Sabtu, 27 Agustus 2016

Sunnah di adzani ketika orang mau pergi haji

Pertama, penjelasan dalam kitab I’anatut Thalibin, Juz 1 hlm 23 berikut ini:

قوله خلف المسافر—أي ويسنّ الأذان والإقامة أيضا خلف المسافر لورود حديث صحيخ فيه قال أبو يعلى في مسنده وابن أبي شيبه: أقول وينبغي أنّ محل ذالك مالم يكن سفر معصية

"Kalimat 'menjelang bepergian bagi musafir' maksudnya dalah disunnahkan adzan dan iqomah bagi seseorang yang hendak bepergian berdasar hadits shahih. Abu Ya’la dalam Musnad-nya dan Ibnu Abi Syaibah mengatakan: Sebaiknya tempat adzan yang dimaksud itu dikerjakan selama bepergian asal tidak bertujuan maksiat."

Dalil kedua diperoleh dari kitab yang sama:

فائدة: لم يؤذن بلال لأحد بعد النبي صلى الله عليه وسلم غير مرة لعمر حين دخل الشام فبكى الناس بكاء شديدا – قيل إنه أذان لأبي يكر إلي أن مات ... الخ

"Sahabat Bilal tidak pernah mengumandangkan adzan untuk seseorang setelah wafatnya Nabi Muhammad kecuali sekali. Yaitu ketika Umar bin Khattab berkunjung ke negeri Syam. Saat itu orang-orang menangis terharu sejadi-jadinya. Tapi ada khabar lain: Bilal mengumandangkan adzan pada waktu wafatnya Abu Bakar."

Dalil ketiga, dalam Shahih Ibnu Hibban, Juz II, hal 36:

من طريق أبي بكر والرذبري عن ابن داسة قال: حدثنا ابن محزوم قال حدثني الإمام على ابن أبي طالب كرم الله وجهه وسيدتنا عائشة رضي الله عنهم—كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا استودع منه حاج أو مسافر أذن وأقام – وقال ابن سني متواترا معنوي ورواه أبو داود والقرافي والبيهقي

"Riwayat Abu Bakar dan Ar-Rudbari dari Ibnu Dasah, ia berkata: Ibnu Mahzum menceritakan kepadaku dari Ali dari Aisyah, ia mengatakan: Jika seorang mau pergi haji atau bepergian, ia pamit kepada Rasulullah, Rasul pun mengadzani dan mengomati. Hadits ini menurut Ibnu Sunni mutawatir maknawi. Juga diriwayatkan oleh Abu Dawud, al-Qarafi, dan al-Baihaqi."

Demikian pula kata Imam al-Hafidz yang dikutip oleh Sayyid Abdullah Bafaqih, Madang. Menurutnya, hadits ini juga terdapat dalam Shahih Ibnu Hibban, Juz II, hal 36.

Semoga bermanfaat.

Sabtu, 20 Agustus 2016

Jenis Jin dan Iblis

MACAM2 JIN DAN IBLIS

فَأَمَّا الْجِنُّ فَهُمْ ثَلاثَةُ أَنْوَاعٍ: جَانٌّ وَجِنٌّ وَشَيَاطِينُ. وَكُلُّهُمْ خُلِقُوا قَبْلَ آدَمَ

adapun jin maka mereka ada tiga macam, yaitu :
1. ja_n.
2. jin.
3. syetan.

mereka semua diciptakan sebelum nabi adam.

وَفِي الْجَانِّ ثَلاثَةُ أَقْوَالٍ:أَحَدُهَا: أَنَّهُ أَبُو الْجِنِّ. رَوَاهُ الضَّحَّاكُ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، وَهُوَ مَخْلُوقٌ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ. وَالْمَارِجُ: لِسَانُ النَّارِ الَّذِي يَكُونُ فِي طَرَفِها إِذَا الْتَهَبَتْ

tentang ja_n ada tiga pendapat:
- pertama, sesungguhnynya ja_n adalah ayahnya jin, ini diriwayatkan oleh addhohhak dari ibnu abbas.ja_n diciptakan dari ma_rij dari api, artinya ma_rij adalah lidahnya api yg ada di pucuk2 api ketika berkobar.

وَالثَّانِي: أَنّ الْجَانَّ هُوَ إِبْلِيسُ. قَالَهُ الْحَسَنُ وَعَطَاءٌ

- kedua, sesungguhnya ja_n adalah iblis, ini adalah pendapat al hasan dan 'atho'

وَالثَّالِثُ: أَنَّ الْجَانَّ مَسِيخُ الْجِنِّ كَمَا أَنَّ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ مَسِيخُ الإِنْسِ. رَوَاهُعِكْرِمَةُ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ

- ketiga, sesungguhnya ja_n adalah perubahan bentuk dari jin sebagaimana sesungguhnya kera dan babi adalah perubahan bentuk manusia, ini di riwayatkan oleh ikrimah dari ibnu abbas.

فَأَمَّا الشَّيْطَانُ فَهُوَ كُلُّ مُتَجَبِّرٍ عَاتٍ مِنَ الْجِنِّ، وَكَذَلِكَ الْمَارِدُ وَالْعِفْرِيتُ

- adapun syetan maka dia adalah semua yg angkuh dan sombong dari golongan jin, begitu juga yang durhaka dan licik/ banyak tipu muslihatnya (ifrit)

وَفِي إِبْلِيسَ قَوْلانِ: أَحَدُهُمَا أَنَّهُ كَانَ مِنْ أَشْرَافِ الْمَلائِكَةِ.وَالثَّانِي: أَنَّهُ كَانَ مِنَ الجن

- tentang iblis ada dua pendapat :
1. sesungguhnya iblis adalah termasuk sebagian dari golongan malaikat yg mulia.
2. sesungguhnya iblis adalan bagian dari jin.

قال مجاهد: لإبليس خمسة أولاد: نِبَر والأعْور ومِسوَط وداسم وزلَنْبور

mujhid berkata : " iblis mempunyai lima anak yaitu :
1. nibar.
2. a'war.
3. miswat.
4. dasim.
5. zalanbur.

فأما نِبَر فَهُوَ صَاحِبُ الْمَصَائِبِ يَأْمُرُ بِشَقِّ الْجُيُوبِ وَلَطْمِ الْخُدُودِ

- adapun nibar maka dia ditugaskan utk menggoda orang2 yg terkena musibah, dia memerintahkan utk menyobek2 lengan baju dan menampar nampar pipi.(niyahah/ratapan yg diharamkan)

وَأَمَّا الأَعْوَرُ فَيَأْمُرُ بِالزِّنَا

- adapun a'war memerintahkan utk berbuat zina.(kasusnya spt PSK)

وَمِسْوَطٌ صَاحِبُ الْكَذِبِ يَلْقَى الرَّجُلَ فَيُخْبِرُهُ بِالشَّيْءِ فَيَتَحَدَّثُ الرَّجُلُ بِهِ

- miswat pemilik kebohongan, dia memberitahu kabar sesuatu kpd seseorang kemudia orang tsb berbicara dengan kabar dari miswat tadi.(dukun2 ramal)

وَدَاسِمٌ يُوقِعُ بَيْنَ الرَّجُلِ وَأَهْلِهِ

-dasim tugasnya menjatuhkan fitnah diantara seseorang dengan keluarganya.(konflik dalam rumah tangga)

وَزَلَنْبُورٌ يَرْكُزُ رَايَتَهُ فِي السُّوقِ وَيُوقِعُ بَيْنَهُمْ

- zalanbur menancapkan benderanya di pasar dan dia menjatuhkan fitnah diantara orang2 pasar.(persaingan harga yg tdk sehat , menipu ttg timbangan, takaran dll)
wallohu a'lam.

كتاب التبصراة

sumber : kitab at tabshiroh

Al-Tabsirah fi Ushul al-Fiqh
Kitab al-Tabshirah fi Ushul al-Fiqh (Ulasan tentang Usul Fiqh) adalah salah satu kitab karangan Abu Ishaq al-Syirazi, salah seorang ulama penting dalam mazhab Syafi'i yang hidup pada abad 5 Hijriyah. Tema kitab ini, sebagaimana tergambar dalam judulnya, adalah mengenai ushul al-fiqh atau teori hukum Islam. Kitab ini ditulis oleh al-Syirazi sebelum kitab yang lain yang lebih ringkas dan mengenai tema yang sama, al-Luma' fi Ushul al-Fiqh (Kilatan-Kilatan Cahaya).
Kitab yang terakhir ini lebih populer di pesantren-pesantren NU. Kiai Sahal Mahfuz (Ketua MUI sekarang), misalnya, sering membaca kitab ini, entah untuk "pengajian kilat" selama bulan puasa, atau untuk pengajian biasa di luar Ramadan. Di dunia kesarjanaan Barat, kitab ini dikenal melalui terjemahan dan analisis kritis yang dikerjakan oleh sarjana Perancis Eric Chaumont dalam bukunya yang berjudul Kitab al-Luma’ fi Usul al-Fiqh; le Livre des Rais illuminant les fondements de la compréhension de la loi: Traité de théorie légale musulmane.

Sekedar catatan mengenai karir al-Syirazi: puncak karir intelektual al-Syirazi dicapai di Baghdad saat dia menjabat sebagai profesor di bidang fiqh mazhab Syafi'i di al-Madrasah al-Nizamiyyah atau Nizamiyyah College yang didirikan oleh Nizam al-Mulk (w. 1092), seorang perdana menteri dalam kesultanan Saljuk yang dikenal cinta ilmu. Sebagaimana kita tahu, fokus pengajaran di Madrasah Nizamiyyah di Baghdad (ada cabangnya yang lain di beberapa wilayah, seperti Nisapur) adalah kalam atau teologi menurut akidah Ash'ariyyah dan fiqh menurut mazhab Syafi'i. Madrasah ini bisa dianggap sebagai bertanggung jawab atas tersebarnya doktrin Asy'ariyyah di dunia Sunni sejak abad kelima Hijriyah.

Yang menarik adalah format kitab al-Tabsirah ini. Tidak sebagaimana karya-karya ushul fiqh belakangan, kitab ini ditulis dengan gaya dialektik atau jadal. Hampir seluruh pembahasan dalam buku ini berisi perdebatan antara posisi intelektual yang diambil al-Syirazi berhadapan dengan lawan-lawannya. Kalau kita telaah dengan cermat, gaya kitab ini persis dengan kitab al-Risalah yang ditulis oleh Imam Syafi'i. Kedua kitab itu merupakan semacam polemik untuk mempertahankan suatu tesis tertentu melawan lawan-lawan diskusi yang ada di seberang. Inilah yang disebut dengan jadal -dikenal sebagai disputatio dalam tradisi dunia Latin yang saya duga terpengaruh oleh tradisi dalam Islam.

Debat semacam ini bisa diinterpretasikan bahwa usul fiqh sebagai sebuah disiplin belum seluruhnya mapan benar pada tahap itu, yakni abad empat dan lima. Meskipun pada masa al-Syirazi, ushul fiqh tentu sudah berkembang lebih jauh dibanding pada masa Imam al-Syafi'i yang hidup dua abad sebelumnya. Karena belum seluruhnya mapan, maka dapat kita maklumi jika kita melihat perdebatan yang sengit dalam kitab itu antara al-Shirazi dan lawan-lawannya. Ini persis dengan debat antara Imam al-Syafi'i dan lawan-lawannya dalam al-Risalah (yang dianggap sebagai buku pertama yang meletakkan landasan di bidang ushul fiqh). Kita bisa menyaksikan perdebatan semacam ini dalam tahan formasi atau perkembangan awal sebuah disiplin ilmu.

Kitab al-Tabsirah ini dibuka dengan cara yang tak lazim seperti kita kenal dalam karya-karya usul fiqh dalam periode belakangan. Umumnya kitab-kitab usul fiqh yang lain dibuka dengan pembicaraan tentang pengertian mengenai ujaran Tuhan (al-khithab) dan hukum (al-hukm al-syar'i) serta karakternya. Karya al-Syirazi ini dibuka dengan sebuah pembahasan tentang teori perintah (al-amr). Ini bisa dimengerti karena "perintah" adalah fondasi dalam hukum Islam.

Ada aspek yang menarik dalam bab pembukaan tentang teori perintah ini. Meskipun secara umum al-Syirazi mengikuti doktrin Asy'ariyyah, tetapi dalam buku ini seringkali dia mengambil posisi intelektual yang independen. Dalam diskusi soal apakah perintah memiliki redaksi atau ekpresi verbal tertentu, misalnya, dia mengambil posisi yang berbeda dengan kelompok Asy'ariyyah. Menurut kelompok yang terakhir ini, perintah tidak memiliki redaksi atau ekspresi verbal tertentu. Kata "if'al" yang artinya "kerjakanlah" dan dianggap sebagai bentuk paling standar dari sebuah perintah tidak secara intrinsik mengandung efek amar atau perintah kecuali ada konteks atau bukti lain yang menyertainya -apa yang dalam ushul fiqh disebut dengan "qarinah". Ini adalah pendapat kelompok Asy'ariyyah.

al-Syirazi mengambil posisi yang berbeda. Dia berpendapat bahwa secara intrinsik ungkapan "kerjakanlah" dan semacamnya mengandung makna perintah lepas dari bukti-bukti pendukung eksternal. Dengan kata lain, ujaran mengandung makna dalam dirinya sendiri.

Dua teori ini, menurut saya, sangat menarik jika dielaborasi lebih lanjut untuk melihat asumsi-asumsi (katakan saja semacam "pre-conscious") yang dianut oleh sarjana fikih klasik tentang karakter ujaran atau bahasa. Ini tentu wilayah riset yang sangat menarik. Teori al-Syirazi agak mirip-mirip dengan teori sastra dari kalangan formalis seperti dikembangkan oleh Roman Jakobson -bahwa teks sastra bisa berdiri bendiri sebagai sebuah sistem yang lengkap tanpa mengandaikan konteks eksternal di luar dirinya. Sementara itu, teori Asy'ariyah lebih dekat dengan teori sastra kontekstual (jika istilah ini bisa dipakai). Tentu ini perbandingan yang tak seluruhnya tepat, sekedar untuk mendekatkan perdebatan klasik dalam khazanah Islam dengan perdebatan serupa di era modern.

Teori kelompok Asy'ariyah terus terang menarik perhatian saya. Tepatnya, saya lebih simpati kepada pendapat kelompok ini ketimbang pendapat al-Syirazi. Jika ujaran tidak bisa mengandung makna tanpa mempertimbangkan konteks tertentu, tentu hal ini mempunyai dampak yang sangat "radikal" dalam memahami teks-teks agama, terutama teks Quran dan Sunnah.

Secara praktis, misalnya, kita bisa mengatakan hal berikut ini: jika ada sebuah "sunnah qauliyyah" atau ujaran Nabi yang secara verbal diucapkan dalam bentuk perintah (misalnya "panjangkan jenggot"), maka ujaran itu tidak dengan sendirinya menunjuk kepada makna tertentu (dalam konteks contoh yang saya sebut di atas berarti perintah memanjangkan jenggot) tanpa melihat konteks pendukung. Ujaran itu sendiri tak mampu men-generate suatu makna atau pengertian dari dalam dirinya sendiri. Pendapat kelompok Asy'ariyyah ini jelas lebih berwatak kontekstual dan "historis".

Ini berbeda dengan pendapat al-Syirazi yang cenderung lebih "tekstual", atau tepatnya "internalistik" -dalam pengertian, suatu teks bisa menunjuk kepada suatu makna dan pengertian tertentu dari dalam dirinya sendiri.

Ini hanyalah salah satu cara untuk meng-interpretasi teks klasik dari al-Syirazi. Tentu interpretasi ini terbuka pada kritik. Saya melihat, debat soal teori perintah dalam karya klasik ushul fiqh ini sangat membantu untuk memperkaya debat-debat Islam di era modern sekarang yang dalam beberapa hal mengulang tema lama, tetapi kadang dengan argumentasi yang kurang kreatif.

Karya al-Syirazi ini menantang sarjana Muslim modern, antara lain untuk melihat bagaimana tradisi "disputatio" atau debat dialektis berlangsung dan dipraktekkan di masa klasik Islam. Al-Syirazi sendiri adalah seorang "dialectician" atau pelaku debat yang handal. Dia menulis semacam manual bagaimana seorang harus berdebat dalam lingkungan fikih. Untuk tujuan ini, dia menulis buku al-Ma'unah fi al-Jadal (Panduan untuk Berdebat).

Banyak karya yang ditulis oleh sarjana Islam klasik mengenai etika berdebat (adab al-munazarah) ini. Salah satu karya yang terkenal dalam bidang ini adalah kitab karangan seorang sarjana fikih dari lingkungan mazhab Hanbali, Ibn 'Aqil al-Hanbali, "Kitab al-Jadal 'Ala Tariqat al-Fukaha." Sayang sekali, karya-karya ini, setahu saya, sudah tak pernah lagi dibaca di pesantren atau lembaga pendidikan Islam di Indonesia.
Semoga catatan sederhana tentang karya al-Syirazi ini berguna.

Semoga bermanfaat.

Musuh Imam Ghozali yang kemudian menjadi ulama besar


" KISAH MUSUH IMAM GHAZALI YANG KEMUDIAN MENJADI ULAMA BESAR SETELAH BERTAUBAT "

ﻭﺫﻛﺮ ﺍﻟﻴﺎﻓﻌﻲ ﺃﻳﻀﺎً ﺃﻥ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺍﻟﻜﺒـﻴﺮ ﺃﺑﺎ ﺍﻟﺤﺴﻦ ﻋﻠﻲ ﺑﻦ ﺣﺮﺯﻫﻢ ﺍﻟﻔﻘﻴﻪ ﺍﻟﻤﺸﻬﻮﺭ ﺍﻟﻤﻐﺮﺑـﻲ ﻛﺎﻥ ﺑﺎﻟﻎ ﻓﻲ ﺍﻹﻧﻜﺎﺭ ﻋﻠﻰ ﻛﺘﺎﺏ ﺇﺣﻴﺎﺀ ﻋﻠﻮﻡ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻭﻛﺎﻥ ﻣﻄﺎﻋﺎً ﻣﺴﻤﻮﻉ ﺍﻟﻜﻠﻤﺔ، ﻓﺄﻣﺮ ﺑﺠﻤﻊ ﻣﺎ ﻇﻔﺮ ﺑﻪ ﻣﻦ ﻧﺴﺦ ﺍﻹﺣﻴﺎﺀ ﻭﻫﻢ ﺑﺈﺣﺮﺍﻗﻬﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﺠﺎﻣﻊ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﺠﻤﻌﺔ

Dan Imam Al-Yafi'i juga mengatakan, bahwasanya Imam besar Abul Hasan Ali bin Hirzihim, seorang Faqih yg terkenal di Maghribi (maroko) dia dulu sangat mengingkari kitab Ihya ulumuddin, dan beliau adlh org yg ditaati dan di dengar ucapannya. kemudian beliau memerintahkan utk mengumpulkan semua yg didapat daripada naskah kitab Ihya dan ingin membakarnya di masjid jami' pada hari jum'at.

ﻓﺮﺃﻯ ﻟﻴﻠﺔ ﺗﻠﻚ ﺍﻟﺠﻤﻌﺔ ﻛﺄﻧﻪ ﺩﺧﻞ ﺍﻟﺠﺎﻣﻊ ﻓﺈﺫﺍ ﻫﻮ ﺑﺎﻟﻨﺒـﻲ ﻓﻴﻪ ﻭﻣﻌﻪ ﺃﺑﻮ ﺑﻜﺮ ﻭﻋﻤﺮ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠـﻪ ﻋﻨﻬﻤﺎ ﻭﺍﻹﻣﺎﻡ ﺍﻟﻐﺰﺍﻟﻲ ﻗﺎﺋﻢ ﺑـﻴﻦ ﻳﺪﻱ ﺍﻟﻨﺒـﻲ ؛ ﻓﻠﻤﺎ ﺃﻗﺒﻞ ﺍﺑﻦ ﺣﺮﺯﻫﻢ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻐﺰﺍﻟﻲ : ﻫﺬﺍ ﺧﺼﻤﻲ ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠـﻪ ﻓﺈﻥ ﻛﺎﻥ ﺍﻷﻣﺮ ﻛﻤﺎ ﺯﻋﻢ ﺗﺒﺖ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻠـﻪ، ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﺷﻴﺌﺎً ﺣﺼﻞ ﻟﻲ ﻣﻦ ﺑﺮﻛﺘﻚ ﻭﺍﺗﺒﺎﻉ ﺳﻨﺘﻚ ﻓﺨﺬ ﻟﻲ ﺣﻘﻲ ﻣﻦ ﺧﺼﻤﻲ،

Kemudian pada malam jum'atnya beliau bermimpi seakan-akan masuk kedlm masjid jami', ternyata didlm masjid itu ada Nabi saw bersama Sayyidina Abu bakar dan Umar Radhiyallahu anhuma, serta Imam Ghozaly berdiri di hadapan Nabi saw.ketika Ibnu hirzihim menghadap, Imam ghozali berkata: ini musuhku Ya Rasulullah, jika perkara yg terjadi sebagaimana yg dia sangka, maka aku bertaubat kpd Allah, dan jika sesuatu yg aku dapat itu dari keberkahanmu dan mengikuti sunnahmu, maka ambilkanlah untukku haqku dari musuhku ini.

ﺛﻢ ﻧﺎﻭﻝ ﺍﻟﻨﺒـﻲ ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻹﺣﻴﺎﺀ، ﻓﺘﺼﻔﺤﻪ ﺍﻟﻨﺒـﻲ ﻭﺭﻗﺔ ﻭﺭﻗﺔ ﻣﻦ ﺃﻭﻟـﻪ ﺇﻟﻰ ﺁﺧﺮﻩ، ﺛﻢ ﻗﺎﻝ : ﻭﺍﻟﻠـﻪ ﺇﻥ ﻫﺬﺍ ﻟﺸﻲﺀ ﺣﺴﻦ، ﺛﻢ ﻧﺎﻭﻟـﻪ ﺍﻟﺼﺪﻳﻖ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠـﻪ ﻋﻨﻪ، ﻓﻨﻈﺮ ﻓﻴﻪ ﻓﺎﺳﺘﺠﺎﺩﻩ . ﺛﻢ ﻗﺎﻝ : ﻧﻌﻢ ﻭﺍﻟﺬﻱ ﺑﻌﺜﻚ ﺑﺎﻟﺤﻖ ﺇﻧﻪ ﻟﺸﻲﺀ ﺣﺴﻦ، ﺛﻢ ﻧﺎﻭﻟـﻪ ﺍﻟﻔﺎﺭﻭﻕ ﻋﻤﺮ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠـﻪ ﻋﻨﻪ، ﻓﻨﻈﺮ ﻓﻴﻪ ﻭﺃﺛﻨﻰ ﻋﻠﻴﻪ ﻛﻤﺎ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﺼﺪﻳﻖ،

Kemudian diberikan kpd Nabi kitab Ihya, lalu Nabi membukanya selembar demi selembar dari awal kitab hingga akhir, kemudian Nabi bersabda: demi Allah sesungguhnya ini sesuatu (kitab) yg bagus, kemudian diberikan kepada Ash-Shiddiq ra. Maka beliau melihatnya dan menganggap baik kitab tersebut, kemudian beliau berkata:
"Benar, Demi Dzat yg mengutusmu dgn haq, sesungguhnya ini sesuatu (kitab) yg baik, kemudian diberikan kpd Sayyidina Umar ra. dan beliau melihat isi kitab itu, dan beliau pun memuji kitab itu sebagaimana yg dikatakan oleh Ash-Shiddiq.

ﻓﺄﻣﺮ ﺍﻟﻨﺒـﻲ ﺑﺘﺠﺮﻳﺪ ﺍﻟﻔﻘﻴﻪ ﻋﻠﻲ ﺑﻦ ﺣﺮﺯﻫﻢ ﻋﻦ ﺍﻟﻘﻤﻴﺺ ﻭﺃﻥ ﻳﻀﺮﺏ ﻭﻳﺤﺪ ﺣﺪ ﺍﻟﻤﻔﺘﺮﻱ، ﻓﺠﺮﺩ ﻭﺿﺮﺏ . ﻓﻠﻤﺎ ﺿﺮﺏ ﺧﻤﺴﺔ ﺃﺳﻮﺍﻁ ﺗﺸﻔﻊ ﻓﻴﻪ ﺍﻟﺼﺪﻳﻖ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻭﻗﺎﻝ : ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻟﻌﻠﻪ ﻇﻦ ﻓﻴﻪ ﺧﻼﻑ ﺳﻨﺘﻚ ﻓﺄﺧﻄﺄ ﻓﻲ ﻇﻨﻪ، ﻓﺮﺿﻲ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺍﻟﻐﺰﺍﻟﻲ ﻭﻗﺒﻞ ﺷﻔﺎﻋﺔ ﺍﻟﺼﺪﻳﻖ،

Maka Nabi memerintahkan utk mencabuk faqih Ali Ibnu hirzihim di atas gamis, dan dicambuk serta di had dgn hadnya pembuat kebohongan, Lalu beliaupun di cambuk dan dipukul. ketika telah dicambuk lima kali, Sayidina Abu bakar memintakan ma'af utknya, dan beliau berkata: Ya Rasulullah, mungkin dia menyangka apa yg ada didalam kitab Ihya menyalahi sunnahmu, kemudian dia salah didalam sangkaannya, dan Imam ghozali menerima, maka Rasulullah pun menerima permintaan maafnya Ash-Shiddiq.

ﺛﻢ ﺍﺳﺘﻴﻘﻆ ﺍﺑﻦ ﺣﺮﺯﻫﻢ ﻭﺃﺛﺮ ﺍﻟﺴﻴﺎﻁ ﻓﻲ ﻇﻬﺮﻩ، ﻭﺃﻋﻠﻢ ﺃﺻﺤﺎﺑﻪ ﻭﺗﺎﺏ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻦ ﺇﻧﻜﺎﺭﻩ ﻋﻠﻰ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺍﻟﻐﺰﺍﻟﻲ ﻭﺍﺳﺘﻐﻔﺮ، ﻭﻟﻜﻨﻪ ﺑﻘﻲ ﻣﺪﺓ ﻃﻮﻳﻠﺔ ﻣﺘﺄﻟﻤﺎً ﻣﻦ ﺃﺛﺮ ﺍﻟﺴﻴﺎﻁ ﻭﻫﻮ ﻳﺘﻀﺮﻉ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻭﻳﺘﺸﻔﻊ ﺑﺮﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ، ﺇﻟﻰ ﺃﻥ ﺭﺃﻯ ﺍﻟﻨﺒـﻲ ﺩﺧﻞ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﻣﺴﺢ ﺑـﻴﺪﻩ ﺍﻟﻜﺮﻳﻤﺔ ﻋﻠﻰ ﻇﻬﺮﻩ ﻓﻌﻮﻓﻲ ﻭﺷﻔﻲ ﺑﺈﺫﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ، ﺛﻢ ﻻﺯﻡ ﻣﻄﺎﻟﻌﺔ ﺇﺣﻴﺎﺀ ﻋﻠﻮﻡ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻓﻔﺘﺢ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﻧﺎﻝ ﺍﻟﻤﻌﺮﻓﺔ ﺑﺎﻟﻠﻪ، ﻭﺻﺎﺭ ﻣﻦ ﺃﻛﺎﺑﺮ ﺍﻟﻤﺸﺎﻳﺦ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺍﻟﺒﺎﻃﻦ ﻭﺍﻟﻈﺎﻫﺮ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎلي

Kemudian Bangunlah Ibnu hirzihim sedang bekas cambukan masih ada dipunggungnya, lalu beliau memberitahukan teman-temannya (mengenai mimpi tsb) dan bertaubat kpd Allah atas pengingkarannya kpd Imam Ghozali dan beristighfar, akan tetapi masih tersisah rasa sakit cambuk tersebut dlm waktu yg lama, dan dia terus memohon kpd Allah dan meminta syafa'at kpd Rasulullah, hingga beliau bermimpi Nabi, dan mengusap punggung Ibnu hirzihim dgn tangan beliau yg mulia, kemudian beliau sembuh dgn izin Allah, kemudian beliau selalu melazimkan mempelajari kitab Ihya ulumuddin, maka Allah membukakan (hijab/ilmu) utknya dan mendapatkan karunia ma'rifat billah, maka jadilah beliau Pembesar Ulama, Ahli ilmu bathin dan Dhohir. semoga Allah merahmatinya

ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻴﺎﻓﻌﻲ : ﺭﻭﻳﻨﺎ ﺫﻟﻚ ﺑﺎﻷﺳﺎﻧﻴﺪ ﺍﻟﺼﺤﻴﺤﺔ ﻓﺄﺧﺒﺮﻧﻲ ﺑﺬﻟﻚ ﻭﻟﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻦ ﻭﻟﻲﺍﻟﻠﻪ ﻋﻦ ﻭﻟﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻦ ﻭﻟﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺍﻟﻜﺒـﻴﺮ ﺍﻟﻘﻄﺐ ﺷﻬﺎﺏ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﺃﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﺍﻟﻤﻴﻠﻖ ﺍﻟﺸﺎﺫﻟﻲ، ﻋﻦ ﺷﻴﺨﻪ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺍﻟﻜﺒـﻴﺮ ﺍﻟﻌﺎﺭﻑ ﺑﺎﻟﻠﻪ ﻳﺎﻗﻮﺕ ﺍﻟﺸﺎﺫﻟﻲ، ﻋﻦ ﺷﻴﺨﻪ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺍﻟﻜﺒـﻴﺮ ﺍﻟﻌﺎﺭﻑ ﺑﺎﻟﻠﻪ ﺃﺑـﻲ ﺍﻟﻌﺒﺎﺱ ﺍﻟﻤﺮﺳﻲ، ﻋﻦ ﺷﻴﺨﻪ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺍﻟﻜﺒـﻴﺮ ﺷﻴﺦ ﺍﻟﺸﻴﻮﺥ ﺃﺑـﻲ ﺍﻟﺤﺴﻦ ﺍﻟﺸﺎﺫﻟﻲ ﻗﺪﺱ ﺍﻟﻠﻪ ﺃﺭﻭﺍﺣﻬﻢ ﻭﻛﺎﻥ ﻣﻌﺎﺻﺮﺍً ﻻﺑﻦ ﺣﺮﺯﻫﻢ ﻗﺎﻝ : ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺃﺑﻮ ﺍﻟﺤﺴﻦ ﺍﻟﺸﺎﺫﻟﻲ : ﻭﻟﻘﺪ ﻣﺎﺕ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺃﺑﻮﺍﻟﺤﺴﻦ ﺍﺑﻦ ﺣﺮﺯﻫﻢ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﻳﻮﻡ ﻣﺎﺕ ﻭﺃﺛﺮ ﺍﻟﺴﻴﺎﻁ ﻇﺎﻫﺮ ﻋﻠﻰ ﻇﻬﺮﻩ

Dan Imam al-yafi'i berkata:
telah meriwayatkan kpd kami cerita ini dengan sanad yang sohih, dan telah mengabarkan kpdku mengenai hal ini Wali Allah dari Wali Allah dari Wali Allah Asy-syeikh Al-Kabir Al-Quthub Syihabuddin Ahmad bin Al-maliiq Asy-Syadzili, dari gurunya Syaikh Kabir Al-Arif Billah Yaquut Asy-Syadzili, dari gurunya As-Syaikh Al-Arif billah Abil Abbas Al-Mursiy, dari gurunya As-Syaikh Kabir, gurunya para guru Abil Hasan Asy-Syadziliy: dan telah meninggal Asy-Syaikh Abul Hasan ibnu Hirzihim Rahimahullah, sedangkan di hari wafatnya bekas cambuk masih nampak dipunggungnya.
wallohu a'lam

Sumber :

ﻛﺘﺎﺏ ﺗﻌﺮﻳﻒ ﺍﻷﺣﻴﺎﺀ ﺑﻔﻀﺎﺋﻞ ﺍﻻﺣﻴﺎﺀ

Kitab Ta'riful ahyar bi fadoilil ihyak

Semoga bermanfaat.

Senin, 15 Agustus 2016

Dalil cinta tanah air dan nasionalisme

Nasionalisme Tidak Ada Dalilnya, Ataukah Anda Tidak Tahu Dalilnya?
Nasionalisme Banyak beredar di FB pernyataan seorang ustadz muallaf dari sebuah harokah yang kami tidak ketahui dari mana dia belajar ilmunya, yang menyatakan bahwa nasionalisme atau cinta tanah air tidak ada dalilnya.
Kita baca dahulu sebuah riwayat:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا أُخْرِجَ مِنْ مَكَّةَ : اِنِّي لَأُخْرَجُ مِنْكِ وَاِنِّي لَأَعْلَمُ أَنَّكِ أَحَبُّ بِلَادِ اللهِ اِلَيْهِ وَأَكْرَمُهُ عَلَى اللهِ وَلَوْلَا أَنَّ أَهْلَكَ أَخْرَجُوْنِي مِنْكِ مَا خَرَجْتُ مِنْكِ (مسند الحارث – زوائد الهيثمي – ج 1 / ص 460)

“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa saat Nabi diusir dari Makkah beliau berkata: Sungguh aku diusir dariMu (Makkah). Sungguh aku tahu bahwa engkau adalah Negara yang paling dicintai dan dimuliakan oleh Allah. Andai pendudukmu (Kafir Quraisy) tidak mengusirku dari mu, maka aku takkan meninggalkanmu (Makkah)” (Musnad al-Haris, oleh al-Hafidz al-Haitsami 1/460)
Dan ketika Nabi pertama sampai di Madinah beliau berdoa lebih dahsyat:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّهُمَّ حَبِّبْ إِلَيْنَا الْمَدِينَةَ كَحُبِّنَا مَكَّةَ أَوْ أَشَدَّ (صحيح البخارى – ج 7 / ص 161)

“Ya Allah, jadikan kami mencintai Madinah seperti cinta kami kepada Makkah, atau melebihi cinta kami pada Makkah” (HR al-Bukhari 7/161)
Jadi cinta tanah air ada dalilnya atau hanya karena tidak tahu dalilnya???
Dalam QS. al-Baqarah ayat 126, Allah Swt. berfirman:

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَٰذَا بَلَدًا آمِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim As. berdoa: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rizki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian.”
Nabi Ibrahim As. berdoa agar tanah airnya: a) Menjadi negeri yang aman sentosa, b) Penduduknya dilimpahi rizki, c) Penduduknya iman kepada Allah dan hari akhir.
Dalam ayat yang lain yang serupa dengan ayat di atas ada di QS. Ibrahim ayat 35:

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الأصْنَامَ

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim As. berkata: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman. Dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari menyembah berhala-berhala.”
Ini menunjukkan Nabi Ibrahim As. adalah seseorang yang begitu mendalam mencintai tanah airnya. Kemudian di dalam QS. an-Nahl ayat 123 kita diperintah mengikuti millah (jejak) NabiI brahim As.:

ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

“Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad Saw.): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif.” Dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.”
Salah satu dari millah Nabi Ibrahim As. adalah mencintai tanah air. Mengapa harus mencintai tanah air? Dalam kitab Jami’ ash-Shaghir jilid 1 bab huruf Ta’ halaman 222, Rasulullah Saw. bersabda: “Jagalah dirimu dari bumi, maka sesungguhnya bumi itu adalah ibumu.”
Adalah perintah untuk menjaga diri sendiri dan ibu pertiwi (tanah air) dari tindakan-tindakan negatif dari diri sendiri maupun tindakan orang luar.

Al-Hafidz Ibn Hajar dalam Fath al-Bari juz 3 halaman 261, ketika mensyarahi hadits Imam Bukhari dari sahabat Anas Ra.:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ فَأَبْصَرَ دَرَجَاتِ الْمَدِينَةِ أَوْضَعَ نَاقَتَهُ وَإِنْ كَانَتْ دَابَّةً حَرَّكَهَا

“Adalah Rasulullah Saw. jika pulang dari bepergian dan melihat dataran tinggi kota Madinah mempercepat jalan untanya dan bila menunggang hewan lain beliau memacunya.”
Al-Hafidz Ibn Hajar berkata:

وفي الحديث دلالة على فضل المدينة ، وعلى مشروعية حب الوطن والحنين إليه

“Dalam hadits tersebut menunjukkan tentang keutamaanya kota Madinah, dan disyariatkannya cinta tanah air dan rindu kepadanya.”
Dalam QS. ar-Rum ayat 41, Allah Swt. berfirman:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Di dalam kitab tafsir ar-Ruh al-Bayan, diriwayatkan ketika turun surat al-Qashash ayat 85:

إِنَّ الَّذِي فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لَرَادُّكَ إِلَىٰ مَعَادٍ

Saat itu Nabi Saw. dilanda rasa rindu yang sangat kepada kota Makkah, karena memang Makkah adalah kota kelahiran dan tempat tinggal beiau, negeri datuk-datuk dan kerabat-kerabat beliau serta kota datuk utama beliau yaitu Sayyidina Ibrahim As. Sehingga ayat tersebut merupakan satu kabar gembira dari Allah Swt. kepada Rasulullah Saw. dan suatu hal yang benar-benar akan direalisasikan oleh Allah Swt.
Sehingga seakan-akan Allah Swt. mengatakan: “Jangan kamu mengira wahai Muhammad bahwa nasibmu itu sama dengan ayah kamu Ibrahim yang hijrah dari Negerinya Haran satu negeri kafir menuju kota suci dan tidak akan pernah kembali lagi ke Haran. Jangan pula kamu mengira bahwa keadaanmu sama dengan ayah kamu Ismail yang hijrah dari negeri yang suci menuju negeri yang lebih suci.”
Kemudian penulis kitab tafsir ar-Ruh al-Bayan ini melanjutkan:

و في تفسير الاية اشارة ان حب الوطن من الايمان

“Dan dalam pengertian, kesimpulam serta tafsir dari ayat ini menunjukkan bahwa cinta terhadap negeri adalah sebagian dari iman.”
Hadits memang maudhu’ tapi maknanya shahih. Tapi bagaimana para salaf kita selalu mendengungkan ungkapan-ungkapan itu. Artinya kalau ditolak serta merta juga tidak bisa karena secara makna juga tepat. Oleh karena itu dalam kesimpulan selain menyebutkan derajatnya dalam kacamata musthalah hadits juga harus ditampilkan bahwa secara makna shahih.
Maka seprti redaksi dalam kitab Asna al-Mathalib setelah menyebutkan derajat hadistnya beliau juga menampilkan redaksi “tetapi maknanya shahih” supya sampai dalam kesimpulan jangan sampai ditolak serta merta.
Jadi seperti Hadhratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari nampak sering berbicara dengan ungkapan “Hubbul wathan minal iman”. Bukan berarti beliau berdalil dan mengatakan bahwa itu adalah hadits. Akan tetapi beliau mengajak rakyat untuk mencintai negeri ini. Beliau menggunakan motto itu karena benar adanya secara makna.
Seperti halnya kedudukan motto-motto yang lain seperti hadits-hadits maudhu’ yang lain tapi maknanya shahih seperti “Tuntutlah ilmu dari buaian hingga ke liang lahad”, walaupun maudhu’ tapi maknanya benar bahwa jika menuntut ilmu itu tak akan pernah terikat dengan waktu, usia dan keadaan. Bukan berarti jika itu hadits dhaif kita dilarang untuk menyebutkannya seperti yang didengung-dengungkan saudara-saudara kita dari aliran Salafi-Wahabi.
Kemudian dalam kitab Dalil al-Falihin Syarh Riyadh ash-Shalihin jilid 1 halaman 27 disebutkan: “Maka semestinya bagi orang yang sempurna imannya hendak membuat kemakmuran akan tanah airnya dengan amal shaleh.”
Yang dimaksudkan dengan cinta tanah air itu adalah memakmurkan tanah airnya, memakmurkan dengan amal-amal shaleh atau amal-amal yang baik. Sedangkan tanah air manusia itu ada dua macam: 1) Tanah air jasmani, yaitu bumi tempat kita lahir dan berpijak, dan 2) Tanah air ruhani, yaitu tanah air akhirat, tempat dimana ruh kita berasal dan akan kembali nantinya.
Kedua tanah air kita ini harus dimakmurkan, baik tanah air ruhani maupun jasmani. Dimakmurkan dengan perbuatan-perbuatan baik. Sehingga nantinya kita bisa menuai buahnya:

رَبَّنَا اَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلاَحِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Wallahu al-Musta’an A’lam.


Pancasila Dan Tahlilan

Renungan Hari Lahir Pancasila, 01 Juni
Diriwayatkan ‘bil makna’ dari beberapa Kyai, yang meriwayatkan dari al-Maghfurlah KH. Yasin Yusuf (Da’i terkenal dari Blitar Jatim) yang telah memberikan penafsiran sederhana dan unik tentang Pancasila yang dikaitkan dg Tahlilan.
KH. Yasin Yusuf berkata: Kalau kita ingin melihat pelaksanaan Pancasila yang benar dan tepat maka lihatlah orang tahlilan yang biasanya diamalkan.

Pertama, orang tahlilan itu pasti baca surat al-Ikhlas yang berbunyi Qulhu Allahu ahad Allahush shomad. Itulah KETUHANAN YANG MAHA ESA dan di dalam tahlil pasti baca itu, yang artinya Tuhan itu satu, dan juga pasti baca La ilaha illallah (tiada tuhan selain Allah).

Kedua, orang tahlilan di lingkungan NU itu siapa pun boleh datang dan ikut, tidak ada seleksi, tidak ada pertanyaan, “Kamu bisa tahlil enggak? Kalau enggak bisa, tidak boleh ikut”. Di lingkungan orang NU tidak seperti itu,”. Bahkan abangan atau non muslim pun boleh ikut dan orang yang membid’ah-bid’ahkan tahlil pun dipersilakan ikut, kalau mau. Tidak ada yang dibeda-bedakan. Itulah KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB

Ketiga, kalau melihat di kampung-kampung, orang tahlilan itu duduknya bersila semua. Tidak dibedakan duduknya seorang pejabat, kiai, santri, dan orang biasa. Semuanya duduk bersila, rata. Di samping duduknya bersila semua, rangkaian dzikir-dzikir yang dibaca pun sama dan seragam, cara bacanya pun bareng. Itulah PERSATUAN INDONESIA terdapat dalam sila ke tiga Pancasila.

Keempat, setelah itu, menjelang dimulai, di sanalah mereka mencari pemimpin, mereka saling tuding, saling tunjuk, tapi juga saling menolak jika ditunjuk. Satunya bilang “Anda saja yang mimpin” dan yang lainnya juga bilang “Anda yang lebih pantas”, Di sinilah terjadi musyawarah kecil-kecilan mencari seorang pemimpin tahlil. Setelah satu orang terpilih, maka dialah yang memimpin tahlil. Itulah KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN/ PERWAKILAN

Kelima, setelah tahlil selesai, “Berkat” (bingkisan berupa makanan) dikeluarkan untuk diberikan kepada orang-orang yang tahlillan. Semuanya mendapatkan “Berkat” yang sama tanpa ada perbedaan baik dalam bentuk, tampilan dan isinya, semuanya sama. Itulah makna KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA .


Timur Tengah tidak ada ulama yang nasionalis

Ketua Umum Nahdlatul Ulama KH Said Aqil Siroj mengatakan, di Timur Tengah tidak ada ulama yang nasionalis, sedangkan di Indonesia seorang ulama juga dikenal sebagai nasionalis.
Kiai asal Cirebon Jawa Barat ini kemudian menyebut beberapa nasionalis Timur Tengah yang bukan ulama, diantaranya Saddam Husain, dan Muammar Khadafi. Sementara dari kalangan ulama yang tidak nasionalis diantaranya, Hasan Banna dan pemikir sekaligus aktivis Islam politik Mesir, Muhammad Ghozali.
"Mereka ulama besar tapi bukan nasionalis. Yang nasionalis bukan ulama," jelas Kiai Said saat peresmian Masjid Al-Amin, Desa Pamotan Kecamatan Pamotan Kabupaten Rembang, Selasa (17/5) kemarin.
Di Indonesia, lanjut kiai Said, Hadratussyaikh KH Hasyim Asy'ari adalah ulama nasionalis. Begitu juga Kiai Wahab Chasbullah.
"Sampai-sampai KH Hasyim Asy'ari mengatakan, membela tanah air fardlu 'ain. Setiap orang wajib (membela tanah air), sama dengan shalat. Siapa orang yang meninggal dalam rangka membela tanah air, mati sahid. Dan siapa yang membela dan memihak penjajah, boleh dibunuh. Walaupun kiai Hasyim tidak mengatakan kafir," ungkapnya.
"Dari sini KH Hasyim Asy'ari mempunyai jargon, 'hubbul wathon minal iman'. Ini bukti betapa nasionalismenya ulama Indonesia," jelas alumus Universitas Umm al-Qura, Mekkah ini.


Kalau Tidak Ada KH Hasyim As’ary, Tidak Ada NKRI

Kawan KH Musthafa Bisri (Gus Mus) seorang pelukis keturunan Tionghoa pernah memamerkan karyanya di musium OHD Magelang. Yang dilukis Hadratus Syaikh KH Hasyim As’ayri dan gambar Gus Dur. Dalam hati, Gus Mus heran ada pelukis cina tapi yang digambar Gus Dur. “Kalau tidak ada orang itu, tidak ada NKRI,” pria itu menjawab batin Gus Mus sambil menuding lukisan Mbah Hasyim.
Cerita itu diutarakan Gus Mus dalam pengajian umum di Asrama Pelajar Islam Mathali’ul Anwar (APIMA), Randusari, Rt. 04 Rw. 01, Tahunan, Jepara dalam rangka Haflah At-Tasyakkur lil Ikhtitam ke 22, Senin (23/05/2016) malam. Ribuan orang hadir dalam acara tersebut.
Pria itu, ujar Gus Mus, mengatakan kalau Mbah Hasyim adalah kiainya kiai yang mencetak kiai-kiai di Indonesia, yakni kiai-kiai yang menggerakkan orang Indonesia sehingga Indonesia merdeka. Dia juga mengajak Gus Mus membangun museum NU karena NU, -bagi pelukis yang tidak disebut namanya itu,- adalah kelanjutan pondok-pondok pesantren para kiai. Museum NU itu dimaksudkan untuk meluruskan sejarah.
Banyak para kiai dan santri pesantren yang berperan dalam kemerdekaan Indonesia namun tidak tertulis dalam sejarah. “Wah, sampeyan itu tidak tahu. Kiai-kiai itu memang tidak mau disebut jasanya karena takut pahala ikhlasnya hilang,” ujar Gus Mus kepada sang pelukis.
Para kiai itu, lanjut Gus Mus dalam pengajian, tidak ada yang usul diri ingin disebutkan jasa-jasanya. Semua orang sudah tahu, sebelum ada TNI, ada Sabilillah dan Hizbullah. Semua yang membuat adalah para kiai.
Tapi memang betul, yang heroik mengajak perang pada 10 November (Hari Pahlawan Nasional), tidak disebut nama-nama dan aktornya. Ketika sekutu mendarat di Surabaya, ketika itu pemerintah pusat di Jakarta tidak mengambil kebijakan apapun. Semuanya diserahkan kepada daerah. Akhirnya Bung Tomo sowan ke KH Hasyim As’ary yang kemudian melahirkan resolusi jihad.
“Sayangnya, siapa yang memimpin 10 November tidak dicatat dalam sejarah, yaitu Kiai Abbas Buntet. Santri-santri banyak yang jadi korban, tidak ada catatannya juga. Begitu juga Kiai Subki Parakan yang terkenal Bambu Runcingnya, juga tidak tercatat,” papar Gus Mus.
Teman pelukis Gus Mus itu mengingatkan temuannya atas sebuah buku cetakan Kuwait dengan penulis Sayyid Muhammad Hasan Syihab, seorang wartawan Arab yang pernah bertugas meliput ketika Revolusi Indonesia. “Tulisannya panjang, mulai zaman Diponegoro hingga kemerdekaan,” tuturnya.
“Judulnya, al-Allamah Muhammad Hasyim Asy’ary Wadli’u Ashliyati Istiqlali Indonesia. Kalau diterjemahkan jadinya Maha Kiai Hasyim Asy’ary Peletak Batu Pertama Kemerdekaan Indonesia,” tandas Gus Mus.


Indonesia Bangsa Terpilih
Allah memperingatkan kemerdekaan Indonesia dengan angka 17, 8, dan 45.

Jelaskan Makna Tanggal Kemerdekaan, Mbah Moen: Indonesia
Mustasyar PBNU KH Maimoen Zubair dalam sebuah acara pengajian, Kamis (14/4) malam di Desa Gandrirojo, Kecamatan Sedan, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah mengungkapkan, bangsa Indonesia adalah benar-benar bangsa yang terpilih. Tidak ada dipermukaan bumi orang Islam terbanyak seperti Indonesia. Sampai Allah memperingatkan kemerdekaan Indonesia dengan angka 17, 8, dan 45.

Dalam kesempatan tersebut Mbah Moen sapaan akrabnya menjelaskan terkait rangkaian angka 17, 8, dan 45. "Ini angka sembahyang, sembahyang angka yang harus diketahui yaitu tujuh belas, delapan, dan empat lima. Kalau tidak tahu ini tidak sah shalatnya," terangnya.

Ia juga mengatakan, bahwa dalam lambang garuda pancasila terdapat dua sayap dengan jumlah bulu 17 di kanan, dan 17 disebelah kiri. Ia menjelaskan lambang angka 17 ini merupakan jumlah rukunnya shalat. Yakni, niat, takbiratul ihram, berdiri, membaca al-fatihah, rukuk, thumakninah dalam rukuk, iktidal (berdiri bangun dari rukuk), thumakninah dalam iktidal, sujud dua kali, thumakninah dalam sujud, duduk diantara dua sujud, thunakninah dalam duduk diantara dua sujud, membaca tasyahud akhir.

"Kemudian duduk (ketika membaca) tasyahud akhir, membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW dalam duduk tasyahud akhir, (membaca) salam, tertib (mengerjakan secara berurutan)," tambah Pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang Kabupaten Rembang tersebut.

Tujuh belas yang kedua, lanjut Mbah Moen, merupakan jumlah rakaat shalat sehari-semalam. Yakni Mahgrib tiga rakaat, Isya empat rakaat, Subuh dua rakaat, Dzuhur empat rakaat, dan Ashar empat rakaat.

Sedangkan angka delapan menjelaskan sebagai tolaknya neraka dan sebabnya masuk surga. Lebih lanjut ia mengatakan tentang tujuh anggota sujud, meliputi, jidat, kedua tangan, kedua lutut, dan kedua kaki. "Tujuh ini sebagai penolak neraka, karena pintu neraka ada tujuh," ujarnya.

"Ditambah satu lagi, jika kita ingin masuk surga harus ingat sama Allah. Jadi jumlahnya genap delapan, karena delapan ini merupakan jumlah pintu surga," terang kiai yang kini berusia 91 tahun tersebut.

Terakhir ia menjelaskan tentang angka empat lima, bahwa setiap orang Islam harus membaca syahadat empat kali, dan lima kali. Malam empat kali, Maghrib dan Isya. Sedangkan siang hari lima kali, Subuh, Dzuhur, dan Ashar. "Jadi ini menunjukkan bahwa negara Islam itu tidak ada, yang ada adalah negara mayoritas Islam, yakni Indonesia," tutupnya.


Wanita Sebagai Tiang Negara

Dalam hadis nabi bersabda :

عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ جَاهِمَةَ السَّلَمِيِّ أَنَّ جَاهِمَةَ جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَدْتُ أَنْ أَغْزُوَ، وَقَدْ جِئْتُ أَسْتَشِيْرُكَ. فَقَالَ: هَلْ لَكَ مِنْ أُمٍّ؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: فَالْزَمْهَا، فَإِنَّ الْجَنَّةَ تَحْتَ رِجْلَيْهَا

Dari Mu’wiyah bin Jahimah as-Salami bahwasanya Jahimah pernah datang menemui Nabi shallallahu alaihi wasallam lalu berkata: Wahai Rasulullah, aku ingin pergi jihad, dan sungguh aku datang kepadamu untuk meminta pendapatmu. Beliau berkata: “Apakah engkau masih mempunyai ibu?” Ia menjawab: Ya, masih. Beliau bersabda: “Hendaklah engkau tetap berbakti kepadanya, karena sesungguhnya surga itu di bawah kedua kakinya.”

Dalam sebuah hadist Rosulullah saw menyatakan bahwa

الْمَرْأَةُ عِمَادُ الْبِلاَدِ إِذَا صَلُحَتْ صَلُحَتِ الْبِلاَدُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَتِ الْبِلاَدُ

النساء عِمَادُ الْبِلاَدِ إِذَا صَلُحَتْ صَلُحَتِ الْبِلاَدُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَتِ الْبِلاَدُ

Wanita adalah tiang suatu negara, apabila wanitanya baik maka negara akan baik dan apabila wanita rusak maka negarakapun akan rusak

Islam sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat kaum wanita, bila didalam masyarakat pra Islam memandang kaum wanita adalah sebagai suatu barang yang tidak ada nilainya, sehingga kaum wanita boleh diperlakukan apa saja tergantung dari kaum pria. Hal ini nampak jelas bahwa sebelum nabi Muhammad lahir masyarakat Arab akan mengubur hidup-hidup setiap bayi perempuan yang lahir hal ini karena dipandang wanita tidak dapat membantu perang.
Negara-negara didunia memandang kaum wanita dalam bentuk yang berbeda-beda, seperti di Inggis berarti behind every successful man there is always a women, di Amerika istri yang dalam bahasa Inggris adalah wife namun diartikan washing, ironing, fun, entertainment, di Jawa sebagaimana dikatakan oleh budayawan Semarang Darmanto Jatman Asah-asah, umbah-umbah, lumah-lumah. Dan dikalangan masyarakat Jawa masih banyak istilah yang lain masak macak manak atau dapur sewur dan kasur.
Penghargaan Islam terhadap kaum wanita sebagaimana tersebut dalam hadits nabi:

اَلْمَرْأَةُ عِمَادُ الْبِلَادِ اِذَاصَلُحَتْ صَلُحَ الْبِلَادُ وَاِذَافَسَدَتْ فَسَدَ الْبِلَادُ (حديث)

“ Wanita adalah tiang negara jika wanitanya baik maka baiklah negara, dan bila wanita buruk maka negara juga ikut buruk”.
Karena itu wanita yang paling berperan didalam kehidupan rumah tangga, karena dalam diri wanita mempunyai peran ganda dalam kehidupan rumah tangga, yaitu mengandung, melahirkan, mendidik, mengasuh dan membesarkan. Sehingga kedekatan seorang anak akan lebih dominan kepada seorang ibu, setiap perbuatan inipun akan dimintai pertanggungan jawab oleh Allah SWT.
Kedudukan kaum wanita:
1. Sebagai pendamping suami:

وَالْمَرْئَةُ رَاعِيَةٌ فِى بَيْتِ زَوْجِهَا وَهِىَ مَسْؤُلَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا

“ Dan istri adalah pengatur dalam rumah tangga suaminya, dan dia bertanggung jawab atas pengaturannya”. (HR. Buchari Muslim)

اِذَا صَلَتِ الْمَرْئَةُ خَمْسَهَا وَحَصَنَتْ فَرْجَهَا وَاَطَاعَتْ بَعْلَهَا دَخَلَتْ مِنْ اَيِّ اَبْوَابِ الْجَنَّةَ شَاءَتْ (رواه ابن حبان)

“ Apabila wanita itu melakukan shalat lima waktu dan bisa menjaga kehormatan dirinya serta taat kepada suaminya. Maka dia dapat memasuki surga dari segala penjuru pintunya yang ia sukai”.
2. Sebagai ibu- penerus keturunan.
“ Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, isterinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami-isteri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: "Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami terraasuk orang-orang yang bersyukur". (QS. Al A’rof: 189)

اَلْجَنَّةُ تَحْتَ اَقْدَمِ الْاُمَّهَاتِ (رواه مسلم)

“ Surga dibawah telapak kaki ibu”.
Dengan demikian Allah memberikan keutamaan ibu diatas ayah, sebagaimana sabda ketika suatu saat sahabat bertanya kepada rasul tentang kepada siapa yang lebih utama untuk berbuat baik:

يَا رَسُولَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِيْ؟ قَالَ: أُمُّكَ. قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: أُمُّكَ. قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: أُمُّكَ. قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: ثُمَّ أَبُوْكَ

“Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak untuk kupergauli(dekati) dengan baik?” Beliau berkata, “Ibumu.” Laki-laki itu kembali bertanya, “Kemudian siapa?” “Ibumu”, jawab beliau. “Kemudian siapa?”, tanya laki-laki itu. “Ibumu”, jawab beliau. “Kemudian siapa?” tanyanya lagi. “Kemudian ayahmu”, jawab beliau.” (HR. Al-Bukhari Muslim)
Kisah wanita teladan
Rasulullah pernah memerintah kepada putrinya yang bernama Fatimah: Hai anakku,, apabila kamu ingin belajar menjadi ibu dan istri yang baik, datanglah kepada seorang ibu yang bernama Muthi’ah, tinggal di luar kota Madinah sebelah sana. Maka berangkatlah Fatimah yang disertai oleh putranya Hasan, sesampai dirumahnya, lalu mengucapkan salam dan mengetuk pintu. Pada waktu itu ibu Muthi’ah sedang sendirian dirumah, karena suaminya sedang bekerja, karena sedang sendirian maka Hasan tidak diperkenankan masuk dan disuruh menunggi diluar, menurut hadits nabi bahwa ketika isteri sedang sendirian dirumah, tidak boleh menerima tamu laki-laki.
Setelah Fatimah masuk dan dipersilahkan duduk maka, mengutarakan maksud kedatangannya yang disuruh oleh Rasulullah untuk belajar tentang kewanitaan. Ibu Muthi’ah heran dan tidak tahu hal apa yang harus disampaikan kepada isterinya, demikian pula Fatimah juiga heran karena yang dilihat tidak ada barang-barang yang istimewa. Siti Fatimah memperhatikan ruangan sekitar yang kemudian yang berhenti pada susut rungan yang terdapat tiga buah benda yang senantiasa terawatt dengan rapi. Ketiga benda itu adalah baskom yang berisi air bersih nan jernih, sebuah handuk kecil dan sebatang rotan, Fatimah merasa heran dan kemudian menanyakan ketiga benda itu. Fatimah heran dan menyakan kepadanya.
Ibu Muthi’ah menjelaskan, apabila suaminya pulang tentunya dengan muka yang kotor kena debu, kusut, penat dan letih. Dengan demikian maka aku membisakan mengelap muka dan badannya, agar terlihat bersih dan segar. Setelah itu dengan handuk saya keringkan dengan mengusap muka dan badan yang basah tadi. Fatimah faham dan emudian menaykan sebatang rotan tersebut. Kemudian dijelaskan apabila suami selesai dibilas muka dan badannya yang kotor lalu mandi. Setelah itu suaminya ditemani makan dari masakan yang tealh dimasaknya sendiri. Lalu saya berkata (kata ibu Muthi’ah) mengambil sebatang rotan rotan tersebut dan menyerahkan kepada suaminya seraya mengatakan, agar suaminya bersedia memukul dengan rotan tersebut bila dalam melayaniny kurang memuaskan.
Mendengar ucapan tersebut Fatimah kaget, lalu bertanya kembali: Apakah suaminya memukul atau tidak? Ibu Muthi’ah menjawab: suami saya tetap mengambil rotan tersebut, tetapi melemparkannya kesamping, lalu mendekati saya dengan penuh kasih sayang. Mendengar penuturan tersebut, akhirnya mengertilah Fatimah, sungguh tepat kata-kata Rasulullah yang menyuruh untuk belajar pada ibu Muthi’ah.


Semoga bermanfaar

Minggu, 14 Agustus 2016

Sebab-sebab sulit melaksanakan sholat malam

Diantara sebab-sebab yg bisa menyebabkan sulit melaksanakan sholat malam atau tahajjud ada 4 :

1. menganggap penting urusan dunia dan lalai keadaan akherat.
2. sibuk berbicara tentang dunia dan berbicara yg tidak berguna bahkan batil dan banyak gaduh.
3. memayahkan anggota tubuh dengan pekerjaan yg berat di siang hari.
4. kebanyakan makan sehingga mudah tidur.

Diantara sebab-sebab yang bisa menjadikan mudah untuk melaksanakan sholat malam atau tahajjud ada 4 :

1. tajdidul wudhu' / selalu memperbaharui wudhu'.
2. berdzikir sebelum matahari tenggelam, termasuk diantaranya adalah membaca tasbih.
As Suhrawardi berkata : hendaknya diantara siang dan malam membaca tasbih berikut ini 100 kali :

سبحان الله العلي الديان سبحان الله الشديد الأركان سبحان من يذهب بالليل ويأتي بالنهار سبحان من لا يشغله شأن عن شأن سبحان الله الحنان المنان سبحان الله المسبح في كل مكان


Subhaana'llaahi'l-'aliyyi'ddayyaan, subhaa-na'llaahi sysya diidi'l arkaan, subhaanaman yadzhabu bi'l-lail. wa ya'tii bi'nna-haar, subhaana man laa yusy-ghiluhuu sya'nun 'an sya'n, subhaana'llahil han-naanil mannaan,subhaana'llaahi'l musabbahi fi ku'lli makaan.

" Mahasuci Allah yang mahatinggi, lagi yang mahaperkasa, mahasuci Allah, yang maha kokoh sendi-sendi ciptaanNya, mahasuci yang pergi dengan malam dan datang dengan siang, mahasuci yang tidak disibukkan oleh suatu keadaan dari keadaan. Mahasuci Allah, yang mahapenyantun, yang melimpah-limpah ni'matNya. Mahasuci Allah yang dipujikan diseluruh tempat ".
barang siapa membaca tasbih tersebut seratus kali maka tidak aan wafat hingga dia melihat tempatnya di syurga.
3. beribadah diantara maghrib dan isya'.
4. tidak berbicara setelah melakukan ibadah itu .

Hujjatul Islam Imamuna Al Ghazali berkata :
" ketahuilah bahwa qiyamul lail itu sulit kecuali bagi orang yg telah di tolong utk melakukan qiyamul lail dengan syarat2 yang memudahnya melakukan qiyamul lail secara dhohir dan bathin , adapun syarat2 yg memudahkanya secara dhohir ada 4 :

1. tidak memperbanyak makan yg bisa menyebabkan banyak minum dan banyak tidur jadinya berat utk bangun malam.
2. tidak memayahkan dirinya disiang hari dengan amalan2 yg melemahkan tubuh karena hal itu juga menyebabkan mudah tidur.
3. tidak meninggalkan qoilulah disiang hari karena qoilulah adalah sunnah yg bisa menolong qiyamul lail.
4. tidak melakukan dosa di siang hari karena melakukan dosa bisa mengkeraskan hati dan bisa menghalang-halangi antara dia dengan sebab2 rahmat.

Adapun syarat2 yg memudahkannya secara bathin ada 4 :

1. selamatnya hati dari rasa iri thd muslimin, bid'ah dan dari kelebihan urusan dunia yg menjadikannya bercita2 menghbiskan waktunya utk mengurusi dunia, hal ini menyebabkan sulit utk qiyamul lail dna kalaupun bisa qiyamul lail maka tdk berfikir ttg qiyamul lailnya malahan yg difikir dalam qiyamul lailnya adalah urusan dunia.
2. perasaan takut yg sangat beserta memperpendek angan2, karena jika seseorang berfikir tentang hiruk pikuk akherat dan tingkatan2 neraka maka dia sulit utk tidur dan besar rasa takutnya.
3. mengetahui keutaman2 qiyamul lail dengan mendengarkan ayat2, hadits2 dan atsar2 ttg qiyamul lail hingga menjadi tetap harapan dan kerinduannya pada pahalanya dan bisa membangkitkan rasa rindu utk mencari tambahan dan kecintaan pada derajat2 di syurga.
4. cinta kepda Allah dan kuatnya keimanan bahwa dalam qiyamul lail dia tdklah berbicara dengan satu huruf kecuali dia sedang bermunajat/berbisik dengan Rabbnya dan Dia memperhatikan hamba-Nya serta melihat apa yg terbersit di dalam hatinya. apa yg terbersit di dalam hatinya adalah dari Allah ta'ala dengan khitob bersamanya .
ketika seseorang cinta kepada Allah ta'ala maka dia akan suka menyendiri tanpa ada keraguan, dan akan merasa nikmat dengan bermunajat , oleh karena itulah nikmatnya bermunajat dengan sang kekasih menjadikannya kuat qiyamul lail dalam waktu yg lama.

wallohu a'lam.

(Sumber : Kitab Syarah Al Adzkiya')
 
Semoga bermanfaat