Selasa, 26 Desember 2017

Mengenal kitab Kifayatul Ahyar karya al Hishni

MENGENAL KITAB KIFAYATU AL-AKHYAR KARYA AL-HISHNI
Oleh : Ustadz Muafa
Nama lengkap kitab ini adalah “Kifayatu Al-Akhyar Fi Halli Ghoyati Al-Ikhtishor” (كفاية الأخيار في حل غاية الاختصار). Makna “kifayah” adalah “mencukupi”. Lafaz “Al-Akhyar” adalah bentuk jamak dari “khoir” yang bisa dimaknai “manusia terbaik”. “Hall” bisa dimaknai “menguraikan”. Jadi, secara keseluruhan, makna kitab ini seakan-akan dimaksudkan sebagai kitab yang isinya sudah mencukupi orang-orang baik yang ingin belajar agama (atau mewakili ulama terbaik dalam hal mensyarah), yakni dengan cara menguraikan, menjelaskan dan mensyarah kitab yang bernama “Ghoyatu Al-Ikhtishor”.

Kitab ini terkadang disebut dan disingkat menjadi “Al-Kifayah” (الكفاية). Hanya saja, penyebutan ini perlu hati-hati. Pasalnya, di kalangan mutaqoddimin, jika disebut “Al-Kifayah”, persepsi mereka adalah “Kifayatu Al-Nabih” karya Ibnu Ar-Rif’ah yang merupakan syarah dari kitab “At-Tanbih” karya Asy-Syirozi. Perbedaan dua “Kifayah” ini harus diperhatikan karena sering terjadi ambiguitas di kalangan para penuntut ilmu. Penyebutan “Al-Kifayah” bermakna “Kifayatu Al-Akhyar” adalah jika disebut sesudah masa Al-Hishni (829 H).
Kitab ini dikarang oleh Taqiyyuddin Abu Bakr bin Muhammad Al-Hishni. Singkatnya disebut Al-Hishni atau Taqiyyuddin Al-Hishni. Orangnya berbudi luhur, ramah kepada murid-muridnya, senang beruzlah, dan berwibawa. Beliau bukan hanya ahli fikih tetapi juga ahli hadis. Di antara karyanya terkait hadis adalah takhrij beliau terhadap kitab Ihya’ Ulumiddin karya Al-Ghozzali. Sayangnya karya ini belum tuntas.

Sasaran ditulisnya kitab ini dua macam orang sebagaimana diterangkan sendiri oleh Al-Hishni. Pertama; orang yang punya tanggungan yang tidak ada kesempatan untuk bermulazamah dengan ulama. Kedua: Salik (ahli ibadah) yang fokus ke ibadahnya, bukan fokus ke ilmu. Karena itulah, meskipun kitabh ini berbentuk syarah tetapi isinya ringkas. Tidak terlalu pendek dan tidak terlalu panjang. Kitab ini ditulis bukan untuk para ulama yang berniat “tabahhur” (mendalami dan menguasai tuntas).

Kitab ini adalah syarah dari “Matan Abu Syuja’” atau yang disebut juga “Ghoyah Al-Ikhtishor” atau “Al-Ghoyah Wa At-Taqrib” atau “Mukhtashor Abu Syuja’” atau “At-Taqrib” atau “Al Ghoyah”. Matan Abu Syuja’ adalah di antara matan termasyhur dalam madzhab Asy-Syafi’i. (uraian lebih dalam tentang Matan Abu Syuja’ bisa dibaca pada tulisan saya yang berjudul “Mengenal Matan Abu Syuja’”.

Dalam mensyarah, hal menonjol yang dilakukan Al-Hishni adalah memberikan dalil dan ta’lil (reasoning) setiap kali menyajikan hukum. Al-Hishni adalah ahli hadis, karena itu wajar jika beliau cukup piawai menyebutkan dalil-dalil dari hadis pada saat mensyarah kitab ini. Perhatiannya terhadap hadis cukup tinggi. Dalam satu kasus fikih terkadang beliau menyebut lebih dari satu dalil, dan dalam satu hadis kadang beliau menyebut sejumlah variasi riwayat. Beliau juga menyempatkan diri untuk menjelaskan sejumlah lafaz hadis jika dipandang terasa “asing” seperti syarah beliau terhadap ucapan Nabi “taribat yaminuk”. Tak lupa juga beliau menjelaskan takhrij hadis, membicarakan sanad dan matannya dan seringkali juga membincangkan kualitas hadisnya.
Hampir setiap masalah hukum yang disebutkan senantiasa disertai istidlal dari Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Kadang satu kasus hukum disebutkan dalil lebih dari satu. Memang, kajian terhadap terhadap kitab ini diharapkan sudah mencukupi seorang penuntut ilmu sehingga tidak perlu membaca kitab-kitab muthowwal seperti “Kifayatu An-Nabih” karya Ibnu Ar-Rif’ah, “Al-Majmu’” karya An-Nawawi, “Al-Hawi Al-Kabir” karya Al-Mawardi, “Nihayatu Al-Mathlab fi Diroyati Al-Madzhab” karya Al-Juwaini, “Bahru Al-Madzhab” karya Ar-Ruyani dan lain-lain. Telaah terhadap kitab-kitab hadis hukum juga diharapkan tidak diperlukan lagi.

Selain mensyarah, secara sambil lalu Al-Hishni juga sempat mengkritik beberapa kelompok orang di zamannya. Beliau mengkritik satu jenis sufi yang tidak pernah mempedulikan undangan orang salih maupun fajir (semua didatangi) dan beribadah dengan cara bermusik. Al-Hishni memandang mereka dipermainkan setan sebagaimana anak-anak kecil mempermainkan bola. Beliau juga mengkritik sebagian qodhi di zamannya yang menerima suap. Al-Hishni memandangnya sebagai “asyaddul fussaq” (orang fasik terparah). Al-Hishni juga mengkritik sebagian pemerintah yang disebut beliau zalim dan korup.

Sumber utama “Kifayatu Al-Akhyar” adalah kitab “Roudhotu Ath-Tholibin” karya An-Nawawi. Kitab An-Nawawi ini menjadi referensi utama Al-Hishni. Cara menguraikan kasus-kasus fikih, rincian-rinciannya, penyajian ikhtilaf, termasuk tarjihnya mengikuti gaya dan cara An-Nawawi dalam “Roudhotu Ath-Tholibin”. Bahkan tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Al-Hishni terkadang menukil secara lengkap redaksi dalam “Roudhotu Ath-Tholibin” tanpa mengubahnya. Hanya saja Al-Hishni merujuk secara kritis, sehingga kadang-kadang beliau memberikan ta’qib (koreksi), istidrok (melengkapi), memerinci hukum, bahkan kadang juga mengkritik. Jika beliau mengoreksi maka akan diawali kata “qultu” dan diakhiri kata “wallahua’lam”.

Selain “Roudhotu Ath-Tholibin”, referensi lain yang dipakai Al-Hishni adalah “Al-Umm” karya Asy-Syafi’i, “Ar-Risalah” karya Asy-Syafi’i, Mukhtashor Al-Buwaithi, “Al-Khishol” karya Al-Khoffaf, Mukhtashor Al-Muzani, “At-Talkhish” karya Ibnu Al-Qosh, “Al-Ifshoh” karya Al-Hasan Ath-Thobari, “Jam’u Al-Jawami’” karya Ibnu ‘Ifris, “At-Taqrib” karya Al-Qoffal Asy-Syasyi, Fatawa Al-Qoffal, “Al-Furuq” karya Abdullah Al-Juwaini, Ta’liq Abu Ath-Thoyyib Ath-Thobari, “Al-Hawi Al-Kabir” karya Al-Mawardi, “Al-Ibanah” karya Al-Furoni, “At-Ta’liqoh” karya Qodhi Husain, “At-Tanbih” karya Asy-Syirozi, “Asy-Syamil” karya Ibnu Ash-Shobbagh, “Tatimmatu Al-Ibanah” karya Al-Mutawalli, “Nihayatu Al-Mathlab” karya Imamul Haromain, “Al-‘Uddah” karya Al-Husain Ath-Thobari, “Bahru Al-Madzhab” karya Ar-Ruyani, “Al-Kafi”, “Ihya’ Ulumiddin” karya Al-Ghozzali, “Al-Wajiz” karya Al-Ghozzali, “Al-Wasith” karya Al-Ghozzali, “Al-Mustazh-hiri” karya Al-Qoffal Asy-Syasyi, “At-Tahdzib” karya Al-Baghowi, Fatawa Al-Baghowi, “Adz-Dzakho-ir” karya Al-Makhzumi, “Al-Bayan” karya Al-‘Imroni, “Al-Istiqsho’” karya Al-Maroni, “Al-Amali” karya Ar-Rofi’i, “At-Tadznib” karya Ar-Rofi’i, “Asy-Syarhu Ash-Shoghir” karya Ar-Rofi’i, “Asy-Syarhu Al-Kabir” karya Ar-Rofi’i, Syarah Musnad Asy-Syafi’i karya Ar-Rofi’i dan masih banyak lagi yang lainnya.

Kitab ini juga menjadi sumber data penting untuk mengetahui ikhtlaf Asy-Syaikhan (Ar-Rofi’i dan An-Nawawi) karena Al-Hishni cukup serius menyebut ikhtilaf-ikhtilaf mereka. Hanya saja Al-Hishni tidak hanya menukil ikhtilaf, tetapi juga mentahqiqnya. Meksipun Al-Hishni sangat menghormati Asy-Syaikhan tetapi beliau juga bersikap kritis saat mensyarah, terutama jika menemukan waham-waham atau inkonsistensi dari Asy-Syaikhan. Dalam satu pembahasan beliau menyatakan keheranannya terhadap Ar-Rofi’i yang menulis dalam “Al-Muharror” bahwa memandikan orang mati karena tenggelam tidak wajib karena sudah bersih, sementara dalam dua syarah Ar-Rofi’i (“Asy-Syarhu Ash-Shoghir” dan “Asy-Syarhu Al-Kabir”) beliau menyatakan wajibnya memandikan orang yang mati tenggelam. Di tempat lain, Al-Hishni juga menyatakan keheranannya ketika mendapati An-Nawawi dalam “Roudhotu Ath-Tholibin” yang menulis bahwa orang yang mengucapkan “Ya Luthi” (wahai orang homo) dihukumi melakukan “qodzaf” shorih/lugas, sementara dalam “Tashihu At-Tanbih” beliau menyebutnya sebagai lafaz “kinayah”.

Dengan demikian, jika kita pernah mendapatkan informasi bahwa An-Nawawi pernah merasa kurang “sreg” dengan rancangan kitab “Roudhotu At-Tholibin” yang ditulisnya sendiri, bahkan sudah pernah memerintahkan muridnya; Ibnu Al-‘Atthor untuk menghapus rancangan naskahnya karena kuatir ada beberapa tulisan keliru dalam kitab itu, tapi kemudian An-Nawawi pasrah tidak bersikeras minta kitabnya dimusnahkan karena sudah telanjur menyebar dan populer, maka hadirnya “Kifayatu Al-Akhyar” ini bisa menutup celah “Roudhotu Ath-Tholibin” dan mengobati kekhawatiran An-Nawawi. Alasannya, Al-Hishni cukup kritis dan teliti memeriksa tulisan An-Nawawi dalam “Roudhotu Ath-Tholibin” sehingga beliau tidak segan-segan menilai An-Nawawi melakukan “sahwun”/kealpaan/forgetfullness jika memang terbukti keliru. Hanya saja penilaian Al-Hishni juga harus tetap disikapi dengan kritis karena di beberapa tempat terbukti penilaian itu juga kurang akurat. Terkait kritikan Al-Isnawi terhadap tarjih An-Nawawi, seringkali Al-Hishni membela An-Nawawi dan membantah argumentasi Al-Isnawi.

Di antara yang menunjukkan mutu kitab “Kifayatu Al-Akhyar” ini adalah isinya dijadikan rujukan dan dikutip oleh Zakariyya Al-Anshori dalam “Asna Al-Matholib” dan “Al-Ghuroru Al-Bahiyyah”, Ar-Romli dalam “Nihayatu Al-Muhtaj” dan fatawanya, Al-Khothib Asy-Syirbini dalam “Mughni Al-Muhtaj”, dan Al-Bujairimi dalam “Hasyiyah Al-Iqna’” atau yang lebih dikenal dengan nama “Al-Bujairimi ‘Ala Al-Khothib”. Bahkan kitab ini juga dikutip oleh ulama di luar madzhab Asy-Syafi’i seperti Ibnu ‘Abidin Al-Hanafi dalam “Roddu Al-Muhtar”.
Bisa dikatakan kitab Kifayatu Al-Akhyar adalah kitab level menengah fikih Asy-Syafi’i yang direkomendasikan untuk dipelajari. Beberapa kali saya ditanya kitab menengah apa untuk fikih Asy-Syafi’i yang bagus untuk dikaji setelah menuntaskan kitab-kitab mukhtashor seperti matan Abu Syuja’? Maka saya jawab: “Kifayatu Al-Akhyar.”

Penerbit Dar Al-Minhaj mencetak kitab “Kifayatu Al-Akhyar” atas jasa tahqiq Ibnu Sumaith dan Muhammad Syadi dengan ketebalan 775 hlm. Cetakan ini disiapkan cukup serius, karena bahan manuskripnya diperoleh dari salah satu perpustakaan di Jerman dan dua naskah manuskrip dari tempat lainnya yang dianggap manuskrip paling dekat dengan masa pengarang.
Al-Hishni wafat pada bulan Jumada Al-Ula tahun 829 H. Beliau dimakamkan setelah terbit matahari. Jenazahnya diantarkan pelayat dalam jumlah yang sangat banyak dan hanya Allah yang tahu berapa jumlah persisnya

رحم الله الحصني رحمة واسعة
اللهم اجعلنا من محبي العلماء الصالحين


ownload Kifayatul Akhyar PDF

Kifayatul Akhyar
كفاية الأخيار 
تقي الدين أبي بكر محمد الحصني
Kitab : Kifayatul Akhyar
Pengarang : Taqiyyuddin Abu Bakar Muhammad al-Hushni
File : PDF
Size : 15.3 Mb
Year : 2001
Published : ---
Pages : 774
Publisher : Dar al-Kutub al'Ilmiyah - Beirut - Lebanon
Uploaded By : Yedali
Download From : archive.org


Tag : Fiqih

Semoga bermanfaat.

Jumat, 01 Desember 2017

Sejarah Anjing dan Kucing selalu bertengkar

Anjing dan Kucing.
Jangan buka aib orang lain

ﺭﻭﻱ ﻋﻦ ﻭﻫﺐ ﺑﻦ ﻣﻨﺒﻪ ﺃﻧﻪ ﻗﺎﻝ : ﻟﻤﺎ ﺭﻛﺐ ﻧﻮﺡ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺴﻼﻡ ﺍﻟﺴﻔﻴﻨﺔ ﺃﺩﺧﻞ ﻣﻌﻪ ﻣﻦ ﻛﻞ ﻧﻮﻉ ﺯﻭﺟﻴﻦ ﺣﺖ ﺍﻟﻜﻠﺐ ﻭﺍﻟﻬﺮﺓ ﻭﻣﻨﻊ ﺍﻟﻜﻞ ﻋﻦ ﺍﻟﻤﺠﺎﻣﻌﺔ ﻟﺌﻼ ﻳﺘﻮﺍﻟﺪﻭﺍ ﻓﺘﻀﻴﻖ ﺍﻟﺴﻔﻴﻨﺔ ﻋﻠﻴﻬﻢ

Dari Wahab bin Munabbih, ia berkata : Ketika Nabi Nuh as naik kapal, maka dimuatlah segala hewan, masing-masing sepasang-sepasang, hingga anjing dan kucing juga sepasang-sepasang, dan merekapun untuk sementara oleh Nabi Nuh di stop hubungan sex/melampiaskan nafsu birahi, supaya tidak cepat berkembang biak, yang artinya menyempitkan mereka di dalam kapal.

ﻓﻠﻢ ﻳﺼﺒﺮ ﺍﻟﻜﻠﺐ ﻓﺠﺎﻣﻊ، ﻓﺮﺃﺗﻪ ﺍﻟﻬﺮﺓ، ﻓﺠﺎﺋﺖ ﺇﻟﻰ ﻧﻮﺡ ﻭﺃﺧﺒﺮﺗﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺴﻼﻡ، ﻓﺪﻋﺎ ﻧﻮﺡ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺴﻼﻡ ﺍﻟﻜﻠﺐ ﻭﻻﻣﻪ ﻓﺨﻠﻰ ﺳﺒﻴﻠﻪ، ﻓﻔﻌﻞ ﺫﻟﻚ ﻣﺮﺓ ﺃﺧﺮﻯ، ﻓﺠﺎﺋﺖ ﺍﻟﻬﺮﺓ ﻭﺃﺧﺒﺮﺗﻪ . ﻓﺪﻋﺎ ﻧﻮﺡ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺴﻼﻡ ﺍﻟﻜﻠﺐ ﻭﻻﻣﻪ ﻭﺃﻧﻤﻜﺮ ﺍﻟﻜﻠﺐ، ﻓﻘﺎﻟﺖ ﺍﻟﻬﺮﺓ : ﻳﺎ ﻧﺒﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﺭﺃﻳﺘﻪ ﻗﺪ ﻓﻌﻞ ﻓﻠﻮ ﺩﻋﻮﺕ ﺍﻟﻠﻪ ﻳﻈﻬﺮ ﻟﻚ ﻋﻼﻣﺘﻪ ﻭﺗﺒﺼﺮﻩ ﺑﻌﻴﻨﻚ، ﻓﺪﻋﺎ ﻧﻮﺡ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺴﻼﻡ ﺭﺑﻪ، ﺛﻢ ﺇﻥ ﺍﻟﻜﻠﺐ ﺟﺎﻣﻊ ﻓﺎﺷﺘﺪ ﺫﻟﻚ ﻋﻠﻴﻪ ﺑﺤﻴﺚ ﻻ ﻳﻤﻜﻨﻪ ﺍﻹﻧﻔﺼﺎﻝ ﺣﺘﻰ ﺟﺎﺋﺖ ﺍﻟﻬﺮﺓ ﻭﺃﺧﺒﺮﺗﻪ، ﻓﺠﺎﺀ ﻧﻮﺡ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺴﻼﻡ ﻓﺮﺁﻫﻤﺎ ﻛﺬﻟﻚ

(Alkisah) Maka anjing tidak sabar hingga terjadi hubungan sex/bersetubuh, sialnya pelanggaran itu diketahui oleh kucing, dan langsung diadukan pada Nabi Nuh as. Lalu anjing dipanggil oleh Nabi Nuh as, dan otomatis ia mendapat celaan, namun ia tidak mengakui perbuatannya. Dan di hari-hari berikutnya anjing mengulangi perbuatannya lagi, dan kucingpun mengadu lagi kepada Nabi Nuh. Lalu ia dipanggil dan dicela lagi, namun ia bersikeras tidak mengakui perbuatannya. Kemudian kucing berkata : "Yaa Nabi Allah Nuh, aku melihatnya sendiri, ia melakukan hal itu, dan kalau saja engkau berdo'a kepada Allah Swt, pasti nyata bagimu alamatnya, dan engkau dapat melihat sendiri". Maka Nabi Nuh as berdo'a, kemudian anjing bersetubuh lagi, kali ini alat fital pasangan anjing jantan dan betina terlalu melekat dan sulit dipisah. Dan kucingpun segera mengadu kepada Nabi Nuh as, hingga nyatalah bukti yang dilihat sendiri oleh Nabi Nuh as.

ﻓﺨﺠﻞ ﺍﻟﻜﻠﺐ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ، ﻓﺪﻋﺎ ﺭﺑﻪ ﻓﻘﺎﻝ : ﻳﺎ ﺭﺏ ﺍﺟﻌﻞ ﻟﻬﺎ ﻓﻀﻴﺤﺔ ﻋﻠﻰ ﺭﺅﺱ ﺍﻟﺨﻼﺋﻖ ﻭﻗﺖ ﺍﻟﺠﻤﺎﻉ ﻛﻤﺎ ﻓﻀﺤﺘﻨﺎ، ﻓﺎﺳﺘﺠﺎﺏ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺩﻋﺎﺀﻩ ﺣﺘﻰ ﺇﻥ ﺍﻟﻬﺮﺓ ﺇﺫﺍ ﺟﻮﻣﻌﺖ ﺗﺼﻴﺢ ﺣﺘﻰ ﻳﻌﻠﻢ ﺍﻟﺨﻼﺋﻖ ﺑﺼﻴﺤﺘﻬﺎ ﻋﻘﻮﺑﺔ ﻟﻤﺎ ﻛﺸﻔﺖ ﺳﺘﺮ ﺍﻟﻜﻠﺐ

Akibatnya anjing merasa malu, dan iapun berdo'a, sahutnya : "Yaa Tuhan, bukakanlah cela kucing di hadapan makhluk-makhluk lain di saat bersetubuh, seperti halnya ia telah membuka cela kami". Maka dikabulkan do'anya oleh Allah Swt, hingga mereka bersetubuh diketahui oleh makhluk lainnya, karena berteriak (meong-meong), demikian sebagai akibat ia membongkar rahasia/cela kucing.

ﻛﺬﻟﻚ ﺍﺑﻦ ﺁﺩﻡ ﺇﺫﺍ ﻛﺸﻒ ﺳﺘﺮ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﻳﻜﺸﻒ ﺍﻟﻠﻪ ﺳﺘﺮﻩ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ

Maka begitu pula anak cucu Adam, ketika membongkar rahasia/aib orang mukmin, maka Allah Swt juga akan membongkar rahasianya kelak di hari kiamat.

Sumber : Durrotun-Nasihin, hal 233
Wallahu A'alam Bish-Showab.

Semoga bermanfaat.

Kisah Abu Jahal mendapat keringanan siksa disetiap hari senin


Di dalam hadis shahih bukhari bab susuan terdpat riwayat yg panjang
ketika syayyiduna muhammad saw lahir maka budak abu jahal yg bernama Suwaibah menemui abu jahal dan mengbarkan kelahiran keponakannya sayyiduna muhammad saw sktika itu abu jahal gembira atas lahir keponakannya kemudian membebaskan budaknya yaitu suwaibah.

Stlah kematian abu jahal shohabat dan juga paman nabi saw yg bernama syayyidina Abbas bin Abdil Mutholib ra bermimpi melihat keadaan abu jahal
Beliau bertanya, "Bagai mana keadaanmu di dlm kubur?".
Abu jahal mmberitahu keadaannya yg sngat tersiksa dan sengsara tapi di setiap hari senin allah membri keringanan di jari telnjuk Abu Jahal menetes air dan memberi minum abu jahal di stiap hari senin.


Ahli hadis al hafidz syamsuddin bin Nasir adDamsyiq ra;
Jika adanya orang yg kafir, merugi dan kekal di dlm neraka msh di beri keringanan oleh allah, karna bahagia atas kelahiran syayyiduna muhammad saw
Lalu bagai mana hamba allah yg bahagia karna kelahiran syayyiduna muhammad mati dalam ke adaan bertauhid?

Keterangan :

Para ulama ilmu hadis, seperti Imam Bukhoriy, al Hafidz Ibnu Hajar, al Hafidz Ibnu Katsir, al-Hafidz al-Baihaqiy, al-Hafidz al-Baghowiy, Imam Son'aniy dan yang lainnya di dalam kitab-kitab hadis dan siroh yang mereka tulis menyebutakan: bahwa Sahabat Abas bin Abdil Mutholib bermimpi bertemu Abu Lahab yang telah wafat, dan Sahabt Abas bertanya tentang keadaannya, Abu Lahab menjawab: bahwa dirinya terus disiksa di kubur, tapi untuk hari senin siksanya diringankan disebabkan dia sewaktu hidup pernah memerdekakan budak karena dia merasa bergembira waktu Nabi saw. lahir.  Al-Hafidz Syamsyudiin as-Dimsiqiy setelah mendengar cerita ini dia menulis sebuah syair:


Jika Abu Lahab yang kafir  ini telah jelas celanya
 dan merugi di neraka untuk selamanya
Datang baginya setiap hari  senin tuk selamanya
 ringan adzab dikarenakan dia  senang dengan kelahiran Ahmad
Lalu apa diduga,  dengan hamba yang hidupnya
bahagia sebab Ahmad dan mati keadaan bertauhid?.
 (lMarud as-Shoodiy fi Mauludi al Hadiy)


Dapat difahami dari cerita dan syair tersebut, bahwa ekpresi kebahagiaan atas lahirnya Nabi Muhammad-pun mampu menurunkan rahmat Allah  kepada paman Nabi Muhammad, Abu Lahab yang kafir, lalu bagaimana dengan kita yang  muslim yang selalu senang dan bahagia dengan kelahiran Nabi Muhammad!. Dan jika kita mau merenungi kenapa Nabi Muhammad tidak membuat perayaan maulid, sebenarnya hal itu juga adalah rahmat bagi kita, karena dengan ini kita dapat mengekpresikan kebahagiaan Maulid Nabi dengan jenis ibadah yang sesui kemampuan kita dan dengan hati suka rela. Karena jika telah jelas perintah dari agama agar kita bersyukur dan begembira dengan rahmat Allah, tapi agama tidak merinci bagaimana caranya atau ekspreksi secara khusus, maka dengan ini kita dapat melaksanakannya dengan cara kita sendiri, selama tetap sesui dengan nilai-nilai ketaatan, dan hal semacam inilah pulalah yang telah kita ketahui dari cerita-cerita para sahabat Nabi dan kaum Yahudi yang mengekpresikan sikap sukurnya dengan ibadah yang bebeda-beda tanpa bertanya dulu kepada Nabi, tapi semuanaya disetujui oleh Nabi. Dan telah menjadi sifat rahmat Nabi kepada umatnya bahwa beliu sering meniggalkan amal karena khawatir akan dikira amal itu wajib, dan nanti akan memberatkan umatnya, karena banyaknya kewajiban, yang sebenarya amal tersebut boleh dilakukan. Seperti dijelaskan para ulama di dalam ilmu Ushul Fiqih, Nabi tidak melakukan suatu amal secara rutin(muwadhobah) untuk memberi tahu bahwa amal itu tidak wajib, tapi sunah, dan Nabi meninggalkan amal yang boleh dilakukan(mubah) agar tidak dikira amal itu sunah atau wajib.(M. Sulaiman al-Asqor, Af'alul Rasul. Hal. 54).Wallahu a'lam bi showab.
Suatu hari, Senin, Tsuwaibah datang kepada tuannya Abu Lahab seraya memberikan kabar tentang kelahiran bayi mungil bernama Muhammad, keponakan barunya. Abu Lahab pun bersuka cita.

Ia melompat-lompat riang gembira seraya meneriakkan kata-kata pujian atas kelahiran keponakannya tersebut sepanjang jalan.

Sebagai bentuk luapan kegembiraan, ia segera mengundang tetangga-tetangga dan para kerabat dekatnya untuk merayakan kelahiran keponakan tercintanya ini: Bayi laki-laki yang mungil, lucu, sempurna.

Tidak cukup sampai di situ. Sebagai penanda suka citanya, ia berkata kepada budaknya Tsuwaibah di hadapan khalayak ramai yang mendatangi undangan perayaan kelahiran keponakannya, ”Wahai Tsuwaibah, sebagai tanda syukurku atas kelahiran keponakanku, anak dari saudara laki-lakiku Abdullah, maka dengan ini kamu adalah lelaki merdeka mulai hari ini.

Demikian dikisahkan dalam kitab Shahih Bukhari. Ini pada hari Senin pada satu tahun yang kemudian dikenal dengan Tahun Gajah.

Kelak Abu Lahab tampil menjadi salah satu musuh Muhammad SAW dalam berdakwah. Bahkan sosoknya yang antagonis dikecam dalam satu surat tersendiri dalam Al-Qur'an. Ia ingkar terhadap risalah kenabian.
Namun karena ekspresi kegembiraannya menyambut kelahiran keponakannya, menurut satu riwayat, Abu Lahab mendapatkan keringanan siksa kubur, yakni pada setiap hari Senin.

Abu Lahab merupakan paman Nabi Muhammad saw… Nama aslinya adalah Abdul Uzza bin Abdul Muttalib. Abu Lahab adalah saudara dari Nabi Muhammad saw.. Nama Abdul Uzza sama dengan salah satu nama berhala yang disembah oleh orang – orang kafir Quraisy.
Abu Lahab sangat menentang dakwah Nabi Muhammad saw. Dan para pengikutnya. Dia selalu menyuarakan kepada siapa saja yang ditemuinya dengan menjelek – jelekan Nabi Muhammad saw. Kata – kata yang isinya menjelek-jelekan Nabi Muhammad saw. Tersebut, antara lain
1. jangan dengarkan perkataan Muhammad
2. Muhammad itu pendusta dan penipu
3. Muhammad itu tukang sihir, serta
4. Muhammad itu Majnun ( gila )
            
Abu Lahab selalu mengikuti atau membuntuti kemana saja Nabi Muhammad saw. Pergi usaha Abu Lahab menentang dan mengganggu dakwah Nabi Muhammad saw. Tersebut dibantu ioleh istrinya yang bernama Ummu Jamil, nama aslinya Arwa. Dijuluki Ummu Jamil sebab berwajah sangat cantik. Ia membantu suaminya dengan cara menyebarkan fitnah terhadap Nabi Muhammad saw. Supaya orang – orang tidak percaya kepada beliau suatu hari Nabi Muhammad saw. Berdiri diatas bukit Safa sambil mengajak semua orang kepada tauhid dan Iman kepada risalah beliau serta Iman kepada hari akhir. Hal ini dilakukan Nabi Muhammad saw. Setelah beliau merasa yakin terhadap janji pamannya,  Abu Tholib yang akan selalu melindungi beliau dalam menyampaikan wahyu dari Allah SWT.
            
Abu Lahab yang turut berkumpul dan mendengarkan berkata, “ celakalah engkau untuk selama-lamanya, untuk inikah engkau mengumpulkan kami ? “ kemudian, turun surah Al-Lahab yang menjelaskan tentang kisah Abu Lahab.
            
Suatu hari saat Nabi Muhammad menakut-nakuti keluarga Abu Lahab dengan siksa neraka Abu Lahab berkata, “ jika apa yang dikatakan oleh anak saudaraku itu benar maka akan saya tebus dengan hartaku dan anakku. “ Abu Lahab memiliki tiga anak laki – laki, yaitu Utbah, Ma’tab, dan Utaibah. Utbah dan Ma’tab masuk Islam, sedangkan Utaibah tidak.
Abu Lahab menyuruh anaknya menceraikan putri rasulullah

Utbah dan Utaibah menjadi menantu Rasullah saw. Utbah menikahi Ruqayah(kelak menjadi istri sahabat Utsman bin 'Afwan) dan Utaibah menikahi Ummi Kulsum. Setelah turun surat Al –Lahab, Abu Lahab berkata pada kedua anaknya, “ antara aku dan kamu berdua haram jika kamu tidak menceraikan anak Muhammad. “ saat Utaibah pergi ke Syam bersama Abu Lahab, mereka singgah ketempat Nabi Muhammad saw. Dan mengejek serta menghina beliau. Utaibah berkata, “ saya tidak akan percaya lagi pada apa yang kamu sampaikan ( sambil meludah dan menceraikan anaknya ).” Saat itu juga Nabi Muhammad saw.marah dan berdo’a, “ semoga ia dimangsa oleh anjingmu, ya Allah.selang beberapa saat Utaibah diterkam oleh serigala.
            
Kira – kira tujuh hari setelah perang badan, Abu Lahab menderita sakit keras, menjijikan, dan membuat orang lain takut tertular. Tidak ada satupun orang yang berani mendekatinya, termasuk keluarganya sendiri. Kemudian, diputuskan untuk menguburnya hidup-hidup dengan cara mendorngnya keliang kubur (yang sudah disiapkan) dengan tongkat. Mereka tidak berani memegangtubuhnya karena takut tertular penyakit. Setelah masuk, liang kubur ditutup dengan cara dilempar dengan tanah dari kejauhan.

B. Kisah Abu Jahal
            
Nama asli Abu Jahal adalah Amr bin Hisyam atau Abu Hakam bin Hisyam. Abu Jahal artinya orang yang sangat bodoh. Mengapa begitu? Karena ia merupakan orang yang sangat pintar dan mengetahui kebenaran, tetapi tidak mau mengetahui kebenaran itu. Abu JAhal termasuk orang kafir yang pandai berkelahi memainkan pedang, gagah berani, bertubuh kekar, dan namanya terkenal dikalangan kafir Quraisy.
            
Abu Jahal memiliki sifat seperti Umar bin Khattab. Kedua orang ini masuk dalam doanya Nabi Muhammad saw.. beliau berdoa, “ Ya Allah, kuatkanlah Islam ini dengan salah satu dari dua Umar.” Dua Umar yang dimaksud adalah Umar bin Khattab dan Amr bin Hisyam ( Abu Jahal ). Ternyata Allah SWT mengabulkan doa beliau dengan masuknya Umar bin Khattab ke agama Islam.
            
Sejak usia remaja, Abu Jahal telah membenci Nabi Muhammad saw.. Abu Jahal senantiasa mengolok-olok beliau. Menurut sebuah riwayat,  Abu Jahal pernah  melamar Khadijah binti Khuwailid, tetapi Khadijah menolak lamaran tersebut. Beberapa bulan kemudian, Nabi Muhammad saw. Meminang Khadijah dan lagsung diterima. Mengetahui hal tersebut, Abu Jahal semakin dengki kepada Nabi Muhammad saw.. Abu Jahal juga pernah menyiksa dua orang yang masuk islam, yaitu Yasir dan Sumayyah.
            
Islam semakin berkembang di Mekah. Tekanan yang dilakukan kafir Quraisy tidak membuat Nabi Muhammad saw. Dan para pengikutnya menyebarkan agama Islam. Justru mereka semakin sabar dan teguh pendirian. Mereka merencarakan mempertemukan Nabi Muhammad saw. Dengan para pembesar kafir Quraisy dari tiap – tiap suku.
            
Abu Jahal bertemu dengan Rasulullah saw..Abu Jahal berkata, “ Wahai Muhammad, berhentilah dari mencaci maki tuhan-tuhan kami. Jika tidak maka kami akan mencaci maki tuhanmu yang kamu sembah!” berkaitan dengan hal tersebut, Allah SWT. Berfirman dalam Al an’am ayat 108. Sejak turunnya ayat tersebut, Rasulullah saw. Tidak pernah mencaci maki lagi. Beliau mulai menyeru meraka untuk beriman kepada untuk beriman kepada Allah SWT..
            
Abu Jahal akhirnya mati terbunuh ketika terjadi Perang Badar. Abu Jahal dibunuh oleh Mu’as bin Amr Al Jamuh dan Mu’awwid bin Afra. Kemudian, Rasullah saw. Memberikan harta  Abu Jahal yang dibawa perang kepada kedua pemuda tersebut.

C. Kisah Musailamah Al Kazz
            
Nama asli Musailamah Al Kazzab adalah  Musailamah bin Tsumamah bin Kabir bin Hubaib bin Harist. Dia berasal dari Bani Hanifah yang mendiami daerah Yamamah. Suatu ketika, Musailamah bersama rombongannya sebagai utusan Bani Hanifah datang menghadap Rasulullah saw. Di Madinah dan menyatakan memeluk Islam. Namun sekembalinya dari Madinah, dia berbalik menjadi kafir (murtad). Bahkan dia mendakwahkan diri sebagai nabi. Sejak saat itu, Musailamah diberi julukan Al Kazzab yang berarti pendusta atau pembohong.
            
Musailamah telah mengaku menjadi nabi semenjak Rasulullah saw. Masih hidup. Setelah Rasulullah saw. Wafat, peluang Musailamah dan pengikutnya untuk menghancurkan Oslam semakin terbuka. Puncaknya terjadi pada masa Kholifah Abu Bakar As siddiq. Banyak orang yang mengaku sebagai nabi dan banyak pula kaum muslimin yang murtad.
            
Abu Bakar didukung oleh kaum muslimin segera memerangi semua golongan tersebut sebelumnya Abu Bakar sudah mengirim surat terlebbih dahulu untuk menyeru pada jalan yang lurus. Akan tetapi, Musailamah dan pengikutnya tetap dalam kesesatan. Akhirnya, pecahlah Perang Riddah. Awalnya Abu Bakar dua kali mengirim pasukan Islam dibawah Pimpinan Ikrimah bin Abu Jahal dan Syurahbil binHasanah. Namun, keduanya bertindak gegabah sehingga dapat dikalahkan oleh pasukan Musailamah.
            
Abu Bakar kembali mengirimkan pasukan yang dipimpin oleh Kholid bin Walid untuk memerangi Musailamah dan pengikutnya. Kholid bin Walid adalah panglima perang Islam yang paling hebat. Pada bulan syawal 11 Hijriah terjadilah pertempuran sengit antara pasukan Musailamah. Pertempuran itu dikenal dengan pertempuran Akraba. Pasukan Islam dibawah pimpinan Khalid bin Walid berhasil mengalahkan pasukan Musailamah. Musailamah sendiri terbunuh oleh Wahsyi bin Harb. Dipihak kaum muslimin gugur sekitar 700 Syuhada. Diantara mereka terdapat sahabat Nabi Muhammad saw.. dan para penghafal Al-Qur’an

(Kisah Seorang Ahli Neraka Yang Mendapatkan Keringanan Siksa Karena Bergembira Atas Kelahiran Rasulullah SAW)

Peringatan Maulid Rasulullah SAW tidak lain adalah untuk memantulkan kegembiraan kaum Muslimin menyambut dilahirkannya Rasulullah SAW. Bahkan tidak hanya umat Muslim saja yang bergembira, Abu Lahab pun bergembira dengan kelahiran Rasulullah SAW. Ia meluapkan kegembiraannya dengan cara memerdekakan hamba sahayanya yang bernama Tsuwaibah Al Aslammiyyah (yang kemudian menjadi ibu susu Rasulullah SAW sebelum Rasulullah SAW disusui oleh Halimah Assa’adiyyah).

Abu Lahab bernama asli Abdu Uzza bin Abdul Muthalib, saudara dari Abdullah ayah Rasulullah SAW. Meskipun termasuk keluarga dekat Rasulullah SAW, dia dan istrinya, Ummu Jamil Hindun binti Harb, amat memusuhi Rasulullah SAW dan dakwahnya. Saking kerasnya mereka berdua menentang Rasulullah SAW, sampai-sampai ketika di dunia pun mereka telah dicap sebagai ahli neraka. Allah SWT berfirman “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak.” (QS. Al Lahab : 1-3)

Hal itu terkait sebagaimana yang terdapat dalam suatu hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari yang bersumber dari Ibnu Abbas bahwa suatu ketika Rasulullah SAW naik ke bukit Shafa sambil berseru, “Mari berkumpul pada pagi hari ini.” Maka berkumpullah kaum Quraisy. Rasulullah SAW bersabda, “Bagaimana pendapat kalian, seandainya aku beritahu bahwa musuh akan datang besok pagi atau petang, apakah kalian percaya kepadaku?” Kaum Quraisy menjawab, “Pasti kami percaya, sebab tidak kami dapati engkau berdusta.” Rasulullah SAW bersabda, “Aku peringatkan kalian bahwa siksa Allah yang dahsyat akan datang.” Berkatalah Abu Lahab, “Celaka engkau! Apakah hanya untuk ini, engkau kumpulkan kami?” Maka turunlah ayat diatas (QS. Al Lahab : 1-3) berkenaan dengan peristiwa yang melukiskan bahwa kecelakaan itu akan terkena kepada orang yang memfitnah dan menghalang-halangi agama Allah.

Abu Lahab yang dalam Al Qur’an telah dicap sebagai ahli neraka ternyata masih mendapatkan keringanan dari Allah SWT atas siksanya. Setiap hari Senin (karena merupakan hari kelahiran Raslullah SAW), Abu Lahab mendapatkan keringanan siksanya di neraka karena pada saat kelahiran Rasulullah SAW dia merasa gembira dengan memerdekakan hamba sahayanya. Masya Allah. Jika Abu Lahab saja yang ahli neraka masih dapat mendapatkan keringanan siksa neraka karena pernah satu kali bergembira atas kelahiran Rasulullah SAW,alu bagaimanakah dengan orang yang sepanjang hidupnya bergembira dengan kelahiran Rasulullah SAW dan mati dalam keadaan Islam? Sangat mustahil bagi Allah SWT untuk tidak menepati janji-Nya.

Sumber : Hauhal Ihtifal bil Mauliddin Nabawi Asy Syarif
Sayyid Muhammad bin Alawi Al Maliki Al Hasani

Keterangan lain :

Abu Lahab, setiap malam senin dia diberikan keringan siksaan oleh Allah lantaran di saat dia mendapat khabar bahwa keponakannya telah dilahirkan, Abu Lahab merasa gembira, senang, bahagia atas kabar yang diterimanya itu. Lalu diapun memerdekaan Tsuwaibatul Aslamiyyah. Ibarotnya ada di kitab madariju su'ud :

وأرضعته صلى الله عليه وسلم أمه أياما ثم أرضعته ثويبة الأسلمية التى أعتقها أبو لهب حين وافته أى أتت أبالهب عند ميلاده أى بعد ولادته عليه الصلات والسلام ببشراه أى ببشارتها اياه به صلى الله عليه وسلم فقالت له أشعرت أن آمنة ولدت غلاما لأخيك عبد الله فقال لها اذهبى فأنت حرة أى والصحيح ان أبالهب أعتقها فى الحال عتقا منجزاثم جعلها ترضعه صلى الله عليه وسلم فخفف الله عنه من عذابه كل ليلة اثنين جزاء لفرحه فيها بمولده صلى الله عليه وسلم أوجزاء لامره لها بارضاعه صلى الله عليه وسلم

وقد روى ان أخاه العباس رآه بعد سنة من موته فقال ماحالك قال فى عذاب اﻻ أنه يخفف عنى فى كل ليلة اثنين وأمص من بين أصبعى ماء بقدر هذا وأشار الى نقرة ابهامه وان ذلك باعتاقى لثويبة عند ما بشرتنى بولادة محمد صلى الله عليه وسلم وبأمرى بارضاعها له


Keringanan siksa Abu Lahab setiap hari senin. Riwayat di atas termaktub dalam :

1. Shahih Bukhari juz VI halaman 125, cetakan Daar Al Fikr tahun 1401 H – 1981 M / 1/591, maktabah syamilah, lafazhnya sbb :

قَالَ عُرْوَةُ وثُوَيْبَةُ مَوْلَاةٌ لِأَبِي لَهَبٍ كَانَ أَبُو لَهَبٍ أَعْتَقَهَا فَأَرْضَعَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا مَاتَ أَبُو لَهَبٍ أُرِيَهُ بَعْضُ أَهْلِهِ بِشَرِّ حِيبَةٍ قَالَ لَهُ مَاذَا لَقِيتَ قَالَ أَبُو لَهَبٍ لَمْ أَلْقَ بَعْدَكُمْ خَيْرًا غَيْرَ أَنِّي سُقِيتُ فِي هَذِهِ بِعَتَاقَتِي ثُوَيْبَةَ


2. ‘Arf ut-Ta’rif bil Maulidisysyarif halaman 21, karya al hafzih al Jazari, lafazhnya sbb :

وَقَدْ رُوِيَ أَنَّ أَبَا لَهَبٍ رُؤِيَ بَعْدَ مَوْتِهِ فِي النَّوْمِ ، فَقِيْلَ لَهُ : مَا حَالُكَ ، فَقَالَ فِي النَّارِ ، إِلَّا أَنَّهُ يُخَفَّفُ عَنِّيْ كُلَّ لَيْلَةِ اثْنَيْنِ وَأَمُصُّ مِنْ بَيْنَ أَصْبُعِيْ مَاءً بِقَدْرِ هَذَا – وَأَشَارَ إِلَى نُقْرَةِ إِبْهَامِهِ - وَأَنَّ ذَلِكَ بِإِعْتَاقِيْ لِثُوَيْبَةَ عِنْدَمَا بَشَّرَتْنِيْ بِوِلَادَةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبِإِرْضَاعِهَا لَهُ .


3. Al Bidayah wannihayah juz III halaman 407, karya al hafizh Ibnu Katsier, lafazhnya sbb :

وذكر السهيلي وغيره : إن الرائي له هو أخوه العباس وكان ذلك بعد سنة من وفاة أبي لهب بعد وقعة بدر ، وفيه أن أبا لهب قال للعباس : إنه ليخفف علي في مثل يوم الاثنين قالوا : لأنه لما بشرته ثويبة بميلاد ابن أخيه محمد بن عبد الله أعتقها من ساعته فجوزي بذلك لذلك


Catatan :
Al hafizh Ibnu Hajar dalam Fat_hul Bari juz IX halaman 146 berkata :

وتتمة هذا أن يقع التفضل المذكور اكراما لمن وقع من الكافر البر له ونحو ذلك والله أعلم


Al Hafizh Ibnul Jazari dalam kitab ‘Arf ut-Ta’rif bil Maulidisysyarif halaman 21, berkata :

إِذَا كَانَ أَبُوْ لَهَبٍ اَلْكَافِرُ الَّذِيْ نَزَلَ الْقُرْآنُ بِذَمِّهِ جُوْزِيَ فِي النَّارِ بِفَرْحِهِ لَيْلَةَ مَوْلِدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَمَا حَالُ الْمُسْلِمِ الْمُوَحِّدِ مِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُسَرُّ بِمَوْلِدِهِ وَيَبْذُلُ مَا تَصِلُ إِلَيْهِ قُدْرَتُهُ فِيْ مَحَبَّتِهِ ؛ لَعَمْرِيْ إِنَّمَا يَكُوْنُ جَزَاؤُهُ مِنَ اللهِ الْكَرِيْمِ أَنْ يُدْخِلَهُ بِفَضْلِهِ جَنَّاتِ النَّعِيْمِ


Semoga bermanfaat.