akan menjadi insan yang lebih dekat kepada Allah. Begitupun kepada orang-orang yang menjenguknya dianjurkan untuk memperbanyak doa bagi kesembuhan orang yang sedang diuji dengan penyakitnya oleh Allah SWT.

Imam bukhari dan Imam Muslim Meriwayatkan beberapa amalan yang dilakukan Rasulullah SAW ketika beliau dalam keadaan sakit, berikut amalan tersebut:

Membaca Surat Al-khlash, Surat Al-Falaq, Surat An-Nas dengan menghadapkan kedua telapak tangan ke mulut, kemudian setelah selesai dibaca surat-surat tersebut, maka dihembuskan(ditiup) kedalam dua telapak tangan yang yang dihadapkan ke mulut tadi.
   
Kemudian tangan tersebut diusapkan ke seluruh tubuh dimulai dari kepala, wajah dan beberapa bagian tubuh yang mungkin di jangkau oleh tangan.
   
Ini dilakukan secara berulang-ulang sebnyak 3 kali
   
Apabila orang yang sakit tidak sanggup melakukannya sendiri, maka  juga dianjurkan untuk dikerjakan oleh keluarga orang yang sakit.

Demikianlah Amalan yang dikerjakan Rasulullah SAW, saat beliau sedang dalam keadaan sakit. Semoga Bermanfaat, wallahua'lam.

Sumber
Kitap Al-Azkar,  Syekh Abu Zakariya, Mahyuddin, Yahya bin Syarif Al-Nawawi,

Kitab Majalis Sunniyah, syarah Arba'in Nawawiyah



Salah satu kitab yang menjadi rujukan para ulama ketika membahasa seputar bulan Rajab dan Sya'ban adalah kitab Tuhfatul Ikhwan Fi Qiraah al-mi'ad Rajab wa Sya'ban karangan Imam Syihabuddin Ahmad al-Hijazi al-Fasyani (wafat 987 H). Abuya Sayyid Muhammad Alwi Al-Maliky dalam kitab beliau Maza fi Sya'ban juga mengutip dari kitab ini.
Isi kitab ini antara lain menerangkan Kelibahan Basmalah, kelebihan bulan Rajab, isra` dan mi`raj, kelebihan shalat fardhu, kelebihan shalat jamaah, kelebihan bulan Sya'ban, Fadhilah Nisfu Sya'ban, Fadhilah Taqwa, kelebihan bulan Ramadhan, kelebihan malam Qadar, kelebihan zakat fithrah, hakikat kematian, tanda-tanda kiamat, dan beberapa masalah sekitar hari kebangkitan.

Sedikit tentang biografi pengarang.
Nama beliau Imam Syihabuddin Ahmad al-Hijazi al-Fasyani. Beliau sempat berguru kepada Imam Syamsu Ramli, pengarang Nihayatul Muhtaj, Imam Khatib Syarbaini pengarang kitab Mughni Muhtaj.

Karangan beliau yang lain adalah :

    Kitab Majalis Sunniyah, syarah Arba'in Nawawiyah.
    Tuhfatul Habib Fi Syarh Ghayah Taqrib
    Tuhfatul Ikhawan fi ilm al-Farh wa al-Ahzan
    Qaladah Jauhariyah fi Syarh Nadham Ajurrumiyah
    al-Ibtihaj fi Syarh Nadham Faraidh al-Minhaj
    Ghayah Muram fi Bayan al-Mukaffirat
    Mawahib ash-Shamad fi Hall al-fadh az-Zubad

Sebelumnya kami pernah mencari file kitab ini di internet, namun yang kami dapatkan hanyalah file naskah tua yang banyak tulisannya sudah kabur. Alhamdulillah, sekarang sudah ada file pdfnya yang lumayang bagus.

Bagi yang menginginkan file kitab ini silahkan di DOWNLOAD DI SINI

Atau Link Download dibawah i ni Klick saja :
http://www.mediafire.com/download/u717t335ae9920t/%D8%AA%D8%AD%D9%81%D8%A9+%D8%A7%D9%84%D8%A7%D8%AE%D9%88%D8%A7%D9%86+%D9%81%D9%89+%D9%82%D8%B1%D8%A7%D8%A1%D8%A9+%D8%A7%D9%84%D9%85%D9%8A%D8%B9%D8%A7%D8%AF+%D9%81%D9%89+%D8%B1%D8%AC%D8%A8+%D9%88%D8%B4%D8%B9%D8%A8%D8%A7%D9%86.pdf

Semoga bermanfaat

Catatan :

Kitab Majalis Sunniyah, syarah Arba'in Nawawiyah.  Kitab ini merupakan salah satu kitab kurikulum di seluruh dunia termasuk dayah-dayah di Aceh.

Kitab Fathul 'Ilmi, silahkan download

كتاب

فتح العليم فى نجاة أبوي النبي الكريم - عبدالعزيز عرفة السليماني

ومعه : رفع الشبه والرين عند حديث ( من مات بأحد الحرمين )

ومعه : اغتنام الأجر بتواتر حياة سيدنا الخضر عليه السلام

رابط غير مباشر

 
 Download kitab klik saja :

http://www.mediafire.com/…/%D9%81%D8%AA%D8%AD+%D8%A7%D9%84%…

Semoga bermanfaat

Mengapa arab selalu perang padahal mayoritas muslim

 
Mengapa Mustahil Memahami Islam Hanya dengan Qur'an-Hadits ?
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj mengajak kepada para pengurus NU untuk membina generasi penerus agar tidak lemah di segala lini kehidupan, terutama bidang agama. Menurutnya, agama Islam harus kuat.

"Kuat agama bukan dengan teriakan Allahu akbar yang kuat, kuat agama dalam artian penguasaan dan pemahaman dibidang ilmu pengetahuan," terangnya di hadapan para pengurus baru PCNU Pringsewu pada acara pelantikan di Gedung NU Kabupaten Pringsewu, Selasa (28/4/2015) malam.

Doktor dari Universitas Ummul Qura Makkah ini menjelaskan, pemahaman terhadap ilmu pengetahuan, khususnya agama, tidak hanya bersumber dari al-Quran dan hadits seperti yang digembar-gemborkan beberapa kelompok dengan slogan “kembali kepada al-Qur’an dan hadits”.

"Mustahil dapat memahami Islam hanya dengan Quran-Hadits. Diperlukan ijma' dan qiyas untuk menjelaskan makna yang terkandung di dalamnya karena dalam al-Qur’an dan hadits ada hal-hal yang perlu untuk ditafsirkan," terangnya.

Selain itu, Kang Said juga menjelaskan tentang pentingnya nasionalisme dalam kehidupan, terutama di tengah suasana konflik di negeri-negeri Muslim di Timur Tengah. Para ulama Arab belum sanggup menyatukan  nasionalisme warga di negaranya yang mayoritas beragama Islam.

Ini berbeda dari Indonesia. Ulama Indonesia, kata Kang Said, dapat memberikan kesejukan kepada umat sehingga jikapun ada konflik dapat diredam dan tidak meluas menjadi konflik nasional. "Islam dan nasionalisme saling memperkuat, bicara tanah air dulu baru bicara agama," tegasnya.

Selain pelantikan pengurus baru PCNU Kabupaten Pringsewu masa khidmah 2014-2019, dalam kegiatan ini juga dilaksanakan pelantikan tiga MWCNU, yakni MWCNU Kecamatan Pagelaran, MWCNU Pagelaran Utara, dan MWCNU Adiluwih. Pelantikan Pimpinan Cabang Fatayat NU Kabupaten Pringsewu juga berlangsung pada kesempatan ini. Sebelumnya, para pengurus PCNU Pringsewu mengadakan Musyawarah Kerja Cabang (Muskercab) pada siang hari.

Ketua PWNU Lampung H RM Sholeh Bajuri yang turut hadir berpesan kepada seluruh pengurus yang dilantik untuk dapat terus berkoordinasi serta berkonsolidasi untuk kemaslahatan jam'iyyah dan jamaah. "Pengurus harus dapat bekerja sama dan sama-sama bekerja," tuturnya.

Sementara Kang Said kepada pengurus NU di Kabupaten Pringsewu untuk dapat berkhidmah dan berkiprah di Nahdlatul Ulama dengan ikhlas.

Menentukan hari baik untuk melamar dan akad nikah

Assalamualaikum Wr Wb
Kalau nglamar perempuan itu hari apa yg baik ?

Wa'alaykumussalaam...
Harinya ahad, senin, kamis dan jum'at pagi, atau setelah dhuhur.
Keterangan ada didalam kitab :
"Manba'usulul hikam halaman 8, Bab waktu yang baik untuk melakukan perbuatan yang baik".


Dalam Kitab Ianatut tholibin ada hadis yang menerangkan :
Hari jumat pagi karena penghulu segala hari dan paling mulianya hari
Melaksanakan akad nikah dan duhul(bulan madu) di bulan syawal.

( قوله ويوم الجمعة ) أي وأن يكون في يوم الجمعة لأنه أشرف الأيام وسيدها وقوله أول النهار أي وأن يكون في أول النهار لخبر اللهم بارك لأمتي في بكورها حسنه الترمذي ( قوله وفي شوال ) أي ويسن أن يكون العقد في شوال وقوله وأن يدخل فيه أي ويسن أن يدخل على زوجته في شوال أيضا والدليل عليه وعلى ما قبله خبر عائشة رضي الله عنها قالت تزوجني رسول الله صلى الله عليه وسلم في شوال ودخل فيه وأي نسائه كان أحظى عنده مني وفيه رد على من كره ذلك


wallahu a'lam.

Catatan :

Bagaimana kalau sudah kebelet pingin nikah?
Ambil saja harinya bulan terserah anda.

Malaikat tidak bisa mencatat pahala puasa

1. Mengapa Malaikat Tak Mampu Mencatat Pahala Puasa?

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عن أبى هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم  كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ. وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ


“Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.” (HR. Bukhari no. 1904, 5927 dan Muslim no. 1151)

Puasa adalah menyifati diri dengan sifat yang tidak kita miliki; yaitu menyifati diri dengan sifat yang berlawanan dengan sifat diri kita (tawashuf bikhilafi ma nahnu fihi). Hakekat kita adalah zat dengan sifat yang membutuhkan (al-faqir). Dengan puasa, sebenarnya kita lagi menyifati diri [1] kita dengan  sifat yang tidak sesuai dengan zat diri kita, yaitu sifat tidak membutuhkan (al-ghaniy), karena al-ghaniy(maha kaya) adalah sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala[2] semata.

Ketika berpuasa kita  tidak membutuhkan makanan yang mengisi perut dan minuman yang membasahi tenggorokan kita. Bukankah Allah tidak membutuhkan makan dan minum?!

Jangan heran! Bukan kita saja yang sering menyifati diri kita dengan sifat Allah, Allahpun juga terkadang suka menyifati diri-Nya dengan sifat hamba-Nya. Contohnya pada ayat berikut ini Allah lagi menyifati dirinya dengan makhluk yang lagi membutuhkan.

مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا

“Siapakah yang mau meminjamkan Allah (uang atau harta) dengan pinjaman yang baik?!” (Al-Baqarah: 245)

Juga pada hadits ini, Allah lagi menyifati dirinya dengan sifat kita.

يَا ابْنَ آدَمَ مَرِضْتُ فَلَمْ تَعُدْنِي … يَا ابْنَ آدَمَ اسْتَطْعَمْتُكَ فَلَمْ تُطْعِمْنِي… يَا ابْنَ آدَمَ اسْتَسْقَيْتُكَ فَلَمْ تَسْقِنِي

“Wahai anak Adam, aku sakit tapi kamu tidak menjengukku... Wahai anak Adam, aku lapar tapi kamu tidak memberiku makan… Wahai Anak Adam, aku haus tapi kamu tidak memberiku minum” (Riwayat Muslim)[3]

Di alquran Allah juga menyifati diri-Nya dengan penyabar (ash-Shobur), sementara sabar tidak terjadi kecuali jika ada kesusahan (masyaqqah), sementara Allah tidaklah mungkin tertimpa kesusahan.

Dari ayat dan hadits di atas, jangan dipahami secara zhohir bahwa Allah butuh uang, Allah sakit, Allah lapar dan Allah haus, tetapi Allah lagi bertanazul dengan para hamba, yaitu Allah lagi mendekati hambanya dengan menurunkan sifat-Nya kepada sifat hamba dan pada saat yang bersamaan Allah juga mendekatkan hamba-Nya kepada-Nya dengan menaikkan sifatnya kepada sifat-Nya.[4]

Tanazul ini saya umpamakan ketika kita menyapa anak-anak kita yang sedang bermain di atas pasir, kita ikut turun ke atas pasir, memperlakukan anak-anak kita bukan dengan sifat kita; sifat orang dewasa, tetapi dengan sifat anak-anak yang lagi bermain di atas pasir. Ini terjadi secara otomatis jika kita mencintai anak-anak kita. Begitu pulalah Allah ketika Allah mensifatkan diri-Nya dengan sifat hamba sebenarnya Allah lagi mendekati hamba-Nya (taqarruban), merealisasikan cinta-Nya (tahabbuban) dan menyentuh hamba dengan merasakan kelembutan sifat-Nya (talathufan).

Murid-muridku yang kucintai…

Di antara sifat Allah adalah puasa (shoum) karena puasa adalah imsak, yaitu imtina’ (tidak makan dan minum). Ketika Allah menyuruh kita berpuasa, sebenarnya Allah menyuruh kita untuk bersifat dengan sifat Allah, untuk berakhlak dengan akhlak Allah.

Begitu pula puasa adalah istighna’; yaitu tidak membutuhkan segala sesuatu. Istighna’ adalah sifat Allah, dimana Allah tidak membutuhkan segala sesuatu. Jadi ketika puasa, kita sebenarnya lagi melatih diri untuk bersifat dengan sifat Allah, walaupun pada hakekatnya kita membutuhkan segala sesuatu. Namun Allah ingin membiasakan kepada kita: “Berpuasalah kamu, bersifatlah dengan sifat-Ku walaupun hanya sekali-sekali[5] kamu bersifat dengan sifat-Ku, contohlah Aku hingga kamu mengenal dan mencintai Aku."

Puasa adalah ibadah agung untuk bertakhalluq [6] dengan akhlak Allah, tasyakkul [7] dan tanazul [8] dengan sifat Allah Ta’ala secara majaziah karena sifat-sifat itu pada hakekatnya bukanlah sifat kita.

Jadi hakekat puasa adalah sifat Allah, oleh karena itulah tak ada malaikat yang mampu mencatat pahalanya. Berbeda dengan sedekah, sholat, berbuat baik kepada orang tua, baca alquran dan semuanya ditentukan rinci pahalanya, ada yang sepuluh kali lipat, ada yang tujuh puluh kali lipat, ada yang tujuh ratus kali lipat dan seterusnya. Sementara puasa, Allah tidak memberi tahu. Allah hanya mengatakan dalam hadits:

وَأَنَا أَجْزِي بِهِ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا... (رواه البخاري)

“…dan Aku yang akan membalasnya dan sementara kebaikan selain puasa itu pahalanya sepuluh kali lipat…”

Hadits di atas adalah sebuah isyarat yang agung bahwa Allah ingin mengatakan pada kita; Takhalluq (bersifat) dengan sifat Allah tidak bisa ditimbang pahalanya, bahkan pada hari kiamatpun pahala puasa ini tidak bisa ditimbang dengan mizan sementara amal-amal yang lain semuanya dapat ditimbang. Siapakah yang dapat menimbang beratnya sifat Allah?! Tak mungkin, itu mustahil. Tak ada satu makhlukpun yang dapat mengukur seberapa besar beratnya timbangan sifat Allah. Mustahil!!!

Oleh karena itulah Allah mensifati orang-orang yang bersifat dengan sifat-Nya sebagai Rabbaniyun:

وَلَكِنْ كُونُوا رَبَّانِيِّينَ...(آل عمران: 79) 

“Akan tetapi jadilah kamu seorang hamba yang bersifat dengan sifat-sifat Rabbmu.”

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ


“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az Zumar: 10)

Selamat menjalankan ibadah puasa.

Oleh: Sidi Syaikh Muhammad 'Iwadh al-Manqusy hafizhahullah dalam majelis beliau, pembacaan Shohih Bukhari di Hay al-Asyir Nashr City Cairo.

Catatan kaki:

[1] Tawashuf bukan tasybih/tamtsil, sebab yang tawashuf dalam lingkup sifat-sifat maknawi, sementara tasybih/tamtsil dalam lingkup sifat-sifat jusmani.
[2] Inilah yang dimaksudkan orang-orang sufi denganتخلقوا بأخلاق الله
 “Berakhlaklah kamu dengan akhlak Allah”, maksudnya adalah bersifatlah kamu dengan sifat Allah seperti sayang, kasih, pemberi, pemaaf dan penolong.
[3] Lebih lengkapnya hadits tersebut adalah:

يَا ابْنَ آدَمَ مَرِضْتُ فَلَمْ تَعُدْنِي قَالَ يَا رَبِّ كَيْفَ أَعُودُكَ وَأَنْتَ رَبُّ الْعَالَمِينَ قَالَ أَمَا عَلِمْتَ أَنَّ عَبْدِي فُلَانًا مَرِضَ فَلَمْ تَعُدْهُ أَمَا عَلِمْتَ أَنَّكَ لَوْ عُدْتَهُ لَوَجَدْتَنِي عِنْدَهُ يَا ابْنَ آدَمَ اسْتَطْعَمْتُكَ فَلَمْ تُطْعِمْنِي قَالَ يَا رَبِّ وَكَيْفَ أُطْعِمُكَ وَأَنْتَ رَبُّ الْعَالَمِينَ قَالَ أَمَا عَلِمْتَ أَنَّهُ اسْتَطْعَمَكَ عَبْدِي فُلَانٌ فَلَمْ تُطْعِمْهُ أَمَا عَلِمْتَ أَنَّكَ لَوْ أَطْعَمْتَهُ لَوَجَدْتَ ذَلِكَ عِنْدِي يَا ابْنَ آدَمَ اسْتَسْقَيْتُكَ فَلَمْ تَسْقِنِي قَالَ يَا رَبِّ كَيْفَ أَسْقِيكَ وَأَنْتَ رَبُّ الْعَالَمِينَ قَالَ اسْتَسْقَاكَ عَبْدِي فُلَانٌ فَلَمْ تَسْقِهِ أَمَا إِنَّكَ لَوْ سَقَيْتَهُ وَجَدْتَ ذَلِكَ عِنْدِي


[4] Tanazul tidak sama dengan tasybih yang dilakukan oleh orang-orang mujassimah. Karena tanazul adalah dalam lingkup sifat-sifat maknawi seperti penyayang, pengasih, pemaaf dan penolong sementara tasybih adalah dalam lingkup jusmani seperti berwajah, bermata, bertangan dan berkaki. Maha suci Allah daripada penyerupaan terhadap makhluk.
[5] Setahun sekali (Ramadhan), seminggu dua kali (senin & kamis), sebulan tiga kali (13, 14, & 15 tiap-tiap bulan Hijriyah, dan puasa-puasa sunnah lainnya seperti puasa nishfu sya’ban, ‘asyura, puasa 6 hari di bulan syawal dan seterusnya.
[6] berakhlak
[7] menyerupai
[8] yaitu Allah lagi mendekati hambanya dengan menurunkan sifat-Nya kepada sifat hamba dan pada saat yang bersamaan Allah juga mendekatkan hamba-Nya kepada-Nya dengan menaikkan sifatnya kepada sifat-Nya.

2. Maksud Hadits Lima Perkara Yang Membatalkan (pahala) Puasa


Bulan suci Ramadhan telah tiba, bulan penuh rahmat dan ampunan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kesempatan sangat berharga untuk meraih ampunan besar dari Allah Ta’ala dengan menjalankan ibadah puasa sebaik mungkin secara zahir dan bathin yakni dengan menjaga zahir kita dari melakukan perkara yang membatalkan puasa dan menjaga bathin kita dari perkara yang merusak pahala puasa sehingga puasa kita menjadi sempurna zahir dan bathin.

Berbicara tentang perkara yang membatalkan puasa, maka sudah maklum diketahui dalam kitab-kitab feqah yang ada dari kalangan empat mazhab seperti murtad, haid, nifas, bersetubuh, makan minum dan lainnya.  Lalu bagaimana dengan dosa-dosa semisal berdusta, sumpah palsu, berkata kotor, mengghibah dan semisalnya, apakah membatalkan puasa atau pahala puasa sahaja ? Seperti hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini :

خمس يفطرن الصائم الكذب والغيبة والنميمة واليمين الكاذبة والنظر بشهوة


“ Lima perkara yang membatalkan orang yang berpuasa ; dusta, ghibah, adu domba, sumpah palsu dan melihat dengan syahwat “.

Dan bagaimana kedudukan hadits tersebut ?

Jumhur fuqaha dari mazhab Syafi’iyyah, Hanafiyyah, Malikiyyah dan Hanbaliyyah mengatakan bahwa perkara ma’shiat semacam itu tidak membatalkan puasa, kecuali imam al-Awza’i beliau mengatakan bahwa ghibah dapat membatalkan puasa dan wajib diqadhai, beliau mendasarinya salah satunya dengan dalil hadits di atas dan juga hadits berikut :

من لم يدع قول الزور والعمل به فليس لله حاجة في أن يدع طعامه وشرابه


“ Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta dan berbuat dusta, maka Allah tidak peduli ia meninggalkan makan dan minumnya “.(HR. Bukhari)

Pendapat al-Awza’i dijawab oleh para ulama sebagaimana disebutkan oleh imam an-Nawawi berikut :

وأجاب أصحابنا عن هذه الأحاديث سوى الأخير بأن المراد أن كمال الصوم وفضيلته المطلوبة إنما يكون بصيانته عن اللغو والكلام الرديء لا أن الصوم يبطل به . وأما الحديث الأخير ، خمس يفطرن الصائم ” فحديث باطل لا يحتج به ، وأجاب عنه الماوردي والمتولي وغيرهما بأن المراد بطلان الثواب لا نفس الصوم


“ Para sahabat kami (ulama Syafi’iyyah) menjawab tentang hadits-hadits tersebut selain hadits yang terakhir, bahwasanya yang dimaksud adalah sesungguhnya kesempurnaan puasa dan keutamaan yang dituntut adalah dapat diperoleh dengan menjaga dari perbuatan sia-sia dan ucapan kotor, bukan puasa dapat batal dengannya. Adapun hadits terakhir yakni ; “ Lima perkara yang membatalkan orang yang berpuasa “, maka hadits itu bathil tidak boleh dibuat hujjah. Maka dijawab oleh imam al-Mawardi , al-Mutawalli dan selain keduanya, bahwasanya yang dimaksud hadits itu adalah membatalkan pahala puasa bukan dzatnya puasa itu sendiri “.[1]

Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ibnul Jauzi dalam al-Maudhu’atnya dari hadits ‘Anbasah, dan ia mengatakan hadits itu palsu. Ibnu Ma’in mengatakan, “ Sa’id seorang yang pendusta, dan dari Sa’id sampai ke Anas, semua perawinya tertuduh. Ibnu Abi Hatim mengatakan dalam kitab ‘Ilalnya, “ Aku bertanya kepada ayahku tentang hadits tersbut yang diriwayatkan oleh Baqiyyah dari Muhammad al-Hajjaj dari Maisarah bin Abd Rabbih dari Jaban dari Anas…maka beliau menjawab, “ Ini adalah pendusta…” [2]

Sedangkan imam as-Subuki menilainya dhaif meskipun maknanya sahih :

قال السبكي: وحديث خمس يفطرن الصائم الغيبة والنميمة إلى آخره ضعيف وإن صح


“ Imam as-Subuki mengatakan, “ Dan hadits “ Lima perkara yang membatalkan (pahala) puasa, yakni ghibah, adu domba dan seterusnya adalah dhaif walaupun sahih (maknanya) “[3]

Dari keterangan imam Nawawi, dipahami bahwasanya ghibah dan ucapan kotor tidak membatalkan puasa, adapun hadits “ Lima perkara yang membatalkan orang yang berpuasa…”, maka dijawab oleh para ulama bahwa hadits itu bathil dan tidak bisa dijadikan hujjah untuk menetapkan batalnya puasa. Akan tetapi, imam al-Mawardi dan imam al-mutawalli menjawab bahwa yang dimaksud hadits itu adalah perkara yang membatalkan pahala puasa bukan puasanya.

Artinya walaupun hadits itu dinilai bathil, namun masih bisa menerima takwil yakni bahwa yang dimaksudkan adalah membatalkan pahala puasa bukan puasanya itu sendiri.  Dengan demikian jika ada orang yang menggunakan hadits tersebut sebagai hujjah untuk menetapkan batalnya puasa, maka hujjahnya tertolak karena jumhur ulama sudah menetapkan berdasarkan hadits-hadits sahih bahwasanya perkara maksyiat semacam ghibah, dusta dan lainnya tidak membatlkan puasa. Namun apabila ada orang yang menggunakan hadits tersebut sebagai hujjah untuk menetapkan batalnya pahala orang yang berpuasa, maka hal ini tidak bisa ditolak, karena imam al-Mawardi, imam al-Mutawawlli dan ulama lainnya membolehkannya dengan menerima makna takwilannya yaitu yang dimaksud adalah membatalkan pahala puasa bukan puasanya.

Hal yang mendasari hal ini adalah banyaknya hadits-hadits sahih tentang bahayanya lima perkara tersebut. Ghibah, adu domba, dusta, sumpah palsu dan melihat dengan syahwat memanglah haram dan wajib dijauhi walaupun tidak dalam keadaan berpuasa dari sisi menjauhi perbuatan maksyiat, dan lebih ditekankan untuk dijauhi bagi orang yang berpuasa akan tetapi dari sisi merusak pahala puasa. Maka dengan demikian di saat puasa pun lebih wajib untuk meninggalkan semua perbuatan dosa termasuk lima perkara tersebut, karena bulan puasa pahala ibadah dilipat gandakan demikian juga dosa perbuatan maksyiat.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالعَمَلَ بِهِ وَالجَهْلَ فَلَيْسَ للهِ حَاجَةٌ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ


“ Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapapan dusta, perbuatan dusta dan perbuatan bodoh, maka Allah tidak perduli dengan ia meninggalkan makan dan minumnya “.(HR. Bukari)

Imam ash-Shan’ani mengomentarinya :

الحديثُ دليلٌ على تحريم الكذب والعملِ به، وتحريمِ السفَهِ على الصائم، وهما محرَّمان على غير الصائم ـ أيضًا ـ، إلَّا أنَّ التحريم في حقِّه آكَدُ كتأكُّد تحريم الزنا مِنَ الشيخ والخُيَلَاءِ مِنَ الفقير


“ Hadits tersebut dalil atas keharaman berdusta dan berbuat dusta dan keharaman berbuat bodoh atas orang yang berpuasa, keduanya adalah haram bagi orang yang tidak berpuasa juga, akan tetapi keharamannya bagi orang yang berpuasa lebih ditekankan seperti keharaman berzina bagi seorang syaikh (tua) dan sifat sombong bagi orang yang faqir “.[4]

Para ulama lainnya pun seperti imam Ibn Ash-Shabbagh mengomentari hadits lima perkara tersebut sebagai berikut :

وأما الخبر: فالمراد به: أنه يسقط ثوابه، حتى يصير في معنى المفطر، كقوله – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «من قال لأخيه والإمام يخطب: أنصت.. فلا جمعة له» . ولم يرد: أن صلاته تبطل، وإنما أراد: أن ثوابه يسقط، حتى يصير في معنى من لم يصل


“ Adapu hadits tersebut, maka yang dimaksud adalah menggugurkan pahala puasa, sehingga menjadi makna perkara yang membatalkan puasa, sebagaimana contoh hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam : “ Barangsiapa yang berkata kepada saudaranya sedangkan imam berkhutbah, “ Diamlah “, maka tidak ada jum’at baginya “, hadits ini tidak bermaksud sholatnya batal, akan tetapi yang dimaksud adalah bahwasanya pahala jum’atnya gugur sehingga menjadi makna orang yang tidak sholat “.[5]

Maka tidak salah jika ada seorang ustadz yang membawakan hadits tersebut dalam konteks sebagaimana disebutkan para ulama di atas yakni menjelaskan rusaknya pahala puasa bukan puasanya itu sendiri, karena ia bukan sedang membawakan hujjah untuk menyatakan batalnya puasa sebagaimana pendapat al-Awza’i. Karena makna seperti itu (merusak pahala puasa) telah disaksikan (syawahid) oleh banyak hadits sahih lainnya, di antaranya :

من لم يدع قول الزور والعمل به فليس لله حاجة في أن يدع طعامه وشرابه


“ Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta dan berbuat dusta, maka Allah tidak peduli ia meninggalkan makan dan minumnya “.(HR. Bukhari)

Nabi juga bersabda :

رب صائم ليس له من صيامه إلا الجوع والعطش


“ Berapa banyak orang yang berpuasa, tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali rasa lapar dan haus “ (HR. Al-Hakim; sahih ‘ala syartil Bukhari)

Juga hadits :

الصائم في عبادة من حين يصبح إلى أن يُمسي ما لم يغتب، فإذا اغتاب خرق صومه


“ Orang yang berpuasa di dalam beribadah sejak pagi hingga sore hari semenjak ia tidak berghibah, jika ia berghibah maka ia telah merusak (pahala[6]) puasanya “. (Hadits ini diisyaratkan dhaif oleh imam as-Suyuthi)

Kesimpulannya : Puasa adalah menahan diri dari perkara yang membatalkan puasa seperti makan, minum dan lainnnya, dan juga menahan diri dari semua perkara haram yang dapat merusak kesempurnaan puasa seperti ghibah, dusta, sumpah palsu, melihat yang diharamkan dan lainnya. Walaupun maksyiat semacam itu haram dilakukan di setiap waktu dan kapanpun, akan tetapi lebih diharamkan lagi bagi orang yang berpuasa sebagaima hadits-hadits di atas supaya tidak dapat merusak pahala puasanya.

[1] Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, an-Nawawi : 6/356
[2] (Nashbu ar-Rayah : 2/483)
[3] Al-Iqna fi Hilli Alfadzi Abi Syuja’ : 1/220
[4] Subul as-Salam, ash-Shan’ani : 2/320
[5] Al-Bayan fi Mazhab imam Syafi’i : 3/536
[6] At-Taisir Bi syarh al-Jami’ ash-Shagir, al-Manawi   : 2/201

Maqom Ibrahim dan Kuburan nabi Ibrahim


Maqom Iabrahim tempat pijakan kaki ketika bangun Ka'bah


Kuburan nabi Ibrahim ada tulisan syair nya

“Entah apa yang aku dapat dari syair yang terbaca apik, akan tetapi tidak faham arti dan maksudnya?” kata-ku.
Ibnu KatsĨr Rahimahullãh dalam Bidayah dan Qashãsu Al-Anbiyã’-nya mengatakan "Makam Nabi Ibrahim As, makam Nabi Ishaq, dan makam Nabi Ya’kub terdapat dalam satu bangunan persegi empat yang dibangun ulang (diperbaharui) oleh Nabi Sulaiman As,- yaitu di daerah Ḫabrũn sekarang namanya menjadi Al-Khalĩl. Ini berdasarkan riwayat riwayat yang mutawatir, dari masa ke-masa, dari zaman Israĩl sampai zaman sekarang." Desa ini terletak di Palestina.

Ibnu Asyãkir meriwayatkan dari Wahab bin Munabbih, “di atas makam Nabi Ibrahim As terdapat batu besar yang bertulisakan syair:

إِلَهِيْ جَهُوْلًا أَمَلَهُ ** يَمُوْتُ مَنْ جَا أَجَلُهُ

Wahai Tuhan-ku, dalam kebodohan angan-angannya
Seseorang akan mati,- pada saat tiba ajalnya

وَمَنْ دَنَا مِنْ حَتِفِهِ ** لَمْ تُغْنِ عَنْهُ حِيَلُهُ

Siapa dekat dengan kematiannya
Tiada mampu (menolong)-darinya kecerdikannya

وَكَيْفَ يَبْقَى آخِرُهُ ** مَنْ مَاتَ عَنْهُ أَوَّلُهُ

Bagaimana bisa kematian diakhirkan?
Padahal orang yang mati telah ditentukan pada awal penciptaannya

وَالْمَرْءُ لَايُصْحِبُهُ ** فِي الْقَبْرِ إِلَّا عَمَلُهُ

Seseorang tiada yang menemaninya
Dipemakamannya, kecuali amal perbuatannya

NB:

- Foto ini saya dapatkan dari kitab Athlãsu Al-Qur’ãn . terlihat jelas, masih ada halaman-nya.
- Sedangkat lafal “maqãmu ibrãhĨm”,- pada QS Ali Imran [03], ayat 97. Maksudnya bukan berari Makam (kuburan) Nabi IbrãhĨm, seperti anggapan beberapa orang, Akan tetapi bermakna batu tempat yang dipakai tumpuan(pijakan) kaki Nabi IbrãhĨm ketika membangun Ka'bah Makkan Al-Mukarramah (Bakkah).

إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ

"Sesungguhnya, rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah), yang diberkahi, dan menjadi petunjuk bagi semua manusia." – (QS.3Ali Imran:96)

فِيهِ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَقَامُ إِبْرَاهِيمَ وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

"Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya, Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." – (QS.3 Ali Imran : 97)
Semoga bermanfaat

Selasa, 28 April 2015

Siapa yang berhak berdiri dibelakang imam sholat?

Pembahasan ini adalah sangat penting sekali untuk kita ketahui, karena ini adalah berkaitan dengan amal yang akan pertama kali dihisab oleh Allah subuhanahu wa ta’ala dihari kiamat nanti yaitu sholat dan segala hal yang berkaitan denganya.

Imam dalam sholat bertanggung jawab terhadap ma’mumnya, maka diharuskan yang menjadi imam adalah orang yang betul-betul mengetahui tentang sholat dan al-qur’an serta hukum-hukum-hukum yang berkaitan dengan keduanya.

Akan tetapi yang harus kita pahami adalah bahwa imam juga adalah manusia yang kadang lupa dan kadang salah, serta kadang-kadang memiliki udzur lain ketika sedang sholat seperti whudu’nya tiba-tiba batal atau yang lainya.

Maka dengan itu, imam harus memiliki pendamping. Dan pendampingnya adalah orang yang posisinya paling paling dekat denganya yaitu mereka yang berdiri pas dibelakang imam.

Mereka yang berdiri dibelakang imam ini harus memiliki cirri-ciri dan sifat-sifat tertentu. Dan ciri dan sifat orang yang berhak berdiri di belakang imam adalah sebagai berikut:

1.    Memahami hukum-hukum yang berkaitan dengan sholat, seperti syarat, wajib dan rukun serta hal-hal yang membatalkan sholat. Jika imam batal sholatnya maka ia bisa dengan segera untuk maju dan menggati posisi imam.
2.    Menghafal al-qur’an atau sebagian dari-al-qur’an. Ketika imam salah dalam membaca atau lupa maka ia bisa membenarkan dan mengingatkanya.
3.    Memiliki bacaan al-qur’an yang bagus dan indah
4.    Menguasai ilmu tajwid yang benar
5.    Memiliki ketaqwaan dan pengamalan(memahami) terhadap al-qur’an, hadis, ijma' dan qiyas.
6.    Lebih tua dari segi umur (Muda asal berilmu)

Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَبِيبٍ الْحَارِثِىُّ وَصَالِحُ بْنُ حَاتِمِ بْنِ وَرْدَانَ قَالاَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ حَدَّثَنِى خَالِدٌ الْحَذَّاءُ عَنْ أَبِى مَعْشَرٍ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَلْقَمَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لِيَلِنِى مِنْكُمْ أُولُو الأَحْلاَمِ وَالنُّهَى ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ – ثَلاَثًا – وَإِيَّاكُمْ وَهَيْشَاتِ الأَسْوَاقِ ».


Artinya: Dari Abdullah bin Mas’ud berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam: “ Hendaklah yang dekat denganku di antara kalian adalah orang-orang yang memiliki akal dan kepintaran, lalu orang-orang berikutnya (tiga kali). Dan jauhilah membuat kebisingan seperti di pasar”. [HR Muslim: 432 (123), Abu Dawud: 675, at-Turmudziy: 228 dan Ahmad: I/ 457. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]

Imam an-Nawawiy Rahimahullah Berkata: “Di dalam hadits ini terdapat dalil dalam mendahulukan orang paling utama lalu selanjutnya di belakang imam. Karena mereka itu orang yang paling utama untuk dimuliakan. Boleh jadi mereka juga orang yang dibutuhkan oleh imam untuk menggantikannya (jika batal), maka hal ini tentu lebih utama. Penyebab lainnya adalah karena untuk mengingatkan imam apabila lupa (keliru), sedangkan selain mereka tidak dapat melakukan hal tersebut”. (lihat Al-Qoul al-Mubin halaman 220, Syar-h an-Nawawiy ala Shahih Muslim: II/ 155 dan Ma’alim as-Sunan: I/ 184-185).

Pada hari kiamat orang berdiri dibelakang imam madzhabnya



Syeh Hisyam Kamil dari Al Ashar menyampaikan :
Ketika Hari Kiamat, kita (pengikut mazhab Syafii) akan berdiri di belakang Imam Syafii. Begitu juga Imam Syafii akan berdiri di belakang imam-imamnya, dan imam-imamnya beliau akan berdiri di belakang Rasulullah Saw.

Begitu juga pengikut mazhab Hanafi. Mereka akan berdiri di belakang Imam Abu Hanifah. Dan Imam Abu Hanifah berdiri di belakang imam-imamnya, dan imam-imamnya beliau juga akan berdiri di belakang Rasulullah Saw.

Lalu bagaimana dengan orang-orang yang tidak bermazhab?, Orang-orang yang beragama menurut pemikiran atau ijtihad dari kepala mereka masing-masing?, Di belakang siapa mereka nanti akan berdiri?

من ليس له شيخ فشيخه الشيطان

Man laisa lahu syaikh, fa syaikhuhu syaithan
(Barang siapa yang tidak memiliki syaikh atau guru, maka gurunya adalah syaitan).

Syekh Hisyam Kamil, Ulama Al Azhar
---------------------------------------

بحث متقدم
الزيارة 1521
محدثة عن: 2009/06/02
 
کد سایت fa2668 کد بایگانی 4661

خلاصة السؤال
هل ان هذه الروایة صحیحة: (فی یوم القیامة یقف کل إنسان وراء الإمام الذی قد تسمی باسمه)؟
السؤال
هل ان هذه الروایة صحیحة: (فی یوم القیامة یقف کل إنسان وراء الإمام الذی قد تسمی باسمه)؟
الجواب الإجمالي
بمراجعة مجموع الروایات نفهم ان الأشخاص المتسمّین بأسماء الأنبیاء و الأئمة(ع) یتمتعون بمنزلة خاصة، و لکن هذا لا یعنی ان مجرد التشابه الإسمی یسبب الحصانة الکاملة للأشخاص.
الجواب التفصيلي
بمراجعة مجموع الروایات یمکننا القول بأن الأشخاص الذین تسموا بأسماء الأنبیاء و الأئمة(ع) یتمتعون فی الدنیا و الآخرة بامتیازات خاصة. و یمکنکم مراجعة الجزء 21 من کتاب وسائل الشیعة و الجزء 101 من کتاب بحار الأنوار فی هذا المجال. و اما الروایة التی ذکرتموها فحیث لم یذکر النص و المصدر فلم نعثر بعد مراجعة اجمالیة علی روایة تدل بالدقة علی هذا المطلب، و لکن توجد روایة مشابهة الی حدٍ ما للمتن المذکور، حیث نقل عن الإمام الصادق(ع) قوله: "استحسنوا أسماءکم فانکم تدعون بها یوم القیامة قم یا فلان بن فلان الی نورک قم یا فلان بن فلان لا نور لک"[1]. و لکن یبدو ان هذه الروایة ایضاً لا تنسجم مع ما ورد فی السؤال و ذلک أولاً لأن هذه الروایة ورد فیها التعبیر ب( نوره) و هذا یختلف عن القول ب( امامه).
و ثانیاً: إذا فسّرت کلمة النور فی هذه الروایة بالإمام فان هذه الروایة لم تقل ان علة اقتران الشخص مع نوره (إمامه) هو مجرد التشابه الإسمی، بل من الممکن أن یکون قصد الروایة أن تقول اختاروا لکم أسماءً حسنة لکی لا تشعروا بالخجل یوم القیامة حین تدعون بها.
و ذلک انه بالرغم من أن الأشخاص الذین تسمّوا بأسماء الأنبیاء و الأئمة یتمتعون بامتیازات فی الدنیا و الآخرة و لکن بملاحضة المبانی الإسلامیة و الآیات و الروایات غیر القابلة للخدشة فانه لا ینبغی أن تفهم هذه الإمتیازات بأن کل من تسمی بأسماء هؤلاء العظماء یعتبر نفسه مصوناً عن العقاب. و کنموذج علی ذلک فإننا نری ان أحد قتلة الإمام الحسین(ع) هو شخص إسمه محمد بن الأشعث،[2] فإسمه إسم النبی(ص)، فلا یمکن ان یتصور انه لهذا السبب فقط سوف لا یحاسب فی الآخرة. نعم إذا کان الشخص مراعیاً للموازین الإسلامیة فإن إسمه الحسن سیضیف امتیازاً الی امتیازاته.
ثم ان هناک الکثیر من اصحاب الائمة قد تسموا باسماء اعداء اهل البیت(ع) مثل اسم معاویة او یزید او ما شابه ذلک فهل هؤلاء یقفون وراء الائمة ام وراء خصوم الائمة؟
اضف الى ذلک ان الایة المبارکة قد حددت الموقف بصورة جلیة و جعلت المعیار هو الاعتقاد و الفکر و الموقف لا الاسماء و المسمیات قال تعالى فی هذا الصدد" یَوْمَ نَدْعُوا کُلَّ أُناسٍ بِإِمامِهِم‏"[3] قیل إنه یقال هاتوا متبعی إبراهیم هاتوا متبعی موسى هاتوا متبعی محمد صلّى اللّه علیه و سلّم فیقوم الذین اتبعوا الأنبیاء واحدا واحدا فیأخذون کتبهم بأیمانهم ثم یدعو بمتبعى أئمة الضلال على هذا المنهاج‏.[4]
و جاء فی تفسیر الامثل: یعنی أنّ الذین اعتقدوا بقیادة الأنبیاء و أوصیائهم و من ینوب عنهم فی کل زمان و عصر، سوف یکونون مع قادتهم و یحشرون معهم، أمّا الذین انتخبوا الشیطان و أئمّة الضلال و الظالمین و المستکبرین قادة لهم، فإنّهم سیکونون معهم و یحشرون معهم.
خلاصة القول: إنّ الارتباط بین القیادة و الأتباع فی هذا العالم سوف ینعکس بشکل کامل فی العالم الآخر، و طبقا لهذا الأمر سیتم تحدید الفرق الناجیة، و الأخرى التی تستحق العذاب.[5]


[1] بحار الأنوار،ج 101: 121، الروایة:29.
[2] انظر: بحار الأنوار،ج 44 : 316
[3] الاسراء،71.
[4] الجصاص، احکام القرآن، ج 5، ص 31؛ طباطبایی، ترجمه المیزان، ج ‏13، ص 230.
[5] ناصر مکارم الشیرازی، الأمثل فی تفسیر کتاب الله المنزل، ج‏9، ص: 67.
    س ترجمات بلغات أخرى

 Ringkasan Pertanyaan
Apakah riwayat ini ada benarnya bahwa “Pada hari Kiamat setiap orang berdiri di belakang imam mereka dengan namanya masing-masing?”
Pertanyaan
Apakah riwayat ini ada benarnya bahwa “Pada hari Kiamat setiap orang berdiri di belakang imam mereka dengan namanya masing-masing?”
Jawaban Global
Dengan mengkaji kumpulan riwayat kita temukan bahwa orang-orang yang mirip namanya dengan para nabi dan imam memiliki kedudukan khusus  namun hal ini tidak bermakna bahwa hanya karena semata-mata mirip nama sehingga menjadi dalil kekebalan dan imunitas sempurna orang-orang tersebut dari hukuman.
Jawaban Detil
Dengan mengkaji sekumpulan riwayat dapat dikatakan bahwa orang-orang yang mirip namanya dengan para nabi dan imam memiliki beberapa keistimewaan di dunia dan akhirat.  Untuk telaah lebih jauh ihwal masalah ini Anda dapat merujuk pada kitab Wasâil al-Syiah jilid 21 dan Bihâr al-Anwâr jilid 101.

Adapun sehubungan dengan riwayat yang Anda jelaskan, mengingat Anda tidak mengutip teks Arab dan referensinya, dengan merujuk secara global hadis-hadis yang menyinggung masalah ini, kami tidak menjumpai sebuah riwayat pun sebagaimana yang Anda kutip. Hanya saja terdapat sebuah riwayat yang kurang lebih mirip dengan teks yang Anda maksud.
Riwayat tersebut adalah yang dinukil dari Imam Shadiq As yang bersabda, “Pilihkan bagimu nama yang layak karena kelak di hari Kiamat engkau akan diseru dengan namamu. Wahai fulan putra fulan bangkitlah dan engkau akan digiring kepada cahayamu sendiri. Seseorang akan bangkit namun tidak memiliki cahaya.”[1]

Tetapi nampaknya bahwa riwayat ini juga tidak sesuai dengan pertanyaan yang diajukan; karena, pertama, dalam riwayat ini dinyatakan redaksi cahaya sendiri dan nama ini berbeda dengan pernyataan imamnya sendiri.
Kedua, apabila redaksi cahaya dalam riwayat ini ditafsirkan sebagai imam, riwayat ini tidak menyebutkan bahwa sebab penyertaan seseorang dengan cahayanya sendiri (imam) karena semata-mata adanya kemiripan nama. Boleh jadi riwayat ini ingin menjelaskan supaya manusia memilihkan nama-nama indah dan baik untuk dirinya sehingga pada hari Kiamat tatkala ia dipanggil dengan namanya dan ia tidak akan merasa malu. Karena meski orang-orang yang dinamakan dengan nama para nabi dan imam, memiliki beberapa keistimewaan di dunia dan akhirat namun dengan memperhatikan prinsip-prinsip Islam, ayat-ayat dan beberapa riwayat yang dapat diandalkan, keistimewaan ini tidak boleh dianggap bahwa setiap orang yang namanya mirip dengan nama-nama besar mereka maka mereka terbebas dari hukuman ketika melakukan kesalahan.
Sebagai contoh, untuk dicamkan dengan baik, bahwa di antara pembunuh Imam Husain As, terdapat seseorang yang bernama Muhammad bin Asy’ats[2] yang namanya sama dengan Rasulullah Saw, dan dengan nama ini kita tidak boleh beranggapan bahwa hanya karena namanya sama dengan Rasulullah Saw maka ia tidak akan disidang kelak di hari akhirat.

Benar bahwa apabila seseorang menunaikan ketentuan-ketentuan Islam, nama baiknya juga akan menjadi tambahan keistimewaan bagi keistimewaan-keistimeaan yang dimilikinya (amal kebaikan).

Banyak dari sahabat para imam yang diberi nama dengan nama-nama para musuh Ahlulbait seperti nama Muawiyah atau Yazid dan lain sebagainya. Pertanyaannya adalah apakah orang-orang ini berada di belakang imam atau berada di balik para musuh imam?

Di samping itu, ayat suci al-Qur’an dengan tegas menjelaskan posisi-posisi dan kriteria adalah keyakinan, pemikiran dan kedudukan bukan nama dan penamaan seseorang. Allah Swt berfirman, “Yauma nad’u kullu unasin bi imâmihim.” (Hari tatkala kami menyeru seluruh manusia dengan para imam mereka, Qs. Al-Isra [17]:71)

Disebutkan dalam riwayat bahwa di hari Kiamat kelak ada seruan yang menyatakan, “Bawalah para pengikut Ibrahim, para pengikut Musa dan para pengikut Muhammad. Maka pengikut-pengikut para nabi secara bergiliran bangkit dan memegang kitab-kitab mereka di tangan kanan. Kemudian muncul pekik suara, bawalah para pengikut setan dan para pemimipin kesesatan maka sebagian orang dengan julukan ini akan bangkit.”[3]

Dalam Tafsir Nemune juga disebutkan, “Artinya bahwa mereka yang menerima kepemimpinan para nabi dan para khalifahnya pada setiap masa akan (bangkit) bersama para pemimpin mereka. Adapun mereka yang menerima kepemimpinan setan dan para imam kesesatan akan dibangkitkan bersama mereka. Pendeknya, hubungan “pemimpin” dan “umat” akan nampak nyata secara sempurna di akhirat dan berdasarkan hubungan ini maka kelompok-kelompok orang yang selamat dan celaka akan menjadi jelas.”[4] [IQuest]


[1]. Bihâr al-Anwâr, jil. 101, hal. 131, Riwayat 29.  
[2]. Silahkan lihat, Bihâr al-Anwâr, jil. 44, hal 316.  
[3]. Al-Jasshash, Ahkâm al-Qur’ân, jil. 5, hal. 31. Thabathabai, al-Mizân fi Tafsir al-Qur’ân, jil. 13, hal. 167.  
[4]. Makarim Syirazi, Tafsir Nemune, jil. 12, hal. 201. 

http://www.islamquest.net/id/archive/question/fa2668

Senin, 27 April 2015

Hukum memakan buah bekas hewan

PERTANYAAN
Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh. Mau tanya apa hukumnya memakan buah bekas yang di gigit kelelawar atau kalong ada yang bilang haram ?

JAWABAN
Wa'alaikum salam warohmatullohi wabarokatuh. Sisa makanan hewan baik hewan yang dagingnya halal dimakan maupun hewan yang dagingnya hram dimakan hukumnya adalah suci dan tidak makruh, termasuk sisa makan kelelawar.

Kecuali sisa makanannya anjing dan babi.


- Kitab Mausu'ah Fiqhiyah Kuwaitiyah (2/104)

وذهب الشافعية إلى أن سؤر جميع الحيوانات من الأنعام، والخيل والبغال والحمير والسباع والهرة والفئران والطيور والحيات وسام أبرص، وسائر الحيوانات المأكولة وغير المأكولة - سؤر هذه الحيوانات طاهر لا كراهة فيه إلا الكلب والخنزير وما تولد منهما أو من أحدهما.


Menurut madzhab syafi'iyah bahwa sisa makanan semua hewan ternak, kuda, bighol, keledai, hewan buas, kucing, tikus, sebngsa burun, ular, tokek dan semua hewan yang halal dimakan maupun yang tidak halal, sisa makanan hewan-hewan tersebut hukumnya suci , tidak ada kemakruhan di dalamnya kecuali anjing dan babi serta yang dilahirkan dari keduanya atau salah satunya.

- Kitab Majmu' (1/173)

ثؤر الحيوان مهموز وهو ما بقى في الاناء بعد شربه أو اكله ومراد الفقهاء بقولهم ثؤر الحيوان طاهر أو نجس لعابه ورطوبة فمه ومذهبنا أن سؤر الهرة طاهر غير مكروه وكذا سؤر جميع الحيوانات من الخيل والبغال والحمير والسباع والفار والحيات وسام أبرص وسائر الحيوان المأكول وغير المأكون فسؤر الجميع وعرقه طاهر غير مكروه الا الكلب والخنزير وفرع أحدهما


Madzhab kami (syafi'iyah) berpendapat bahwa sisa makan kucing itu suci tidak makruh, begitu juga sisa makanan semua hewan misalnya kuda, bighol, keledai, hewan buas, tikus, ular, tokek dan semua hewan yang halal di makan maupun yang tidak halal maka sisa makanan semua hewan itu dan keringatnya suci tidak makruh kecuali anjing dan babi serta ketrunan dari salah satu dari keduanya.

Wallohu A'lam

Do'a mengusir nyamuk

DO'A DAN TIP'S PENGUSIR NYAMUK
PERTANYAAN
Assalamu'alaikum. Mau tanya,ada tidak bacaan/amalan biar kalau pas tidur tidak digigit nyamuk ? Terimakasih

JAWABAN
Wa'alaikum salam. cara ini di lakukan mesti tertib ber urutan :
1. Wudlu dulu sebelum tidur
2. Baca basmalah 21 x
3. Baca surat al ikhlas , al falaq dan nas masing masing 3 x
4. Baca doa ini 1 kali

اللَّهُمَّ أَسْلَمْتُ وَجْهِي إِلَيْكَ وَفَوَّضْتُ أَمْرِي إِلَيْكَ وَأَلْجَأْتُ ظَهْرِي إِلَيْكَ رَغْبَةً وَرَهْبَةً إِلَيْكَ لَا مَلْجَأَ وَلَا مَنْجَا مِنْكَ إِلَّا إِلَيْكَ اللَّهُمَّ آمَنْتُ بِكِتَابِكَ الَّذِي أَنْزَلْتَ وَبِنَبِيِّكَ الَّذِي أَرْسَلْتَ .


5. Baca ini 3 x

بِسْمِ اللَّهِ الَّذِي لَا يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ.


6. Pakai lotion anti nyamuk..

Dikutip dari kitab An-Nawadir hal. 199

فائدة

لدفع البراغيث تقول : أيتها البراغيث السود ، إنكم فرقة من الجنود من عهد عاد وثمود ، أقسمت عليكم بالواحد المعبود ، تكونوا عن جلدي بعود أرسلت عليكم صاعقة مثل صاعقة عاد وثمود ، ولكم علي من العهود أن لا أقتل منكم والدا ولا مولودا ، انفروا فورا عجلا مرتين ، بارك الله فيكم


[ayyatuhal baroghitsus suud, innakum firqotum minal junuud, min 'ahdi 'aadin wa tasamuud, aqsamtu alaikum bil waahidil ma'buud, takuunuu ala jildii ba'uud, arsaltu alaikum shoiqotan mitsla sho'iqoti 'aadin watsamuud, walakum alayya minal uhuud, al laa uqtila mingkum walidan wamauluudan, infiruu fauron ajilan 2X baarokallohu fiikum].

Faedah untuk menolak nyamuk :
" Wahai nyamuk hitam,sesungguhnya kalian adalah satu golongan dari tentara dari zamannya kaum 'ad dan tsamud,aku bersumpah kepada kalian atas nama Allah yang maha Esa dan yang di sembah,jadilah kalian menjauh dari kulitku,aku utus kepada kalian satu teriakan seperti teriakan kepada kaum 'ad dan tsamud,bagi kalian terhadapku terdapat sebuah janji,yaitu aku tidak akan membunuh orang tua darimu tidak pula anak2mu,pergilah kalian saat ini juga secepatnya (dibaca 2 kali),semoga berkah Allah selalu bersama kalian.

wallohu a'lam

Berikut ini ada satu cara lagi ,yaitu baca :

وَمَا لَنَا أَلَّا نَتَوَكَّلَ عَلَى اللَّهِ وَقَدْ هَدَانَا سُبُلَنَا وَلَنَصْبِرَنَّ عَلَى مَا آذَيْتُمُونَا وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُتَوَكِّلُونَ

7X
Kemudian membaca

إن كنتم مؤمنين فكفوا شركم وأذاكم عنا


- Kitab Syarah Mandhumatil Adab 2/355

فائدة لطرد البراغيث ( فائدتان ) : ( الأولى ) روى المستغفري في الدعوات عن أبي ذر رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال { : إذا آذاك البرغوث فخذ قدحا من ماء واقرأ عليه سبع مرات { وما لنا أن لا نتوكل على الله } الآية .

فإن كنتم مؤمنين فكفوا شركم وآذاكم عنا ، ثم ترشه حول فراشك ، فإنك تبيت آمنا من شرها }

وروى الديلمي في مسند الفردوس مثله من حديث أبي الدرداء مرفوعا


Faedah utk menolak nyamuk
Al mustaghfiri meriwayatkan dalam kitab ad da'awat dari abi dzar rodhiyallohu anhu dari Nabi shollallohu alaihi wasallam berkata : ketika ada nyamuk yang menyakitimu maka ambillah satu cawan air kemudian bacalah padanya tujuh kali firman Allah surat ibrahim ayat 12

وَمَا لَنَا أَلَّا نَتَوَكَّلَ عَلَى اللَّهِ وَقَدْ هَدَانَا سُبُلَنَا وَلَنَصْبِرَنَّ عَلَى مَا آذَيْتُمُونَا وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُتَوَكِّلُونَ


"Mengapa kami tidak akan bertawakkal kepada Allah padahal Dia telah menunjukkan jalan kepada kami,dan kami sungguh-sungguh akan bersabar terhadap gangguan-gangguan yang kamu lakukan kepada kami.Dan hanya kepada Allah saja orang-orang yang bertawakkal itu, berserah diri".

Jika kalian beriman maka cukupkanlah keburukan dan perbuatan menyakiti kalian dari kami.kemudian airnya di siramkan di sekitar tempat tidur,sungguh kamu akan tidur malam dengan aman dari gangguan nyamuk'.

Hadits ini juga di riwayatkan oleh ad dailami dalam kitab musnad firdaus dari hadisnya abud darda' secara marfu'.

wallohu a'lam

Sholat : Hukum bacaan surat dalam sholat dll

MEMBAKUKAN MEMBACA SURAT ALAM NASHROH DAN AL-FIIL


PERTANYAAN
Assalamualaikum. Ada imam yang membaca surat setiap sehabis fatihah 'alam nasroh' pada rokaat pertama dan 'alam taro' setelah fatihah adarokaat kedua. Bagaimana hukumnya dan refrensinyaaa ? terimah kasih.

JAWABAN
Wa'alaikum salam. Hukumnya BOLEH

- Kitab Busyrol Karim (1/222)

 والأفضل: ثلاث آيات فأكثر، وسورة كاملة أفضل من البعض من طويلة إن ساواها، وكذا إن كان أطول منها عند (حج)، قال: للاتباع الذي قد يربو فضله على زيادة الحروف.نعم؛ البعض الوارد أفضل من سورة كاملة غير واردة، كما في التراويح.ويحصل أصل السنة بتكرير سورة في الركعتين وبالبسملة لايقصد أنها التي أول الفاتحة


Komentar Imam Ibnu Hajar mengenai hadis tentang sholatnya imam masjid quba' yang selalu membaca surat al ikhlas dalam sholatnya.- Kitab Fathul Bary ,juz 3 halaman 150وفيه دليل على جواز تخصيص بعض القرآن بميل النفس إليه والاستكثار منه ولا يعد ذلك هجرانا لغيره "Hadis ini adalah dalil diperbolehkannya memilih surat-surat tertentu dari sebagian al-Quran berdasarkan kemauannya sendiri dan memperbanyak membacanya, dan hal seperti ini tidaklah dianggap mengabaikan surat yang lain "

Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu, beliau berkata :

كَانَ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ يَؤُمُّهُمْ فِي مَسْجِدِ قُبَاءٍ، وَكَانَ كُلَّمَا اِفْتَتَحَ سُوْرَةً يَقْرَأُ بِهَا لَهُمْ فِي الصَّلاَةِ مِمَّا يَقْرَأُ بِهِ، اِفْتَتَحَ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ، حَتَّى يَفْرَغَ مِنْهَا. ثُمَّ يَقْرَأُ سُوْرَةً أُخْرَى مَعَهَا، وَكَانَ يَصْنَعُ ذَلِكَ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ. فَكَلَّمَهُ أَصْحَابُهُ، فَقَالُوا: إِنَّكَ تَفْتَتِحُ بِهَذِهِ السُّوْرَةِ، ثُمَّ لاَ تَرَى أَنَّهَا تُجْزِئُكَ حَتَّى تَقْرَأَ بِأُخْرَى، فَإِمَّا تَقْرَأُ بِهَا، وَإِمَّا أَنْ تَدَعَهَا وَتَقْرَأَ بِأُخْرَى. فَقَالَ: مَا أَنَا بِتَارِكِهَا، إِنْ أَحْبَبْتُمْ أَنْ أَؤُمَّكُمْ بِذَلِكَ فَعَلْتُ، وَإِنْ كَرِهْتُمْ تَرَكْتُكُمْ. وَكَانُوا يَرَوْنَ أَنَّهُ مِنْ أَفْضَلِهِمْ، وَكَرِهُوا أَنْ يَؤُمَّهُمْ غَيْرُهُ. فَلَمَّا أَتَاهُمْ النَّبِيُّ n أَخْبَرُوْهُ الخَبَرَ، فَقَالَ: ((يَا فُلاَنُ، مَا يَمْنَعُكَ أَنْ تَفْعَلَ مَا يَأْمُرُكَ بِهِ أَصْحَابُكَ؟ وَمَا يَحْمِلُكَ عَلَى لُزُوْمِ هَذِهِ السُّوْرَةِ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ؟)) فَقَالَ: إِنِّي أُحِبُّهَا، فَقَالَ: ((حُبُّكَ إِيَّاهَا أَدْخَلَكَ الْجَـنَّةَ)).


"Seseorang (sahabat) dari al Anshar mengimami (shalat) mereka (para shahabat lainnya) di Masjid Quba. Setiap ia membuka bacaan di dalam shalatnya dari surat-surat yang ia (selalu) membacanya, Ia membuka bacaan surat di dalam shalatnya dengan قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ, sampai ia selesai membacanya, kemudian ia lanjutkan dengan membaca surat lainnya bersamanya. Ia pun melakukan hal demikan itu di setiap raka’at (shalat)nya.(Akhirnya) para sahabat lainnya berbicara kepadanya, mereka berkata: “Sesungguhnya engkau membuka bacaanmu dengan surat ini, kemudian engkau tidak menganggap hal itu telah cukup bagimu sampai (engkau pun) membaca surat lainnya. Maka, (jika engkau ingin membacanya) bacalah surat itu (saja), atau engkau tidak membacanya dan engkau (hanya boleh) membaca surat lainnya”. Ia berkata:“Aku tidak akan meninggalkannya. Jika kalian suka untuk aku imami kalian dengannya, maka aku lakukan. Namun, jika kalian tidak suka, aku tinggalkan kalian,” Dan mereka telah menganggapnya orang yang paling utama di antara mereka, sehingga mereka pun tidak suka jika yang mengimami (shalat) mereka adalah orang selainnya. Sehingga tatkala Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mendatangi mereka, maka mereka pun menceritakan kabar (tentang itu), lalu ia (Nabi) bersabda: “Wahai fulan, apa yang menghalangimu untuk melakukan sesuatu yang telah diperintahkan para sahabatmu? Dan apa pula yang membuatmu selalu membaca surat ini di setiap raka’at (shalat)?” Dia menjawab,"Sesungguhnya aku mencintai surat ini,”lalu Rasulullah bersabda:“Cintamu kepadanya memasukkanmu ke dalam surga” HR Al Bukhory.

- Ianah Ath-Thalibin juz 1 hal 246-247

و ركعتان قبل الصبح ، ويسن تخفيفهما وقراءة الكافرون والإخلاص فيهما لخبر مسلم وغيره ، وورد أيضا فيهما ألم نشرح لك وألم تر كيف ، وأن من داوم على قراءتهما فيهما . . زالت عنه علة البواسير ، فيسن الجمع فيهما بينهمن ليتحقق الإتيان بالوارد أخذا مما قاله النووي في إني ظلمت نفسي ظلما كثيرا كبيرا ولم يكن بذلك مطولا لهما تطويلا يخرج عن حد السنة


Orang yang istiqomah (mendawamkan) membaca surat al-insyiroh dan surat al-fiil di dalam dua rokaat sholat sunnah fajar (qobliyah subuh) maka dihilangkan penyakit beser darinya.

قوله ؛ وأن من داوم على قراءتهما : أي ألم نشرح وألم ترى

وقوله ؛ فيهما : أي في الركعتين

وقوله ؛ زالت عنه علة البواسير : وقيل " إن من داوم عليهما فيهما لا يرى شرا ذلك اليوم أصلا " ، ولذا قيل " من صلاهما بألم وألم لم يصبه في ذلك اليوم ألم " ، وقال الغزالي في كتاب وسائل الحاجات : " بلغنا عن غير واحد من الصلحين من أرباب القلوب أن من قرأ في ركعتي الفجر ألم نشرح لك وألم تر قصرت عنه يد كل عدو ولم يجعل لهم عليه سبيلا وهذا صحيح مجرب بلا شك " اه-


Menurut pendapat lain: tidak melihat keburukan hari itu. Dikatakan : tidak terkena penyakit di hari itu. Al-Ghozali dalam kitab wasailul hajat berkata: " telah sampai pada kami dari tidak hanya satu orang sholih yang memiliki hati bahwa orang yang membaca ألم نشرح لك dan ألم تر dalam dua rokaat fajar maka tangan setiap musuh tidak dapat menjangkaunya dan tidak ada kemampuan bagi setiap musuh atasnya.

wallohu a'lam bish-showab.

MEMBACA SURAT-SURAT TERTENTU DALAM SHOLAT FARDHU


PERTANYAAN
Assalamu'alaikum,,,,
adakah surat2 pendek yg d sunnahkan khusus d baca ketka sholat fardlu ..!???

JAWABAN
Wa'alaikum salam

Bughiyatul Mustarsyidin Hal 46

Yang disampaikan berikut ini adalah amalan seorang ulama besar dengan maqom ulama ahli tahqiq (penutup ulama ahli tahqiiq) Al quthub al habib abdullah al hadaad , diakhir masa jeneng beliau,yang disampaikan oleh salahsatu murid beliau yaitu Sayyid muhammad bin sumaith dalam kitabnya "Ghoyatul Qoshdi"

(مسألة: ب): لم أقف في كتب الحديث والفقه والتصوُّف على ندب سور مخصوصة في الصلوات الخمس وغيرها سوى ما ذكروا في مغرب ليلة الجمعة وعشائها وصبحها، وصلاة الجمعة من السور المشهورة، وفي ليلة السبت نم ندب المعوّذتين، وما ورد من طوال المفصل وأوساطه وقصاره،.

Aku tidak menemukan dalam kitab-kitab hadits,fiqih dan tasawuf atas kesunahan membaca surat-surat tertentu pada sholat fardhu yang lima,kecuali pada sholat maghrib malam jum'at,sholat isya dan shubuh hari jum'at dan sholat jum'at.

........... sampai pada ibaroh

وحاصل ما ذكره تلميذه السيد محمد بن سميط في غاية القصد، والمراد أنه في أواخر عمره اقتصر في الصبح على أوساط المفصل كالأعلى والغاشية في يوم الجمعة دائماً، وفي غيره ربما قرأهما وربما قرأ غيرهما، وإذا قرأ الطارق في أولى الصبح فالتين في الثانية، أو البلد فالشمس أو الليل فالقدر أو لم يكن فالعاديات، وأما المغرب ففي ليلة الجمعة والثلاثاء بسورتي الإخلاص، وفي السبت والأربعاء بالمعوذتين، وفي الأحد بالفيل وقريش، وفي الاثنين والخميس بالماعون والكوثر


Dan kesimpulan dari apa yang telah dijelaskan oleh Sayid muhammad bin sumaith ( murid dari al-quthub al habib Abdullah al-hadaad) beliau (sayid muhammad) menerangkan : bahwa di akhir-akhir jeneng gurunya,beliau meringkas/memilih untuk membaca surat-surat yang sedang seperti surat Al-A'la dan al-ghosyiyah pada subuh hari jum'at dan untuk sholat selainnya,ada kalanya beliau membaca dua surat tsb,namun ada kalanya membaca surat yang lain.
Dan ketika beliau membaca surat selain dua surat tersebut di atas.jika beliau membaca surat Al-thoriq pd roka'at pertama,maka pd roka'at kedua beliau membaca surat Al-tiin.
atau Al-balad dengan Al-Syamsi , Al-lail dengan Al-qodar , atau surat Lam Yakunil Ladzina dengan Al-'Adiyat.
Adapun maghrib dimalam jum'at dan malam selasa dengan membaca dua kali surat al-ikhlash.
Adapun maghrib dimalam sabtu dan malam rabu dengan membaca mu'awidzatain (alfalaq dan an-naas).
Adapun maghrib dimalam minggu membaca surat al-fiil dengan Li ilafi quraisyin...
Adapun maghrib dimalam senin dan kamis ,membaca surat al-ma'un dengan al-kautsar.

Wallahu A'lam

nambah ta'bir

روضة الطالبين

الجزء الأول ص: 245

ويستحب أن يقرأ في الصبح ، بطوال المفصل ، كـ ( الحجرات ) وفي الظهر بقريب من الصبح ، وفي العصر والعشاء بأوساط المفصل ، وفي المغرب بقصاره ، ويسن في صبح يوم الجمعة أن يقرأ في الأولى ( آلم تنزيل ) وفي الثانية : ( هل أتى ) بكمالهما .


SHOLAT : TIDAK MEMBACA SURAT YANG WARID DALAM SHOLAT DHUHA


PERTANYAAN
Assalmu'alaikum. Maaf mengganggu mau nanya nih kepada guru-guru, Bagaimana hukumnya sholat Dhuha apabila tanpa membaca surah As-syamsi dan Ad-duha pada rokaat 1 dan ke 2 ? Terimakasih

JAWABAN
Wa'alaikum salam. Tidak mengapa dan tetap sah. Membaca surat Asy-syams dan Ad-dhuha afdolnya.

Dan termasuk afdol juga membaca surat Al kafirun di rokaat pertama dan surat Al ikhlas di rakaat kedua

التقريرات السديدة ص ٢٨٤.


و يقرأ فيهما أي في الركعتين من الضحى ما شاء و الأفضل الشمس و الضحى أو الكافرون و الإخلاص .


و الله أعلم.


Wa'alaikum salam. Boleh membaca surat apa saja 

Referensi :

 الحاوي للفتاوى و اعانة الطالبين


صلاة سنة الضحى

صلاة سنة الضحى أقلها ركعتان, وأفضلها ثمان ركعات, وأكثرها اثنتا عشرة ركعة. وهي نافلة مؤكدة. والافضل ان تصلى ركعتين ركعتين. ووقتها من ارتفاع الشمس إلى الزوال, والافضل فعلها عند مضي ربع النهار. ويجوز أن يقرأ ما شاء من السور.

والأفضل أن يقرأ ما ورد في الحديث: أخرج البيهقي عن عقبة قال: أمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلّم, أن نُصلي ركعتي الضحى بسورتيهما بالشمس وضحاها, والضحى([35]).


18. Sholat Sunah Dluha
Sholat sunah dluha termasuk sholat sunah yang muakkadah(di kukuhkan),adapun sedikitnya yaitu dua rokaat dan banyaknya 12 rokaat,dan yang lebih utama di kerjakan dua rokaat satu kali salam.
Adapun waktunya mulai dari 10 menit terbitnya matahari sampai istwa’ (menjelang dhuhur).
Dan lebih utama jika di kerjakan ¼ nya hari (-+ jam 9 ), dan di perbolehkan membaca surat apa saja setelah fatihah .
Adapun yang lebih utama yaitu sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits Baginda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Al Imam Al Baihaqi dari Sahabat ‘Uqbah berkata:
“Bahwa Baginda Nabi SAW memrintah kami agar dalam mengerjakan sholat dluha dengan membaca surat As Syamsi dan AL Dluha”.

قال السيد أبو بكر شطا: يقرأ في باقي الركعات الكافرون في الأولى, والإخلاص في الثانية.

وإذا فرغ من صلاتها يدعو بهذا الدعاء:

اَللَّهُمَّ إِنَّ الضُّحَاءَ ضُحَاؤُكَ وَالْبَهَاءَ بَهَاؤُكَ وَالْجَمَالَ جَمَالُكَ وَالْقُوَّةَ قُوَّتُكَ وَالْقُدْرَةَ قُدَرَتُكَ وَالْعِصْمَةَ عِصْمَتُكَ. اَللَّهُمَّ إِنْ كَانَ رِزْقِي فِي السَّمَاءِ فَأَنْزِلْهُ وَإِنْ كَانَ فِي اْلأَرْضِ فَأَخْرِجْهُ وَإِنْ كَانَ مُعْسِرًا فَيَسِّرْهُ وَإِنْ كَانَ حَرَامًا فَطَهِّرْهُ وَإِنْ كَانَ بَعِيدًا فَقَرِّبْهُ بِحَقِّ ضُحَائِكَ وَبَهَائِكَ وَجَمَالِكَ وَقُوَّتِكَ وَقُدْرَتِكَ آتِنِي مَا آتَيْتَ عِبَادَكَ الصَّالِحِينَ.([36])

Assayid Abu Bakar syatho berkata:
Rekaat selanjutnya membaca surat Al-Kafirun dan surat Al-Ikhlas.
Setelah usai membaca do’a:
Ya Allah, sesungguhnya waktu dluha adalah waktu dluha-Mu,keagungan adalah keagungan-Mu, kebagusan adalah kebagusan-Mu,kekuatan adalah kekuatan-Mu,kekuasaan adalah kekuasaan-Mu, dan penjagaan adalah penjagaan-Mu.
Ya Allah, apabila rizqiku di atas langit maka turunkanlah,bila di dalam bumi maka keluarkanlah,
bila sulit maka mudahkanlah, bila haram maka sucikanlah,dan bila jauh maka dekatkanlah dengan berkat waktu dluhaMU, keagunganMU, keindahanMU, kekuatanMU dan kekuasaanMU,
limpahkanlah kepadaku segala yang telah Engkau limpahkan kepada hamba-hambaMU yang sholeh.”

Wallohu A'lam

Kisah nabi Uzair yang Tertidur Selama 100 Tahun


PERTANYAAN
Aรรสlสmน'สlสikนm ฟสrสhmสtนllสhi ฟสbสrสkสtนhน
Kisah Uzair yang Tertidur Selama 100 Tahun "Bukti Kekuasaan Allah" benarkah kisah ini ? Mohon sundulin kisah lengkapnya Jazakumullah khairan.

JAWABAN
Wa'alaikum salam Wr Wb
Dalam Surat Al Baqarah Ayat 259 Allah berfirman :

( أو كالذي مر على قرية وهي خاوية على عروشها قال أنى يحيي هذه الله بعد موتها فأماته الله مائة عام ثم بعثه قال كم لبثت قال لبثت يوما أو بعض يوم قال بل لبثت مائة عام فانظر إلى طعامك وشرابك لم يتسنه وانظر إلى حمارك ولنجعلك آية للناس وانظر إلى العظام كيف ننشزها ثم نكسوها لحما فلما تبين له قال أعلم أن الله على كل شيء قدير ( 259 )

Artinya : Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata: "Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?" Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya: "Berapakah lamanya kamu tinggal di sini?" Ia menjawab: "Saya tinggal di sini sehari atau setengah hari." Allah berfirman: "Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi beubah; dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging." Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati) diapun berkata: "Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu."

Keterangan Dalam Tafsir Ibnu Katsir

Berhubungan dengan ayat sebelumnya 258, maka ayat 259, menurut Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari 'Ali bin Abi Thalib , ia berkata : "Ia adalah Uzair". Pendapat ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim, dari Ibnu Abbas, al-Hasan, Qatadah, as-Suddi, dan Sulaiman bin Buraidah. Pendapat inilah yang mahsyur. Dan negeri yang dimaksud adalah BAITUL MAQDIS.
Ia melintasi negeri itu setelah dihancurkan dan dibunuh penduduknya oleh Raja Bukhtanashar.
Kalimat "وَهِيَ خَاوِيَةٌ"
Yang temboknya roboh menutupi atapnya", maksudnya tidak ada seorang pun di sana.
Sedangkan firman Allah Ta'ala عَلَى عُرُوشِهَا
"Yang temboknya telah roboh menutupi atapnya artinya bangunan itu sudah runtuh dan temboknya telah roboh ke lantainya. Maka orang itu berdiri seraya berfikir tentang kejadian yang menimpa negeri itu beserta penduduknya, padahal sebelumnya negeri itu dipenuhi oleh bangunan-bangunan yang megah.
Ia pun berkata : أَنَّىَ يُحْيِـي هَـَذِهِ اللّهُ بَعْدَ مَوْتِهَا
"Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?" , perkataan itu ia ucapkan setelah menyaksikan kerusakan dan kehancuran perkataan yang sangat parah serta tidak mungkin bisa kembali ramai seperti sediakala.
Maka Allah Ta'ala berfirman : فَأَمَاتَهُ اللّهُ مِئَةَ عَامٍ ثُمَّ بَعَثَهُ
Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali.", Allah berfirman "Aku membangun kembali negeri itu setelah 70 tahun berlalu dari kematiannya, penduduknya berkumpul kembali dan Bani Israel telah kembali ke negeri tersebut. , ketika Allah membangkitkannya dari kematian.
Yang pertama kali dihidupkan Allah adalah kedua matanya, sehingga ia dapat melihat ciptaan Allah, bagaimana Dia menghidupkan kembali badannya, maka setelah ia hidup sempurna, Allah melalui Malaikat Nya bertanya :
Kalimah "كَمْ لَبِثْتَ قَالَ لَبِثْتُ يَوْماً أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ"
Artinya : "Berapa lama kamu tinggal disini ?" Ia menjawab: "Saya tinggal di sini sehari atau setengah hari." , yang demikian itu disebabkan kematiannya terjadi pada permulaan siang hari, kemudian ALlah Ta'ala membangkitkannya setelah seratus tahun pada akhir siang hari. Ketika ia melihat matahari masih bersinar, ia menyangka itu adalah matahari yang sama pada hari kematiannya., sehingga ia mengatakan "atau setengah hari".
قَالَ بَل لَّبِثْتَ مِئَةَ عَامٍ فَانظُرْ إِلَى طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمْ يَتَسَنَّهْ
Allah berfirman: "Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus
tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi berubah
وَانظُرْ إِلَى حِمَارِكَ
dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang); , maksudnya bagaimana Allah Ta'ala menghidupkan sedang engkau memperhatikan.
Kalimat "وَلِنَجْعَلَكَ آيَةً لِّلنَّاسِ"
Artinya: "Kami akan menjadikanmu tanda kekuasaan Kami bagi manusia. Maksudnya adalah sebagai dalil yang menunjukkan adanya hari akhir.
Kalimat "وَانظُرْ إِلَى العِظَامِ كَيْفَ نُنشِزُهَا"
Artinya : Dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali", artinya Allah mengangkat nya lalu menyusunnya satu persatu dengan yang lainnya. Dalam kitabnya al-Mustadrak , al Hakim meriwayatkan dari Kharijah bin Zaid bin Tsabit , dari ayahnya bahwa Rasulullah Muhammad salallahu' alaihiwassalam pernah membaca ayat كَيْفَ نُنشِزُهَا membacanya dengan huruf "dza" kemudian ia mengatakan "Hadits tersebut berisnad shahih", akan tetapi tidak diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim.
Kalinat "ثُمَّ نَكْسُوهَا لَحْماً"
Artinya : "kemudian Kami membalutnya dengan daging." As-suddi dan ulama lainnya mengatakan'bahwa tulang belulang keledai orang itu berserakan di sekitarnya , baik di sebelah kanan maupun di sebelah kirinya. Kemudian ia memperhatikan tulang-tulang itu yang tampak jelas karena putihnya. Selanjutnya Allah Ta'ala mengirimkan angin untuk mengumpulkan kembali tulang dari segala tempat. Lalu Allah menyusunnya setiap tulang menjadi seekor keledai yang berdiri dengan tulang tanpa daging. Selanjutnya ALlah Ta'ala membungkusnya dengan daging, urat, pembuluh darah dan kulit. Kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh melalui kedua lubang hidung kedelai. Dan dengan izin Allah Azza Wajjala keledai itu bersuara. Semua peristiwa itu disaksikan oleh Uzair.
Kalimat "قَالَ أَعْلَمُ أَنَّ اللّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ"
Artinya :" Ia berkata "AKu yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu"artinya aku benar-benar mengetahui hal itu, aku telah menyaksikannya dengan kedua mataku. Dan aku adalah orang yang mengetahui hal itu daripada orang - orang lain se-zamanku.

- Tafsir Ibnu Katsir

( أو كالذي مر على قرية وهي خاوية على عروشها قال أنى يحيي هذه الله بعد موتها فأماته الله مائة عام ثم بعثه قال كم لبثت قال لبثت يوما أو بعض يوم قال بل لبثت مائة عام فانظر إلى طعامك وشرابك لم يتسنه وانظر إلى حمارك ولنجعلك آية للناس وانظر إلى العظام كيف ننشزها ثم نكسوها لحما فلما تبين له قال أعلم أن الله على كل شيء قدير ( 259 ) )
تقدم قوله تعالى : ( ألم تر إلى الذي حاج إبراهيم في ربه [ أن آتاه الله الملك ] ) وهو في قوة قوله : هل رأيت مثل الذي حاج إبراهيم في ربه ؟ ولهذا عطف عليه بقوله : ( أو كالذي مر على قرية وهي خاوية على عروشها ) اختلفوا في هذا المار من هو ؟ فروى ابن أبي حاتم عن عصام بن رواد عن آدم بن أبي إياس عن إسرائيل عن أبي إسحاق عن ناجية بن كعب عن علي بن أبي طالب أنه قال : هو عزير .
ورواه ابن جرير عن ناجية نفسه . وحكاه ابن جرير وابن أبي حاتم عن ابن عباس والحسن وقتادة والسدي وسليمان بن بريدة وهذا القول هو المشهور .
وقال وهب بن منبه وعبد الله بن عبيد بن عمير : هو أرميا بن حلقيا . قال محمد بن إسحاق ; عمن لا يتهم عن وهب بن منبه أنه قال : وهو اسم الخضر عليه السلام .
وقال ابن أبي حاتم : حدثنا أبي قال : سمعت سليمان بن محمد اليساري الجاري من أهل الجار ، ابن عم مطر فقال : سمعت رجلا من أهل الشام يقول : إن الذي أماته الله مائة عام ثم بعثه اسمه : حزقيل بن بورا .
وقال مجاهد بن جبر : هو رجل من بني إسرائيل .
[ ص: 688 ]
[ وذكر غير واحد أنه مات وهو ابن أربعين سنة ; فبعثه الله وهو كذلك ، وكان له ابن فبلغ من السن مائة وعشرين سنة ، وبلغ ابن ابنه تسعين وكان الجد شابا وابنه وابن ابنه شيخان كبيران قد بلغا الهرم ، وأنشدني به بعض الشعراء :
واسود رأس شاب من قبل ابنه ومن قبله ابن ابنه فهو أكبر يرى أنه شيخا يدب على عصا
ولحيته سوداء والرأس أشعر وما لابنه حبل ولا فضل قوة
يقوم كما يمشي الصغير فيعثر وعمر ابنه أربعون أمرها
ولابن ابنه في الناس تسعين غبر
وأما القرية : فالمشهور أنها بيت المقدس مر عليها بعد تخريب بختنصر لها وقتل أهلها . ( وهي خاوية ) أي : ليس فيها أحد من قولهم : خوت الدار تخوي خواء وخويا .
وقوله : ( على عروشها ) أي : ساقطة سقوفها وجدرانها على عرصاتها ، فوقف متفكرا فيما آل أمرها إليه بعد العمارة العظيمة وقال : ( أنى يحيي هذه الله بعد موتها ) وذلك لما رأى من دثورها وشدة خرابها وبعدها عن العود إلى ما كانت عليه . قال الله تعالى : ( فأماته الله مائة عام ثم بعثه ) قال : وعمرت البلدة بعد مضي سبعين سنة من موته وتكامل ساكنوها وتراجعت بنو إسرائيل إليها . فلما بعثه الله عز وجل بعد موته كان أول شيء أحيا الله فيه عينيه لينظر بهما إلى صنع الله فيه كيف يحيي بدنه ؟ فلما استقل سويا قال الله له أي بواسطة الملك : ( كم لبثت قال لبثت يوما أو بعض يوم ) قالوا : وذلك أنه مات أول النهار ثم بعثه الله في آخر نهار ، فلما رأى الشمس باقية ظن أنها شمس ذلك اليوم فقال : ( أو بعض يوم قال بل لبثت مائة عام فانظر إلى طعامك وشرابك لم يتسنه ) وذلك : أنه كان معه فيما ذكر عنب وتين وعصير فوجده كما فقده لم يتغير منه شيء ، لا العصير استحال ولا التين حمض ولا أنتن ولا العنب تعفن ( وانظر إلى حمارك ) أي : كيف يحييه الله عز وجل وأنت تنظر ( ولنجعلك آية للناس ) أي : دليلا على المعاد ( وانظر إلى العظام كيف ننشزها ) أي : نرفعها فتركب بعضها على بعض .
وقد روى الحاكم في مستدركه من حديث نافع بن أبي نعيم عن إسماعيل بن أبي حكيم عن خارجة بن زيد بن ثابت عن أبيه : أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قرأ : ( كيف ننشزها ) بالزاي ثم قال : صحيح الإسناد ولم يخرجاه .
وقرئ : ( ننشرها ) أي : نحييها قاله مجاهد ( ثم نكسوها لحما ) .
وقال السدي وغيره : تفرقت عظام حماره حوله يمينا ويسارا فنظر إليها وهي تلوح من بياضها فبعث الله ريحا فجمعتها من كل موضع من تلك المحلة ، ثم ركب كل عظم في موضعه حتى صار حمارا قائما من عظام لا لحم عليها ثم كساها الله لحما وعصبا وعروقا وجلدا ، وبعث الله ملكا فنفخ في منخري الحمار فنهق ، كله بإذن الله عز وجل وذلك كله بمرأى من العزير ، فعند ذلك لما تبين له هذا كله ( قال أعلم أن الله على كل شيء قدير ) أي : أنا عالم بهذا وقد رأيته عيانا فأنا أعلم أهل زماني بذلك ، وقرأ آخرون : " قال اعلم " على أنه أمر له بالعلم .
http://library.islamweb.net/newlibrary/display_book.php...
Wallohu A'lam

Membaca do'a atau kalimat di tengah baca qur'an

MEMBACA YASIN FADHILAH
Mayoritas umat muslim di Indonesia adalah penganut Ahlussunnah Wal Jama’ah. Mereka mempercayai keutamaan/Fadhilah membaca surat-surat atau ayat-ayat tertentu dalam al-Qur’an, misalnya yang berupa surat secara utuh-utuh surat al-Baqoroh, surat al-Kahfi, surat Yasin, surat ad-Dukhon, surat al-Waqi’ah, surat al-Ikhlas, surat al-Muawwidzatain dan lain-lain. Sedangkan yang berupa ayat al-Qur’an misalnya: Ayat Kursi, ayat-ayat yang ada di akhir surat al-Baqoroh atau yang ada di akhir surat al-Kahfi dan lain-lain.
Surat-surat atau ayat-ayat tersebut mereka baca secara rutin setiap hari/ setiap malam atau secara berkala. Keterangan tentang keutamaan membaca beberapa surat/ ayat tersebut bisa diperoleh dari beberapa hadits yang diriwayatkan oleh para muhadditsin antara lain:

1. Hadits riwayat Imam Baihaqi:

مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْبَقَرَةِ تُوِّجَ بِتَاجٍ فِى الْجَنَّةِ. رواه البيهقي

Artinya:
“Barangsiapa yang membaca surat al-Baqoroh, maka akan diberi mahkota beruap mahkota di surga.” (HR. Baihaqi)

2. Hadits riwayat al-Hakim:

مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ فِيْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ مَا بَيْنَ الْجُمْعَتَيْنِ. رواه الحاكم

Artinya:
“Barangsiapa yang membaca surat al-Baqoroh pada hari jum’at, maka akan bersinar baginya seberkas cahaya sampai dua jum’at”. (HR. Al-Hakim)

3. Hadits riwayat Abu Nu’aim:

مَنْ قَرَأَ يس فِي لَيْلَةٍ أَصْبَحَ مَغْفُورًا لَهُ. رواه أبو نعيم في الحلية

Artinya:
“Barangsiapa yang membaca surat Yasin pada waktu malam, maka pada pagi harinya orang itu diampuni dosanya”. (HR. Abu Nu’aim)

4. Hadits riwayat Ath-Thabrani:

مَنْ قَرَأَ "حم" الدُّخَانَ فِي لَيْلَةِ جُمُعَةٍ أَوْ يَوْمَ جُمُعَةٍ بنى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ. رواه الطبراني

Artinya:
“Barangsiapa yang membaca surat Hamim ad-Dukhon pada malam jum’at atau hari jum’at, maka Allah akan mendirikan bangunan rumah untuk orang itu di surga”. (HR. Ath-Thabrani).

5. Hadits riwayat Imam Baihaqi:

مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ الْوَاقِعَةِ فِيْ كُلِّ لَيْلَةٍ لَمْ تُصِبْهُ فَاقَةٌ أَبَداً. رواه البيهقي

Artinya:
“Barangsiapa yang membaca surat al-Waqi’ah setiap malam, maka tidak akan tetimpa kemiskinan selamanya”. (HR. Baihaqi)

6. Dan lain-lain.

Di sebagian daerah yang masyarakatnya mayoritas warga NU. Berlaku suatu amalan membaca surat Yasin namun bukan surat Yasin biasa, akan tetapi Yasin Fadhilah (yakni surat Yasin yang di dalamnya disisipi kalimat-kalimat yang berisi do’a atu bacaan tertentu selain al-Qur’an).
Ada tiga maslaah yang dipertanyakan sehubungan dengan amalan tersebut?
Pertama: Bagaimana hukum mencampur penulisan ayat al-Qur’an dengan kalimat-kalimat lain yang bukan al-Qur’an?

Kedua: Bagaimana pula hukum membacanya?
Ketiga: Apakah surat-surat lain yang bukan surat Yasin juga boleh dijadikan sebagaimana Yasin Fadhilah?
Mengenai masalah ini, ada perbedaan humum antara menulis do’a-do’a tertentu di sela-sela ayat atau surat al-Qur’an dan hukum membacanya. Perbedaan itu sebagai berikut :
Hukum menulisnya adalah makruh, karena hal itu akan menimbulkan dugaan bahwa do’a-do’a atau bacaan-bacaan tersebut termasuk ayat/surat Al-Qur’an. Sebagaimana tersebut dalam kitab “al-itqan” juz III hal. 171 :

وَقَالَ الْحَلِيْمِيْ: تُكْرَهُ كِتَابَةُ اْلأَعْشَارِ وَاْلأَخْمَاسِ وَأَسْمَاءِ السُّوَرِ وَعَدَدِ اْلآيَاتِ فِيْهِ لِقَوْلِهِ: جَرِّدُوا الْقُرْآنَ. وَأَمَّا النُّقَطُ فَيَجُوْزُ لَهُ لأَنَّهُ لَيْسَ لَهُ صُوْرَةٌ فَيُتَوَهَّمُ لأَجْلِهَا مَا لَيْسَ بِقُرْآنٍ قُرْآناً. وَإِنَّمَا هِيَ دَلاَلاَتٌ عَلَى هَيْئَةِ الْمَقْرُوْءِ فَلاَ يَضُرُّ إِثْبَاتُهَا لِمَنْ يَحْتَاجُ إِلَيْهَا. وَقَالَ الْبَيْهَقِيْ: مِنْ آدَابِ الْقُرْآنِ أَنْ يُفْخَمَ فَيُكْتَبُ مُفَرَّجاً بِأَحْسَنِ خَطٍّ، فَلاَ يُصَغَّرُ وِلاَ يُقَرْمَطُ حُرُوْفُهُ، وَلاَ يُخْلَطُ بِهِ مَا لَيْسَ مِنْهُ كَعَدَدِ اْلآيَاتِ وَالسَّجَدَاتِ وَالْعَشَرَاتِ وَالْوُقُوْفِ وَاخْتِلاَفِ الْقِرَاءَاتِ وَمَعَانِي اْلآيَاتِ.

Artinya :
“Imam Halimi berkata : makruh hukumnya menulis tanda sepersepuluh, seperlima, nama surat dan bilangan ayat di tengah-tengah surat/ayat Al-Qur’an. Karena sabdanya : bersihkanlah tulisan Al-Qur’an (dari hal yang bukan Al-Qur’an). Adapun memberi titik maka hukmnya boleh, karena tidak merubah bentuk yang sekiranya menimbukan dugaaan bahwa yang bukan Al-Qur’an dianggap Al-Qur’an. Hal itu hanyalah petunjuk atas keberadaan huruf yang dibaca. Imam Baihaqi berkata : Di antara tata krama terhadap Al-Qur’an adalah hendaklah bersikap serius kepada Al-Qur’an, hendaklah menulisnya dengan hitam putih, tulisannya harus yang indah, jangan dibuat terlalu kecil hurufnya, jangan terlalu rapat baris-barisnya jangan mencampurnya degnan tulisan-tulisan yang bukan termasuk Al-Qur’an, seperti bilangan ayat, tanda ayat sajdah, tanda sepersepuluh, tanda waqaf, perbedaan bacaan dan makna kandungan ayat”.

Adapun membaca do’a atau kalimat lainnya di tengah-tengah surat yasin atau surat yang lain, hukumnya sunnat apbila do’a atau kalimat-kalimat tersebut relevan (ada keterkaitan) dengan tuntutan makna ayat/surat yang dibaca itu. Tersebut dalam kitab Ihya’ Ulumiddin juz I hal. 279 :

وَفِيْ أَثْنَاءِ الْقِرَاءَةِ إِذَا مَرَّ بِآيَةِ تَسْبِيْحٍ سَبَّحَ وَكَبَّرَ، وَإِذَا مَرَّ بِآيَةِ دُعَاءٍ وَاسْتِغْفَارٍ دَعَا وَاسْتَغْفَرَ، وَإِنْ مَرَّ بِمَرْجُوٍّ سَأَلَ، وَإِنْ مَرَّ بِمَخُوْفٍ اسْتَعَاذَ. يَفْعَلُ ذَلِكَ بِلِسَانِهِ أَوْ بِقَلْبِهِ.

Artinya :
“Di tengah-tengah membaca Al-Qur’an, ketika seseorang melewati suatu ayat yang berisi mensucikan Allah, dia bertasbih dan bertabir, ketika melewati ayat yang berisi permohonan dan minta ampunan, dia berdo’a dan beristighfar, ketika melewati ayat yang berisi harapan dia mengajukan permohonan dan ketika melewati ayat yang berisi hal-hal yang menakutkan, dia memohon perlindungan. Itu semua dia lakukan dengan ucapan lisannya atau digerakkan dalam hatinya”.

Berdo’a di tengah bacaan Al-Qur’an juga pernah dilakukan oleh Nabi SAW. sebagaimana tersebut dalam hadits riwayat Imam Nasa’ai :

عَنْ حُذَيْفَةَ أَنَّهُ صَلَّى إِلَى جَنْبِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً فَقَرَأَ فَكَانَ إِذَا مَرَّ بِآيَةِ عَذَابٍ وَقَفَ وَتَعَوَّذَ وَإِذَا مَرَّ بِآيَةِ رَحْمَةٍ وَقَفَ فَدَعَا وَكَانَ يَقُولُ فِى رُكُوعِهِ: سُبْحَانَ رَبِّىَ الْعَظِيمِ. وَفِى سُجُودِهِ: سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى.

Artinya :
“Diriwayatkan dari sahabat Hudzaifah ra. bahwa dia melakukan shalat malam di samping Rasulullah SAW. beliau membaca surat ketika sampai pada ayat yang menerangkan adzab, beliau berhenti dan meminta perlindungan dan ketika sampai pada ayat yang menerangkan rahmat beliau berhenti dan berdo’a meminta rahmat, ketika ruku’ beliau membaca Subhana Rabbiyal Adzimi, dan ketika sujud beliau membaca Subhana Rabbiyal A’la”. (HR. Nasa’i)

Cara taubat dari berzina dengan istri orang

PERTANYAAN
Assalamu'alaikum
Seorang suami yang berzina dengan istri orang, dalam bertaubat apakah cukup bertaubat kepada Allah tanpa minta maaf kepada suami dari wanita yang dizinahinya?
Sebab ada yang berpendapat dia wajib minta maaf kepada suami wanita yang dizinahinya.
Mohon jawaban yang bisa menenangkan hati sebab kalau harus minta maaf kepada suami wanita itu, bisa2 nyawa taruhannya
Dan apakah dia juga harus minta maaf kepada istrinya sebagai syarat taubat nashuha ?

JAWABAN
Wa'alaikumussalaam
Mengenai zina ulama' berbeda pendapat :

1. Zina termasuk haqqul adami
Kalau berpatokan pada pendapat ini taubat dari zina harus minta ma'af pada suaminya bila wanita yang di zina bersuami dan ato minta ma'af pada kerabatnya bila dia tdk bersuami, di syaratkan minta ma'af pada suaminya wanita yg di zina tsb bila tidak khawatir timbul fitnah ( seperti nyawanya terancam ) bila hawatir timbul fitnah maka tidak harus minta ma'af cukup tadlorru'/merendahkan diri pada ALLAH agar suaminya merelakan pelaku zina tsb.

2. Zina bukan termasuk haqqul adami jadi tidak harus istihlal/minta ma'af.
I'anah At-Tholibin IV / 295

ـ (قوله: وقال بعضهم يتوقف في التوبة الخ) أي يحتاج في صحة التوبة من الزنا على استحلال زوج المزني بها إن لم يخف فتنة. (وقوله: وإلا) أي بأن خيف فتنة. (وقوله: فليتضرع الخ) أي فلا يتوقف على الاستحلال، بل يكفي التضرّع إلى الله تعالى في إرضاء الخصم عنه. (قوله: وجعل بعضهم الخ) قال في الزواجر، بعد كلام: وقضية ما ذكره ـ أي الغزالي ـ من إشتراط الاستحلال في الحرم الشامل للزوجة والمحارم كما صرّحوا به، أن الزنا واللواط فيهما حق للآدمي، فتتوقف التوبة منهما على إستحلال أقارب المزني بها، أو الملوط به، وعلى إستحلال زوج المزني بها. هذا إن لم يخف فتنة، وإلا فليتضرّع إلى الله تعالى في إرضائهم عنه. ويوجه ذلك بأنه لا شكّ أن في الزنا واللواط إلحاق عار، أي عار بالأقارب، وتلطيخ فراش الزوج، فوجب إستحلالهم حيث لا عذر.فإِن قلت: ينافي ذلك جعل بعضهم من الذنوب التي لا يتعلق بها حق آدمي وطء الأجنبية فيما دون الفرج وتقبيلها من الصغائر، والزنا وشرب الخمر من الكبائر، وهذا صريح في أن الزنا ليس فيه حق آدمي فلا يحتاج فيه إلى الاستحلال.قلت: هذا لا يقاوم به كلام الغزالي، لا سيما وقد قال الأذرعي عنه أنه في غاية الحسن والتحقيق، فالعبرة بما دلّ عليه دون غيره. اهـ (قوله: فلا يحتاج) أي الزنا وهو تفريع على أنه ليس فيه حق آدمي. (وقوله: إلى الاستحلال) أي استحلال زوج المزني بها. (قوله: والأوجه الأول) أي ما قاله بعضهم من أنه يتوقف في التوبة من الزنا على الاستحلال

Wallaahu A'lam

PERTANYAAN :
Assalamu'alaikum, Mau tanya, ada seorang laki2 dan seorang perempuan, keduanya ngerty agama. Karena nafsu mereka berzina. Apakah Alloh mengampuni mereka ? Apakah mereka termasuk orang merugi dunia dan akhirat ?

JAWABAN :
Wa'alaikumussalaam, dosa selain syirik bisa diampuni dengan cara bertaubat :

.ذنب يغفر وذنب لا يغفر وذنب يجازى به فأما الذنب الذي لا يغفر فالشرك بالله وأما الذنب الذي يغفر فعملك بينك وبين ربك واما الذنب الذي يجازى به فظلمك أخاك. الجامع الصغير ٢/٢٠التائب من الذنب كمن لا ذنب له. الجامع الصغير ١/١٣٤

Orang yg bertaubat dari perbuatan zina tidak harus di had untuk diterimanya taubat, karena melaksanakan hukum rajam adalah kewajiban pemerintah :

.لا تتوقف توبة الزاني أو القاتل على تسليم نفسه للحد وإن تحتم بثبوته عند الحاكم، بل لا تتوقف حتى في حق الأدمي الواجب تسليم نفسه، فإذا ندم صحت توبته في حق الله وبقيت معصية حق الأدمي بغية المسترشدين ص : ٢٤٩

.التوبة ثلاثة شروط الندم على الفعل والإقلاع في الحال والعزم على عدم العود ويزيد حق العباد برد المظالم اليهم. بغية المسترشدين ص :٢٨٤

Syarat taubat :
1. Menyesali perbuatannya
2. Meninggalkan/berhenti dari perbuatan dosa
3. Berjanji tidak akan mengulangi lagi.

Hukum rajam bagi zani muhshon / jilid dan pengasingan bagi zani goer muhshon tetap harus dijalankan (oleh pemerintah setelah semua syaratnya terpenuhi ). karena hukum trsbt adalah haq alloh. masalah taubat itu masalah lain lagi meskipun dalam konteks yg sama..selain dosa syirik itu bs di ampuni.cuma mslh di ampuni atau tidak cuma alloh yg tahu.jika alloh brkenan tuk di ampuni pasti d ampuni,jika alloh tdk brkenan maka tdk akan di ampuni.tp dgn taubat nashuha insyaa alloh d ampuni..tp jangan trlalu berpangku tangan trhdp taqdir alloh dgn menisbatkan perbuatn keji ini trhdp taqdir mskpn pd haqiqat nya memang taqdir,krna manusia d beri aqal dan daya ikhtiar tuk memilih dan memilah mana yg baik mana yg buruk mana yg melanggar atran alloh mana yg tdk dgn ktntuan syar'i. Perbuatn zina dari yg mengerti agama lebih keji dari prbuatn zina orang awam.

Wallaahu A'lam

Tasyakuran wujud menampakan syukur kepada allah

TAFSIR AL-QUR'AN :TAFSIR QS. AD-DHUHA: 11
PERTANYAAN :
Assalamu 'alaikum..
Tolong dong jelas kan tafsir ayat terahir suroh wadhdhuda, Intinya.. Apa itu tahaduts bi ni'mat..
Bgmn cara mengamalkan nya,, apa syarat-syaratnya, dst..

JAWABAN :
Wa'alaikumsalam

Dengan mensyukurinya, mensiarkannya, menampakkan hasilnya serta mengaplikasikannya dalam amaliyah yang nyata.

{وأمَّا بنعمةِ ربك فحدِّث} بشكرها وإشاعتها وإظهار آثارها ، يرد ما أفاضه الله تعالى عليه من فنون النعم ، التي من جملتها المعدودة والموعودة ، والنبوة التي آتاه الله تأتي على جميع النِعم ، ويَدخل في النِعم تعلُّم العلم والقرآن ، وفي الحديث عنه صلى الله عليه وسلم : " التحدُّث بالنِعَم شكر " ولذلك كان بعض السلف يقول : لقد أعطاني الله كذا ، ولقد صلَّيتُ البارحة كذا ، وهذا إنما يجوز إذا ذكره على وجه الشكر ، أو ليُقتدى به ، فأمّا على وجه الفخر والرياء فلا يجوز. هـ.

(“Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya” QS. 93:11)
Dengan mensyukurinya, mensiarkannya dan menampakkan hasilnya dengan menjalankan nikmat-nikmat yang telah dianugerahkan Allah padanya, dan tergolong dalam nikmat Allah adalah belajar ilmu dan al-Quran... ...
Dalam sebuah hadits, Nabi SAW bersabda "Menyebut-menyebut nikmat adalah syukur", oleh karenanya sebagian ulama Salaf berkata :
"Allah memberiku begini, kemarin aku telah menjalankan shalat sekian"
Yang demikian diperbolehkan bila bertujuan untuk bersyukur atau agar dapat dianut oleh orang lain sedang bila bertujuan riya', sombong dan pamer maka tidak boleh.
Al-Bahr al-Madiid VIII/489

{وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ} أنه يجوز للإنسان أن يفتخر بطاعاته ومحاسن أخلاقه إذا كان يظن أن غيره يقتدي به، فثبت أن مطلق التكاثر ليس بمذموم، بل التكاثر في العلم والطاعة والأخلاق الحميدة، هو المحمود، وهو أصل الخيرات

(“Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya” QS. 93:11)
Sesungguhnya diperbolehkan bagi seseorang menyebut-nyebut kataatannya, kebaikan-kebaikan perilakunya bila ia menduga bahwa orang lain akan meneladaninya, dengan demikian tidak setiap bermegah-megahan itu tercela, bermegah-megahan dibidang ilmu, ketaatan dan perilaku-perilaku yang baik sangat terpuji karena ia adalah sumber dari segala kebaikan...
Tafsiir Fakhr ar-Rozi 32/227

Dalam Tafsiir al-Maraghi lebih diperjelas bahwa menyebut nikmat duniawi dengan memberikannya pada orang lain,...

(وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ) أي أوسع فى البذل على الفقراء بمالك ، وأفض من نعمه الأخرى على طالبيها ، وليس المراد مجرد ذكر الثروة والإفاضة فى حديثها ، فإن ذلك ليس من كرم الأخلاق فى شىء.

(“Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya” QS. 93:11)
Artinya perbanyak memberi pada orang fakirdengan hartamu, limpahkan nikmat-nikmat ukhrawi pada penuntutnya, bukan yang dimaksud hanya sekedar menyebut-nyebut kekayaan dan anugerah dalam pembicaraannya karena yang demikian bukanlah tergolong suatu akhlak yang mulia.
Tafsiir al-Maraaghi 30/187

{وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ} والكتمان كفران النعمة ، وقد ذم الله عز وجل من كتم ما آتاه الله عز وجل وقرنه بالبخل فقال تعالى: {ٱلَّذِينَ يَبْخَلُونَ وَيَأْمُرُونَ ٱلنَّاسَ بِٱلْبُخْلِ وَيَكْتُمُونَ مَآ ءَاتَـﯩـٰهُمُ ٱللَّهُ مِن فَضْلِهِۦۗ} وقال صلى الله عليه وسلم: «إِذَا أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَى عَبْدٍ نِعْمَةً أَحَبَّ أَنْ تُرَى نِعْمَتُهُ عَلَيْهِ»، وأعطى رجل بعض الصالحين شيئاً في السر فرفع به يده وقال: هذا من الدنيا والعلانية فيها أفضل والسر في أمور الآخرة أفضل. ولذلك قال بعضهم: إذا أعطيت في الملأ فخذ ثم اردد في السر والشكر فيه محثوث عليه. قال صلى الله عليه وسلم: «مَنْ لَمْ يَشْكُرِ النَّاسَ لَمْ يَشْكُرِ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ»

(“Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya” QS. 93:11)
Menyembunyikan artinya menkufuri nikmat, Allah sangat mencela orang yang menyembunyikan apa yang telah Allah berikan dan menghubungkannya dengan kata kikir, Allah berfirman :
“ (yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir dan menyembunyikan karunia Allah yang telah diberikan-Nya kepada mereka.” *QS. 4:37)

Nabi SAW bersabda :
“Saat Allah memberi nikmat pada seorang hamba, Dia lebih suka bila nikmat tersebut dilihat dariNya”.
Sebagian Ulama Shalih diberikan sesuatu oleh orang dia mengangkat tangannya seraya berkata “Yang ini bagian dari duniawi maka menampakkannya lebih utama, sedang menyembunyikan urusan-urusan akhirat lebih utama”.

Karenya sebagian Ulama berkata “Bila engkau diberikan sesuatu dalam sebuah perkumpulan maka ambilah kemudian kembalikanlah saat dalam kondisi sendirian, dan mensyukurinya sangat dianjurkan”.
Nabi SAW bersabda “barangsiapa yang tidak pandai bersyukur (berterima kasih) pada orang-orang, ia pun tidak akan dapat bersyukur pada Allah ‘Azza Wa Jalla”
Ihyaa’ ‘Uluum ad-Diin I/206
Wallaahu A'lamu Bis Showaab