Lanjutan seri Khidir jilid 1.
1. Nabi Khidir dengan Rasulullah saw.
Ketika Rasulullah saw sedang berada didalam masjid, beliau mendengar orang berdoa, ”Ya Allah, tolonglah aku atas apa yang bisa menyelamatkan aku dari apa yang paling kutakuti”.
Lalu Rasulullah bersabda, ”Mengapa orang itu tidak menyertakan pasangan doa’nya yang seperti ini, Ya Allah berilah kepadaku kerinduan orang-orang shalih yang paling mereka rindukan”.
Kemudian Rasulullah saw menyuruh sahabatnya Anas untuk menyampaikan pasangan do’a tersebut kepada orang yang sedang berdo’a tadi.
Setelah Anas menyampaikan kepada orang tersebut perihal pasangan do’a dari Rasulullah saw, maka orang itu berkata, ”Ya Anas, katakan kepada Rasulullah saw bahwa Allah telah memberi kelebihan karunia kepadanya diatas para nabi seperti kelebihan kepada ummatnya di atas ummat para nabi lain, seperti kelebihan bulan Ramadhan atas bulan-bulan lainnya dan memberi kelebihan hari Jum’at atas hari-hari yang lain.
Anas terperanjat pada saat lelaki itu menoleh ke arah Anas, karena yang nampak adalah Khidir as.
Lalu orang itu berdo’a, ”Ya Allah, jadikanlah aku termasuk golongan ummat yang dimuliakan ini”.
(Riwayat Ibnu Addi dalam Al-Kamil, Thabrani dalam Al Ausath, Ibnu Askir dalam Tarikh Damsyq dan Ibnu Abiddunya dari Anas. Riwayat Hakim dalam Al Mustadrak)
2. Nabi Khidir dengan Abu Bakar Ash-Shiddiq
Pada waktu wafatnya Rasulullah saw, ketika di tengah-tengah kesedihan para sahabat yang menangis mengelilingi jenazah beliau, tiba-tiba ada seorang laki-laki berjenggot lebat dan bertubuh tegap masuk ke dalam majelis takziah, lalu ia menundukkan kepalanya sambil mencucurkan air mata.
Kemudian segera ia menemui para sahabat Nabi dan berkata, “sesungguhnya Allah telah menyediakan balasan pada setiap musibah, pengganti pada setiap yang hilang dan khalifah pada setiap yang tiada. Maka kembalikanlah segalanya kepada Allah dan berharaplah kepada-Nya. Allah telah mempersiapkan segalanya untuk kalian dan ketahuilah bahwasanya yang ditimpa musibah adalah orang yang tidak terpaksa”.
Lalu orang itu pergi. Para sahabat saling bertanya siapakah gerangan orang tersebut, tetapi Abu Bakar segera menjawab, “dia adalah Khidir, saudara Rasulullah saw”.
(Riwayat Baihaqi dari Anas bin Malik)
3. Nabi Khidir dengan Umar bin Khattab
Pada waktu Umar akan menshalati jenazah, tiba-tiba terdengar suara berbisik dari belakang, ”tunggu saya, wahai Umar...”.
Maka Umar menunggu dia hingga dia masuk ke dalam shaf dan Umar pun mulai bertakbir. Setelah sholat, Umar mendo’akan jenazah tersebut, ”Ya Allah, Jika Engkau mengadzabnya berarti dia durhaka kepada-Mu, tapi jika Engkau mengampuni dia, maka sesungguhnya dia sangat membutuhkan rahmat-Mu, Ya Allah”.
Setelah jenazah dimakamkan, seorang laki-laki memperbaiki tanah kuburannya sambil berkata, ”beruntunglah kamu, wahai penghuni kubur jika kamu tidak menjadi orang yang mengaku, menyimpan atau menentukan”.
Umar kemudian menyuruh untuk memanggilkan orang tersebut, ”bawalah orang itu kemari, akan kutanyakan tentang shalatnya dan pembicaraannya itu”.
Maka seorang lelaki pergi mencarinya, tetapi orang itu sudah tidak ada, kecuali hanya bekas telapak kakinya di tanah yang besarnya kira-kira satu hasta.
Lalu Umar berkata lagi, ”Demi Allah, dia itu Khidir yang pernah diceritakan oleh Rasulullah kepadaku”.
(Riwayat Muhammad bin Munkadir)
4. Nabi Khidir dengan Ali bin Abi Thalib
Pada waktu sahabat Ali ra sedang melakukan thawaf, tiba-tiba dia melihat seorang laki-laki bergantung pada kelambu Ka’bah sambil berdo’a, ”Ya Tuhan, yang tidak direpotkan oleh sebutan-sebutan, yang elok dan tidak disilapkan oleh permintaan-permintaan yang banyak dan tidak disibukkan oleh pengaduan-pengaduan yang bertubi-tubi, bolehlah aku mencicipi dinginnya ampunan-Mu dan manisnya rahmat-Mu”.
Ali ra pun memanggil dan berkata, ”Wahai hamba Allah, ulangilah perkataanmu itu”.
Kata orang itu, ”Apakah Anda mendengarkanku?”.
Ali pun menjawab, ”Ya”.
Lalu orang itu berkata lagi, ”Demi Khidir yang jiwanya berada didalam genggaman-Nya, siapa-siapa orang yang mengucapkan do’a itu pada setiap selesai shalat fardhu maka pasti ia akan mendapatkan ampunan dosa-dosanya dari Allah, sekalipun dosa-dosanya itu laksana bilangan pasir dan seperti butir-butir air hujan atau bagaikan banyaknya daun-daun pepohonan”.
(Riwayat Al Khathib dalam tarikh Baghdad dari Sufyan Ats-Tsauri, dari Abdullah bin Mhraz, dari Yazid bin Ashamm dari Ali bin Abi Thalib)
5. Nabi Khidir dan Ibrahim Al-Khawash
Dalam sebuah perjalanan, Ibrahim merasa kehausan sehingga akhirnya terjatuh pingsan tak sadarkan diri. Tiba-tiba dirasakannya ada percikan air mengenai wajahnya. Setelah dibuka matanya, Ibrahim melihat seorang pemuda tampan menunggang seekor kuda, berpakaian hijau dan bersorban warna kuning.
Kemudian pemuda itu turun dan memberi minum kepada Ibrahim sambil berkata, ”Naiklah dibelakangku”.
Tidak berapa lama kemudian, Ibrahim sudah sampai ke Madinah. Kemudian pemuda itu berkata, ”turunlah, sampaikan salamku kepada Rasulullah saw, katakanlah kepada beliau bahwa Khidir menyampaikan salam kepadanya”.
(Riwayat Nabhani dalam Jami’ Karamatil Auliya’)
6. Nabi Khidir dan Abdul Qadir Al-Jailani.
Pada saat Abdul Qadir Al-Jailani pertama kali memasuki kota Baghdad, Khidir datang menemuinya lalu memberi isyarat kepadanya agar dia mematuhi apa yang diperintahkannya kepada Abdul Qadir. Kata Khidir, “Duduklah kamu di tempat ini dan janganlah beranjak sedikitpun ingá aku datang kembali kemari”.
Maka Abdul Qadir Al-Jailani duduk di tempat itu sampai tiga tahun. Pada tahun pertama, Khidir datang menjenguknya dan berkata, “teruskan saja tingla di tempat ini sampai aku datang lagi menjengukmu kesini”.
Demikianlah, aku duduk di atas puing-puing reruntuhan kota Madani. Pada tahun pertama Abdul Qadir Al-Jailani tidak makan kecuali rerumputan saja yang dimakan dan tidak pernah minum walaupun hanya seteguk. Pada tahun kedua, Abdul Qadir Al-Jailani tidak makan walaupun rerumputan, tetapi hanya minum air saja selama satu tahun. Dan pada tahun ketiga, makan minum dan tidur pun mampu ditahan dan sama sekali tidak dilakukannya.
Pada suatu malam dan udara sangat dingin laksana salju, Abdul Qadir Al-Jailani mencoba memejamkan mata diatas reruntuhan istana Kaisar Persia di kota itu juga. Anehnya, pada malam itu dia bermimpi keluar mani (ihtilam) sebanyak 40 kali dan setiap kali bermimpi dia segera mandi wajib (mandi janabah / mandi junnub). Maka pada malam itu juga dia mandi junnub sebanyak 40 kali agar tetap dalam keadaan suci. Estela mandi yang terakhir, dia segera bangun dan berdiri melakukan Ibadan supaya tidak tertidur lagi dan agar tidak bermimpi lagi.
(Riwayat Abu Su’ud Al-Haraimi dalam Qalaid Al-Jawahir)
7. Nabi Khidir dengan Abu Bakar Al-Kattani
Abu Bakar Al-Kattani adalah seorang tokoh terkemuka, seorang alim, yang punya kharisma dan kuat bermujahadah. Diantara mujahadahnya yang sulit ditiru oleh orang biasa adalah dia senantiasa dalam keadaan suci dalam satu hari satu malam. Berdiam dibawah kubah Masjidil Haram selama tiga puluh tahun dan tidak pernah tidur.
Pada suatu hari, seorang laki-laki berwibawa masuk melalui pintu Abi Syaibah, lalu mendekatinya dan memberi salam kepadanya sambil berkata, “hai, Abu Bakar, mengapa anda tidak pergi ke maqam Ibrahim bersama orang-orang yang saling mendengarkan pelajaran hadits Nabi ?”.
Abu Bakar mengangkat kepalanya dan berkata, “Wahai guruku, kebanyakan hadits-hadits yang disampaikan mereka itu semuanya tanpa sanad, sedangkan aku dapat menjelaskan dari sini dengan sanad-sanadnya yang panjang”.
Laki-laki itu bertanya kembali, “Dari siapa anda mendengarnya ?”.
Abu Bakar menjawab, “Tuhan sendiri yang mengajarkan ke dalam hatiku”.
“Coba buktikan hal itu kepadaku !” Pinta lelaki itu yang tak lain adalah Nabi Khidir.
Jawab Abu Bakar, “Buktinya adalah bahwa kamu tak lain adalah Khidir”.
(Riwayat Ibnul Munawwir dalam kitabnya)
Seri : 1 Klik :
KISAH NABI KHIDIR BERUMUR PANJANG, ISKANDAR ZULKAR...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar