Pemindahan Kiblat
Di bulan Sya’ban terjadi peristiwa pemindahan kiblat dari Baitul Muqaddas ke Ka’bah. Rasulullah Saw sangat menantikan peristiwa ini. Setiap hari beliau memandang dan menengadahkan wajah ke langit menanti wahyu, sampai Allah Swt mewujudkan harapannya, memberikan impiannya, dan meluluskan permintaannya dengan anugerah yang membuat beliau senang. Pada saat itu turunlah Firman Allah Swt:
{قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ
فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ
الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ
شَطْرَهُ}[البقرة:144]
“Sungguh Kami (sering)
melihat mukamu menengadah ke langit, Maka niscaya Kami akan memalingkan
kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil
Haram, Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.” (QS. Al-Baqarah: 144)
Ayat tersebut merupakan realisasi Firman Allah Swt:
{وَلَسَوْفَ يُعْطِيكَ رَبُّكَ فَتَرْضَى}[الضحى: 5]
“Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas.” (QS. Adh-Dhuha: 5)Dalam ayat tersebut terbukti kebenaran ucapan Sayyidah ‘Aisyah -radhiyallahu ‘anha-:
مَا أَرَى رَبَّكَ إِلَّا يُسَارِعُ فِي هَوَاكَ
“Tidaklah aku lihat Tuhan anda melainkan bersegera (memberi) keinginan anda.”[1]
Abu Hatim al-Basati berkata:“Orang Islam shalat menghadap Baitul Muqaddas selama 17 bulan 3 hari persis. Hal ini bisa diketahui dengan kedatangan Nabi Saw di Madinah adalah hari Senin tanggal 12 bulan Rabi’ul Awal, sedangkan Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan beliau untuk shalat menghadap ka’bah hari selasa pada saat Nisfu Sya’ban.”
Pelaporan Amal
Salah satu keistimewaan bulan Sya’ban yang telah maklum adalah pelaporan amal di dalamnya. Pelaporan amal ini merupakan pelaporan yang besar dan luas. Keterangannya telah ada dalam hadits riwayat Usamah bin Zaid -radhiyallahu ‘anhuma-, ia berkata:
. . . . قُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ، لَمْ أَرَكَ تَصُومُ
شَهْرًا مِنْ الشُّهُورِ مَا تَصُومُ مِنْ شَعْبَانَ. قَالَ: ذَاكَ شَهْرٌ
يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ، وَهُوَ شَهْرٌ
تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ
يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ (قَالَ الْمُنْذِرِيُّ: رَوَاهُ
النَّسَائِيُّ)
. . . .“Saya berkata: “Wahai Rasulullah!
Saya tidak melihat anda berpuasa pada suatu bulan dari beberapa bulan
seperti hanya puasa anda di bulan Sya’ban. Beliau bersabda: Sya’ban
adalah bulan yang dilupakan orang-orang di antara bulan Rajab dan
Ramadhan. Ia adalah bulan yang di dalamnya amal-amal dilaporkan kepada
Tuhan semesta Alam, dan aku senang amalku dilaporkan dalam kondidi
diriku berpuasa.” (Al-Mundziri berkata: “An-Nasai meriwayatkan hadits tersebut.”)[2] Saya katakan: “ Dan Imam Ahmad meriwayatkannya dalam kitab Musnadnya.”[3]Pelaporan amal ini tidak khusus terjadi di bulan Sya’ban saja. Telah diriwayatkan beberapa hadits yang menunjukkan banyaknya pelaporan amal pada waktu yang berbeda-beda, dan tidak ada pertentangan di dalamnya. Sebab, setiap masing-masing pelaporan amal memiliki hukum yang berkaitan dengannya.
Pengangkatan Amal di Siang dan Malam Hari
Dalam Shahih Muslim terdapat hadits riwayat Abu Musa -radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata:
قَامَ فِينَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِخَمْسِ كَلِمَاتٍ، فَقَالَ: إِنَّ اللهَ تَعَالَى لاَ
يَنَامُ وَلاَ يَنْبَغِي لَهُ أَنْ يَنَامَ، يَخْفِضُ الْقِسْطَ
وَيَرْفَعُهُ، يُرْفَعُ إِلَيْهِ عَمَلُ اللَّيْلِ قَبْلَ عَمَلِ
النَّهَارِ وَعَمَلُ النَّهَارِ قَبْلَ عَمَلِ اللَّيْلِ، حِجَابُهُ
النُّورُ، لَوْ كَشَفَهُ لأَحْرَقَتْ سُبُحَاتُ وَجْهِهِ مَا انْتَهَى
إِلَيْهِ بَصَرُهُ مِنْ خَلْقِهِ
“Rasulullah Saw berdiri di antara kami dengan lima kata,
lalu beliau bersabda: “Sungguh Allah Ta’ala mustahil tidur dan tidak
semestinya Ia tidur, menurunkan dan mengangkat timbangan amal. Amal
malam dilaporkan kepadanya sebelum amal siang, dan amal siang dilaporkan
sebelum amal malam, tabirnya berupa nur. Andaikan ia buka tabir itu,
niscaya nur keagungan dzatNya membakar makhlukNya dalam jarak sejauh
jangkauan pandanganNya.”[4]Al-’Allamah al-Munawi -rahimahulahu Ta’ala- mengatakan:
“Makna pelaporan amal dalam hadits tersebut adalah amal siang hari dilaporkan kepadaNya pada permulaan malam setelah siang itu, dan amal malam hari dilaporkan pada permulaan siang setelah malam tersebut. Sebab, para malaikat al-Hafadhah naik membawa amal malam setelah habisnya malam pada permulaan siang, dan naik membawa amal-amal siang setelah habisnya siang pada permulaan malam.” Sampai di sini perkataan al-Munawi.
Dengan penjelasan itu al-Munawi memberi isyarat pada hadits yang telah warid dalam kitab ash-Shahihain, dari Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata:
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَتَعَاقَبُونَ فِيكُمْ –أي يَتَنَاوَبُونَ-
مَلَائِكَةٌ بِاللَّيْلِ وَمَلَائِكَةٌ بالنَّهَارِ، وَيَجْتَمِعُونَ فِي
صَلَاةِ الْفَجْرِ وَصَلَاةِ الْعَصْرِ، ثُمَّ يَعْرُجُ الَّذِينَ بَاتُوا
فِيكُمْ فَيَسْأَلُهُمْ رَبَّهُمْ – وَهُوَ أَعْلَمُ بِهِمْ-: كَيْفَ تَرَكْتُمْ عِبَادِي؟ فَيَقُولُونَ: تَرَكْنَاهُمْ يُصَلُّونَ وَأَتَيْنَاهُمْ يُصَلُّونَ
“Rasulullah Saw bersabda: “Para malaikat silih
berganti bersama kalian. Ada malaikat yang bersama kalian di malam hari,
dan ada yang siang hari. Mereka bertemu pada waktu shalat subuh dan
shalat Ashar. Kemudian malaikat yang menginap bersama kalian naik
(menghadap Allah), lalu Tuhan mereka menanyainya (Dialah Dzat yang lebih
mengetahui daripada mereka): “Bagaimana (kondisi) hamba-hambaKu saat
kalian meninggalkannya? Mereka menjawab: “Kami meninggalkan mereka di
saat mereka sedang shalat, dan kami mendatangi mereka di saat mereka
sedang shalat (pula).”Dalam kitab at-Targhib, al-Mundziri berkata:
“Ibnu Khuzaimah meriwayatkan hadits tersebut dalam kitab Shahihnya. Salah satu redaksi dari beberapa riwayat hadits tersebut adalah:
تَجْتَمِعُ مَلَائِكَةُ اللَّيْلِ وَمَلَائِكَةُ
النَّهَارِ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ وَصَلَاةِ الْعَصْرِ، فَيَجْتَمِعُونَ
فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ، فَتَصْعَدُ مَلَائِكَةُ اللَّيْلِ وَتَبِيتُ
مَلَائِكَةُ النَّهَارِ، وَيَجْتَمِعُونَ فِي صَلَاةِ الْعَصْرِ،
فَيَصْعَدُ مَلَائِكَةُ النَّهَارِ وَتَبِيتُ مَلَائِكَةُ اللَّيْلِ،
فَيَسْأَلُهُمْ رَبُّهُمْ: كَيْفَ تَرَكْتُمْ عِبَادِي؟ فَيَقُولُونَ:
أَتَيْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ وَتَرَكْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ،
فَاغْفِرْ لَهُمْ يَوْمَ الدِّينِ.
“Malaikat malam dan malaikat siang berkumpul
pada waktu shalat subuh dan shalat ashar. Kemudian mereka berkumpul pada
saat shalat subuh, lalu malaikat malam naik dan malaikat siang tinggal
(bersama manusia). Mereka berkumpul (lagi) pada waktu shalat ashar, lalu
malaikat siang naik dan malaikat malam tinggal. Lalu Tuhan mereka
menanyainya: “Bagaimana (kondisi) hamba-hambaKu saat kalian
meninggalkannya?” Mereka menjawab: “Kami mendatangi mereka di saat
mereka sedang shalat, dan kami meninggalkan mereka di saat mereka sedang
shalat (pula). Sebab itu, ampunilah mereka di hari kiamat.”Maka, wahai orang yang beriman pegangilah dalil qathi’i tersebut, yang telah menyatakan bahwa siang dan malam hari malaikat selalu menyertai kalian, mengawasi amal kalian dan melaporkannya kepada Allah Swt, Tuhan Yang Maha Mulia dan Maha Agung.
Laporan Kilat
At-Tirmidzi dan Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari Abdullah bin as-Sa`ib -radhiyallahu ‘anhu-;
أنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي أرْبَعاً بَعْدَ أنْ تَزُولَ الشَّمْسُ قَبْلَ الظُّهْرِ-أي
قَبْلَ فَرْضِ الظُّهْر -، وقَالَ: إِنَّهَا سَاعَةٌ تُفْتَحُ فِيها
أَبْوَابُ السَّمَاءِ، فَأُحِبُّ أَنْ يَصْعَدَ لِي فِيهَا عَمَلٌ صَالِحٌ[5]
“Sungguh Rasulullah Saw shalat 4 rakaat setelah
matahahari tergelincir (ke arah barat) sebelum shalat fardhu dhuhur,
dan beliau berkata: “Sungguh waktu tersebut adalah waktu yang di
dalamnya pintu-pintu langit dibuka. Maka aku senang pada waktu tersebut
amal salehku naik (dilaporkan kepada Allah Saw).Dalam hadits ini terdapat penjelasan tentang keutamaan shalat qabliyah dhuhur.
Diriwayatkan dari Abu Ayyub al-Anshari -radhiyallahu ‘anhu-, dari Nabi Saw, beliau bersabda:
أَرْبَعٌ قَبْلَ الظُّهْرِ لَيْسَ فِيهِنَّ تَسْلِيمٌ تُفْتَحُ لَهُنَّ أَبْوَابُ السَّمَاءِ [6]
“Shalat empat rakaat yang di dalamnya tidak ada
ucapan salam (empat rakaat sekaligus tanpa dipisah salam untuk setiap
dua rakaatnya), karenanya pintu-pintu langit akan dibukakan.”Al-Mundziri berkata:
“Abu Dawud telah meriwayatkannya, redaksi tersebut adalah riwayatnya, dan Ibnu Majah. Dalam sanad mereka berdua terdapat ihtimal (kemungkinan untuk) menilainya sebagai hadits hasan. Ath-Thabarani meriwayatkannya dalam al-Mu’jam al-Kabir dan al-Mu’jam al-Ausath. Redaksinya berupa:
قَالَ لَمَّا نَزَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيَّ -أَيْ حِينَ هَاجَر صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِلَ الْمَدِينَةَ-، رَأَيْتُهُ يُدِيمُ أَرْبَعًا -أَيْ
يُدَاوِمُ على صَلَاةِ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ- قَبْلَ الظُّهْرِ، وَقَالَ:
إِنَّهُ إِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ فُتِحَتْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ، فَلَا
يُغْلَقُ مِنْهَا بَابٌ حَتَّى تُصَلَّى الظُّهْرُ، فَأَنَا أُحِبُّ أَنْ
يُرْفَعَ لِي فِي تِلْكَ السَّاعَةِ خَيْرٌ.
“Abu Ayyub al-Anshari -radhiyallahu ‘anhu- berkata: “Ketika
Rasulullah Saw singgah di tempatku (saat hijrah ke Madinah), saya
melihat beliau melanggengkan shalat 4 rakaat sebelum dhuhur. Beliau
bersabda: “Sungguh ketika matahari tergelincir (ke arah barat), maka
pintu-pintu langit di buka. Lalu tidak satu pintu pun dari pintu-pintu
tersebut dikunci (ditutup) sehingga shalat dhuhur dilaksanakan. Karena
itu, aku senang ada kebaikan bagiku yang dilaporkan (kepada Allah Saw)
pada waktu tersebut.”Kata خَيْرٌ (kebaikan) maksudnya adalah amal saleh.
Abdullah mengatakan:
“Semestinya setiap muslim berkeinginan kuat melaksanakan shalat sunah qabliyah dhuhur segera setelah matahari tergelincir ke arah barat, dan memperbanyak doa pada waktu tersebut karena merupakan waktu mustajabah. Sebab, pintu-pintu langit sedang dibuka. Pada waktu tersebut tidak semestinya seorang muslim menyibukkan diri dengan urusan dunia dan harta bendanya yang cepat sirna, merugikan diri dengan menyia-nyiakan berbagai amal saleh, doa, karunia, dan keberkahan yang dapat bermanfaat baginya di kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat.”
Laporan Mingguan dan Pelaporan Amal Kepada Allah SAW
Imam Muslim dan Imam at-Tirmidzi meriwayat hadits dari Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata:
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: تُعْرَضُ الْأَعْمَالُ عَلَى اللهِ تَعَالَى فِي كُلِّ يَوْمِ
خَمِيسٍ وَاثْنَيْنِ، فَيَغْفِرُ اللهُ تَعَالَى فِي ذَلِكَ الْيَوْمِ
لِكُلِّ امْرِئٍ لاَ يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا إِلاَّ مَنْ كَانَتْ
بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ، فَيَقُولُ اللهُ تَعَالَى:
اُتْرُكُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا.
“Rasulullah Saw bersabda: “Amal-amal (manusia)
dilaporkan kepada Allah Ta’ala pada setiap hari Kamis dan Senin. Maka
Allah Ta’ala mengampuni setiap orang yang tidak menyekutukanNya pada
apapun, kecuali seseorang yang di antara diri dan saudaranya terdapat
permusuhan. Maka Allah Ta’ala berfirman: Tinggalkanlah mereka berdua
sehingga berdamai.”Dalam riwayat Imam Muslim terdapat redaksi:
تُفْتَحُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْاِثْنَيْنِ
وَيَوْمَ الْخَمِيسِ، فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لاَ يُشْرِكُ بِاللهِ
شَيْئًا إِلاَّ رَجُلاً كَانَتْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ
“Pintu-pintu surga dibuka pada hari Senin dan Kamis, maka diampunilah setiap hamba yang tidak menyekutukan Allah pada apapun, kecuali orang yang di antara diri dan saudaranya terdapat permusuhan.” Dari Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu-, dari Rasulullah Saw, beliau bersabda:
تُعْرَضُ الأَعْمَالُ يَومَ الإثْنَيْنِ وَالخَمِيسِ ،
فَأُحِبُّ أنْ يُعْرَضَ عَمَلِي وَأنَا صَائِمٌ (رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ،
وَقَالَ: حَسَنٌ غَرِيبٌ)
“Amal-amal (manusia) dilaporkan (kepada Allah Ta’ala)
pada setiap hari Kamis dan Senin. Maka aku senang amalku dilaporkan saat
aku dalam kondisi berpuasa. (HR. At-Tirmidzi, beliau berkata: “Hadits ini hasan gharib.“)Dari Usamah bin Zaid -radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata:
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّكَ تَصُومُ حَتَّى
لَا تَكَادَ تُفْطِرُ، وَتُفْطِرُ حَتَّى لَا تَكَادَ أَنْ تَصُومَ –أيْ
مُتَنَفِّلًا-، إِلَّا يَوْمَيْنِ إِنْ دَخَلَا فِي صِيَامِكَ، وَإِلَّا
صُمْتَهُمَا. قَالَ: أَيُّ يَوْمَيْنِ؟ قُلْتُ: يَوْمَ الِاثْنَيْنِ
وَيَوْمَ الْخَمِيسِ. قَالَ: ذَلِكَ يَوْمَانِ تُعْرَضُ فِيهِمَا
الْأَعْمَالُ عَلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِي
وَأَنَا صَائِمٌ.[7]
“Saya berkata: “Wahai Rasulullah! Sungguh anda
berpuasa sehingga hampir tidak berbuka, dan anda berbuka sehingga hampir
saja tidak berpuasa kecuali dua hari. Jika dua hari itu masuk pada
(kebiasaan) puasa anda (maka anda puasa pada dua hari itu), dan jika
tidak maka anda (tetap) memuasainya. Beliau bertanya: “Dua
hari apa saja? Saya menjawab: “Hari Senin dan hari kamis.” Beliau
berkata: “Itu adalah dua hari yang di dalamnya amal manusia dilaporkan
kepada Tuhan sekalian alam, maka aku senang amalku dilaporkan sedangkan
diriku dalam kondisi berpuasa.”Dari Jabir -radhiyallahu ‘anhu-, sungguh Rasulullah Saw bersabda:
تُعْرَضُ الْأَعْمَالُ يَومَ الاثْنَيْنِ
وَالْخَمِيسِ، فَمِنْ مُسْتَغْفِرٍ فَيُغْفَرُ لَهُ، وَمِنْ تَائِبٍ
فَيُتَابُ عَلَيْهِ، وَيُذَرُّ أَهْلُ الضَّغَائِنِ -أيْ الْحِقْدِ
وَالبُغْضِ- لِضَغَائِنِهِمْ حَتَّى يَتُوبُوا.[8]
“Amal manusia dilaporkan pada hari Senin dan Selasa.
Karena itu, adakah seseorang yang memohon ampun (pada kedua hari itu),
maka ia diampuni? Adakah seseorang yang bertobat, maka diterima
tobatnya? Dan orang-orang yang pendendam dan pemarah dibiarkan sehingga
mereka bertobat.”Dengan beberapa hadits tersebut seorang muslim bisa mengetahui kemulian dua hari ini, yakni hari Senin dan Kamis. Hendaknya ia menghindarkan diri dari (keinginan) membalas dendam dan marah agar kedua hal ini tidak menghalang-halangi pelaporan amal salehnya. Hendaknya pada kedua hari ini diperbanyak amal saleh dan perkataan yang baik. Sebab, sungguh hari-hari ini mempunyai berbagai hukum dan keistimewaan, serts menjadi wadah untuk setiap hal yang terjadi di dalamnya.
Maka janganlah memenuhi wadah-wadah hari anda, wahai orang yang berakal sempurna, melainkan dengan amal yang mendekatkan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Sebab, akan datang kepada anda hari pembukaan wadah-wadah itu, setelah semuanya ditutup saat kematian. Akan tampak dan bermunculan segala yang terhimpun dalam wadah itu baik ucapan, amal dan kondisi anda. Bila isinya baik dan merupakan amal saleh, maka aroma wanginya semerbak, anda bahagia karenanya, senang, merasa aman, dan penuh suka cita. Bila buruk dan jelek, maka maka baunya busuk, kegelapannya meliputi anda, aib-aib anda akan dibuka di depan orang banyak, anda akan sedih dan merana. Allah Swt berfirman:
إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَةً لِمَنْ خَافَ عَذَابَ الْآخِرَةِ ذَلِكَ يَوْمٌ مَجْمُوعٌ لَهُ النَّاسُ وَذَلِكَ يَوْمٌ مَشْهُودٌ [هود: 103]
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
pelajaran bagi orang-orang yang takut kepada azab akhirat. Hari kiamat
itu adalah suatu hari yang semua manusia dikumpulkan untuk
(menghadapi)nya, dan hari itu adalah suatu hari yang disaksikan (oleh
segala makhluk).”[9]Takdir Umur
Dalam bulan Sya’ban ditakdirkan umur manusia. Maksudnya adalah melahirkan dan menampakkan takdir ini. Sebab bila bukan begitu, maka sungguh perbuatan-perbuatan Allah Swt tidak terbatasi dengan waktu maupun tempat, Ia berfirman:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌوَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِير [الشورى: 11]
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat.”
Dalam hadits Sayyidah ‘Aisyah -radhiyallahu ‘anha- telah diriwayatkan:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ. قَالَتْ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ،
أَحَبُّ الشُّهُورِ إِلَيْكَ أنْ تَصُومَهُ شَعْبَانُ؟ قَالَ: إنَّ اللهَ
يَكْتُبُ فِيهِ عَلَى كُلِّ نَفْسٍ مَيْتَةً تِلْكَ السَّنَةَ, فَأُحِبُّ
أنْ يَأْتِيَنِي أجَلِي وَأنَا صَائِمٌ. (رَوَاهُ أبُو يَعْلَى، وَهُوَ
غَرِيبٌ وَإسْنَادُهُ حَسَنٌ)[10]
“Sungguh Nabi Saw telah memuasai bulan Sya’ban
seluruhnya. ‘Aisyah bertanya: “Wahai Rasulullah! Apakah bulan yang
paling membuat senang untuk anda puasai adalah bulan Sya’ban?” Beliau
menjawab: “Sungguh dalam bulan Sya’ban Allah telah memutuskan kematian
bagi setiap manusia, maka aku senang ajalku tiba (diputuskan) di saat
aku dalam kondisi berpuasa.” (HR. Abu Ya’la, hadits ini adalah hadits gharib, dan sanadnya hasan)Karena itu, beliau Saw memperbanyak puasa di bulan Sya’ban. Anas bin Malik -radhiyallahu ‘anhu- meriwayatkan:
كَانَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَصُومُ وَلَا يَفْطُرُ حَتَّى نَقُولَ: مَا فِي نَفْسِ رَسُولِ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أنْ يَفْطُرَ الْعَامَ، ثُمَّ يَفْطُرُ
فَلَا يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ: مَا فِي نَفْسِهِ أنْ يَصُومَ الْعَامَ.
وَكَانَ أَحَبُّ الصَّوْمِ إلَيْهِ فِي شَعْبَانَ
“Rasulullah Saw berpuasa, kemudian tidak
berbuka sehingga kami katakan: Tidaklah diri Rasulullah Saw akan berbuka
(tidak berpuasa selama) setahun ini, lalu beliau berbuka dan tidak
berpuasa sehingga kami berkata: “Tidaklah dirinya akan berpuasa selama
setahun ini. Dan puasa yang paling menyenangkan beliau adalah puasa di
bulan Sya’ban.” (HR. Ahmad dan ath-Thabarani )
[1] HR. al-Bukhari. Baca, al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Beirut: Dar Ibn al-Katsir, 1987), Juz IV, h. 1797. (Penerjemah).
[2]At-Targhib wa at-Tarhib, karya al-Mundziri, Juz II, h. 48.
[3]Menurut Ibn Huzaimah sesuai kutipan Ibn Hajar al-Haitami dalam al-Fatawa, hadist ini bersatus shahih. Baca, Ibn Hajar al-Haitami, al-Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyah, (ttp.: Dar al-Fikr, tt.), Juz II, h. 69. (Penerjemah)
[4]Maksudnya
andaikan Allah Swt membuka hijabNya yang bernama nur, niscaya nur
keagungan, dan kewibawaan Allah Swt akan membakar habis semua
makhluknya. Baca, an-Nawawi, al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, (Beirut: Dar Ihya’ at-Turats al-Arabi, 1392 H), Juz III, h. 13-14. (Penerjemah).
[5]At-Tirmidzi berkata: “Ini hadist hasan.” Baca, At-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, (Beirut: Dar Ihya` at-Turats al-‘Arabi, tt.), Juz II, h. 342.
[6] Kataتَسْلِيمٌ menurut al-Baghawi diartikan sebagai tasyahud. Ath-Thibi menambahkan:
“Tasyahud disebut dengan kata تَسْلِيمٌ karena tasyahud mencakup ucapan salam.”
Sedangkan kalimat تُفْتَحُ لَهُنَّ أَبْوَابُ السَّمَاءِ (karenanya akan dibukakan pintu-pintu langit) merupakan kinayah dari penerimaan yang baik dan cepat sampai kepada Allah Swt. Baca, Al-Munawi, Faidh al-Qadir, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1415 H/1994 M), Juz I, h. 198. (Penerjemah).
“Tasyahud disebut dengan kata تَسْلِيمٌ karena tasyahud mencakup ucapan salam.”
Sedangkan kalimat تُفْتَحُ لَهُنَّ أَبْوَابُ السَّمَاءِ (karenanya akan dibukakan pintu-pintu langit) merupakan kinayah dari penerimaan yang baik dan cepat sampai kepada Allah Swt. Baca, Al-Munawi, Faidh al-Qadir, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1415 H/1994 M), Juz I, h. 198. (Penerjemah).
[7]HR. An-Nasa’i.
[8]HR. Thabrani dalam al-Mu’jam al-Ausath, dan perawinya adalah perawi-perawi tsiqah. Nurruddin al-Haitsami, Majma’ az-Zawaid, (Beirut: Dar al-Fikr, 1412 H), Juz VIII, h. 128. (Penerjemah)
[9] Demikian ringkasan kitab Shu’ud al-Aqwal wa Raf’ al-A’mal ila al-Kabir al-Muta’al, karya Syaikh Abdullah Sirajuddin.
[10]Demikian redaksi dalam kitab at-Targhib wa aTarhib. Begitu pula redaksi dalam naskah cetakan kitab Musnad Abi Ya’la Juz VIII h. 312 hadits nomor 4911. Namun sudah jelas bahwa sabda Nabi Saw:
telah terdistorsi. Yang valid adalah:
Redaksi ini terdapat dalam banyak riwayat shahih yang hadir dalam bab ini selain hadits tersebut. Seperti sabda Nabi Saw:
Redaksi inilah yang sesuai dengan konteks pembicaraan Nabi ( dan merupakan redaksi hadits yang secara jelas terdapat pada riwayat al-Khatib dalam kitabnya at-Tarikh, dengan sanadnya sampai kepada Sayyidah ‘Aisyah -radhiyallahu ‘anha-. Di situ ada pula redaksi:
فَأُحِبُّ أنْ يَأْتِيَنِي أجَلِي وَأنَا صَائِمٌ
“Maka aku senang ajalku tiba (diputuskan) di saat aku dalam kondisi berpuasa.”telah terdistorsi. Yang valid adalah:
فَأُحِبُّ أنْ يُرْفَعَ – أوْ أنْ يُكْتَبَ- عَمَلِي وَأنَا صَائِمٌ
“Maka aku senang amalku dilaporkan (atau ditetapkan) di saat aku dalam kondisi berpuasa.”Redaksi ini terdapat dalam banyak riwayat shahih yang hadir dalam bab ini selain hadits tersebut. Seperti sabda Nabi Saw:
شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ
الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ (رَوَاهُ
النَّسَائِيُّ)
“(Sya’ban) adalah bulan yang di dalamnya amal manusia
dilaporkan, maka aku senang amalku dilaporkan di saat aku dalam kondisi
berpuasa.” (HR. an-Nasa`i)Redaksi inilah yang sesuai dengan konteks pembicaraan Nabi ( dan merupakan redaksi hadits yang secara jelas terdapat pada riwayat al-Khatib dalam kitabnya at-Tarikh, dengan sanadnya sampai kepada Sayyidah ‘Aisyah -radhiyallahu ‘anha-. Di situ ada pula redaksi:
وَأُحِبَّ أنْ يُكْتَبَ أجَلِي وَأنَا فِي عِبَادَةِ رَبِّي
“Dan aku senang ajalku ditentukan sedangkan diriku dalam kondisi beribadah kepada Tuhanku.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar