Bismillahirrahmaanirrahiim
Sebagaimana tergambar dalam berbagai ayat Al-Quran, Nabi Musa As.
merupakan Nabi yang paling banyak bercakap-cakap langsung dengan Allah
Swt. Sekaligus, Nabi yang diberikan padanya Kitab Taurat itu konon juga
menjadi yang paling banyak ditegur Tuhan.
Alkisah,
Allah suatu kali berfirman, "Musa, temukan seseorang atau sesuatu yang lebih rendah derajatnya darimu, dan bawalah ia padaKu."
Memenuhi perintah Allah itu, Nabi Musa pun mulai berkeliling mencari,
namun apa dikata, sulit sekali baginya menemukan orang atau benda yang
derajatnya lebih rendah dari dirinya. Setiap kali bertemu orang, Nabi
Musa berpikir: "Tak mungkin ia lebih rendah dariku. Pasti ia punya banyak kebaikan, sedang aku masih memiliki banyak kelemahan."
Begitupun setiap kali akan mengambil sebuah benda, selalu terbetik
dalam benak Nabi Musa bahwa benda itu pasti memiliki manfaat, jadi tak
mungkin derajatnya lebih rendah darinya. Akhirnya Nabi Musa memutuskan
untuk kembali menghadap Allah Swt. dengan tangan hampa, untuk melapor
pada Sang Maha Agung bahwa ia tak menemukan orang atau benda yang lebih
rendah darinya.
Dalam perjalanan menghadap Allah itulah, di tengah jalan Nabi Musa
menemukan bangkai seekor anjing yang sudah hancur dan berbau menyengat.
Sejenak Nabi Musa sempat berpikir, "Bangkai anjing ini pasti lebih
rendah derajatnya dariku," tetapi kemudian bangkai itu dilepaskannya
kembali.
Nabi Musa pun meneruskan perjalanan menghadap Allah, dan melaporkan
kegagalannya, "Hamba tak mampu menemukan satu pun makhluk di dunia ini
yang lebih rendah derajatnya daripada hamba."
"Bahkan bangkai anjing pun hamba rasa masih lebih baik dari hamba," lanjut Nabi Musa.
Mendengar perkataan rasulNya itu Allah berfirman: "Musa, andai tadi
jadi kau pungut bangkai anjing itu dan membawanya padaKu sebagai yang
lebih rendah derajatnya darimu, maka akan Kucabut kenabian darimu."
Bayangkan, bahkan Allah Swt. pun melarang seorang nabi (seorang Nabi!)
merasa lebih tinggi dari bangkai seekor anjing yang sudah hancur dan
bau. Lantas bagaimana mungkin kita yang hanya manusia biasa, berhak
mengatakan bahwa diri kita lebih tinggi ketimbang sesama makhluk Tuhan
yang lain?
Kisah Guru Sufi Junaid barangkali relevan untuk melengkapi Kisah Nabi Musa dan Bangkai Anjing ini.
Pada suatu hari, Junaid berpapasan dengan seekor anjing, dan Guru Sufi
itu menepi untuk memberi jalan lebih dulu pada binatang itu.
Melihat sikap gurunya, murid-murid Junaid memprotes, "Engkau seorang
Guru Sufi yang mulia, mengapa menyisih dan memberi jalan pada seekor
binatang najis?"
Dengan tenang Junaid menjawab, "Saat berpapasan tadi, anjing itu bertanya padaku, 'apa
dosaku di awal penciptaan hingga diciptakan jadi seekor anjing, dan apa
jasa atau kebaikanmu di awal penciptaan hingga kau dijadikan manusia?' Aku tak mampu menjawabnya, maka aku beri ia jalan lewat terlebih dahulu."
Begitulah, kisah-kisah yang barangkali membawa kita pada firman Allah Swt.:
“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu adalah yang paling bertakwa….” (QS. 49:13)
Sumber : http://islamindonesia.co.id/detail/1245-Nabi-Musa-dan-Bangkai-Seekor-Anjing
Sebagaimana tergambar dalam berbagai ayat Al-Quran, Nabi Musa As.
merupakan Nabi yang paling banyak bercakap-cakap langsung dengan Allah
Swt. Sekaligus, Nabi yang diberikan padanya Kitab Taurat itu konon juga
menjadi yang paling banyak ditegurTuhan.
Alkisah, Allah suatu kali berfirman, "Musa, temukan seseorang atau sesuatu yang lebih rendah derajatnya darimu, dan bawalah ia padaKu."
Memenuhi perintah Allah itu, Nabi Musa pun mulai berkeliling mencari,
namun apa dikata, sulit sekali baginya menemukan orang atau benda yang
derajatnya lebih rendah dari dirinya. Setiap kali bertemu orang, Nabi
Musa berpikir: "Tak mungkin ia lebih rendah dariku. Pasti ia punya banyak kebaikan, sedang aku masih memiliki banyak kelemahan."
Begitupun setiap kali akan mengambil sebuah benda, selalu terbetik
dalam benak Nabi Musa bahwa benda itu pasti memiliki manfaat, jadi tak
mungkin derajatnya lebih rendah darinya. Akhirnya Nabi Musa memutuskan
untuk kembali menghadap Allah Swt. dengan tangan hampa, untuk melapor
pada Sang Maha Agung bahwa ia tak menemukan orang atau benda yang lebih
rendah darinya.
Dalam perjalanan menghadap Allah itulah, di tengah jalan Nabi Musa
menemukan bangkai seekor anjing yang sudah hancur dan berbau menyengat.
Sejenak Nabi Musa sempat berpikir, "Bangkai anjing ini pasti lebih
rendah derajatnya dariku," tetapi kemudian bangkai itu dilepaskannya
kembali.
Nabi Musa pun meneruskan perjalanan menghadap Allah, dan melaporkan
kegagalannya, "Hamba tak mampu menemukan satu pun makhluk di dunia ini
yang lebih rendah derajatnya daripada hamba."
"Bahkan bangkai anjing pun hamba rasa masih lebih baik dari hamba," lanjut Nabi Musa.
Mendengar perkataan rasulNya itu Allah berfirman: "Musa, andai tadi
jadi kau pungut bangkai anjing itu dan membawanya padaKu sebagai yang
lebih rendah derajatnya darimu, maka akan Kucabut kenabian darimu."
Bayangkan, bahkan Allah Swt. pun melarang seorang nabi (seorang Nabi!)
merasa lebih tinggi dari bangkai seekor anjing yang sudah hancur dan
bau. Lantas bagaimana mungkin kita yang hanya manusia biasa, berhak
mengatakan bahwa diri kita lebih tinggi ketimbang sesama makhluk Tuhan
yang lain?
Kisah Guru Sufi Junaid barangkali relevan untuk melengkapi Kisah Nabi Musa dan Bangkai Anjing ini.
Pada suatu hari, Junaid berpapasan dengan seekor anjing, dan Guru Sufi
itu menepi untuk memberi jalaan lebih dulu pada binatang itu.
Melihat sikap gurunya, murid-murid Junaid memprotes, "Engkau seorang
Guru Sufi yang mulia, mengapa menyisih dan memberi jalan pada seekor
binatang najis?"
Dengan tenang Junaid menjawab, "Saat berpapasan tadi, anjing itu bertanya padaku, 'apa dosaku di awal penciptaan hingga diciptakan jadi seekor anjing, dan apa jasa atau kebaikanmu di awal penciptaan hingga kau dijadikan manusia?' Aku tak mampu menjawabnya, maka aku beri ia jalan lewat terlebih dahulu."
Begitulah, kisah-kisah yang barangkali membawa kita pada firman Allah Swt.:
“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu adalah yang paling bertakwa….” (QS. 49:13)
- See more at: http://islamindonesia.co.id/detail/1245-Nabi-Musa-dan-Bangkai-Seekor-Anjing#sthash.qsYpIqCR.dpuf
Sebagaimana tergambar dalam berbagai ayat Al-Quran, Nabi Musa As.
merupakan Nabi yang paling banyak bercakap-cakap langsung dengan Allah
Swt. Sekaligus, Nabi yang diberikan padanya Kitab Taurat itu konon juga
menjadi yang paling banyak ditegurTuhan.
Alkisah, Allah suatu kali berfirman, "Musa, temukan seseorang atau sesuatu yang lebih rendah derajatnya darimu, dan bawalah ia padaKu."
Memenuhi perintah Allah itu, Nabi Musa pun mulai berkeliling mencari,
namun apa dikata, sulit sekali baginya menemukan orang atau benda yang
derajatnya lebih rendah dari dirinya. Setiap kali bertemu orang, Nabi
Musa berpikir: "Tak mungkin ia lebih rendah dariku. Pasti ia punya banyak kebaikan, sedang aku masih memiliki banyak kelemahan."
Begitupun setiap kali akan mengambil sebuah benda, selalu terbetik
dalam benak Nabi Musa bahwa benda itu pasti memiliki manfaat, jadi tak
mungkin derajatnya lebih rendah darinya. Akhirnya Nabi Musa memutuskan
untuk kembali menghadap Allah Swt. dengan tangan hampa, untuk melapor
pada Sang Maha Agung bahwa ia tak menemukan orang atau benda yang lebih
rendah darinya.
Dalam perjalanan menghadap Allah itulah, di tengah jalan Nabi Musa
menemukan bangkai seekor anjing yang sudah hancur dan berbau menyengat.
Sejenak Nabi Musa sempat berpikir, "Bangkai anjing ini pasti lebih
rendah derajatnya dariku," tetapi kemudian bangkai itu dilepaskannya
kembali.
Nabi Musa pun meneruskan perjalanan menghadap Allah, dan melaporkan
kegagalannya, "Hamba tak mampu menemukan satu pun makhluk di dunia ini
yang lebih rendah derajatnya daripada hamba."
"Bahkan bangkai anjing pun hamba rasa masih lebih baik dari hamba," lanjut Nabi Musa.
Mendengar perkataan rasulNya itu Allah berfirman: "Musa, andai tadi
jadi kau pungut bangkai anjing itu dan membawanya padaKu sebagai yang
lebih rendah derajatnya darimu, maka akan Kucabut kenabian darimu."
Bayangkan, bahkan Allah Swt. pun melarang seorang nabi (seorang Nabi!)
merasa lebih tinggi dari bangkai seekor anjing yang sudah hancur dan
bau. Lantas bagaimana mungkin kita yang hanya manusia biasa, berhak
mengatakan bahwa diri kita lebih tinggi ketimbang sesama makhluk Tuhan
yang lain?
Kisah Guru Sufi Junaid barangkali relevan untuk melengkapi Kisah Nabi Musa dan Bangkai Anjing ini.
Pada suatu hari, Junaid berpapasan dengan seekor anjing, dan Guru Sufi
itu menepi untuk memberi jalaan lebih dulu pada binatang itu.
Melihat sikap gurunya, murid-murid Junaid memprotes, "Engkau seorang
Guru Sufi yang mulia, mengapa menyisih dan memberi jalan pada seekor
binatang najis?"
Dengan tenang Junaid menjawab, "Saat berpapasan tadi, anjing itu bertanya padaku, 'apa dosaku di awal penciptaan hingga diciptakan jadi seekor anjing, dan apa jasa atau kebaikanmu di awal penciptaan hingga kau dijadikan manusia?' Aku tak mampu menjawabnya, maka aku beri ia jalan lewat terlebih dahulu."
Begitulah, kisah-kisah yang barangkali membawa kita pada firman Allah Swt.:
“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu adalah yang paling bertakwa….” (QS. 49:13)
- See more at: http://islamindonesia.co.id/detail/1245-Nabi-Musa-dan-Bangkai-Seekor-Anjing#sthash.qsYpIqCR.dpuf
Sebagaimana tergambar dalam berbagai ayat Al-Quran, Nabi Musa As.
merupakan Nabi yang paling banyak bercakap-cakap langsung dengan Allah
Swt. Sekaligus, Nabi yang diberikan padanya Kitab Taurat itu konon juga
menjadi yang paling banyak ditegurTuhan.
Alkisah, Allah suatu kali berfirman, "Musa, temukan seseorang atau sesuatu yang lebih rendah derajatnya darimu, dan bawalah ia padaKu."
Memenuhi perintah Allah itu, Nabi Musa pun mulai berkeliling mencari,
namun apa dikata, sulit sekali baginya menemukan orang atau benda yang
derajatnya lebih rendah dari dirinya. Setiap kali bertemu orang, Nabi
Musa berpikir: "Tak mungkin ia lebih rendah dariku. Pasti ia punya banyak kebaikan, sedang aku masih memiliki banyak kelemahan."
Begitupun setiap kali akan mengambil sebuah benda, selalu terbetik
dalam benak Nabi Musa bahwa benda itu pasti memiliki manfaat, jadi tak
mungkin derajatnya lebih rendah darinya. Akhirnya Nabi Musa memutuskan
untuk kembali menghadap Allah Swt. dengan tangan hampa, untuk melapor
pada Sang Maha Agung bahwa ia tak menemukan orang atau benda yang lebih
rendah darinya.
Dalam perjalanan menghadap Allah itulah, di tengah jalan Nabi Musa
menemukan bangkai seekor anjing yang sudah hancur dan berbau menyengat.
Sejenak Nabi Musa sempat berpikir, "Bangkai anjing ini pasti lebih
rendah derajatnya dariku," tetapi kemudian bangkai itu dilepaskannya
kembali.
Nabi Musa pun meneruskan perjalanan menghadap Allah, dan melaporkan
kegagalannya, "Hamba tak mampu menemukan satu pun makhluk di dunia ini
yang lebih rendah derajatnya daripada hamba."
"Bahkan bangkai anjing pun hamba rasa masih lebih baik dari hamba," lanjut Nabi Musa.
Mendengar perkataan rasulNya itu Allah berfirman: "Musa, andai tadi
jadi kau pungut bangkai anjing itu dan membawanya padaKu sebagai yang
lebih rendah derajatnya darimu, maka akan Kucabut kenabian darimu."
Bayangkan, bahkan Allah Swt. pun melarang seorang nabi (seorang Nabi!)
merasa lebih tinggi dari bangkai seekor anjing yang sudah hancur dan
bau. Lantas bagaimana mungkin kita yang hanya manusia biasa, berhak
mengatakan bahwa diri kita lebih tinggi ketimbang sesama makhluk Tuhan
yang lain?
Kisah Guru Sufi Junaid barangkali relevan untuk melengkapi Kisah Nabi Musa dan Bangkai Anjing ini.
Pada suatu hari, Junaid berpapasan dengan seekor anjing, dan Guru Sufi
itu menepi untuk memberi jalaan lebih dulu pada binatang itu.
Melihat sikap gurunya, murid-murid Junaid memprotes, "Engkau seorang
Guru Sufi yang mulia, mengapa menyisih dan memberi jalan pada seekor
binatang najis?"
Dengan tenang Junaid menjawab, "Saat berpapasan tadi, anjing itu bertanya padaku, 'apa dosaku di awal penciptaan hingga diciptakan jadi seekor anjing, dan apa jasa atau kebaikanmu di awal penciptaan hingga kau dijadikan manusia?' Aku tak mampu menjawabnya, maka aku beri ia jalan lewat terlebih dahulu."
Begitulah, kisah-kisah yang barangkali membawa kita pada firman Allah Swt.:
“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu adalah yang paling bertakwa….” (QS. 49:13)
Simak di: http://www.sarkub.com/2014/nabi-musa-dan-bangkai-seekor-anjing/#ixzz342tUlzvm
Powered by Menyansoft
Follow us: @T_sarkubiyah on Twitter | Sarkub.Center on Facebook
Tidak ada komentar:
Posting Komentar