Jumat, 13 Juni 2014
Kisah: Orang yang suka menghina, Anjingpun benci
" Allah tidak suka terhadap perkataan jelek yang membeberkan untuk merendahkan kecuali orang yang menganiaya, Dan ingat, Allah maha mendengar lagi maha mengetahui "
Saat sedang duduk-duduk bersama, Rasulullah SAW dikagetkan dengan hadirnya seorang sahabat yang berlumuran darah pada sebagian kakinya. Spontan Nabi menanyakan penyebab keadaan yang beliau saksikan.
“Mengapa betismu berdarah?”
“Ya, Rasulullah, baru saja aku melewati anjing milik seorang perempuan munafik. Anjing itu menggigit betisku,” kata sahabat ini.
Rasulullah lantas memintanya beristirahat untuk memulihkan rasa sakit akibat anjing itu. Sejurus kemudian, muncul sahabat lain datang kepada Nabi dengan kondisi yang sama. Betisnya mengalirkan darah. Sahabat yang kedua ini juga menceritakan penyebab serupa atas kondisi yang menimpanya.
“Mari kita pergi menemui anjing itu!” berencana membunuh anjing buas tersebut agar tidak membahayakan lebih banyak orang lagi. Para sahabat berdiri dengan sebuah pedang di tangan masing-masing.
Ketika berjumpa anjing yang dimaksud, pedang pun terhunus dan siap menebas tubuhnya. Namun, anjing yang hendak menemui ajalnya ini tiba-tiba saja berdiri di hadapan Rasulullah dan berbicara dengan fasih.
“Jangan anda membunuhku. Sesungguhnya aku makhluk yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,” pinta si anjing.
“Mengapa engkau menggigit betis dua laki-laki ini?” tanya Nabi.
“Wahai Rasulullah, aku adalah seekor anjing yang diperintahkan untuk menggigit orang yang menghina Abu Bakar dan Umar.”
Rasulullah pun mengalihkan sasaran bicara kepada kedua sahabatnya, “Apakah kalian berdua mendengar apa yang diucapkan anjing?”
Kedua orang yang betisnya berdarah itu mulai menginsafi kesalahannya. Mereka telah melakukan kekeliruan terhadap seorang hamba berjiwa lembut, berjasa besar, dan begitu dicintai Nabi dan Rasulnya. Mereka lantas berjanji untuk bertobat secara sungguh-sungguh.
Cerita tentang anjing yang dapat berbicara ini diriwayatkan Anas bin Malik radliyallahu ’anhu sebagaimana diungkapkan dalam kitab Al-Aqthaf ad-Daniyyah fi Îdhahi Mawâ’idhil ‘Ushfûriyyah.
(Mahbib)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar