Masjid al-Aqsha adalah salah satu di antara tiga masjid mulia yang
memiliki keutamaan besar bagi umat Islam. Keutamaan tersebut langsung
dijelaskan oleh Allah dalam ayat-ayat Alquran dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda-sabda beliau.
Secara historis, masjid kedua yang dibangun di muka bumi ini juga
memiliki peran sentral dalam perkembangan peradaban manusia, karena
sejak dahulu tempat ibadah ini menjadi tempat tersebarnya syiar-syiar
para nabi ‘alaihim ash-shalatu wa salam. Dan ia berada di Kota
Jerusalem, sebuah kota yang menyaksikan begitu banyak nabi yang Allah
utus dan berdakwah di sana, sebuah kota yang menyediakan air yang
diminum oleh para utusan Allah, udara yang mereka hirup, dan tanah
tempat mereka berpijak dan merebahkan tubuh mereka yang mulia.
Yang paling utama dari para nabi dan rasul itu adalah khalilu-r Rahman, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, kemudian Nabi Ishaq, Ya’qub, Dawud, Sulaiman, Musa, Harun, Zakariya, Yahya, Isa ‘alaihim ash-shalatu wa salam. Nabi Yunus ‘alaihissalam pernah membebaskannya dari orang-orang yang ingkar kepada Allah, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam berziarah ke sana dalam peristiwa isra mi’raj, dan nabi-nabi lainnya yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Namun, di balik berbagai keutamaan yang dimilikinya tidak sedikit
umat Islam yang belum mengenalnya dan tahu tentang sejarahnya.
Mudah-mudahan artikel pendek ini, bisa memberikan sedikit informasi
terhadap salah satu masjid yang sangat dicintai umat Islam ini.
Nama-Nama Masjid al-Aqsha
Sebelum jauh mengenal tentang Masjid al-Aqsha, hal pertama yang hendaknya kita ketahui adalah nama-namanya.
Pertama, Masjid al-Aqsha. Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya menyebut nama masjid ini dengan Masjid al-Aqsha.
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلا مِنَ الْمَسْجِدِ
الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ
لِنُرِيَهُ مِنْ آَيَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu
malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami
berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari
tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Isra: 1)
Kata al-aqsha artinya adalah jauh. Disebut jauh, karena letaknya yang jauh dari Masjid al-Haram (masjid pertama di muka bumi).
Kedua, al-Ardhu al-Mubarakah (tanah yang penuh keberkahan). Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَلِسُلَيْمَانَ الرِّيحَ عَاصِفَةً تَجْرِي بِأَمْرِهِ إِلَى الأَرْضِ
الَّتِي بَارَكْنَا فِيهَا وَكُنَّا بِكُلِّ شَيْءٍ عَالِمِينَ
“Dan (telah Kami tundukkan) untuk Sulaiman angin yang sangat kencang
tiupannya yang berhembus dengan perintahnya ke negeri yang kami telah
memberkatinya. Dan adalah Kami Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS.
Al-Anbiya: 81)
Mengapa dikatakan penuh keberkahan? Karena di tempat ini banyak
diutus nabi dan rasul dan Allah memberkahi penduduknya,
tumbuh-tumbuhannya, dan buah-buahannya.
Ketiga, Baitul Maqdis (tempat suci). Dari Jabir bin Abdullah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لما كذبتني قريش، قمت في الحجر فجلا الله لي بيت المقدس
“Ketika orang-orang Quraisy mendustakan aku, aku berdiri di Hijr
(Hijr Ismail) kemudian Allah memperjalankan aku ke Baitul Maqdis…”
(Muttafaqun ‘alaih)
Boleh juga menamakan masjid ini dengan menyebutnya Masjid al-Aqsha
al-Mubarak. Adapun menamakannya dengan al-Haram asy-Syarif adalah
sesuatu yang tidak tepat. Mengapa? Karena di tempat tersebut
diperbolehkan berburu, menebang pohon, dan mengambil barang temuan yang
semua ini dilarang dilakukan di Masjid al-Haram dan Masjid an-Nabawi.
Larangan-larangan di Masjid al-Aqsha sama halnya dengan larangan di
masjid-masjid lainnya, seperti: larangan transaksi jual-beli, mengangkat
suara, dll.
Manakah Yang Disebut Masjid al-Aqsha?
Di sini banyak sekali terjadi kekeliruan, ketika disebut Masjid
al-Aqsha banyak orang menyangka bahwa Masjid al-Aqsha adalah salah satu
bangunan yang ada di sana. Ada yang mengatakan Masjid al-Aqsha adalah
bangunan yang memiliki kubah berwarna kehitaman atau perunggu.
Pendapat-pendapat yang ada tersebut seakan saling berbenturan dan ada
yang mengatakan pencitraan Qubbatu Shakhrakh (Dome of The Rock, bangunan
dengan kubah berwarna kuning) sebagai Maasjid al-Aqsha adalah
konspirasi Yahudi agar umat Islam tidak mengenal Masjid al-Aqsha.
Benarkah demikian?
Pendapat yang insya Allah lebih tepat adalah Masjid al-Aqsha
al-Mubarak merupakan nama bagi seluruh daerah yang dipagari, yang di
dalamnya terdapat Qubbatu Shakhrakh, al-Jami’ al-Qibli (inti dari Masjid
al-Aqsha), dan Musholla al-Marwani. Untuk lebih jelasnya, lihat gambar
di bawah ini:
Mudah-mudahan sekarang jelas bagi kita mana yang disebut dengan Masjid al-Aqsha al-Mubarak.
Luas Masjid al-Aqsha
Luas Masjid al-Aqsha adalah 144 dunum (satu dunum = 100 m2).
Luas Masjid al-Aqsha ini tidak bertambah dan berkurang dalam kurun
sejarahnya, berbeda dengan luas Masjid al-Haram dengan Masjid an-Nabawi
yang terus mengalami perluasan. Barangsiapa yang shalat dalam komplek
Masjid al-Aqsha ini, baik di bawah pepohonan yang ada di sana,
teras-teras bangunan, di Qubbatu Shakhrakh, atau di Jami’ al-Qibli, maka
pahala shalatnya akan dilipatgandakan. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari Abi Dzar radhiallahu ‘anhu, ia mengatakan, “Kami (para sahabat) sedang duduk-duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu kami membicarakan mana yang lebih utama Masjid Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (Masjid Nabawi pen.) ataukah Masjid Baitul Maqdis.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صلاة في مسجدي هذا أفضل من أربع صلوات فيه ولنعم المصلى وليوشكن أن لا
يكون للرجل مثل شطن فرسه من الأرض حيث يرى منه بيت المقدس خير له من الدنيا
جميعا” أو قال: “خير من الدنيا وما فيها”
“Satu shalat di masjidku lebih utama dari empat shalat di Masjid
al-Aqsha, dan Masjid al-Aqsha adalah tempat shalat yang baik. Dan hampir
tiba suatu masa, dimana seseorang memiliki tanah seukuran tali kekang
kudanya, dari tempat itu terlihat Baitul-Maqdis, hal itu lebih baik
baginya dari dunia seluruhnya atau beliau mengatakan lebih baik dari
dunia dan segala yang ada di dalamnya.” (HR. Hakim dan dishahihkan oleh
adz-Dzahabi)
Pembangunan Masjid al-Aqsha
Masjid al-Aqsha adalah masjid kedua yang dibangun di muka bumi ini.
Tidak ada satu bentuk tempat ibadah pun yang ada di muka bumi saat
Masjid al-Haram dan Masjid al-Aqsha dibangun. Para ulama berpendapat
masjid ini dibangun oleh para malaikat atau oleh Nabi Adam ‘alaihissalam.
Namun pendapat yang paling kuat adalah Masjid al-Aqsha dibangun oleh
Nabi Adam. Jarak waktu pembangunan Masjid al-Haram dengan Masjid
al-Aqsha adalah 40 tahun. Dalam Shahih Muslim diriwayatkan sebuah hadits dari Abu Dzar al-Ghifari radhiallahu ‘anhu, ia mengatakan,
يا رسول الله: أي مسجد وُضِع في الأرض أولا؟ قال: المسجد الحرام، قلت:
ثم أي؟ قال: المسجد الأقصى، قلت: كم بينهما؟ قال: أربعون سنة، وأينما
أدركتك الصلاة فصل، فهو مسجد”
“Wahai Rasulullah, masjid manakah yang pertama kali dibangun di muka
bumi?” Beliau menjawab, “Masjid al-Haram.” Aku kembali bertanya,
“Kemudian?” Beliau menjawab, “Masjid al-Aqsha.” Kutanya lagi, “Berapa
tahunkah jarak pembangunan keduanya?” Beliau kembali menjawab, “40
tahun. Dimanapun engkau menjumpai waktu shalat, maka shalatlah, karena
tempat (yang engkau jumpai itu) adalah masjid.”
Saat banjir besar yang melanda bumi di masa Nabi Nuh, masih bisa
dijumpai sisa-sisa bangunan Masjid al-Aqsha yang dibangun oleh Nabi
Adam.
Ibnu Hisyam dalam kitab at-Tijan fi Muluki-l Hamir mengatakan, “Setelah Adam ‘alaihissalam membangun Ka’bah, Allah Ta’ala
memerintahkannya untuk menempuh perjalanan ke Baitul Maqdis. Jibril
mengawasi (atau memperhatikan) bagaimana Baitul Maqdis itu dibangun.
Setelah Nabi Adam selesai membangunnya, beliau menunaikan ibadah di
dalamnya.”
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam tinggal dan memakmurkan Masjid
al-Aqsha sekitar tahun 2000 SM, kemudian dilanjutkan anak-anak beliau
dari kalangan para nabi, yakni Nabi Ishaq dan Nabi Ya’qub
‘alaihimassalam. Pada sekitar tahun 1000 SM, dilanjutkan oleh Nabi
Sulaiman ‘alaihissalam. Dalam Sunan Ibnu Majah diriwayat sebuah hadits dari Abdullah bin Amr radhiallahu ‘anhuma bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَمَّا فَرَغَ سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ مِنْ بِنَاءِ بَيْتِ
الْمَقْدِسِ سَأَلَ اللَّهَ ثَلَاثًا: حُكْمًا يُصَادِفُ حُكْمَهُ،
وَمُلْكًا لَا يَنْبَغِي لَأَحَدٍ مِنْ بَعْدِهِ، وَأَلَّا يَأْتِيَ هَذَا
الْمَسْجِدَ أَحَدٌ لَا يُرِيدُ إِلَّا الصَّلَاةَ فِيهِ إِلَّا خَرَجَ
مِنْ ذُنُوبِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ” فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “أَمَّا اثْنَتَانِ فَقَدْ أُعْطِيَهُمَا،
وَأَرْجُو أَنْ يَكُونَ قَدْ أُعْطِيَ الثَّالِثَةَ
“Ketika Nabi Sulaiman merampungkan pembangunan Baitul Maqdis, beliau
memohon kepada Allah tiga permintaan: (1) Memberi putusan hukum yang
sesuai dengan hukum Allah, (2) Diberikan kerajaan yang tidak patut
dimiliki oleh seorang pun setelah dirinya, (3) dan agar tak seorang pun
yang datang ke Masjid al-Aqsha dengan keinginan menunaikan shalat di
dalamnya, kecuali dihapuskan segala kesalahannya, (sehingga ia suci)
seperti saat hari kelahirannya.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
melanjutkan, “Permintaan pertama dan kedua telah diberikan, dan aku
berharap yang ketiga pun Allah kabulkan.” (HR. Ibnu Majah, no. 1408.
Al-Albani mengatakan hadits ini shahih).
Secara tekstual, kita dapati hadits ini seolah-olah bertentangan
dengan pendapat pertama yang mengatakan bahwa Nabi Adam-lah yang
membangun Masjid al-Aqsha bukan Nabi Sulaiman. Para ulama, seperti Ibnul
Jauzi, al-Qurthubi, dan selain keduanya menjelaskan bahwa yang dimaksud
pembangunan oleh Nabi Sulaiman adalah perbaikan bukan membangunnya dari
awal, sebagaimana Nabi Ibrahim membangun ulang Masjid al-Haram setelah
Nabi Adam membangunnya pertama kali. Hal ini dikarenakan terdapat
kerusakan yang diakibatkan banjir pada zaman Nabi Nuh.
Di saat Umar bin al-Khattab mengembalikan masjid ini ke pangkuan cahaya tauhid pada tahun 15 H/636 M, beliau radhiallahu ‘anhu
membangun Jami’ al-Qibli sebagai inti dari Masjid al-Aqsha. Kemudian di
masa kekuasaan Khalifah Bani Umayyah, Khalifah Abdul Malik bin Marwan,
beliau membangun Qubbatu Shakhrakh (Dome of The Rock) dan pada masa Bani
Umayyah juga Jami’ al-Qibli dan komplek Masjid al-Aqsha terus
diperbaiki, setidaknya perbaikan terus berlangsung selama 30 tahun,
mulai dari tahun 66 H/ 685 M – 96 H/715 M. Perbaikan itu membentuk
bangunan Masjid al-Aqsha al-Mubarak seperti yang kita lihat saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar