Peristiwa Kisah Keistimewaan Tentang bulan sya'ban Pintu Menuju Bulan Ramadhan
Bulan Sya’ban adalah pintu menuju bulan Ramadhan. Barangsiapa yang
berupaya membiasakan diri bersungguh-sungguh dalam beribadah di bulan
ini, insya Allah ia akan menuai kesuksesan di bulan Ramadhan.
Sebagaimana Imam Dzunnun al-Mishri pernah mengatakan: “Rajab adalah
bulan menanam, Sya’ban adalah bulan menyirami dan Ramadhan adalah bulan
untuk menuai (memanen).” Diantara 12 bulan tidak satupun yang disebut
oleh Rasulullah Saw. sebagai bulan beliau. Beda halnya dengan bulan
Sya’ban, beliau Saw. dengan tegas mengatakan: “Bulan Sya’ban adalaah
bulanku.” Ada keistimewaan apakah di balik bulan Sya’ban? Banyak
peristiwa agung yang terjadi dalam bulan Sya’ban ini, diantaranya
adalah:
1. Perpindahan kiblat dari Baitul Maqdis (Masjidil Aqsha) ke Ka’bah
(Masjidil Haram). Dalam Tafsir ath-Thabariy dijelaskan bahwa ketika
Rasulullah Saw. berhijrah ke Madinah, sementara kebanyakan penduduknya
adalah Yahudi, maka Allah memerintah beliau Saw. menghadap Baitul Maqdis
(sebagai kiblat). Orang-orang Yahudi merasa gembira karena Baitul
Maqdis merupakan kiblat mereka. Selama berkiblat ke Baitul Maqdis ini
orang-orang Yahudi selalu mencaci maki Rasulullah Saw. Mereka berkata:
“Muhammad menyelisihi agama kita tetapi berkiblat kepada kiblat kita!”
Dan masih banyak lagi celotehan mereka. Sikap orang-orang Yahudi
tersebut membuat Nabi Muhammad Saw. tidak senang, dan setiap hari beliau
berdoa menengadahkan wajah mulianya ke atas langit dalam keadaan rindu
agar Allah menurunkan wahyu, bahwa kiblat dipindahkan dari Baitul Maqdis
ke Ka’bah. Allah mengabulkan doa Rasulullah Saw. dengan turunnya surat
al- Baqarah ayat 144 yang berisi perintah untuk pindah dari Baitul
Maqdis ke Ka’bah:
ﻗَﺪْ ﻧَﺮَﻯ ﺗَﻘَﻠُّﺐَ ﻭَﺟْﻬِﻚَ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﺀِ ﻓَﻠَﻨُﻮَﻟِّﻴَﻦَ َﻙّ
ﻗِﺒْﻠَﺔً ﺗَﺮْﺿَﺎﻫَﺎ ﻓَﻮَﻝِّ ﻭَﺟْﻬَﻚَ ﺷَﻄْﺮَ ﺍﻟْﻤَﺴْﺠِﺪِ ﺍﻟْﺤَﺮَﺍﻡِ
ﻭَﺣَﻴْﺚُ ﻣَﺎ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﻓَﻮَﻟُّﻮﺍ ﻭُﺟُﻮﻫَﻜُﻢْ ﺷَﻄْﺮَﻩُ ﻭَﺇِﻥَّ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ
ﺃُﻭﺗُﻮﺍ ﺍﻟْﻜِﺘَﺎﺏَ ﻟَﻴَﻌْﻠَﻤُﻮﻥَ ﺃَﻧَّﻪُ ﺍﻟْﺤَﻖُّ ﻣِﻦْ ﺭَﺑِّﻬِﻢْ ﻭَﻣَﺎ
ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺑِﻐَﺎﻓِﻞٍ ﻋَﻤَّﺎ ﻳَﻌْﻤَﻠُﻮﻥَ
“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh
Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah
mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada,
palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang- orang (Yahudi
dan Nasrani) yang diberi al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui,
bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya. Dan
Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” Umat
Islam shalat menghadap Baitul Maqdis selama 17 bulan lebih 3 hari. Yakni
sejak hari Senin 12 Rabi’ul Awal tahun ke-1 Hijrrah sampai dengan hari
Selasa 15 Sya’ban tahun ke-2 Hijrah. Shalat yang pertama kali dilakukan
pasca perpindahan kiblat tersebut adalah shalat Ashar. Dalam hikayat
lain dikatakan bahwa pada malam tanggal 15 Sya’ban (Nishfu Sya’ban)
telah terjadi peristiwa penting dalam sejarah perjuangan umat Islam yang
tidak boleh kita lupakan sepanjang masa. Diantaranya adalah perintah
memindahkan kiblat shalat dari Baitul Maqdis yang berada di Palestina ke
Ka’bah yang berada di Masjidil Haram, Makkah pada tahun ke-8 Hijriyah.
Sebagaimana kita ketahui, sebelum Nabi Muhammad Saw. hijrah ke Madinah,
yang menjadi kiblat shalat adalah Ka’bah. Kemudian setelah beliau hijrah
ke Madinah, beliau memindahkan kiblat shalat dari Ka’bah ke Baitul
Maqdis yang digunakan orang Yahudi sesuai dengan izin Allah untuk kiblat
shalat mereka. Perpindahan tersebut dimaksudkan untuk menjinakkan hati
orang-orang Yahudi dan untuk menarik mereka kepada syariat al- Quran dan
agama yang baru yaitu agama tauhid. Tetapi setelah Rasulullah Saw.
menghadap Baitul Maqdis selama 16-17 bulan, ternyata harapan Rasulullah
tidak terpenuhi. Orang- orang Yahudi di Madinah berpaling dari ajakan
beliau, bahkan mereka merintangi Islamisasi yang dilakukan Nabi Saw. dan
mereka telah bersepakat untuk menyakitinya. Mereka menentang Nabi dan
tetap berada pada kesesatan. Karena itu Rasulullah Saw. berulang kali
berdoa memohon kepada Allah Swt. agar diperkenankan pindah kiblat shalat
dari Baitul Maqdis ke Ka’bah lagi, setelah Rasul mendengar ejekan
orang-orang Yahudi yang mengatakan: “Muhammad menyalahi agama kita namun
mengikuti kiblat kita. Apakah yang memalingkan Muhammad dan para
pengikutnya dari kiblat (Ka’bah) yang selama ini mereka gunakan?” Ejekan
mereka ini dijawab oleh Allah Swt. dalam surat al-Baqarah ayat 143:
ﻭَﻣَﺎ ﺟَﻌَﻠْﻨَﺎ ﺍﻟْﻘِﺒْﻠَﺔَ ﺍﻟَّﺘِﻰ ﻛُﻨْﺖَ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ ﺇﻻَّ ﻟِﻴَﻌْﻠَﻢَ
ﻣَﻦْ ﻳَﺘَّﺒِﻊُ ﺍﻟﺮَّﺳُﻮﻝَ ﻣِﻤَّﻦْ ﻳَﻨْﻘَﻠِﺐُ ﻋَﻠَﻰ ﻋَﻘِﺒَﻴْﻪِ.
“Dan kami tidak menjadikan kiblat yang menjadi kiblatmu, melainkan agar
kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot.” Dan
pada akhirnya Allah memperkenankan Rasulullah Saw. memindahkan kiblat
shalat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah sebagaimana firman Allah dalam surat
al-Baqarah ayat 144. Diantara kebiasaan yang dilakukan oleh umat Islam
pada malam Nisfu Sya’ban adalah membaca surat Yasin tiga kali yang
setiap kali diikuti doa yang antara lain isinya adalah: “Ya Allah jika
Engkau telah menetapkan aku di sisiMu dalam Ummul Kitab (buku induk)
sebagai orang celaka atau orang-orang yang tercegah atau orang yang
disempitkan rizkinya maka hapuskanlah ya Allah demi anugerahMu,
kecelakaanku, ketercegahanku dan kesempitan rizkiku.”
2. Malam Dilaporkannya Amal Perbuatan Manusia Pada malam Nishfu Sya’ban
semua amal manusia dilaporkan kepada Allah Swt. Alangkah baiknya jika
saat itu catatan amal perbuatan kita berupa ibadah. Dalam hadits Nabi
Saw. dijelaskan:
ﻋﻦ ﺃﺳﺎﻣﺔ ﺑﻦ ﺯﻳﺪ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻤﺎ ﻗﺎﻝ : ﻗﻠﺖ : ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻟﻢ ﺃﺭﻙ ﺗﺼﻮﻡ ﻣﻦ
ﺷﻬﺮ ﻣﻦ ﺍﻟﺸﻬﻮﺭ ﻣﺎ ﺗﺼﻮﻡ ﻣﻦ ﺷﻌﺒﺎﻥ ؟ ﻗﺎﻝ : ” ﺫﺍﻙ ﺷﻬﺮ ﻳﻐﻔﻞ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻋﻨﻪ ﺑﻴﻦ ﺭﺟﺐ
ﻭﺭﻣﻀﺎﻥ ، ﻭﻫﻮ ﺷـﻬﺮ ﺗُﺮﻓﻊ ﻓﻴﻪ ﺍﻷﻋﻤﺎﻝ ﺇﻟﻰ ﺭﺏ ﺍﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦ ، ﻭﺃﺣﺐ ﺃﻥ ﻳُﺮﻓﻊ ﻋﻤﻠﻲ
ﻭﺃﻧﺎ ﺻﺎﺋﻢ ” ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻤﻨﺬﺭﻱ: ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﻨﺴﺎﺋﻲ ) (1 ﺍﻟﺘﺮﻏﻴﺐ ﻭﺍﻟﺘﺮﻫﻴﺐ ﻟﻠﻤﻨﺬﺭﻱ /2
48 .
“Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid yang bertanya kepada Rasulullah Saw.:
“Wahai Rasulullah, aku tidak melihatmu puasa pada bulan-bulan lain
seperti pada bulan Sya’ban?” Rasulullah Saw. menjawab: “Bulan ini adalah
bulan yang dilupakan manusia, antara bulan Rajab dan Ramadhan. Dan
bulan ini saat dilaporkannya amal perbuatan (manusia) kepada Tuhan
semesta alam. Dan aku senang jika amalku dilaporkan sedangkan aku dalam
keadaan puasa.” (HR. Imam an-Nasai dalam at-Targhib wa at-Tarhib li al-
Mundziri juz 2 halaman 48). lafadz “turfa’u” diartikan dengan “tu’radhu”
atau bermakna ditampakkan atau ditunjukkan (kepada Allah). Sebenarnya
pelaporan amal kita ini ada yang harian, ada yang mingguan dan ada pula
yang tahunan. Laporan harian dilakukan malaikat pada siang hari dan
malam hari. Yang migguan dilakukan malaikat setiap Senin dan Kamis.
Adapun yang tahunan dilakukan pada setiap Lailatul Qadar dan Malam
Nishfu Sya’ban. (Lihat dalam Hasyiyat al-Jamal bab Puasa Tathawwu’).
3. Bulan Penentuan Umur dan Rizki
ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸﺔ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﺎ ﻗﺎﻟﺖ : ﻛﺎﻥ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳﺼﻮﻡ
ﺷﻌﺒﺎﻥ ﻛﻠﻪ ﺣﺘﻰ ﻳﺼﻠﻪ ﺑﺮﻣﻀﺎﻥ ﻭﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻳﺼﻮﻡ ﺷﻬﺮﺍ ﺗﺎﻣﺎ ﺇﻻ ﺷﻌﺒﺎﻥ ، ﻓﻘﻠﺖ ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ
ﺍﻟﻠﻪ: ﺇﻥ ﺷﻌﺒﺎﻥ ﻟﻤﻦ ﺃﺣﺐ ﺍﻟﺸﻬﻮﺭ ﺇﻟﻴﻚ ﺃﻥ ﺗﺼﻮﻣﻪ ؟ ﻓﻘﺎﻝ: ﻧﻌﻢ ﻳﺎ ﻋﺎﺋﺸﺔ ﺇﻧﻪ
ﻟﻴﺲ ﻧﻔﺲ ﺗﻤﻮﺕ ﻓﻲ ﺳﻨﺔ ﺇﻻ ﻛﺘﺐ ﺃﺟﻠﻬﺎ ﻓﻲ ﺷﻌﺒﺎﻥ، ﻓﺄﺣﺐ ﺃﻥ ﻳﻜﺘﺐ ﺃﺟﻠﻲ ﻭﺃﻧﺎ ﻓﻲ
ﻋﺒﺎﺩﺓ ﺭﺑﻲ ﻭﻋﻤﻞ ﺻﺎﻟﺢ
Diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah Ra., bahwasannya Rasulullah Saw. puasa
di bulan Sya’ban seluruhnya sampai bertemu dengan Ramadhan. Dan
tidaklah Nabi puasa sebulan penuh (selain Ramadhan) kecuali Sya’ban.
Sayyidah Aisyah berkata: “Wahai Rasulullah, apakah bulan Sya’ban adalah
bulan yang paling engkau sukai untuk berpuasa?” Rasulullah Saw.
menjawab: “Benar wahai Aisyah, tidak ada satupun jiwa yang akan mati
pada satu tahun ke depan kecuali ditentukan umurnya pada bulan Sya’ban.
Dan aku senang seandainya ketika umurku ditulis aku dalam keadaan
beribadah dan beramal shaleh kepada Tuhanku.”
ﻋﺜﻤﺎﻥ ﺑﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺍﻟﻤﻐﻴﺮﺓ ﺑﻦ ﺍﻷﺧﻨﺲ ﻗﺎﻝ : ﺇﻥ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠّﻢ
ﻗﺎﻝ: » ﺗﻘﻄﻊ ﺍﻵﺟﺎﻝ ﻣﻦ ﺷﻌﺒﺎﻥ ﺇﻟﻰ ﺷﻌﺒﺎﻥ ﺣﺘﻰ ﺇﻥ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﻟﻴﻨﻜﺢ ﻭﻳﻮﻟﺪ ﻟﻪ ﻭﻗﺪ
ﺃﺧﺮﺝ ﺍﺳﻤﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻮﺗﻰ « ﻓﻬﻮ ﺣﺪﻳﺚ ﻣﺮﺳﻞ
Utsman bin Mugirah bin al-Akhnas berkata bahwasanya Rasulullah Saw.
bersabda: “Ajal seseorang ditentukan dari bulan Sya’ban ke bulan Sya’ban
berikutnya, sehingga ada seseorang bisa menikah dan melahirkan, padahal
namanya sudah tercantum dalam daftar orang-orang yang mati.” (Hadits
ini mursal dan disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir).
ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲُّ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: »ﻳَﺴِﺢُّ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﺰَّ ﻭَﺟَﻞَّ
ﺍﻟْﺨَﻴْﺮَ ﻓِﻲ ﺃَﺭْﺑَﻊِ ﻟَﻴَﺎﻝٍ ﺳَﺤًّﺎ : ﻟَﻴْﻠَﺔَ ﺍﻷَﺿْﺤَﻰ ﻭَﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ،
ﻭَﻟَﻴْﻠَﺔَ ﺍﻟﻨﺼْﻒِ ﻣِﻦْ ﺷَﻌْﺒَﺎﻥَ ﻳُﻨْﺴَﺦُ ﻓِﻴﻬَﺎ ﺍﻵْﺟَﺎﻝُ ﻭَﺍﻷَﺭْﺯَﺍﻕُ
ﻭَﻳُﻜْﺘَﺐُ ﻓِﻴﻬَﺎ ﺍﻟْﺤَﺞُّ ، ﻭَﻓِﻲ ﻟَﻴْﻠَﺔِ ﻋَﺮَﻓَﺔَ ﺇِﻟٰﻰ ﺍﻷَﺫَﺍﻥِ« .
)ﺍﻟﺪَّﻳﻠﻤﻲ ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸﺔ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻬَﺎ
Rasulullah Saw. bersabda: “Allah Swt. membuka kebaikan dalam empat
malam; malam Idul Adha dan Idul Fitri, malam Nishfu Sya’ban dimana pada
bulan itu ditulis ajal dan rizki seorang hamba serta ditulis juga di
malam tersebut haji, dan malam ‘Arafah sampai adzan.” (HR. ad- Dailami).
4. Malam Penuh Ampunan dan Rahmat
Dari Ali bin Abi Thalib Ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Apabila
datang malam Nishfu Sya’ban, maka shalatlah pada malam harinya dan
berpuasalah pada siang harinya. Karena sesungguhnya Allah akan turun ke
dunia pada malam tersebut sejak matahari terbenam dan berfirman: “Adakah
orang yang meminta maaf kepadaku, maka akan Aku ampuni. Adakah yang
meminta rizki, maka Aku akan melimpahkan rizki kepadanya. Adakah orang
yang sakit, maka akan Aku sembuhkan.” Dan hal-hal yang lain sampai
terbitnya fajar”. (HR. Ibnu Majah). Siti Aisyah Ra. berkata: “Suatu
malam saya kehilangan Rasulullah Saw., lalu aku mencarinya. Ternyata
beliau sedang berada di Baqi’ sambil menengadahkan wajahnya ke langit.
Beliau bersabda: “Apakah kamu (Aisyah) khawatir Allah akan menyia-
nyiakan kamu dan RasulNya?” Aku menjawab: “Wahai Rasulullah, saya pikir
engkau sedang mendatangi sebagian istri-istrimu.” Rasulullah Saw.
menjawab: “Sesungguhnya Allah turun ke dunia pada malam Nishfu Sya’ban
dan mengampuni ummatku lebih banyak dari jumlah bulu dombanya Bani
Kalb.” (HR. Ahmad, Ibn Majah dan at-Tirmidzi).
ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻣﻮﺳﻰ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ: )ﺇﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻟﻴﻄﻠﻊ ﻟﻴﻠﺔ ﺍﻟﻨﺼﻒ
ﻣﻦ ﺷﻌﺒﺎﻥ ﻓﻴﻐﻔﺮ ﻟﺠﻤﻴﻊ ﺧﻠﻘﻪ ، ﺇﻻ ﻟﻤﺸﺮﻙ ﺃﻭ ﻣﺸﺎﺣﻦ( ]ﺭﻭﺍﻩ ﺍﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ ﻭﺣﺴﻨﻪ
ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺍﻷﻟﺒﺎﻧﻰ ﻓﻰ ﺻﺤﻴﺢ ﺍﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ
Dari Abu Musa Ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah
muncul (ke dunia) pada malam Nishfu Sya’ban dan mengampuni seluruh
makhlukNya, kecuali orang musyrik dan orang yang saling dengki.” (HR.
Ibn Majah).
5. Bulan Istijabah
ﻋﻦ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ: ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﻟﻴﻠﺔ ﺍﻟﻨﺼﻒ ﻣﻦ ﺷﻌﺒﺎﻥ ﻧﺎﺩﻯ ﻣﻨﺎﺩ:
ﻫﻞ ﻣﻦ ﻣﺴﺘﻐﻔﺮ ﻓﺄﻏﻔﺮ ﻟﻪ؟ ﻫﻞ ﻣﻦ ﺳﺎﺋﻞ ﻓﺄﻋﻄﻴﻪ؟ ﻓﻼ ﻳﺴﺄﻝ ﺃﺣﺪ ﺷﻴﺌﺎ ﺇﻻ ﺃﻋﻄﻲ ﺇﻻ
ﺯﺍﻧﻴﺔ ﺑﻔﺮﺟﻬﺎ ﺃﻭ ﻣﺸﺮﻛﺎ
Rasulullah Saw. bersabda: “Apabila datang malam Nishfu Sya’ban, berseru
Dzat yang berseru (Allah): “Apakah ada orang yang memohon ampun maka Aku
akan mengampuninya? Apakah ada yang meminta maka Aku akan memberinya?
Tidak ada seorang pun yang meminta sesuatu kecuali Aku akan memberinya,
kecuali wanita pezina atau orang musyrik.” (HR. al- Baihaqi).
ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﺑﻦ ﺍﻟﺨﻄﺎﺏ ، ﻗﺎﻝ : ﺧﻤﺲ ﻟﻴﺎﻝ ﻻ ﻳﺮﺩ ﻓﻴﻬﻦ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻟﻴﻠﺔ ﺍﻟﺠﻤﻌﺔ، ﻭﺃﻭﻝ ﻟﻴﻠﺔ ﻣﻦ ﺭﺟﺐ، ﻭﻟﻴﻠﺔ ﺍﻟﻨﺼﻒ ﻣﻦ ﺷﻌﺒﺎﻥ، ﻭﻟﻴﻠﺘﺎ ﺍﻟﻌﻴﺪ
Dari Ibnu Umar Ra. berkata: “Terdapat lima malam dimana doa tidak
ditolak; malam Jum’at, malam pertama bulan Rajab, malam Nishfu Sya’ban,
malam Idul Fitri dan malam Idul Adha.” (HR. al-Baihaqi).
6. Bulan Milik Rasulullah Saw. (Turunyya Ayat Sholawat Nabi)
ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲُّ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: » ﺷَﻌْﺒَﺎﻥُ ﺷَﻬْﺮِﻱ ﻭَﺭَﻣَﻀَﺎﻥُ
ﺷَﻬْﺮُ ﺍﻟﻠَّﻪِ، ﻭَﺷَﻌْﺒَﺎﻥُ ﺍﻟْﻤُﻄَّﻬﺮُ ، ﻭَﺭَﻣَﻀَﺎﻥُ ﺍﻟْﻤُﻜَﻔﺮُ«
ﺍﻟﺪَّﻳﻠﻤﻲ ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸﺔَ ﺭﺿﻲَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋﻨﻬَﺎ
Rasulullah Saw. bersabda: “Bulan Sya’ban adalah bulanku, dan bulan
Ramadhan adalah bulan Allah. Bulan Sya’ban mensucikan, sedang bulan
Ramadhan melebur dosa.” (HR. ad- Dailami dari Sayyidah Aisyah Ra.). Ibnu
Shaif al-Yamani menyebutkan bahwasanya bulan Sya’ban disebut bulannya
Rasulullah Saw. karena pada bulan tersebut turun ayat perintah membaca
shalawat kepada Rasulullah Saw. yakni pada surat al- Ahzab ayat 56:
ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻭَﻣَﻠَﺎﺋِﻜَﺘَﻪُ ﻳُﺼَﻠُّﻮﻥَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﻳَﺎﺃَﻳُّﻬَﺎ
ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺀَﺍﻣَﻨُﻮﺍ ﺻَﻠُّﻮﺍ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠِّﻤُﻮﺍ ﺗَﺴْﻠِﻴﻤًﺎ
“Sesungguhnya Allah dan malaikat- malaikatNya bershalawat untuk Nabi.
Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan
ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”
7. Bulan Al-Quran
Bulan Sya’ban dinamakan juga bulan al-Quran, sebagaimana disebutkan
dalam beberapa atsar. Memang membaca al-Quran selalu dianjurkan di
setiap saat dan di manapun tempatnya, namun ada saat-saat tertentu
pembacaan al-Quran itu lebih dianjurkan seperti di bulan Ramadhan dan
Sya’ban, atau di tempat-tempat khusus seperti Makkah, Raudhah dan lain
sebagainya. Syaikh Ibn Rajab al-Hanbali meriwayatkan dari Anas Ra.:
“Kaum muslimin ketika memasuki bulan Sya’ban, mereka menekuni pembacaan
ayat-ayat al-Quran dan mengeluarkan zakat untuk membantu orang-orang
yang lemah dan miskin agar mereka bisa menjalankan ibadah puasa
Ramadhan.”
sumber: Sya'roni As Samfuriy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar