Jumat, 31 Oktober 2014

Perbedaan Ahlu sunah waljamaah dan Wahabi


PERBEDAAN AHLI SUNNAH WAL-JAMAAH (SUNNI ASWAJA/NU) DAN WAHHABI
Wahhabiy adalah fahaman /gerakan Muhammad bin Wahhab. Lahir tahun 1115 H dan meninggal 1206H. Agresif dan ganas tapi berselindung mengatakan Ahlus Sunnah Wal-Jamaah (ASWAJA).
Mengatakan tahlil tidak boleh, tiada zikir selepas solat, tidak dibolehkan bacaan Al-Quran untuk orang yang meninggal dunia, tidak boleh membaca surah Yaasin pada hari Khamis kerana tidak ada dalil yang mengatakan demikian.
Boleh mengetahui lebih lanjut siapa sebenarnya Wahhabi melalui buku tulisan Ustaz Zamihan.
Berhati2 dengan golongan ini kerana mereka akan mengatakan mereka salafi, ASWJ. Salafi adalah generasi umat Islam yang awal yaitu Nabi Muhammad saw, para sahabat, tabi'in dan hidup dalam lingkungan sebelum hijrah hingga 300 dan 500 tahun selepas hijrah.
Fahaman wahabi menular secara halus, ramai ustaz glamer dari golongan ini. Ada yang kata ikut Al-Quran dan hadis, mereka tidak mau menggunakan ijma' ulama' dan qiyas kerana mereka mengatakan zaman Rasulullah saw tidak berbuat demikian dan tidak ada dalil serta bida'h dan sesetengahnya kasar dan biadap.
Kalau setakat fikih berbeda masih boleh diterima, tetapi jika telah melibatkan akidah seperti mengatakan Allah bertempat contoh dilangit, berkaki, duduk atas kerusi. Membayangkan Allah berjisim maka ditolak dan dikatakan telah kufur, ada ustaz yang mengatakan ibu bapa Nabi saw kafir. Mereka menghina ulama terdahulu contohnya Imam Syafie, Imam Ghazali dan ramai lagi, menolak mempelajari sifat 20 dan banyak lagi (lihat seperti diatas).
Mulut mereka manis..berkopiah, bersongkok, berjubah tapi tidak memakai serban. Ada wahhabiah yg hina ulama pakai serban dengan mengatakannya macam siih. Tembelang mereka tidak terbongkar pada mulanya kerana mau 'cari makan'..namun begitu sekarang dipercayai ramai yang begitu kerana mau menarik undi dari orang Islam....
Wallahu'alam...............

Istilah yang Dipakai Kelompok Radikal Banyak Mengecoh Anak Muda

Istilah-istilah keagamaan yang dimaksud adalah semisal penegakan syari’ah, kewajiban berjihad, perlawanan kepada thagut dan kebangkitan lagi kejayaan khilafah.
Jika disampaikan dalam konteks yang tidak pas, istilah-istilah tersebut akan memicu perilaku radikal.

Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama atau Munas-Konbes NU yang diselenggarakan di Jakarta Sabtu-Ahad (1-2/10/2014) besok antara lain akan menyoroti penggunaan istilah agama yang tidak pas. Beberapa istilah dinilai memicu perilaku radikal terutama di kalangan anak muda yang sedang belajar agama.

Hal tersebut akan dibahas dalam Komisi Rekomendasi Munas-Konbes NU. Istilah-istilah keagamaan yang dimaksud adalah semisal penegakan syari’ah, kewajiban berjihad, perlawanan kepada thagut dan kebangkitan lagi kejayaan khilafah. Jika disampaikan dalam konteks yang tidak pas, istilah-istilah tersebut akan memicu perilaku radikal.

“Istilah-istilah itu banyak mengecoh anak-anak muda umat Islam yang sedang mencari jati diri dan merasakan banyak problem sosial seperti kemiskinan, kesenjangan antara orang-orang kaya dan orang-orang miskin, kemunduran negara-negara Islam dibandingkan negara-negara Barat, ketidakadilan dan maraknya kemaksiatan,” kata Ketua Tim Perumus Komisi Rekomendasi, H Masduki Baidlawi.

Menurut Wakil Sekjen PBNU itu, NU melalui Munas Alim Ulama kali ini akan mengajak umat Islam di Indonesia untuk bersama-sama melakukan penangkalan terhadap masuknya paham-paham radikal seperti itu dengan melakukan pendampingan kepada anak-anak muda dan memberikan pemahaman mengenai berbagai aspek ajaran agama Islam yang merupakan rahmat bagi seluruh alam. 
Munas dan Konbes NU rencananya akan dibuka oleh Presiden RI Joko Widodo, Sabtu (1/11) besok, dan dtutup oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla pada keesokan harinya. Munas diikuti perwakilan 33 wilayah NU, sementara acara pembukaan juga mengundang beberapa tokoh lintas ormas dan agama serta para pejabat pemerintahan. (A. Khoirul Anam)

Hukuman bagi orang yang sombong

Allah ta'ala berfirman:
إِنَّ الَّذِيْنَ يَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَادَتِيْ سَيَدْخُلُوْنَ جَهَنَّمَ دَاخِرِيْنَ
(المؤمن: 60)

Artinya: “…Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diridari menyembah-Ku akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina dina.” (Q.S Al-Mu’min: 60)
سَأَصْرِفُ عَنْ آيَاتِيَ الَّذِيْنَ يَتَكَبَّرُوْنَ فِي اْلأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ
(الأعراف: 146)
Artinya: “Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku…”
(Q.S Al-A’rof: 146)
قِيلَ ادْخُلُوا أَبْوَابَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا فَبِئْسَ مَثْوَى الْمُتَكَبِّرِينَ
( الزمر : 72)
Artinya: “Dikatakan (kepada mereka): “Masukilah pintu-pintu neraka jahannam itu sedang kalian kekal di dalamnya.” Maka neraka jahannam itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri.” (Q.S Az-Zumar: 72)
...كذَلكَ يَطْبَعُ اللهُ عَلَى كُلِّ قَلْبِ مُتَكَبِّرٍ جَبَّارٍ
(المؤمن: 35)
Artinya: “Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan sewenang-wenang.”
(Q.S Al-Mu’min: 35)
- Rasululloh Shollallohu alaihi wasallam bersabda:
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ فِيْ قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ وَلاَ يَدْخُلُ النَّارَ رَجُلٌ فِيْ قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةِ خَرْدَلٍ مِن إِيْمَانٍ
Artinya: “Tidak masuk surga orang yang ada di hatinya sebesar zarrah (sesuatu yang terkecil) dari pada kibr / sifat sombong, dan tidak masuk
neraka seorang yang di hatinya ada sebesar biji sawi dari keimanan.”
يُحْشَرُ الْمُتَكَبِّرُوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ذَرًّا فِيْ مِثْلِ صُوَرِ الرِّجَالِ يَعْلُوْهُمْ كُلُّ شَيْءٍ مِنَ الصِّغَارِ ثُمَّ يُسَاقُوْنَ إِلَى سِجْنٍ فِيْ وَادِيْ جَهَنَّمَ يُقَالُ لَهُ بُولَسُ تَعْلُوْهُمْ نَارُ الأَنْيَارِ يُسْقُوْنَ مِنْ طِيْنَةِ الْخَبَالِ وَعَصَارَةِ أَهْلِ النَّارِ
Artinya: “Orang-orang yang menyombongkan diri akan dibangkitkan pada hari kiamat seperti semut yang amat kecil dengan rupa semisal manusia yang mana segala sesuatu lebih tinggi darinya kemudian mereka digiring ke penjara di salah satu lembah di jahannam yang disebut ‘Buulas’ yang dipenuhi dengan api yang sangat bergejolak dan mereka diberi minum dengan minuman thiinatul khobal (lumpur yang membinasakan) dan perasan air daripada penduduk neraka.”
قَالَ اللهُ تَعَالَى: اَلْكِبْرِيَاءُ رِدَائِيْ وَالْعَظَمَةُ إِزَارِيْ فَمَنْ نَازَعَنِيْ وَاحِدا مِنْهُمَا أَلْقَيْتُهُ فِيْ جَهَنَّمَ
Artinya: “Allah ta'ala berfirman (dlm hadis qudsi):
“Kesombongan adalah pakaian-Ku dan keagungan adalah sarung-Ku, maka barangsiapa yang merebut keduanya dari-Ku maka Aku akan lemparkan dia ke Jahannam.”
مَنْ تَعَظَّمَ فِيْ نَفْسِهِ وَاخْتَالَ فِيْ مَشْيِهِ لَقِيَ اللهُ تَعَالَى وَهُوَ عَلَيْهِ غَضْبَانُ
Artinya: “Barangsiapa yang menganggap besar / agung dirinya dan sombong dalam gaya berjalannya maka dia akan bertemu dengan Allah ta'ala sedang Dia murka kepadanya.”
بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِيْ يَتَبَخْتَرُ فِيْ بُرْدَيْهِ قَدْ أَعْجَبَتْهُ نَفْسُهُ إِلاَّ خَسَفَ اللهُ تَعَالَى بِهِ الأَرْضَ فَهُوَ يَتَجَلْجَلُ فِيْهَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
Artinya: “Sementara seorang laki-laki sedang melenggang (dengan sombong) dalam pakaiannya dan dia merasa bangga terhadap dirinya kecuali Allah akan menenggelamkannya di bumi, maka dia akan terbenam di dalam bumi hingga hari kiamat.”
wallohu a'lam.
Yaa Allah semoga Engkau jauhkan kami dari sifat takabbur/sombong dan anugrahilah kami sifat tawadhu'/rendah hati...
Aamiin,....

Cara Menyenangkan Istri Lahir-Batin.

                  

Dengan cara bergaul dengan mereka secara patut dan bila rasa cinta mulai terasa memudar dengan bersabar

وَعاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ...

يقول الحق جل جلاله : وعاشروا النساء بِالْمَعْرُوفِ بأن تلاطفوهن فى المقال وتجملوا معهن فى الفعال ، أو يتزيّن لها كما تتزين له. قال الورتجبي : كونوا فى معاشرتهن فى مقام الأنس وروح المحبة ، وفرح العشق حين أنتم مخصوصون بالتمكين والاستقامة والولاية ، فإن معاشرة النساء لا تليق إلا فى المستأنس بالله ، كالنبى صلّى اللّه عليه وسلم وجميع المستأنسين من الأولياء والأبدال ،

حيث أخبر صلّى اللّه عليه وسلم عن كمال مقام أنسه بالله ورؤيته لجمال مشاهدته حيث قال : «حبّب إلىّ من دنياكم ثلاث : الطيب ، والنساء ، وجعلت قرة عينى فى الصلاة.» «1»

ثم قال : عن ذى النون : المستأنس بالله يستأنس بكل شىء مليح ووجه صبيح ، وبكل صوت طيب وبكل رائحة طيبة. ثم قال : عن ابن المبارك : العشرة الصحيحة : ما لا يورثك الندم عاجلا ولا آجلا ، وقال أبو حفص : المعاشرة بالمعروف : حسن الخلق مع العيال فيما ساءك. ه.

فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فاصبروا فَعَسى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئاً وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْراً كَثِيراً إما ولدا صالحا أو عاقبة حسنة فى الدين. .....

قال الورتجبي : كل أمر من الله - سبحانه - جاء على مخالفة النفس امتحانا واختبارا ، والنفس كارهة فى العبودية فإذا ألزمت عليها حقوق الله بنعت الرياضة والمجاهدة واستقامت فى عبودية الله ، أول ما يطلع على قلبك أنوار جنان القرب والمشاهدة ، قال الله تعالى : وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوى ، فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوى ، وفى أجواف ظلام المجاهدة للعارفين شموس المجاهدات وأقمار المكاشفات. ه. المراد منه.


Firman Allah Ta'ala
"Dan bergaullah dengan mereka secara patut (baik)"
 
Allah al-Haq Azza Wa Jalla berfirman “Dan bergaullah dengan istri-istrimu secara patut, dengan cara bertutur secara lembut, memperbaiki sikap dan prilaku atau berdandan untuk mereka sebagaimana mereka berdandan untukmu,
 
Imam al-Wartajaby berkata “Bergaullah dengan mereka dengan dasar suka-cita dan penuh kasih sayang bila kalian menginginkan derajat istiqamah dan kedududukan dimata Allah, sebab bergaul dengan wanita secara benar tidaklah dapat dan pantas kecuali bagi orang yang ‘tenang dengan Allah’ seperti halnya yang dilakukan oleh Baginda Nabi SAW dan orang-orang yang telah menggapai derajat ketenangan semisal para kekasih-kekasih Allah.
 
Oleh karenanya Nabi SAW pernah menggambarkan kesempurnaan ketenangan dan musyahadahnya dengan Allah saat beliau bersabsa “”Aku diberi rasa cinta kepada duniamu itu tiga perkara, yaitu senang kepada wangi-wangian, cinta kepada wanita dan ketika dijadikan padaku rasa sejuk mataku seolah-olah aku melihat Allah di dalam shalat”.
 
Kemudian Dzin Nun berkata “Orang yang memiliki rasa tenang pada Allah akan pula memberikan ketenangan pada segala sesuatu dengan keelokan, wajah yang bersinar, tutur yang indah dan aroma yang mewangi”.
 
Ibn al-Mubarak berkata “Bergaul yang benar adalah yang tidak menimbulkan sesal diawal dan dibelakang”.
Abu Khafsh berkata “Bergaul yang pantas adalah keindahan prilaku pada keluarga dalam mensikapi hal yang tidak mengenakkanmu”
"Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak".
Adakalanya dengan memperoleh keturunan yang shalih, atau kebeikan dalam hal agama
Imam al-Wartajaby berkata “Sesuatu dari Allah yang tidak sesuai keinginan nafsu adalah bentuk ujian dan cobaanNya
 
Nafsu sejatinya membenci akan pengabdian, bila engkau mampu membuatnya mentaati hak-hak Allah secara disiplin melalui bentuk riyadhah dan mujahadah maka yang pertama tumbuh dari dalam hatimu adalah aneka cahaya keindahan kedekatan dan musyahadah dengan Allah, Allah SWT berfirman “Dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal (nya)”, ditengah-tengah kegelapan mujahadah bagi orang-orang arif billah terdapat kilauan mentari=mentari mujahadah dan indahnya purnama mukasyafah”.(DHIF)
 
Wallaahu A’lamu Bis Showaab
 
Al-Bahr al-Madiid I/482)

Kitab-Kitab Yang Tidak Kuat Dijadikan sebagai Hujjah

Kitab-Kitab Yang Tidak Kuat Dijadikan sebagai Hujjah


Beberapa kitab di bawah ini yang sering digunakan kaum Mujassimah-Musyabbihah sebagai sandaran hujjahnya, namun sebenarnya tidak patut untuk dijadikan hujjah karena di antaranya ada kedustaan yang dinsibatkan kepada pengarangnya padahal tidak sama sekali, ada juga yang penulisnya dinilai pendusta, bercampur pikiran dan hafalannya, ada juga yang sanad riwayat kitab tersebut seorang pendusta atau pemalsu hadits, dan juga kadang berisi hadits atau khobar palsu dan mungkar. Sehingga kitab-kitab tersebut tidak kuat atau tidak bisa dijadikan sandaran hujjah dalam masalah hukum apatah lagi masalah akidah.

Berikut kitab-kitab tersebut :

1. Syarh as-Sunnah lil al-Barbahari. شرح السنة للبربهاري

Imam as-Sam’ani mengatakan :

قال أبو نعيم : كان له أصل صحيح وسماع صحيح وأصل رديء وسماع رديء يحدث بذا وبذاك فأفسده ، وقال أيضاً : كان كذاباً . قال محمد بن أبي الفوارس أبو بحر بن كوثر شيخ فيه نظر ، وقال أيضاً : كان مخلطاً وله أصول جياد وله أشياء رديئة . قال أبو الحسن بن الفرات كان مخلطاً وظهر منه في آخر عمره أشياء منكرة

“Abu Nu’aim mengatakan. “ Ia memiliki asal yang sahih dan pendengaran ilmu yang sahih, dan ia pun juga memiliki asal yang buruk dan pendengaran ilmu yang buruk pula. Ia membawakan hadits ini dengan hadits lainnya, sehingga merusaknya “. Beliau juga mengatakan, “ ia seorang pendusta “. Muhammad bin Abi al-Fawaris Abu Bahr bin Kautsar, “ al-Barbahari adalah seorang syaikh yang masih perlu dipertimbangkan “. Beliau juga berkata, “ Beliau tercampur pikirannya, beliau memiliki asal yang bagus dan asal yang buruk “. Abul Hasan bin al-Farrat mengatakan, “ Beliau konon pikirannya tercampur, dan di akhir usianya muncul sesuatu yang diingkari “.[1]

Ibnu Thahir al-Maqdisi mengatakan :

وأما البربهارية فإنهم يجهرون بالتشبيه والمكان ويرون الحكم بالخاطر ويكفرون من خالفهم

“Adapun al-Barbahariah (pengikut al-Barbahari), maka sesungguhnya mereka menampakkan tasybih dan tempat (kepada Allah), mengambil hukum dengan lintasan hati dan mengkafirkan orang yang menentang mereka “.[2]

Bahkan sudah ada kitab yang menyatakan tidak validnya kitab syarah as-Sunnah dinisbatkan kepada al-Barbahari, kitabnya berjudul :

فتح الباري بتكذيب نسبة كتاب شرح السنة للبربهاري

“Fath al-Bari bi takdzib nisbati kitab Syarh as-Sunnah lil Barbahari “. Karya tulis syaikh  Laits Makkah.

2. Risalah ar-Radd ‘ala al-Jahmiyyah wa az-Zanadiqah. رسالة الرد على الجهمية والزنادقة

Risalah ini dinisbatkan kepada imam Ahmad bin Hanbal pada kurun 4 hijriyyah. Dalam sanad riwayat risalah ini terdapat al-Khidhir bin al-Mutsanna (الخضر بن المثنى), ia dinilai Majhul oleh ulama.

Al-Hafidz adz-Dzahabi mengatakan :

     لا كرسالة الاصطخري ولا كالرد على الجهمية الموضوع على أبي عبد الله فإن الرجل كان تقياً ورعاً لا يتفوه بمثل ذلك ولعله قاله

“Bukan seperti risalah al-Ishthikhri dan juga risalah ar-Radd ‘ala al-Jahmiyyah yang dinsibatkan palsu kepada Abu Abdillah (imam Ahmad), karena beliau adalah orang yang bertaqwa dan wirai’ yang tidak mungkin berucap ngawur semacam itu..”[5]

Beliau juga mengatakan :

إلى أن ذكر أشياء من هذا الأنموذج المنكر والأشياء التي والله ما قالها الإمام ، فقاتل الله واضعها ، ومن أسمج ما فيها قوله : ومن زعم أنه لا يرى التقليد ولا يقلد دينه أحداً ، فهذا قول فاسق عدو لله ، فانظر إلى جهل المحدثين كيف يروون هذه الخرافة ويسكتون عنها

“Sampai ia menyebutkan beberapa dari sesuatu yang mungkar dan beberapa perkara yang demi Allah tidak diucapkan imam Ahmad, maka semoga Allah memerangi orang yang memalsukannya. Di antara ucapan yang …..[6]

3. ar-Radd ‘ala al-Marisi li Utsman ad-Darimi. الرد على المريسي لعثمان الدارمي

Lajnah (Dewan fatwa) al-Azhar menyatakan :

وهو من الكتب التي يعتبرها القوم من أمهات كتب السنة ، مملوء بوثنيات فاضحة ومخازي رذيلة ؛ فيه إثبات الحركة والحد لله عز وجل ، وأنه مس آدم مسيساً بيده ، وأنه يقعد على العرش فما يفضل منه إلا قدر أربعة أصابع ، وأنه قادر على الاستقرار على ظهر بعوضة ، وأنه إذا غضب ثقل على حملة العرش ، وأن رأس المنارة أقرب إليه من أسفلها ، وغير ذلك مما هو مبسوط في موضعه

“Itu termasuk kitab yang dipegang oleh mereka (mujassimah) dan dianggap sebagai induk kitab as-Sunnah. Isinya penuh dengan keberhalaan yang jelas dan kehinaan yang nista. Di dalamnya terdapat penetapan gerakan dan batasan bagi Allah. Dan Allah menyentuh sesuatu dengan tangan-Nya, Allah duduk di atas Arsy seukuran tidak lebih dari 4 jari. Dan sesungguhnya Allah Maha Mampu duduk di punggung nyamuk. Allah jika murka, maka akan terasa berat beban bagi para malaikat yang menggotong Arsy. Dan sesungguhnya ujung menara lebih dekat dengan Allah daripada yang di bawahnya dan lain-lain yang tercantum dalam kitab tersebut “.[7]

Al-Hafidz adz-Dzahabi menukil dan juga memujinya, akan tetapi beliau memberikan peringatan atas sikap ghuluwnya ad-Darimiy :

وفي كتابه بحوث عجيبة مع المريسي يبالغ فيها في الإثبات ، والسكوت عنها أشبه بمنهج السلف في القديم

“Dan di dalam kitabnya terdapat pembahasan-pembahasan yang unik bersama al-Marisi, ia berlebihan di dalam itsbat, sedangkan diam darinya (ayat shifat) lebih serupa dengan manhaj salaf terdahulu “.[8]

Lajnah al-Azhar juga mengatakan :

وما اشتمل عليه الكتاب مخالف لما عليه جمهور المسلمين من عهد الصحابة حتى الآن

“Apa yang terkandung dalam kitab tersebut, bertentangan dengan mayoritas kaum muslimin sejak masa sahabat hingga sekarang ini “.[9]

4. at-Tauhid li Ibni Khuzaimah. التوحيد لابن خزيمة

Al-Imam Tajuddin as-Subuki mengatakan :

وقد أثنى عليه فيما بلغنى ابن خزيمة واجتمع به غير مرة

“Sungguh telah sampai padaku bahwa Ibnu Khuzaimah memuji Muhammad bin Karam (Pemimpin sekte Karamiyyah) dan berkumpul dengannya lebih dari sekali “.[10]

Ibnu Khuzaimah sebenarnya telah rujuk (kembali menolak) dari kitab at-Tauhidnya tersebut, sebagaimana pengakuan al-Baihaqi :

واعترف – أي ابن خزيمة – فيما حكيناه عنه بأنه إنما أتى ذلك من حيث إنه لم يحسن الكلام

“Ibnu Khuzaimah sebagaimana telah kami hikayatkan darinya, telah mengakui bahwa ia membuat kitabnya tersebut karena tidak cakap (pandai) dalam ilmu kalam “.[11]

Beliau melanjutkan :

قلت: القصة فيه طويلة وقد رجع محمد بن إسحاق إلى طريقة السلف وتلهف على ما قال والله أعلم

“Aku (al-Baihaqi) katakan, “ Kisahnya panjang, dan sungguh Muhammad bin Ishaq telah bertaubat dan kembali kepada jalan ulama salaf dan menyesali atas apa yang pernah ia ucapkan “.[12]

Pernyataan atas pertaubatan Ibnu Khuzaimah ini pun dikuatkan oleh pengakuan al-Hafidz Ibnu Hajar :

ووقع نحو ذلك لإمام الائمة ابن خزيمة ، ثم رجع ، وله في ذلك مع تلامذته قصة مشهورة

“Dan juga terjadi atas seorang pemimpin dari para pemimpin yaitu Ibnu Khuzaimah, kemudian beliau bertaubat. Beliau dalam hal itu memiliki kisah yang sudah masyhur (terkenal) bersama para muridnya “.[13]

Apalagi Ibnu Khuzaimah jika menuruti pemahaman wahabi adalah seorang quburiyyun atau penyembah kuburan. Berikut kesaksian para ulama semasanya yang dinaqal oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dan al-Hakim :

وسمعت أبا بكر محمد بن المؤمل بن الحسن بن عيسى يقول خرجنا مع امام أهل الحديث أبي بكر بن خزيمة وعديله أبي علي الثقفي مع جماعة من مشائخنا وهم إذ ذاك متوافرون إلى زيارة قبر علي بن موسى الرضا بطوس قال فرأيت من تعظيمه يعني ابن خزيمة لتلك البقعة وتواضعه لها وتضرعه عندها ما تحيرنا

"Aku telah mendengar Abu Bakar bin al-Mu’ammal bin al-Hasan bin Isa mengatakan, “ Kami keluar bersama imam ahli hadits yakni Abu Bakar bin Khuzaimah sahabatnya Abi Ali ats-Tsaqafi bersama para jama’ah dari kalangan guru kami. Mereka kemudian sepakat untuk menziarahi makam Ali bin Musa ar-Ridha di Thus “. Ia berkata, “ Maka aku melihat sikap ta’dzhim (pengagungan) Ibnu Khuzaimah kepada makam tersebut. Sikap rendah hati dan dan  tadharru’nya (permohonannya yang semangat) di sisi makam itu yang membuat kami heran (takjub) “.[14]

Maka bagaimana kaum wahabi mengambil pemahaman dari Ibnu Khuzaimah dalam masalah akidah yang menurut mereka adalah musrik ??

5. Al-Ibanah li Ibni Baththah. الإبانة لابن بطة العكبري

Adz-Dzahabi mengatakan :

ومع قلة إتقان بن بطة في الرواية كان إماما في السنة إماما في الفقه صاحب أحوال واجابة دعوة رضي الله عنه

“Walaupun Ibnu Baththah kurang kuat dalam segi riwayat, akan tetapi ia adalah seorang imam dalam sunnah, imam dalam fiqih, memiliki ahwal dan doa yang dikabulkan radhiallahu ‘anu “.[15]

Beliau juga mengatakan :

لإبن بطة مع فضلة أوهام وغلط

“Ibnu Baththah memiliki keutamaan akan tetapi ia memiliki waham dan kekeliruan “.[16]

Dalam kesempatan yang lain adz-Dzahabi juga mengatakan :

فبدون هذا يضعف الشيخ

“… Dan selain atsar ini, syaikh (Ibnu Baththah) dinilai lemah “[17]

Maksud adz-Dzahabi adalah selain riwayat atsar itu, Ibnu Baththa dinilai lemah pada periwayatan lainnya.

Ibnul Atsir mengatakan :

كان إماماً فاضلاً عالماً بالحديث من فقهاء الحنابلة

“Beliau seorang imam yang utama dengan hadits termasuk ulama fiqih  Hanabilah “.[18]

Ibnu Hajar al-Atsqalani mengatakan :

وقفت لابن بطة على أمر استعظمته واقشعر جلدي منه

“Aku perhatikan Ibnu Baththah ada satu perkara yang aku anggap itu suatu perkara besar dan membuat kulitku merinding “ kemudian beliau menjarhnya bahwa ia adalah seorang wadhdha’ (pembuat riwayat palsu, dan beliau sering melakukan penghapusan nama para imam lalu mengganti nama imam lainnya di tempat yang dihapusnya “.[19]

Al-Khathib al-Baghdadi mengatakan :

قال لي أبو القاسم الأزهري: ابن بطة ضعيف ضعيف ليس بحجة وعندي عنه معجم البغوي ولا أخرج منه في الصحيح شيئا قلت له: فكيف كان كتابه بالمعجم فقال: لم نر له أصلا به وإنما دفع إلينا نسخة طرية بخط ابن شهاب فنسخنا منها وقرأنا عليه شاهدت عند حمزة بن محمد بن طاهر الدقاق نسخة بكتاب محمد بن عزيز في غريب القرآن وعليها سماع ابن السوسنجردي من ابن بطة عن ابن عزيز فسألت حمزة عن ذلك فأنكر أن يكون ابن بطة سمع الكتاب من ابن عزيز وقال: ادعى سماعه ورواه

“Abul Qasim mengatakan padaku, “ Ibnu Baththah itu dhaif (lemah), dhaif tidak bisa dijadikan hujjah. Aku memiliki darinya kitab Mu’jam al-Baghawi dan aku tidaklah mentakhrij darinya sedikit pun dalam sahih, maka aku bertanya padanya, “ Bagaimana adanya kitab Mu’jam itu ? “, ia menjawab, “ Tidak ada asalnya kitab itu, sesungguhnya telah diberikan padaku naskah baru dengan tulisan Ibnu Syihab, maka kami menggantinya darinya dan kami membaca atas Ibnu Syihab, saku menyaksikan di sisi Hanrah bin Muhammad bin Thahir ad-Daqqaq nskah dengan kitab Muhammad bin Aziz tentang Gharib al-Quran, atasnya penerimaan Ibnu as-Susanjardi dari Ibnu Baththah dari Ibnu Aziz. Lalu aku bertanya pada Hamzah tentang itu semua, maka beliau mengingkari Ibnu Baththah mendengar kitab dari Hamzah, ia telah mengaku mendengar dan meriwayatkannya “. [20]

Al-Kautsari mengatakan :

ابن بطة الحنبلي : صاحب ( الإبانة ) ، كان من أجلاد الحشوية وله مقام عندهم إلا أنه لا يساوي فلساً ، وهو الذي روى حديث ابن مسعود ( كلّم الله موسى عليه السلام يوم كلمه وعليه جبة صوفٍ ، وكساء صوف ، ونعلان من جلد حمار غير ذكي ) فزاد فيه : ( فقال : من ذا العبراني الذي يكلّمني من الشجرة ؟؟ قال : أنا الله !!والتهمة لاصقة به لا محالة لانفراده بتلك الزيادة كما يظهر من طرق الحديث في ( لسان الميزان ) وغيره وما فعل ذلك إلا ليُلقي في رُوعِ السامع أن كلام الله من قبيل كلام البشر بحيث يلتبس على السامع كلامه تعالى بكلام غيره . تعالى الله عن مزاعم المشبهة في إثبات الحرف والصوت له تعالى ، وكتبه من شر الكتب وله طامات فلا تعويل على روايته

“Ibnu Btahthah al-Hanbali penulis kitab al-Ibanah (ash-Shugra) termasuk anggota hasyawiyyah akan tetapi tidak dianggap. Dia seorang yang meriwayatkan hadits Ibnu Mas’ud “ Allah telah mengajak bicara Nabi Musa di hari Ia mengajak bicara, dan Dia menggunakan jubah woll, selendang woll dan dua sandal dari kulit himar “ , lalu Ibnu Baththah menambahinya “ Lalu Ia berkata “ Siapakah al-Ibrani yang mengajak bicara padaku dari balik pohon ? “ inna lillah, tuduhan itu ada padanya tidak diragukan lagi, karena ia tersendiri dari riwayat tersebut sebagaimana nampak jelas dalam jalan-jalan hadits lainnya di dalam Lisan al-Mizan dan selainnya. Tidaklah Ibnu Baththah berbuat demikian kecuali supaya pendengarnya merasa takut bahwa kalam Allah itu dari sisi kalam manusia sekiranya menjadi samar bagi pendengar antara kalam Allah dan kalam lainnya. Sungguh Allah maha Suci dari pemikiran kaum Musyabbihah di dalam menetapkan huruf dan suara bagi Allah Ta’ala, kitab-kitabnya di antara kitab-kitab yang paling buruk…”.[21]

Jika melihat penjelasan para ulama jarh, maka tampak Ibnu Baththah adalah wadhdha’ yakni pemalsu riwayat. Dengan ini riwayatnya lemah dan tidak bisa dijadikan hujjah.

6. Ar-Radd ‘ala al-Jahmiyyah dan at-Tauhid Ibnu Mandah. الرد على الجهمية والتوحيد ابن مندة

Al-Hafidz Ibnu Nu’aim mengatakan :

اختلط في آخر عمره ….. وتخبط في أماليه ، ونسب إلى جماعة أقوالاً في المعتقدات لم يُعرفوا بها نسأل الله الستر والصيانة

“Ia bercampur pikirannya di akhir usianya…..dan kacau dalam angan-angannya. Menisbatkan kepada sekelompok ulama beberapa ucapan dalam masalah akidah yang tidak diketahui dari mereka, kami memohon kepada Allah penutupan dan penjagaan-Nya “.[22]

Imam Ibnu ‘Asakir mengatakan :

إن له في معرفة الصحابة أوهاماً كثيرة

“Dia memiliki wahm (kebingungan) yang banyak tentang pengetahuan para sahabat “[23]

Dengan ini ia adalah lemah, riwayat yang disandarkannya kepada beberapa ulama salaf dalam masalah akidah adalah tidak bisa dijadikan hujjah.

7. Syarh Risalah Ibnu Abi Zaid al-Qairawani. شرح رسالة ابن أبي زيد القيرواني

Kitab ini sering dinakal oleh Ibnu Taimiyyah dan Ibnul Qayyim. Adz-Dzahabi mengatakan :

وقد نقموا عليه – أي علماء السنة – في قوله بذاته ، فليته تركها

“Para ulama Ahlus sunnah telah membantahnya pada ucapannya , Dengan Dzat Allah “, andai ia meninggalkan ucapan itu “.[24]

Imam al-Abiy mengatakan :

قلت : ما نسب من القول في الجهة إلى الدهماء ومن بعدهم الفقهاء والمتكلمين لا يصح ، ولم يقع إلا لأبي عمر في الاستذكار ولابن أبي زيد في الرسالة ، وهو عنهما متأول

“Aku (al-Abiy) katakan, “ Ucapan Allah di suatu arah yang dinisbatkan kepada para duhama dan fuqaha serta mutakallimin adalah tidak valid, dan tidak terjadi hal itu kecuali oleh Abu Umar dalam al-Istidzkarnya dan Ibnu Abi Zaid dalam risalahnya, sedangkan menurut beliau berdua adalah ditakwil “.[25]

8. al-I’tiqad wa Ibthal at-Takwilat, al Qadhi Abu Ya’la al-Farra.  الاعتقاد وإبطال التأويلات للقاضي أبو يعلى الفراء

Imam Ibnul Atsir mengatakan :

وفيها أنكر العلماء على أبي يعلى بن الفراء الحنبلي ما ضمنه كتابه من صفات الله سبحانه وتعالى المشعرة بأنه يعتقد التجسيم ، وحضر أبو الحسن القزويني الزاهد بجامع المنصور وتكلم في ذلك ، تعالى الله عما يقولون علواً كبيراً

“Dan pada tahun 429 H, para ulama mengingkari Abu Ya’la al-Farra al-Hanbali atas isi kandungan kitabnya yang berbicara soal sifat-sifat Allah Ta’ala yang mengisyaratkan bahwa ia meyakini tajsim. Abul Hasan al-Qazwaini seorang ulama yang zuhud mendatangi masjid Jami’ al-Manshur dan membicarakan Abu Ya’la, sungguh Maha Suci Allah dari apa yang mereka ucapkan dengan ke maha tinggian yang besar “.[26]

Ibnul Atsir mengatakan :

لقد شان أبو يعلى الحنابلة شينا لا يغسله ماء البحار

“Sungguh Abu Ya’la telah mengotori madzhab Hanabilah dengan sesuatu yang tidak akan bisa dibersihkan dengan sebanyak air lautan “.[27]

Bahkan al-Hafidz Ibnu Arabi sangat mengingkari Abu Ya’la dan ia telah menghina Allah Ta’ala dengan semua yang diucapkannya tentang sifat-sifat Allah.[28]

Akan tetapi dalam teks-teksnya yang lain beliau mengakui kemaha sucian Allah dari tempat dan gerakan[29], dan mungkin saja beliau wafat atas akidah tanzih tersebut.

9. al-Idhah fi Ushuluddin, Ibn az-Zaghuni. الإيضاح في أصول الدين لابن الزاغوني

Al-Hafidz adz-Dzahabi juga mengatakan :

ورأيت لأبي الحسن بخطه مقالة في الحرف والصوت عليه فيها مآخذا والله يغفر له، فيا ليته سكت

 “Aku telah melihat terhadap ucapan Abul Hasan (az-Zaghuni) tentang huruf dan suara yang di dalamnya ada beberapa ….semoga Allah mengampuninya, sungguh alangkah baiknya jika dia mau diam “[30]

Ibnul Jauzi al-Hanbali mengatakan :

ورأيت من أصحابنا من تكلم في الأصول بما لا يصلح وانتدب للتصنيف ثلاثة : أبو عبدالله بن حامد وصاحبه القاضي وابن الزاغوني ، فصنفوا كتبا شانوا بها المذهب ورأيتهم نزلوا إلى مرتبة العوام

“Aku melihat sahabat kami (dalam madzhab Hanbali) ada ulama yang membicarakan masalah akidah dengan sesuatu yang tidak patut dibicarakan, dan berani menulis kitab tiga orang yaitu Abu Abdillah bin Hamid dan sahabatnya yaitu Al-Qadhi Abu Ya’la dan Ibnu az-Zaghuni. Mereka telah menulis kitab yang mengotori madzhab Ahmad bin Hanbal dan aku melihat mereka telah turun ke tingkatan orang awam “[31]

10. al-Ghunyah, syaikh Abdul Qadir al-Jailani. الغنية للامام عبد القادر الجيلاني

Kitab ini memang karya beliau, akan tetapi para ulama mengatakan adanya distorsi dalam beberapa teks kitab tersebut yang menyatakan tajsim bagi Allah, yakni “Allah menetap di arah Atas“ dan mereka melakukan kedustaan atas nama beliau dengan menyatakan, “sesungguhnya huruf mu’jam itu bersifat qadim yang tidak ada wujud permulaannya“ dan lainnya.

Imam Ibnu Hajar al-Haitami mengatakan :

وإياك أن تغتر بما وقع في الغنية لإمام العارفين وقطب الإسلام والمسلمين الأستاذ عبد القادر الجيلاني ، فإنه دسه عليه فيها من سينتقم الله منه وإلا فهو بريء من ذلك وكيف تروج عليه هذه المسألة الواهية مع تضلعه من الكتاب والسنة وفقه الشافعية والحنابلة حتى كان يفتي على المذهبين ، هذا مع ما انضم لذلك أن الله منّ عليه من المعارف والخوارق الظاهرة والباطنة وما أنبأ عن ما ظهر عليه وتواتر من أحواله

“Waspadalah engkau, jangan tertipu atas kitab al-Ghunyah karya imam arifin dan quthub islam dan muslimin yakni ustadz Abdul Qadir al-Jailani. Karena telah melakukan pemalsuan atas nama beliau segelintir kaum yang akan Allah hukum mereka atas hal itu. Sungguh syaikh terbebas dari pemalsuan itu. Bagaimana beliau bisa mengetengahkan masalah lemah tersebut padahal beliau snagat berpegang teguh dnegan al-Quran dan Sunnah dan bermadzhab dengan dua madzhab yakni syafi’iyyah dan Hanabilah, bahkan beliau terkadang berfatwa atas dasar dua madzhab….”[32]

Kami pun telah mengklarifikasikan hal ini dengan berjumpa dan mewancarai secara live kepada cucu beliau syaikh Afeefuddin al-Baghdadi. Dan beliau menginformasikan bahwa kitab tersebut memang ada beberapa ucapan yang dipalsukan atas nama datuk beliau syaikh Abdul Qadir al-Jailani oleh kalangan salafi. Beliau memiliki kitab tahqiq lainnya yang sudah diterbitkan insya Allah dan menjawab isu ini.

11. as-Sunnah, al-Khallal. السنة للخلال

Imam Ibnul ‘Ammad mengatakan :

في هذا الكتاب أطال الخلال في تقرير قعود النبي صلى الله عليه وسلم مع الباري سبحانه على الفضلة التي تفضل من العرش. وحشر مع ذلك نقولاً عن بعض المحدثين في تكفير منكره ورميه بالبدعة والتجهم وغير ذلك مما لو قرأه رجل لم يسمع عن الإسلام شيئاً ولظن أن هذا الخبر ركن من أركان الإسلام ، وفيه أيضًا الكذب على الإمام أحمد وأنه تلهف لسماع هذا الخبر إذ لم تحصل روايته له من علو

“Dalam kitab ini, al-Khallal telah panjang lebar di dalam menetapkan duduknya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama Allah Ta’ala atas keutamaan yang dianugerahi di Arsy. Ia telah mengumpulkan nukilan-nukilan dari sebagian ahli hadits yang menghukumi kafir bagi orang yang mengingkarinya, dan memvonis bid’ah dan jahmi bagi mereka yang mengingkarinya dan lainnya dari apa yang seandainya sesorang membacanya, maka tidak akan terdengar dari agama Islam sedikit pun tentang hal itu dan akan menyangkan bahwa khobar tersebut adalah bagian dari rukun Islam. Di kitab tersebut juga ada kedustaan atas nama imam Ahmad bin Hanbal, dan sesungguhnya al-Khallal sangat ambisi untuk mendengarkan khobar tersebut, karena ia tidak mendapatkan riwayatnya dari atas “.[33]

Beliau juga memvonis imam at-Tirmidzi dengan sebutan ahli bid’ah, al-Khallal mengatakan :

قال أبو بكر الخلال : قرأت كتاب السنة ….. فبلغني أن قوماً ممن طرد إلى طرسوس من أصحاب الترمذي المبتدع أنكروه

“Abu Bakar al-Khallal mengatakan, “ Aku telah membaca kitab as-Sunnah…..maka sampai padaku sesungguhnya ada suatu kaum yang diusir ke Thursus dari sahabat at-Tirmidzi ahli bid’ah yang mereka ingkarinya…”[34]

Pada halaman 234, ia juga mengatakan :

أشهد على هذا الترمذي أنه جهمي خبيث

“Aku bersaki atas at-Tirmidzi bahwa ia adalah seorang jahmi lagi buruk “.

12. I’tiqad as-Sunnah, Abu Bakar al-Ismai’ili.اعتقاد السنة لأبو بكر الاسماعيلي

Al-Hafidz adz-Dzahabi mengatakan :

هذا الكتاب لا يثبت عن الإمام ؛ في سنده مجهول وهو مسعود بن عبد الواحد الهاشمي

“Kitab ini tidak tsabit dari imam al-Ismai’ili, dalam sanadnya terdapat orang yang majhul yaitu Mas’ud bin Abdul Wahid al-Hasyimi “.[35]

Sedangkan beliau adalah seorang ulama Ahlus sunnah yang beraqidah tanzih sebgaimana nukilan al-Hafidz Ibnu Hajar dari al-Ismai’ili yang mengatakan :

لا يظن أن الله ذو أعضاء وجوارح لما في ذلك من مشابهة المخلوقين تعالى الله عن ذلك ليس كمثله شيء

“Tidak boleh menyangka bahwa Allah memiliki anggota tubuh, karena hal itu sama saja dengan menyerupakan Allah kepada makhluk-Nya, sungguh maha Suci Allah dari hal itu, dan Allah tidak ada sesuatu pun yangs erupa dengan-Nya “.[36]

13. Dzam al-Kalam wa ahlih, lil Harawi. ذم الكلام وأهله لأبو اسماعيل الهروي الأنصاري

Al-Imam Tajuddin as-Subuki mengatakan :

وكان الأنصاري المشار إليه رجلاً كثير العبادة محدثًاً إلا أنه يتظاهر بالتجسيم والتشبيه وينال من أهل السنة وقد بالغ في كتابه ذم الكلام حتى ذكر أن ذبائح الأشعرية لا تحل

"al-Harawi al-Anshari yang diisyaratkan kepadanya, adalah seorang yang banyak beribadah, ahli hadits akan tetapi ia menampakkan akidha tajsim dan tasybih dan bermusuhan dengan ahlus sunnah, sungguh beliau telah berlebihan di dalam kitabnya Dzamm al-kalam hingga menyebutkan bahwa semebelihan dari kalangan al-Asya’irah tidak halal untuk dimakan “.[37]

14. Syarh al-Aqidah ath-Thahawiyyah, Ibnu Abil Izz al-Hanafi.  شرح العقيدة الطحاوية لابن أبي العز الحنفي

Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Atsqalani menyebutkan  bahwa para ulama Mesir khususnya para ulama Hanafiyyah, telah mengingkarinya dan memerintahkan para qadhi untuk menghukumnya. Termasuk ulama yang mengingkarinya adalah Jamaluddin al-Kurdi, Syarafuddin al-Ghazi, Ibn Muflih, Ibn Hajji dan lainnya.[38]

Imam Murtadha az-Zabidi mengatakan :

ولما تأملته حق التأمل وجدته كلاماً مخالفاً لأصول مذهبه إمامه ، وهو في الحقيقة كالرد على أئمة أهل السنة ، كأنه تكلم بلسان المخالفين ، وجازف وتجاوز عن الحدود ، حتى شبه قول أهل السنة بقول النصارى ، فليتنبه لذلك

“Ketika aku merenunginya, maka aku mendapatkan ucapannya bertentangan dengan akidha madzhab imamnya. Sebenarnya kitab itu seperti membantah terhadap para imam Ahlus sunnah, seolah-olah ia berbicara dengan lisan para penentang, ngawur dan berlebihan tentang batasan, sehingga menyerupakan ucapan Ahlus sunah dengan ucapan Nashara, maka hati-hatilah “.[39]

15. ash-Shifat, ad-Daraquthni.[40] الصفات للدارقطني

Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan :

لا تصح نسبته للإمام الدارقطني وسنده باطل موضوع ؛ ففي سنده (أحمد بن عبيد الله أبو العز بن كادش ، قال ابن النجار : كان مخلطاً كذاباً لا يحتج به وللأئمة فيه مقال ، قال السمعاني : كان ابن ناصر يسيء القول فيه ، قال الأنماطي : كان مخلطاً ، وقال ابن عساكر : قال لي أبو العز بن كادش : ووضعت أنا في حق أبي بكر حديثاً بالله أليس فعلت جيداً

“Kitab tersebut tidak sah dinisbatkan kepada ad-Daraquthni, sanadnya bathil dam palsu. Dalam sanadnya ada Ahmad bin Ubaidillah Abul Izz bin Kadasy. Ibnu an-Najjar mengatakan, “ Ia seorang yang bercampur ingatannya, pendusta dan tidak bisa dijadikan hujjah, para imam telah memperbincangkannya…”[41]

16. al-Ibanah ‘an Ushul ad-Diyanah dan Maqalat al-Islamiyyin wa ikhtilaf al-Mushallin, Abul Hasan al-Asy’ari. الابانة عن اصول الديانة و مقالات الاسلاميين واختلاف المصلين

Al-Kautsari mengatakan :

والنسخة المطبوعة في الهند من الإبانة نسخة مصحَّفة محرفة تلاعبت بها الأيدي الأثيمة، فيجب إعادة طبعها من أصل موثوق

”Dan naskah Al-Ibanah yang sudah tercetak di Hindi adalah naskah yang sudah dirubah dan didistorsi oleh tangan-tangan jahil, maka wajib mengembalikan kembali peredarannya pada naskah yang aslinya yang terpercaya ”[42]
Syaikh Wahbi Ghawaji dalam sebuah risalah yang berjudul ‘Tinjauan Ilmiyyah di dalam penisbatan kitab Al-Ibanah seluruhnya pada imam Abul Hasan‘, beliau berkata :

أتى فيها بأدلة موضوعية تدل على أن قسمًا كبيرًا مما في الإبانة المتداولة اليوم بين الناس لا يصح نسبته للإمام الأشعري

"Telah tampak di dalamnya dengan bukti-bukti objektif yang menunjukkan bahwa sebagian besar apa yg ada dalam kitab al-Ibanah saat ini yang sudah luas beredar di kalangan orang adalah tidak sah dinisbatkan kepada imam Abul Hasan al-Asy’ary“

Adapun kitab Maqalat al-Islamiyyin, maka kami telah mengkajinya ia memang benar nisbat kepada imam Abul Hasan al-Asya’ri. Dalam membicarakan soal teks-teks mutasyabihat atau ayat shifat, beliau memang sudah masyhur menggunakan metode tafwidhul ma’na. Sebagaimana salah satu metode dari dua metode yang digunakan ulama Asya’irah yang juga merupaka metode jumhur ulama salaf. Namun kalangan mujassimah menyangka dan mengklaim bahwa beliau berpaham secara makna dhahir dan hakikatnya dari nash-nash shifat, ini jelas klaim yang bathil.

Dua metode tafwidh dan takwil sudah masyhur di kalangan ulama salaf. Imam an-Nawawi mengatakan :

Imam an-Nawawi mengatakan :

اعلم أن لأهل العلم في أحاديث الصفات وآيات الصفات قولين: أحدهما وهو مذهب معظم السلف أو كلهم أنه لا يتكلم في معناها بل يقولون: يجب علينا أن نؤمن بها ونعتقد لها معنى يليق بجلال الله تعالى وعظمته مع اعتقادنا الجازم أن الله تعالى ليس كمثله شيء، وأنه منزه عن التجسم والانتقال والتحيز في جهة وعن سائر صفات المخلوق، وهذا القول هو مذهب جماعة من المتكلمين واختاره جماعة من محققيهم وهو أسلم

“Ketahuilah ulama dalam hadits-hadits sifat atau ayat-ayat shifat memiliki dua pendapat : Yang pertama adalah madzhab mayoritas ulama salaf atau keseluruhannya, yaitu tidak membicarakan maknanya bahkan mengatakan, “ Wajib atas kita mengimaninya dan meyakini hal itu punya makna yang layak bagi keagungan Allah disertai keyakinan kita yang kuat bahwa Allah Ta’ala tidak seperti sesuatu dan Allah disucikan dari jisim, berpindah, berbatas di suatu arah dan dari semua sifat makhluk. Ucapan ini adalah madzhab sekelompok dar- mutakallimin dan dipilih oleh sekelompok para pentahqiq mereka, dan ia lebih selamat “. [43]

Imam Badruddin bin Jama’ah juga mengatakan :

واتفق السلف وأهل التأويل على أن ما لا يليق من ذلك بجلال الرب تعالى غير مراد واختلفوا في تعيين ما يليق بجلاله من المعاني المحتملة فسكت السلف عنه، وأوله المتأولون

“Ulama salaf dan ulama takwil sepakat  atas apa yang tidak layak bagi keagungan Allah, bukanlah yang dimaksud. Mereka berbeda pendapat di dalam menentukan kemungkinan makna-maknanya yang layak bagi keagungan Allah… Ulama salaf diam dari ini sedangkan ulama takwil mentakwilnya “.[44]

Bahkan al-Hafidz Ibnu Katsir mengakui pernyataan di atas, beliau pernah menaqal takwilan ulama salaf :
 
“Dan langit kami bangun dengan “ aydin “ dan kami benar-benar meluaskannya “. (Ibnu Katisr menafsirkan) : “ Dan langit kami bangun”, maksunya adalah kami jadikan atap yang terjaga dan tinggi , “ Dengan ayidn “, maksudnya adalah dengan kekuasaan “, telah mentakwilnya hal itu (dengan kekuasaan) Abbas, Mujahid, Qatadah, ast-Tsauri dan selain satu (banyak) “. [45]

Sebenarnya masih banyak lagi kitab-kitab yang tidak dinisbatkan kepada ulama yang dinisbatkannya atau memiliki sanad yang palsu atau pendusta yang tidak kami tampilkan di sini. Semoga yang ringkas ini dapat bermanfaat bagi Ahlus sunnah wal Jama’ah.

    Ibnu Abdillah al-Katibiy  & Shofiyya an-Nuuriyyah

    Kota Santri, 26-09-2014
    * Artikel ini telah kami revisi ulang kerana ada sikit kesilapan yang sebelumnya kami memasukkan kitab Mushannaf Ibnu Abi Syaibah seorang imam hadits yang hafidz dan tsiqah dan dalam revisi ini, kami tiadakan.

[1] Al-Ansab : 2/126
[2] Al-Bad’u wa at-Tarikh : 5/150
[3] Al’Uluw : 199
[4] Lisan al-Mizan : 7/340. Disebutkan juga dalam Siyar A’lam an-Nubala : 14/21
[5] Siyar A’lam an-Nubala : 11/287
[6] Siyar A’lam an-Nubala : 11/303
[7] Maqalat al-Kautsari :262-268
[8] Al-‘Uluw : 195
[9] Maqalat al-Kautsari :265
[10] Thabaqat asy-Syafi’iyyah al-Kubra : 3/304
[11] Al-Asma wa Ashifat, al-Baihaqi : 258
[12] Al-Asma wa Ashifat, al-Baihaqi : 259
[13] Fath al-Bari : 13/492
[14] Tahdzib at-Tahdzib : 3/195
[15] Mizan al-I’tidal : 3/15
[16] Siyar  A’lam an-Nubala : 6/5
[17] Siyar  A’lam an-Nubala : 6/533
[18] Al-Lubab : 1/160
[19] Lihat Lisan al-Mizan, Ibnu Hajar Al-Atsqalani : 4/113
[20] Tarikh Baghdad : 10/373
[21] Ta’nib al-Khathib : 216
[22] Tarikh Ashbihan : 2/306
[23] Lisan al-Mizan : 6/557
[24] Al-‘Uluw : 256
[25] Ikmal al-Mu’allim bi fawaid Muslim : 2/41
[26] Al-Kamil fit Tarikh : 8/288
[27] Kamil fit Tarikh : 10/52
[28] Al-‘Awashim min al-Qawashim : 209
[29] Al-Mu’tamad fi Ushul ad-Diin : 56
[30] Siyar A’lam an-Nubala : 19/76
[31] Daf’u Syubah ast-Tasybih : 97
[32] Al-Fatawa al-Haditsisyyah : 149
[33] Syadzarat adz-Dzahab, Ibn al-Ammad : 1/261
[34] As-Sunnah, al-Khallal : 266
[35] Mukhtashar Al-Uluw : 249
[36] Fath al-Bari : 8/846
[37] Thabaqat Syafi’iyyah al-Kubra : 4/272
[38] Lihat kitab Inba al-Ghumar : 2/95-97
[39] Ittihaf Sadah al-Muttaqin : 2/146
[40] Ibn Khalkan mengatakan, “ ad-Daraquthni : Dalnya difathah dan Ra’nya difathah kemudian qafnya didhommah, tho’nya sukun kemudian nun. Nisbat kepada Daraquthn daerah yang besar di kota Baghdad “. (Wafiyyatul A’yan)
[41] Lisan al-Mizan : 1/532
[42] Muqaddmiah Tabyin al-Muftari.
[43] Syarh Muslim : 3/19
[44] Idhah ad-Dalil : 103
[45] Tafsir Ibnu Katisr : 4/303

Kisah memuliakan Tamu

Umar Bin Abdul Aziz

Gambar Ilustrasi
Siapa tak kenal Umar bin Abdul Aziz. Insan dengan sejarah menawan akan masa kepemimpinannya saat menjabat sebagai khalifah. Ia membalikkan 180 derajat keadaan hidupnya dari yang bermewah harta menjadi penuh dengan keterbatasan ketika dirinya diangkat sebagai khalifah. Ia juga yang dikenal sebagai khalifah yang mampu mengembalikan kesejahteraan umat Islam, hingga hampir saja pembagian zakat tak menemui si penerima karena kesejahteraan tiap muslim di kala itu. Ia juga yang menjadi penyelamat wajah Daulah Umayah di mana para raja berkuasa semena-mena dan perpecahan terjadi di mana-mana.
Tentu akan ada banyak karakteristik seorang mukmin yang bersemayam dalam diri Umar bin Abdul Aziz hingga dirinya ditaati sebagai pemimpin dan namanya tertera dalam daftar sejarah kebanggaan umat muslim. Termasuk salah satu di antaranya adalah sifat tawadhu’ beliau.
Tawadhu’ sendiri berasal dari wada’a yang berarti ‘merendahkan’. Tawadhu; merupakan perangai merendahkan kelebihan, menundukkan hati agar tidak menunjukkan ia lebih baik dari pada orang lain.
Belajar memiliki karakter tawadhu’ menjauhkan seseorang dari sifat sombong. Perangai ini penting bagi seorang pemimpin karena karakter sombong membuat si sombong merasa orang yang ada di sekitarnya punya kedudukan tidak lebih baik dari dirinya, membuat ada tembok pemisah antara si sombong dan orang-orang di sekitarnya, yang akhirnya menjauhkan orang-orang di sekitarnya dari si sombong.
Dalam Al Quran surat As-Syu’araa’ ayat 215, Allah menyuruh seorang muslim untuk merendahkan dirinya di hadapan para pengikutnya yang beriman. Ayat ini menjadi dasar bagi seorang pemimpin untuk merendahkan diri di hadapan para rakyatnya yang beriman, bukan menyombongkan diri.
Namun Allah bukan hanya menjadikan tawadhu’ sebagai tuntutan bagi umat muslim, tetapi juga akan Allah naikkan derajat seorang muslim yang berperangai tawadhu’. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda “Sedekah tidak mungkin mengurangi harta. Tidaklah seseorang suka memaafkan, melainkan ia akan semakin mulia. Tidaklah seseorang bersikap tawadhu’ (rendah diri) karena Allah, melainkan Allah akan meninggikan derajatnya. “[HR. Muslim]. Sehingga tidak akan merugi orang yang memiliki sifat tawadhu’, ia akan mulia di mata Allah, juga mulia di mata manusia.
Berikut sepenggal kisah hidup Umar bin Abdul Aziz menggambarkan betapa tawadhu’nya beliau sebagai seorang pemimpin. Kisah tersebut terjadi ketika suatu malam ada seseorang yang bertamu ke rumah Umar bin Aziz. Kala itu sang khalifah sedang menulis di tengah kondisi cahaya lampu yang mulai redup. Sang tamu yang melihat keadaan itu kemudian ingin memperbaiki lampu tersebut, namun hal itu dicegah oleh sang khalifah. Khalifah Umar bin Abdul Aziz ingin memuliakan tamunya sehingga tidak memperbolehkan tamunya merepotkan diri untuk membenahi lampu yang mulai redup itu. Sang tamu tak berhenti sampai di situ, ia kemudian menganjurkan agar Umar bin Abdul Aziz membangunkan pembantu beliau, namun anjuran si tamu juga ditolak oleh sang khalifah. Khalifah Umar bin Abdul Aziz tidak ingin mengganggu pembantunya beristirahat. Hingga pada akhirnya sang khalifah sendiri yang turun tangan memperbaiki lampu tersebut.
Kisah di atas menunjukkan betapa rendah hatinya khalifah Umar bin Abdul Aziz. Ia tidak sombong atas kedudukannya sebagai khalifah yang sebenarnya bisa saja menyuruh si tamu yang berkunjung untuk memperbaiki lampunya dengan kedudukan beliau sebagai khalifah, namun beliau lebih memilih memuliakan tamu tersebut. Atau bisa saja sang khalifah membangunkan pembantu beliau yang sesudah beristirahat, namun sang khalifah lebih memilih untuk tidak mengganggu istirahatnya si pembantu.
Begitulah para pemimpin umat Islam terdahulu mengajarkan keteladanan pada kita. Umar bin Abdul Aziz memberikan gambaran keindahan tawadhu’, ketika seseorang menurunkan egonya untuk menyamakan dirinya di hadapan manusia dan merendahkan dirinya di hadapan Allah Azza wa Jala, maka ia dapatkan kemuliaan dirinya, penghargaan di hadapan manusia, dan ketinggian derajat diberikan oleh Allah.
Sumber: SatuIslam.com

Meski Kekurangan, Imam Asy-Syafi’i Semangat Mendatangi Ulama

GambarIlustrasi
Ibu Imam Asy-Syafi’i adalah wanita yang taat kepada Allah dan RasulNya. Ia ingin anaknya menjadi seorang Ulama yang bermanfaat untuk umat. Biarpun dalam keadaan kekurangan, namun itu tidak menyurutkan keinginannya untuk memberikan yang terbaik bagi sang anak. Lihat bagaimana ibu Al-Imam Asy-Syafi’i berusaha agar putranya mendapatkan pendidikan dan pengajaran yang baik.

Diceritakan oleh Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu: “Aku adalah seorang yatim yang diasuh sendiri oleh ibuku. Suatu ketika, ibuku menyerahkanku ke kuttab, namun dia tidak memiliki sesuatu pun yang bisa dia berikan kepada pengajarku. Waktu itu, pengajarku membolehkan aku menempati tempatnya tatkala dia berdiri. Ketika aku telah mengkhatamkan Al-Qur’an, aku mulai masuk masjid. Di sana aku duduk di hadapan para ulama. Bila aku mendengar suatu permasalahan atau hadits yang disampaikan, maka aku pun menghafalnya. Aku tak bisa menulisnya, karena ibuku tak memiliki harta yang bisa dia berikan kepadaku untuk kubelikan kertas. Aku pun biasa mencari tulang-belulang, tembikar, tulang punuk unta, atau pelepah pohon kurma, lalu kutulis hadits di situ. Bila telah penuh, kusimpan dalam tempayan (guci) yang ada di rumah kami. Karena banyaknya tempayan terkumpul, ibuku berkata, ‘Tempayan-tempayan ini membuat sempit rumah kita.’ Maka kuambil tempayan-tempayan itu dan kuhafalkan apa yang tertulis di dalamnya, lalu aku membuangnya. Sampai kemudian Allah memberiku kemudahan untuk berangkat menuntut ilmu ke negeri Yaman.” (Waratsatul Anbiya’, hal. 36)

Namun betapa mirisnya hati kita bila melihat anak-anak kaum muslimin sekarang ini. Dalam usia yang sama dengan para tokoh ini tadi, mereka tidak mempelajari ilmu agama ataupun memperbaiki adabnya. Akankah kita biarkan ini terus berlangsung?

Sumber: http://goo.gl/3nGGOe

Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.

Kamis, 30 Oktober 2014

Mu'awiyah bin Abi Sufyan Raja Pertama Umat Islam



Ketika Rasulullah Saw wafat, kepemimpinan umat Islam dilimpahkan kepada Abu Bakar Al-Shiddiq, kemudian Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Mereka termasuk Khulafaur Rasyidin yang semua wafat terbunuh ketika menjadi Khalifah, kecuali Abu Bakar al-Shiddiq.
Gejolak politik diantara umat Islam kala itu sudah ada sejak masa Khulafaur Rasyidin dan semakin memanas pasca terbunuhnya Khalifah Utsman bin ‘Affan. Hingga Setelah itu, terjadi dua kepemimpinan didalam tubuh umat Islam yaitu antara kubu ‘Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Kedua kubu berdamai pasca Sayyidina ‘Ali terbunuh dan kepemimpinan dipegang oleh Sayyidina Hasan bin ‘Ali, yang kemudian kepemimpinan umat Islam diserahkan kepada Mu’awiyah bin Abi Sufyan.

Sejak saat itu, Mu’awiyah bin Abi Sufyan memangku  kepemimpinan umat Islam dan  pengasas pemerintahan Bani Umayyah generasi pertama (Dinasti Umayyah I) . Sejarah kepemimpinan bani Umayyah pun dimulai.

Meskipun secara bahasa Mu’awiyah disebut sebagai Khalifah namun hakikatnya ia adalah seorang Raja (bukan Khalifah). Al-Hafizh Jalaluddin al-Suyuthi dalam Tarikh Al Khulafa’ mengatakan:

“Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dalam kitab al-Mushannaf dari Sa’id bin Jumhan. Ia berkata: “Aku berkata kepada sahabat Safinah: “Sesungguhnya Bani Umayah berasumsi bahwa khilafah ada pada mereka”. Safinah menjawab: “Mereka (Bani Umayah) berbohong. Justru mereka adalah para raja, diantara raja-raja yang paling kejam. Sedangkan raja pertama adalah Muawiyah”

Imam Al Munawi pun didalam Faidlul Qadir berkata:

“(Khilafah sesudahku di dalam umatku berjalan 30 tahun). Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Fath al-Barri: “Nabi SAW bermaksud dengan khilafah dalam hadits ini khilafah nubuwwah. Adapun Muawiyah dan penguasa sesudahnya, maka mengikuti sistem para raja, meskipun mereka dinamakan khalifah”. Para ulama berkata: “Masa tiga puluh tahun setelah wafatnya Nabi SAW hanya berlangsung dalam kekuasaan khalifah yang empat dan hari-hari pemerintahan Sayidina Hasan… (Kemudian setelah itu berganti kerajaan). Karena nama khilafah itu hanya benar bagi orang yang sesuai dengan nama tersebut dengan cara mengamalkan sunnah. Adapun para penguasa yang menyalahi sunnah, mereka adalah para raja meskipun menamakan dirinya khalifah. Al-Baihaqi meriwayatkan dalam al-Madkhal dari Safinah, bahwa raja pertama adalah Muawiyah”.

Disatu sisi, Mu’awiyah menerima kenyataan bahwa kepemimpinannya bukanlah Khilafah namun kerajaan. Hal ini dituturkan pula oleh Al-Hafidz al-Suyuthi:

“Al-Baihaqi meriwayatkan dari sahabat Abu Bakrah, yang berkata: “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Khilafah kenabian berjalan selama 30 tahun. Kemudian Allah akan memberikan kerajaan kepada orang yang Dia kehendaki”. Muawiyah berkata: “Kami rela menerima kerajaan (bukan khilafah)”

Masa Khilafah yang hanya 30 tahun tersebut sebagaimana hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam yang sangat jelas. Nabi Saw bersabda;

الْخِلاَفَةُ فِي أُمّتِي ثَلاَثُونَ سَنَةً، ثُمّ مُلْكٌ بَعْدَ ذَلِكَ

“Pemerintahan Khilafah pada umatku hanyalah 30 tahun, kemudian setelah itu pemerintahan Kerajaan”. (HR. Imam Ahmad)

Masa yang dimaksud adalah masa Khulafaur Rasyidin. Oleh karena itu, Khilafah Bani Umayyah, Abbasiyah, Utsmaniyyah dan yang lainnya pada hakikatnya adalah Kerajaan bukan Khilafah, meskipun sebagian disebut sebagai Khilafah (sekedar nama saja).

Sekilas sejarah, pasca Khulafaur Rasyidin banyak muncul kerajaan-kerajaan ditengah umat Islam. Pemerintahan Bani Umayyah I berakhir ketika berhasil ditumpas oleh Bani Abbasiyah yang kemudian mendirikan pemerintahan Bani Abbasiyah. Sedangkan bani Umayyah melarikan diri ke Andalusia dan mendirikan pemerintahan Umayyah II disana. Ketika Sulthan Muhammad Al Fatih dari pemerintahan Bani Utsmaniyah berkuasa di Turki, pemerintahan Bani Abbasiyah II masih berpusat di Mesir dan baru dihapuskan ketika Bani Utsmaniyah melakukan penaklukan ke Mesir, pada masa cucu Sulthan Muhammad Al Fatih atau masa Sulthan Salim al-Utsmani. Dinasti lainnya yang dikenal dalam Islam adalah Khilafah Fathimiyyah, Bani Buwaih, Ayyubiyah, Seljuk, Mamluk, Safawiyah dan sebagainya.

Menurut sebagian Ulama, Mu’awiyah bi Abi Sufyan adalah Raja yang paling afdlol diantara raja-raja Islam. Ia merupakan raja pertama yang pemerintahannya berbentuk kerajaan dan penuh rahmat. Inilah Raja pertama umat Islam. Wallahu A’lam.
   
Sumber http://www.pcnunisel.com/2014/03/inilah-raja-pertama-umat-islam.html

Artikel Terkait : 

Rabu, 29 Oktober 2014

Bersin di tengah Sholat mengcap alhamdulillah

                                        

Assalamu alaikum wr rohimi wb,
mo tya blehkah dlm keadaan sholat ketika bersin mengcap alhamdulillah,

JAWABAN :
Wa alaikumus salaam warohmatulloh.
Boleh, bersin di tengah2 shalat tetap sunah baca الحمد لله akan tetapi bila hal tsb di tengah2 baca fatihah, maka fatihah harus di ulang :

اعانة الطالبين :


(فيعيد) قراءة الفاتحة، (بتخلل ذكر أجنبي) لا يتعلق بالصلاة فيها، وإن قل، كبعض آية من غيرها، وكحمد عاطس - وإن سن فيها كخارجها - لاشعاره بالاعراض (قوله: فيعيد الخ) مفرع على مفهوم رعاية الموالاة.(قوله: بتخلل ذكر أجنبي) لو اقتصر على أجنبي لكان أولى ليشمل الأجنبي من غير الذكر، وليظهر قوله في المقابل وسجود.


(قوله: لا يتعلق بالصلاة) تفسير للأجنبي.وقوله: فيها أي الفاتحة، وهو متعلق بتخلل.(قوله: وإن قل) أي الذكر.وهو غاية لوجوب الإعادة بتخلل الذكر المذكور.(قوله: كبعض إلخ) تمثيل للذكر الذي قل.(قوله: من غيرها) أي الفاتحة.أما إذا كان منها فسيأتي بيانه قريبا.


(قوله: وكحمد عاطس) أي قوله: الحمد لله في أثناء الفاتحة، فإنه يقطعها ويجب عليه إعادتها.


(قوله: وإن سن إلخ) يعني أن حمد العاطس يقطع الموالاة، وإن كان يسن الحمد في الصلاة كما يسن خارجها.(قوله: لإشعاره) أي تحلل الذكر، وهو علة للإعادة.وعبارة الرملي: لأن ذلك ليس مختصا بها لمصلحتها فكان مشعرا بالإعراض.اه.


wallohu a'lam bis showab

Senin, 27 Oktober 2014

Tradisi Asyuro 10 Muharram dan Faidah-faidahnya


SOAL: Setiap hari Asyura atau tanggal sepuluh Muharram, umat Islam banyak melakukan tradisi Islami yang baik. Apakah hal tersebut ada keterangannya dalam kitab para ulama yang mu’tabar dan diakui?

JAWAB: Ya jelas banyak, antara lain dalam kitab I’anah al-Thalibin karya Sayyid Bakri Syatha al-Dimyathi, dan penjelasan Syaikh Abdul Hamid bin Muhammad Ali Qudus al-Makki, ulama Syafi’iyah terkemuka dan pengajar di Masjid al-Haram, dalam kitabnya Kanz al-Najah wa al-Surur fi al-Ad’iyah al-Ma’tsurah allati Tasyrah al-Shudur, halaman 82, sebagai berikut:

فِيْ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ عَشْرٌ تَتَّصِلْ # بِهَا اثْنَتَانِ وَلَهَا فَضْلُ نُقِلْ
صُمْ صَلِّ صِلْ زُرْ عَالِمًا عُدْ وَاكْتَحِلْ # رَأْسَ الْيَتِيْمِ امْسَحْ تَصَدَّقْ وَاغْتَسِلْ
وَسِّعْ عَلىَ الْعِيَالِ قَلِّمْ ظَفَرَا # وَسُوْرَةَ اْلإِخْلاَصِ قُلْ أَلْفًا تَصِلْ

Pada hari Asyura terdapat dua belas amalan yang memiliki keutamaan

1) Puasa
2) Memperbanyak ibadah shalat
3) Shilaturrahmi dengan keluarga dan family
4) Berziarah kepada ulama
5) Menjenguk orang sakit
6) Memakai celak mata
7) Mengusap kepala anak yatim
8) Bersedekat kepada fakir miskin
9) Mandi
10) Membuat menu makanan keluarga yang istimewa
11) Memotong kuku
12) Membaca surah al-Ikhlash 1000 kali.

SOAL: Maaf, itu kan keterangan dari ulama muta’akhkhirin, bukan ulama ahli hadits terdahulu. Kami ingin keterangan dari ulama ahli hadits masa lalu? Karena kami khawatir itu justrru tradisi Syiah, bukan Ahlussunnah Wal-Jama’ah.

JAWAB: Justru menurut ulama ahli hadits terdahulu, tradisi Asyura lebih banyak dari pada keterangan di atas. Misalnya seperti yang telah dijelaskan oleh al-Imam al-Hafizh Ibnu al-Jauzi al-Hanbali, (508-597 H/1114-1201 M), seorang ulama ahli hadits terkemuka bermadzhab Hanbali, yang menjelaskan dalam kitabnya al-Majalis sebagai berikut:

فَوَائِدُ فِيْ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ
اَلْفَائِدَةُ اْلأُوْلَى: يَنْبَغِيْ أَنْ تَغْسِلَ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ، وَقَدْ ذُكِرَ أَنَّ اللهَ تَعَالَى يَخْرِقُ فِيْ تِلْكَ اللَّيْلَةِ زَمْزَمَ إِلىَ سَائِرِ الْمِيَاهِ، فَمَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَئِذٍ أَمِنَ مِنَ الْمَرَضِ فِيْ جَمِيْعِ السَّنَةِ، وَهَذَا لَيْسَ بِحَدِيْثٍ، بَلْ يُرْوَى عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ. اْلفَائِدَةُ الثَّانِيَةُ: الصَّدَقَةُ عَلىَ الْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِيْنِ. اْلفَائِدَةُ الثَّالِثَةُ: أَنْ يَمْسَحَ رَأْسَ الْيَتِيْمِ. اَلْفَائِدَةُ الرَّابِعَةُ أَنْ يُفَطِّرَ صَائِمَا. اَلْفَائِدَةُ الْخَامِسَةُ أَنْ يُسْقِيَ الْمَاءَ. اَلْفَائِدَةُ السَّادِسَةُ أَنْ يَزُوْرَ اْلإِخْوَانَ. اَلْفَائِدَةُ السَّابِعَةُ: أَنْ يَعُوْدَ الْمَرِيْضَ. اَلْفَائِدَةُ الثَّامِنَةُ أَنْ يُكْرِمَ وَالِدَيْهِ وَيَبُرَّهُمَا. الْفَائِدَةُ التَّاسِعَةُ أَنْ يَكْظِمَ غَيْظَهُ. اَلْفَائِدَةُ الْعَاشِرَةُ أَنْ يَعْفُوَ عَمَّنْ ظَلَمَهُ. اَلْفَائِدَةُ الْحَادِيَةَ عَشَرَةَ: أَنْ يُكْثِرَ فِيْهِ مِنَ الصَّلاَةِ وَالدُّعَاءِ وَاْلاِسْتِغْفَارِ. اَلْفَائِدَةُ الثَّانِيَةَ عَشَرَةَ أَنْ يُكْثِرَ فِيْهِ مِنْ ذِكْرِ اللهِ. اَلْفَائِدَةُ الثَّالِثَةَ عَشَرَةَ أَنْ يُمِيْطَ اْلأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ. اَلْفَائِدَةُ الرَّابِعَةَ عَشَرَةَ أَنْ يُصَافِحَ إِخْوَانَهُ إِذَا لَقِيَهُمْ. اَلْفَائِدَةُ الْخَامِسَةَ عَشَرَةَ: أَنْ يُكْثِرَ فِيْهِ مِنْ قِرَاءَةِ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ لِمَا رُوِيَ عَنْ عَلِيٍّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: مَنْ قَرَأَ فِيْ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ أَلْفَ مَرَّةٍ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ نَظَرَ اللهُ إِلَيْهِ وَمَنْ نَظَرَ إِلَيْهِ لَمْ يُعَذِّبْهُ أَبَدًا.

Beberapa faedah amalan shaleh pada hari Asyura

1) Mandi pada hari Asyura. Telah disebutkan bahwa Allah SWT membedah komunikasi air Zamzam dengan seluruh air pada malam Asyura’. Karena itu, siapa yang mandi pada hari tersebut, maka akan aman dari penyakir selama setahun. Ini bukan hadits, akan tetapi diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.
2) Bersedekah kepada fakir miskin.
3) Mengusap kepala anak yatim.
4) Memberi buka orang yang berpuasa.
5) Memberi minuman kepada orang lain.
6) Mengunjungi saudara seagama.
7) Menjenguk orang sakit.
8) Memuliakan dan berbakti kepada kedua orang tua.
9) Menahan amarah dan emosi.
10) Memaafkan orang yang telah berbuat aniaya.
11) Memperbanyak ibadah shalat, doa dan istighfar.
12) Memperbanyak dzikir kepada Allah.
13) Menyingkirkan apa saja yang mengganggu orang di jalan.
14) Berjabatan tangan dengan orang yang dijumpainya.
15) Memperbanyak membaca surat al-Ikhlash sampai seribu kali. Karena atsar yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, barangsiapa yang membaca 1000 kali surah al-Ikhlash pada hada hari Asyura, maka Allah akan memandang-Nya. Siapa yang dipandang oleh Allah, maka Dia tidak akan mengazabnya selamanya. (Al-Hafizh Ibnu al-Jauzi al-Hanbali, kitab al-Majalis halaman 73-74, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah).

Jadi tradisi-tradisi tersebut bukan tradisi Syiah. Tetapi murni Islami dan Ahlussunnah Wal-Jama’ah dan ahli hadits.

SOAL: Sebagian masyarakat Nusantara berbagi-bagi bubur pada hari Asyura. Apakah hal tersebut ada dalilnya?

JAWAB: Ya, berbagi bubur kepada tetangga itu kan bagian dari sedekah. Jelas ada dalilnya. Berkaitan dengan tradisi membuat makanan Bubur Syuro pada hari Asyura ini, ada hadits shahih yang mendasarinya.

عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم مَنْ وَسَّعَ عَلَى عِيَالِهِ فِيْ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ وَسَّعَ اللهُ عَلَيْهِ فِيْ سَنَتِهِ كُلِّهَا. حديث صحيح (رواه الطبرانى، والبيهقى).
“Abu Sa’id al-Khudri berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang menjadikan kaya keluarganya (dalam hal belanja dan makanan) pada hari Asyura, maka Allah akan menjadikannya kaya selama satu tahun tersebut.” Hadits shahih. (HR. al-Thabarani dan al-Baihaqi).

Berkaitan dengan hadits tersebut, al-Imam al-Hafizh Ahmad al-Ghumari menulis kitab khusus tentang keshahihannya berjudul, Hidayah al-Shaghra’ bi-Tashhih Hadits al-Tausi’ah ‘ala al-‘Iyal Yauma ‘Asyura’. Bahkan al-Imam al-Hafizh Ibn Rajab al-Hanbali, murid Syaikh Ibnu Taimiyah, berkata dalam kitabnya Lathaif al-Ma’arif, sebagai berikut:

وَقَالَ ابْنُ مَنْصُوْرٍ: قُلْتُ لأَحْمَدَ: هَلْ سَمِعْتَ فِي الْحَدِيْثِ: ( مَنْ وَسَّعَ عَلىَ أَهْلِهِ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ أَوْسَعَ اللهُ عَلَيْهِ سَائِرَ السَّنَةِ) فَقَالَ: نَعَمْ رَوَاهُ سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ جَعْفَرٍ اْلأَحْمَرِ عَنْ إِبْرَاهِيْمِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنِ الْمُنْتَشِرِ وَ كَانَ مِنْ أَفْضَلِ أَهْلِ زَمَانِهِ أَنَّهُ بَلَغَهُ: أَنَّهُ مَنْ وَسَّعَ عَلَى عِيَالِهِ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ أَوْسَعَ اللهُ عَلَيْهِ سَائِرَ سَنَتِهِ فقَالَ ابْنُ عُيَيْنَةَ: جَرَّبْنَاهُ مُنْذُ خَمْسِيْنَ سَنَةً أَوْ سِتِّيْنَ سَنَةً فَمَا رَأَيْنَا إِلاَّ خَيْرًا. (الإمام الحافظ ابن رجب الحنبلي، لطائف المعارف، ص ١٣٧-١٣٨).
“Ibn Manshur berkata, “Aku berkata kepada Imam Ahmad, “Apakah Anda mendengar hadits, “Barangsiapa yang menjadikan kaya keluarganya pada hari Asyura, maka Allah akan menjadikannya kaya selama setahun?” Ahmad menjawab, “Ya. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Sufyan bin Uyainah dari Ja’far al-Ahmar, dari Ibrahim bin Muhammad, dari al-Muntasyir –orang terbaik pada masanya-, bahwa ia menerima hadits, “Barangsiapa yang menjadikan kaya keluarganya pada hari Asyura, maka Allah akan menjadikannya kaya selama satu tahun penuh”. Sufyan bin Uyainah berkata, “Aku telah melakukannya sejak 50 atau 60 tahun, dan selalu terbukti baik.” (al-Hafizh Ibn Rajab al-Hanbali, Lathaif al-Ma’arif, hal. 137-138).

Perhatikan, ternyata tradisi sedekah Asyura telah berlangsung sejak generasi salaf.

SOAL: Berarti kelompok yang enggan melakukan tradisi Asyura dan bahkan hanya bisa mencela dan membid’ahkan tidak punya dasar ya?

JAWAB: Ya jelas tidak punya dasar.

SOAL: Apa sih gunanya mengusap kepala anak yatim pada hari Asyura?

JAWAB: Pertanyaan Anda dijelaskan dalam hadits berikut ini:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَجُلاً شَكَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَسْوَةَ قَلْبِهِ فَقَالَ امْسَحْ رَأْسَ الْيَتِيمِ وَأَطْعِمْ الْمِسْكِينَ. رواه أحمد. قال الحافظ الدمياطي ورجاله رجال الصحيح.
Dari Abu Hurairah, bahwa seorang laki-laki mengeluhkan hatinya yang keras kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu beliau bersabda: “Usaplah kepala anak yatim, dan berilah makan orang miskin.” (HR. Ahmad [9018]. Al-Hafizh al-Dimyathi berkata: “Para perawinya adalah para perasi hadits shahih.” Lihat, al-Hafizh al-Dimyathi, al-Matjar al-Rabih fi Tsawab al-‘Amal al-Shalih, hlm 259 [1507]).

Perhatikan, dalam hadits di atas, mengusap kepala anak yatim dan bersedekah makanan kepada kaum miskin termasuk kita yang jitu yang mengatasi hati yang keras. Kita perhatikan, orang yang tidak suka mengusap kepala anak yatim, dan membid’ahkan orang yang gemar selamatan, hatinya selalu keras, meskipun ribuan dalil disampaikan, masih saja hatinya menolak kebenaran. Hadaanallaahu waiyyaakum. Amin. Wallahu a’lam.

PUASA ASYURO & TASU'A

Dalam Kitab Fat_hul Mu’in (I’anatuththalibin juz II halaman 266) diterangkan:
وَ ) يَوْمُ ( عَاشُوْرَاءَ ) وَهُوَ عَاشِرُ الْمُحَرَّمِ لِأَنَّهُ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ كَمَا فِيْ مُسْلِمٍ
Dan disunnahkan mu`akkad berpuasa Asyura.
Asyura ialah hari kesepuluh Muharram.
Karena berpuasa Asyura menghapus tahun yang lewat sebagaimana dalam shahih Muslim

وَتَاسُوْعَاءَ ) وَهُوَ تَاسِعُهُ لِخَبَرِ مُسْلِمٍ لَئِنْ بَقَيْتُ إِلَى قَابِلٍ لَأَصُوْمَنَّ التَّاسِعَ
فَمَاتَ قَبْلَهُ
Dan disunnahkan mu`akkad berpuasa Tasu’a.
Tasu`a ialah hari kesembilan Muharram.
Karena khabar Imam Muslim:
“Sungguh jika aku masih hidup hingga tahun depan , sungguh-sungguh aku akan berpuasa di hari kesembilan.”
Baliau wafat sebelumnya.

وَالْحِكْمَةُ مُخَالَفَةُ الْيَهُوْدِ وَمِنْ ثَمَّ سُنَّ لِمَنْ لَمْ يَصُمْهُ صَوْمُ الْحَادِيَ عَشَرَ بَلْ إِنْ صَامَهُ لِخَبَرٍ فِيْهِ
Hikmah berpuasa Tasu’a bersama Asyura adalah menselisihi yahudi.
Oleh karenanya bagi orang yang tidak berpuasa Tasu’a agar berpuasa hari kesebelas, bahkan seandainya dia berpuasa Tasu’a (juga disunnahkan berpuasa hari kesebelas) karena adanya khabar (hadits) didalamnya
Wallaahu A'lam

Puasa 'Asyura sangat digalakkan oleh Rasulullah SAW berdasarkan keterangan beberapa hadis, antaranya :

1.    صُوْمُوا يَوْمَ عَاشُورَاء ، وَخَالِفُوا اليَهُودَ ، صُومُوا يَوْمًا قَبْلَهُ أَوْ يَوْمًا بَعْدَهُ - Berpuasalah kamu pada hari 'Asyura, dan bezalah dengan (puasa) Yahudi, (oleh itu) berpuasalah (juga) sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya ( Dikeluarkan oleh Imam Ahmad di dalam Musnadnya I/241 ; Ibnu Huzaimah - 2095 - di dalam sanad hadis ini Ibnu Abi Laila yang kurang kuat hafazannya)

2. صُومُوا اليَومَ التَّاسِعَ والعَاشِرَ وَخَالِفُوا اليَهُودَ - Berpuasalah kamu pada hari yang ke sembilan dan hari yang ke sepuluh, dan bezakanlah dengan (puasa) Yahudi. ( daripada Ibnu Abbas r.a. melalui jalan Al-Baihaqi IV/287 - Sanadnya Sahih )

3. إِنِّى أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّيِّئَةَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهَا - Sesungguhnya aku mengharap ganjaran daripada Allah supaya menghapuskan kesalahan (orang yang berpuasa Asyura) setahun sebelumnya. ( HR Muslim - Kitab Puasa )

Berdasarkan keterangan hadis-hadis di atas maka dapatlah diambil beberapa kesimpulan, antaranya :

1. Puasa Asyura sunat hukumnya. Ia dilakukan pada hari yang ke sepuluh dari bulan Muharram. Tetapi jika selain 10 Muharran, juga dilakukan sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya adalah lebih baik untuk membezakan antara ibadat Umat Islam dengan ibadat Yahudi.

2. Para ulamak berpendapat tentang derjat puasa Hari Asyura : Derjat I : Puasa tiga hari 9,10,11 Muharram ;  Derjat II : Puasa dua hari 9 dan 10 Muharram ; Derjat III : Puasa Asyura hanya sehari iaitu 10 Muharram saja. Namun demikian jika seseorang berpuasa hanya sehari saja (10 Muharram) juga sah, tetapi jika lebih sehari adalah lebih afdhal.

3. Fadhilat puada Asyura : Siapa yang melakukan puasa Asyura nescaya Allah SWT akan mengampuni dosa-dosanya selama setahun sebelumnya. Namun demikian, pengampunan dosa tersebut terbatas hanya dosa-dosa kecilnya saja, sedangkan dosa-dosa besar hanya akan diampuni melalui Taubat Nasuha.

4. Selain itu juga terdapat beberapa hadis tentang fadhilat hari Asyura, antaranya : ( Barangsiapa yang memberi kelapangan dan keselesaan kepada ahli keluarganya pada hari Asyura, nescaya Allah akan memperluaskan rezekinya sepanjang tahun ) - (HR Tabarani). Semua hadis seumpama ini derjatnya dhaif (lemah). Imam Al-Nawawiy berkata dalam kitabnya "Al-Adzkar" : Ulama Hadis berkata : Dibolehkan beramal berdasarkan hadis dhaif (lemah) dalam fadhilat amalan selagi hadis tersebut bukan hadis maudhu' (palsu).

5. Doa pada Hari Asyura Versi Lain :

يَا مُحْسِنٌ قَدْ جَــاءَكَ المُسِيْئُ ، وَقَدْ أَمَرْتَ يَا مُحْسِنٌ بِالتَّجَــاوُزِ عَنِ المُسِيْئِ ، وَأَنْتَ المُحْسِنُ وَأَنَـــا المُسِيْئُ ، فَتَجَــاوَزْ عَنْ قَبِيْحِ مَا عِنْدِي بَجَمِيْلِ مَا عِنْدَكَ ، فَأَنْتَ بِالمَعْرُوْفِ مَوْصُوْفٌ ، أَئْتِنِي مَعْرُوْفَكَ ، وَأَغْنِنِي بِــهِ عَنْ مَعْرُوْفِ مِنْ سِوَاكَ ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ  - ( Wahai Dzat Yang Maha baik, sungguh telah datang kepada-Mu orang yang berdosa ini, wahai Dzat Yang Maha baik, sungguh Engkau telah menyuruh agar memaafkan kesalahan orang yang berdosa, sedangkan Engkau Maha baik dan aku pula berdosa, oleh sebab itu hapuskanlah keburukan yang datang dari sisiku dengan keindahan yang ada di sisi-Mu, Engkau disifati dengan sifat makruf (baik), oleh itu anugerahkanlah kepadaku sifat makruf-Mu itu, dan cukupkanlah daku dengan makruf-Mu itu sehingga aku tidak memerlukan makruf daripada selain Engkau, dengan berkat rahmat-Mu, wahai Allah Yang Maha Pengasih ). ( Doa ini berasal daripada Saidina Ali Bin Abu Talib r.a. sebagaimana dinyatakan oleh ulama Hadis - Mereka berkata : Doa ini bagus diamalkan pada Hari Asyura )

Penjelasan di atas berdasarkan kitab-kitab berikut :

1. Kitab Al-Mughniy - Ibnu Qudamah - Juz IV / 440 - 442
2. Zaad Al-Ma'aad - Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyah - Juz II / 63 - 73
3. Fadhail Al-Syuhur Wa Al-Ayyam - Imam Abdul Ghaniy Bin Ismail Al-Nablusiy - Hlmn. 70 - 75

Anjuran untuk puasa sunnah pada bulann Muharram ini pernah diserukan oleh baginda besar  Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam mendorong kita melakukan puasa pada bulan Muharram sebagaimana sabdanya,

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ

“Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah - Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim no. 1163, dari Abu Hurairah).
Nah bagi yang belum mengetahui bagaimana bacaan niat dari puasa Asyuro ini mari kita sama-sama mebaca lafadzhnya di bawah ini ya:

Bacaan Doa Niat Puasa Asyura 10 Muharram

Bacaan Niat Puasa Asyuro 10 Muharram

نويت صوم عشر سنة لله تعالى
NAWAITU SAUMA 'ASYURA LILLAHI TA'ALA
Artinya :
“ Saya niat puasa hari ’Asyura , sunnah karena Allah ta’ala.”

Keuntungan Menjalankan Puasa Asyuro
Puasa Asyura ini memiliki beberapa keutamaan seperti yang dikutip dari http://rumaysho.com/hukum-islam/puasa/2832-amalan-puasa-asyura.html salah satunya yang terdapat pada firman Allah di Al-Quran di bawah ini:

كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا أَسْلَفْتُمْ فِي الْأَيَّامِ الْخَالِيَةِ

“(Kepada mereka dikatakan): "Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu".” (QS. Al Haqqah: 24)
Oleh : Ustadz Muhammad Idrus Ramli
Terkait:

Tanda-tanda menjelang Kematian

assalamualaikum
ust.. Apa ada keterangan tanda2 org yg mau mati?

JAWABAN
Wa'alaikum salam
Di antara tanda2 dekatnya datangnya kematian adalah : berbunyinya tenggorokan, hatinya merasa bimbang dan sekarat 

فإن من علامات قرب الموت الحشرجة وضيق الصدر من المريض، ومنها الغرغرة التي وردت في قول النبي صلى الله عليه وسلم: إن الله يقبل توبة العبد ما لم يغرر. رواه أحمد وغيره


cara gampang mengetahui tanda" kematian menurut kakekku. coba tekan sedikit di bagian pinggir kelopak kedua mata yang mengarah ke hidung bila ada cahaya melingkar terlihat didalam mata insa Alloh masih panjang umur.

Wallahu a'lam

Keterangan dari kitab nihayah al zain shohifah 147, tanda orang yg mati dalam dalam keadaan husnul khotimah dsn su'ul khotimah.

ﺍﻟﺴﻌﺎﺩﺓ ﻋﻨﺪ ﻋﺮﻕ ﺍﻟﺠﺒﻴﻦ ﻭﺫﺭﻑ ﻭﻣﻦ ﻋﻼﻣﺎﺕ ﺍﻟﻌﻴﻦ ﺍﻟﻤﻮﺕ ﻭﺍﻧﺘﺸﺎﺭ ﺍﻟﻤﻨﺨﺮ ﺭﻭﻱ ﻋﻦ ﺳﻠﻤﺎﻥ ﺍﻟﻔﺎﺭﺳﻲ ﺭﺿﻲ ﻭﺳﻠﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻗﺎﻝ ﺳﻤﻌﺖ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻤﻴﺖ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﺇﻥ ﺭﺷﺢ ﺟﺒﻴﻨﻪ ﻳﻘﻮﻝ ﺍﺭﻗﺒﻮﺍ ﻋﻴﻨﺎﻩ ﻭﺍﻧﺘﺸﺮ ﻣﻮﺗﻪ ﺛﻼﺛﺎ ﻭﺫﺭﻓﺖ ﻣﻨﺨﺮﺍﻩ ﻓﻬﻮ ﺭﺣﻤﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﻠﻪ ﻟﻮﻧﻪ ﻗﺪ ﻧﺰﻟﺖ ﺑﻪ ﻭﺇﻥ ﻏﻂ ﻏﻄﻴﻂ ﻓﻬﻮ ﺍﻟﺒﻜﺮ ﺍﻟﻤﺨﻨﻮﻕ ﻭﺃﺧﻤﺪ ﻭﺃﺯﺑﺪ ﺷﺪﻗﺎﻩ ﻋﺬﺍﺏ ﻣﻦ ﺍﻟﻠﻪ ﻗﺪ ﺣﻞ ﺑﻪ ﻭﻗﺪ ﺗﻈﻬﺮ ﺍﻟﻌﻼﻣﺎﺕ ﺍﻟﺜﻼﺙ ﻭﻗﺪ ﺗﻈﻬﺮ ﻭﺍﺣﺪﺓ ﺃﻭ ﺛﻨﺘﺎﻥ ﺫﻟﻚ ﺑﺤﺴﺐ ﺗﻔﺎﻭﺕ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻓﻲ ﻓﺘﻮﻓﻴﻘﻪ ﺍﻷﻋﻤﺎﻝ ﻭﺃﻣﺎ ﻋﻼﻣﺔ ﻓﻲ ﺣﺎﻝ ﺍﻟﺼﺤﺔ ﺍﻟﻄﺎﻗﺔ ﻟﻠﻌﻤﻞ ﺑﺎﻟﺴﻨﺔ ﻋﻠﻰ ﻗﺪﺭ


Termasuk tanda-tanda kebahagiaan ketika kematian tiba adalah :

- Dahinya berkeringat

- Air matanya bercucuran

- Lubang hidungnya mengembang

Diriwayatkan dari Salman Alfarisi RA. ia berkata, aku mendengar Rosululloh SAW bersabda : "Telitilah keadaan mayit ketika maut menjemputnya, apabila dahinya berkeringat, air matanya bercucuran dan lubang hidungnya mengembang, maka Rahmat Alloh telah turun kepadanya.

Dan apabila mengeluarkan suara seperti suara anak unta tercekik, atau warna kulitnya berubah kebiru- biruan atau mengeluarkan buih dari kedua rahangnya maka adzab Alloh sungguh telah menimpa dirinya."

Ketiga tanda-tanda ini terkadang nampak semua atau dengan 1 atau 2 saja. Memandang sedikit banyaknya manusia dalam berprilaku/ beramal.

Adapun tanda-tanda diatas ketika dalam keadaan sehat maka itu adalah taufik untuk melakukan amal kesunahan sekuat tenaga.

Detik-detik Menjelang wafatnya Hujjatul Islam Imam Ghozali ada dikisahkan sedikit di dalam kitab

【Thabaqat asy-Syafi’iyah al-Kubra】

( ﻃﺒﻘﺎﺕ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻴﺔ ﺍﻟﻜﺒﺮﻯ )


karya Syeikh Tajuddin As- Subqi (727–771 H / 1327– 1370 M) cetakan Dar Ihya al-Kutub al-’Arabiyah jilid 6 hal 201, diterangkan sebagai berikut:

ﻭ ﻛﺎﻥ ﻭﻓﺎﺗﻪ , ﻗﺪﺱ ﺍﻟﻠﻪ ﺭﻭﺣﻪ , ﺑﻄﻮﺱ ﻳﻮﻡ ﺍﻻﺛﻨﻴﻦ ﺭﺍﺑﻊ ﻋﺸﺮ ﺟﻤﺎﺩﻯ ﺍﻷﺧﺮﺓ ﺳﻨﺔ ﺧﻤﺲ ﻭ ﺧﻤﺴﻤﺎﺋﺔ ﻭ ﻣﺸﻬﺪﻩ ﺑﻬﺎ ﻳﺰﺍﺭ ﺑﻤﻘﺒﺮﺓ ﺍﻟﻔﺮﺝ ﺑﻦ ﺍﻟﺠﻮﺯﻱ ﺍﻟﻄﺎﺑﺮﺍﻥ ﻓﻰ ﻛﺘﺎﺏ “ ﺍﻟﺜﺒﺎﺕ ﻋﻨﺪ ﻗﺎﻝ ﺃﺑﻮ ﺍﻟﻤﻤﺎﺕ” : ﻋﻠﻲ ﺑﺎﻟﻜﻔﻦ , ﻓﺄﺧﺬﻩ ﻭ ﻗﺒﻠﻪ ﻭﻭﺿﻌﻪ ﻋﻠﻰ ﻋﻴﻨﻴﻪ , ﻭ ﻗﺎﻝ : ﺳﻤﻌﺎ ﻭ ﻃﺎﻋﺔ ﻟﻠﺪﺧﻮﻝ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﻠﻚ . ﻣﺎﺕ ﺛﻢ ﻣﺪ ﺭﺟﻠﻴﻪ , ﻭ ﺍﺳﺘﻘﺒﻞ ﺍﻟﻘﺒﻠﺔ , ﻭ ﻗﺒﻞ ﺍﻻﺳﻔﺎﺭ , ﻗﺪﺱ ﺍﻟﻠﻪ ﺭﻭﺣﻪ


Hujjatul Islam Imam Ghozali wafat, semoga Allah mensucikan rohnya, di kota Thus (Persia) pada hari Senin tanggal 14 Rabi’ul Akhir tahun 505 H (1112 M) dan makamnya diziarahi orang di pemakaman Thabaran.

Abul Faraj bin Al-Jauzi berkata di dalam kitabnya “Ats-Tsabat ‘Inda al- Mamat”: Berkata Ahmad, saudara laki-lakinya dari Imam Ghozali: Ketika hari Senin pada waktu subuh, saudaraku Abu Hamid berwudhu dan shalat dan ia berkata: Tetapkanlah aku dengan kain kafan !! Kemudian ia (Imam Ghozali) mengambil kain kafan itu dan mencium dan meletakkannya di atas kedua matanya sambil berkata: Sesungguhnya aku mendengar dan ta’at untuk masuk kepada Sang Raja (Allah swt).

Kemudian sang Hujjatul Islam Imam Ghozali menjulurkan kedua kakinya danmenghadap kiblat. Setelah itu ia wafat. Semoga Allah mensucikan rohnya ! Pada hari isnin 14 Jamadilakhir tahun 505 Hijrah bersamaan 1111 Masihi beliau wafat dan telah dikebumikan dibandarTus, Khusaran (Iran). Imam Al-Ghazali rahimahullah diriwayatkan, beliau mendapati tanda-tanda kematian dirinya sehingga beliau mampu menyiapkan diri untuk menghadapi sakratul maut secara sendirian. Beliau menyiapkan dirinya dengan segala persiapan termasuk mandinya, wudhuknya serta kafannya sekali. Cuma ketika sampai bahagian tubuh dan kepala saja beliau telah memanggil abangnya yaitu Imam Ahmad Ibnu Hambal untuk meneruskan tugas tersebut. Beliau wafat ketika Imam Ahmad bersedia untuk mengkafankan wajahnya. Tanda-tanda kematian yang dirasai oleh Imam Al-Ghazali akan dirasai oleh orang Islam sahaja, manakala bagi orang- orang kafir nyawa mereka akan terus direntap tanpa adanya tanda sesuai dengan kekufuran mereka kepada Allah SWT.

✔Tanda 100 hari sebelum kematian Tanda ini akan berlaku umumnya setelah waktu Asar. Seluruh tubuh iaitu dari hujung rambut sehingga ke hujung kaki akan mengalami getaran atau seakan-akan menggigil. 


Contohnya, seperti daging sapi yang baru disembelih dimana jika diperhatikan dengan teliti kita akan mendapati daging tersebut seakan-akan bergetar. 

Tanda ini rasanya nikmat, dan bagi mereka yang sedar dan terdetik di hatinya bahwa mungkin ini adalah tanda kematian maka getaran ini akan berhenti dan hilang setelah kita sedar akan kehadiran tanda ini. 

Bagi mereka yang tidak diberi kesadaran atau mereka yang hanyut dengan kenikmatan duniawi tanpa memikirkan soal kematian, tanda ini akan hilang begitu saja tanpa ada manfaatnya. 

✔Tanda 40 hari sebelum kematian Tanda ini juga akan berlaku sesudah waktu Asar. Bahagian pusat kita akan berdenyut-denyut. Pada saat itu daun yang tertulis nama kita akan gugur dari pohon yang letaknya di atas Arasy-Nya Allah SWT. 
Maka saat itu malaikat maut (Izrail) akan mengambil daun tersebut dan mulai membuat persiapannya kepada kita di antaranya ialah dia akan mulai mengikuti kita sepanjang itu. Akan terjadi dimana malaikat maut (Izrail) ini akan memperlihatkan wajahnya sepintas lalu dan jika ini terjadi, mereka yang terpilih ini akan merasakan seakan-akan bingung seketika. 


✔Tanda 7 hari sebelum kematian Adapun tanda ini akan diberikan hanya kepada mereka yang diuji dengan musibah kesakitan dimana orang sakit yang tidak makan (tak berselera) secara tiba-tiba berselera untuk makan. 

✔Tanda 3 hari sebelum kematian Pada ketika ini akan terasa denyutan dibagian tengah dahi kita yaitu diantara dahi kanan dan kiri. Ketika ini juga mata hitam kita tidak akan bersinar lagi. Dan bagi orang yang sakit, hidungnya akan perlahan-lahan jatuh dan ini dapat dikesan jika kita melihatnya dari bagian sisi/samping. Telinganya akan layu dimana bagian ujungnya akan berangsur-angsur masuk ke dalam. Telapak kakinya yang terlunjur akan perlahan-lahan jatuh ke depan dan sukar ditegakkan. 

✔Tanda 1 hari sebelum kematian Akan berlaku sesudah waktu Asar dimana kita akan merasakan satu denyutan di sebelah belakang iaitu di kawasan ubun-ubun dimana ini menandakan kita tidak akan sempat untuk menemui waktu Asar keesokan harinya. 

✔Tanda Akhir Akan berlaku keadaan dimana kita akan merasakan satu keadaan sejuk di bagian pusat lalu rasa itu akan turun ke pinggang dan seterusnya akan naik ke bagian kerongkong. Ketika ini hendaklah kita terus mengucap kalimat syahadah dan berdiam diri dan menantikan kedatangan malaikat maut untuk menjemput kita kembali kepada Allah SWT yang telah menghidupkan kita dan sekarang akan mematikan pula. 

Namun begitu, tidak semestinya tanda-tanda ini boleh berlaku kepada semua orang, hanya orang-orang tertentu dan terpilih saja yang mungkin merasai tanda-tanda yang sama.