“Mereka Memanggilku Nabi Khidir Sedang yang aku tahu namaku Hamba .. dan aku cuma seorang Hamba Sahaya”
Mencari Khidir, Memburu Ilmu Hikmah
Siapa yang tidak kenal dengan Nabi Khidir. Setiap orang, khususnya orang islam, pasti akrab dengan nama Khidir. Sesosok nabi yang nyentrik ajarannya dan cara penyampaiannya. Ajaran dan penyampaiannya terkadang membuat muridnya dibuat bertanya-tanya. Bahkan sekaliber Nabi Musa pun dibuat bertanya-tanya dengan tingkah laku Nabi Khidir. Cerita bergurunya Nabi Musa ke Nabi Khidir merupakan media Allah untuk menyadarkan Nabi Musa bahwa ada manusia yang lebih pintar dibanding dirinya.
Konon Nabi Musa pernah ditanya oleh umatnya tentang siapa manusia yang paling pintar di dunia ini. Spontan Nabi Musa mengatakan bahwa dirinyalah yang paling pintar. Sikapnya ini mendapat teguran Allah, Nabi Musa kemudian disuruh berguru kepada seseorang yang ilmunya jauh lebih tinggi dibanding dirinya. Allah menunjukkan dimana orang tersebut tinggal. Nabi Musa dapat menemui Nabi Khidir pada pertemuan dua buah lautan (jama’ al bahrain). Tandanya, apabila ia membawa ikan yang sudah masak, kemudian dengan percikan air ikan tersebut bisa hidup kembali, itulah tempat Nabi Khidir berada.
Singkat cerita, Nabi Musa berhasil bertemu dengan Nabi Khidir. Nabi Musa diterima sebagai murid tetapi sejak awal Nabi Khidir sudah mengatakan bahwa Nabi Musa tidak akan sanggup menjalani semua persyaratan yang diajukannya. Persyaratan itu tidak lain adalah Nabi Musa dilarang bertanya segala tindakan Nabi Khidir sampai ia sendiri menjelaskan kepada Nabi Musa. Nabi Musa pun menyanggupinya. Namun, tidak disangka-sangka tindak laku Nabi Khidir ternyata di luar dugaan dan mengundang Nabi Musa untuk bertanya dengan segala tindakan yang dilakukan sang guru. Merasa Nabi Musa tak sanggup menjalani persyaratan sebagai murid kemudian Nabi Khidir memutuskan berpisah dengan Nabi Musa setelah menjelaskan maksud dari tindakannya.
Bagi kita yang akrab dengan teori pembelajaran modern, dengan segala paradigmanya sebagai seorang pembelajar, apa yang dilakukan Nabi Musa merupakan hal yang wajar. Bahkan, sebagai seorang murid sudah selayaknya murid aktif bertanya kepada sang guru. Tetapi inilah kenyataannya, kenyataan antara Nabi Musa dan Nabi Khidir yang mewedar ilmu. Nabi Musa tak sanggup menangkap hikmah di balik kejadian. Nabi Musa tak bisa membaca “masa datang” kecuali “masa kini” yang dihadapi. Salahkah Nabi Musa? Jelas di sini tidak bisa dihukumi siapa yang salah dan siapa yang benar. Yang jelas Nabi Musa sendiri telah melanggar perjanjian antara murid dan guru, bahasa kerennya sekarang melanggar kontrak belajar yang telah disepakati.
Lantas siapa Nabi Khidir itu, sampai Allah pun harus menyuruh Nabi Musa untuk berguru kepadanya? Apa kelebihannya? Sosok Nabi Khidir tak hanya terkenal pada cerita Nabi Musa. Menurut cerita, Sunan Kalijaga yang bergelar Syeh Malaya pun pernah bertemu dengan Nabi Khidir di tengah lautan. Saat Sunan Kalijaga hendak menunaikan haji ke Mekkah, beliau bertemu dengan Nabi Khidir dan menyuruhnya Sang Sunan untuk kembali ke tempat tinggalnya sebab yang dicarinya tidak ada, kecuali di hati Sang Sunan sendiri. Sekali lagi, wejangan Nabi Khidir terasa ganjil, namun di balik keganjilannya itu tersimpan berbuku-buku hikmah yang harus direnungkan oleh para muridnya.
Hal yang paling melekat dengan Nabi Khidir adalah lautan (air) dan keunikan ajarannya. Terkadang Nabi Khidir dijuluki “nabi air”, sebab para pencarinya menemukan atau bertemu dengan di air meski ini tidak selamanya. Sedangkan keunikan, keganjilan cara penyampaian bahkan isinya menjadi ciri khas Nabi Khidir. Sehingga Nabi Khidir dijuluki guru hikmah. Nabi Khidir sendiri dianugerahi ilmu laduni; ilmu yang bersifat langsung dari Allah (QS. Al-kahfi : 18: 65). Tak pelak, hal inilah yang menjadikan Khidir sebagai ikon guru ruhani dalam tradisi spiritual Islam. Allah berfirman :
فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا
(QS. Al-kahfi : 18:65)Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. (QS Al Kahfi: 65)
Keterangan (Departemen Agama Republik Indonesia) :
Dalam ayat ini Allah menceritakan bahwa setelah Nabi Musa dan Yusa' menyusuri kembali jalan yang mereka lalui tadi sampailah keduanya pada batu itu yang pernah mereka jadikan tempat beristirahat. Di sana mereka mendapatkan seorang hamba di antara hamba-hamba Allah ialah Al Khidir yang berselimut dengan kain putih bersih (yang dimaksud dengan rahmat di sini ialah wahyu dan kenabian. sedang yang dimaksud dengan ilmu ialah ilmu tentang yang ghaib dan lain lain). Menurut Said bin Jubair, kain putih itu menutupi leher sampai dengan kakinya.
Dalam ayat ini Allah SWT juga menyebutkan bahwa Al Khidir itu ialah orang yang mendapat ilmu langsung dari Allah. Diberikan dengan cara ilham yang ilmunya disebut Ilmu laduni (ilmu dari sisi Tuhan). Ilmu laduni ini diperoleh dengan cara langsung dari Tuhan tanpa perantara. Kejadiannya dapat diumpamakan seperti sinar dari suatu lampu gaib yang sinar itu langsung mengenai hati yang suci bersih, kosong lagi lembut. Ilham ini merupakan perhiasan yang diberikan Allah kepada para kekasih Nya (para wali).
Allah itu Maha Pengasih, Maha Pemurah, dan Maha Penyayang kepada hamba-hambat-Nya. Musa AS berangkat untuk bertemu Khidr AS, seseorang yang telah diberi rahmat oleh Allah. Oleh karena itu, sifat-sifat Maha Pengasih dan Maha Penyayang Allah tercermin padanya. Sifat Allah tersebut telah memungkinkan dirinya menerima pengetahuan yang lebih dari Allah dan menjadi salah satu hamba pilihan-Nya.
Dalam bukunya yang berjudul “Mystical Dimensions of Islam”, oleh penulis Annemarie Schimmel, Khidr dianggap sebagai salah satu nabi dari empat nabi dalam kisah Islam dikenal sebagai ‘Sosok yang tetap Hidup’ atau ‘Abadi’. Tiga lainnya adalah Idris (Henokh), Ilyas (Elia), dan Isa (Yesus). Khidr abadi karena ia dianggap telah meminum air kehidupan (Konon di ketahui berasal dari Segitiga Bermuda dan mendapat julukan Balyā bin Malkān). Ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa Khidr adalah masih sama dengan seseorang yang bernama Elia. Ia juga diidentifikasikan sebagai St. George. Di antara pendapat awal para cendikiawan Barat, Rodwell menyatakan bahwa “Karakter Khidr dibentuk dari Yitro” (Karakter yang terbentuk dari Al Kitab atau Wahyu, Wahyu ALLAH yaitu Al Kitab Al Qur'an, Yitro artinya adalah Kitab atau Wahyu)
Dalam kisah literatur Islam, satu orang bisa bermacam-macam sebutan nama dan julukan yang telah disandang oleh Khidr. Beberapa orang mengatakan Khidr adalah gelarnya yang lainnya menganggapnya sebagai nama julukan. Khidir telah disamakan dengan St. George, dikenal sebagai “Elyas versi Muslim” Para cendikiawan telah menganggapnya dan mengkarakterkan sosoknya sebagai orang suci, Nabi pembimbing Nabi yang misterius dan lain lain .. Orang Muslim Arab biasa memanggilnya El Khudder-The Green
Mengapa ia harus disebut hijau, disebut hijau dalam bahasa Arab " Sebuah penjelasan yang mungkin untuk referensi warna Al Khidir , setelah duduk di sebuah gurun tandus, mengubahnya menjadi surga hijau subur. .. Khidr adalah nama julukan bukan nama yang sesungguhnya Nama nya cuma Hamba .. Khidr artinya adalah Hijau sebuah warna Simbol untuk Kesabaran bisa di artikan nama julukannya adalah Sabar .. ALLAH memberi nama Hamba dan menjulukinya Innallaha Ma'asshabirin .. Nama Khidir bisa di arti kan atau dihubungkan dengan PENGEMBARA ABADI (karena hidup abadi)
Jika tanda-tanda kecil Kiamat sudah hampir muncul seluruhnya berarti kondisi dunia dewasa ini berada di ambang menyambut kedatangan tanda-tanda besar Kiamat. Dan bila asumsi ini benar, berarti dalam waktu dekat kita semua sudah harus bersiap-siap untuk menyambut datangnya tanda penghubung antara tanda-tanda kecil Kiamat dengan tanda-tanda besar Kiamat, yaitu diutusnya Imam Mahdi ke tengah ummat Islam. Hal ini menjadi selaras dengan isyarat yang diungkapakan Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam mengenai dua pra-kondisi menjelang diutusnya Imam Mahdi.
Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda yang artinya:
“Aku kabarkan berita gembira mengenai Al-Mahdi yang diutus Allah ke tengah ummatku ketika banyak terjadi perselisihan antar-manusia dan gempa-gempa. Ia akan memenuhi bumi dengan keadilan dan kejujuran sebagaimana sebelumnya dipenuhi dengan kese-wenang-wenangan dan kezaliman.” (HR Ahmad)
Nabi Khidir merupakan nama julukan, nama kecilnya adalah Balya. Ia mendapat julukan tersebut (Khidir)-berasal dari kata Khudrun artinya hijau- kerena di mana pun ia pernah duduk atau menginjakkan kaki, selalu tumbuh rumput hijau karena tanahnya menjadi subur. Nabi Khidir sendiri merupakan anak seorang raja yang kemudian diasingkan di daerah terpencil bersama ibunya. Setelah dewasa Nabi khidir mengikuti sayembara penulisan suhuf-suhuf firman Allah yang diadakan oleh sang raja (ayahnya) dan berhasil memenangkan sayembara tersebut. Kekaguman sang raja akan keelokan tulisan Nabi Khidir membuat sang raja menelisik asal-usul Nabi Khidir. Setelah diketahui asal-usulnya khidir yang tak lain merupakan putranya sendiri, sang raja berkenan Nabi Khidir agar tetap tinggal di istana untuk meneruskan tahtanya tetapi Nabi Khidir menolaknya dan memilih pulang ke kampung halaman, tinggal bersama ibunya.
Semasa pemerintah Iskandar Agung, Nabi Khidir diangkat menjadi wazir utama. Konon, Raja Zulkarnain didatangi malaikat, raja menggunakan kesempatan pertemuan tersebut untuk bertanya perihal tentang jalan yang bisa ditempuh manusia supaya tidak mati hingga hari kiamat datang. Malaikat menceritakan bahwa ada ma’ul hayat (air kehidupan). Siapa saja yang dapat meminumnya walaupun sedikit, dia tidak akan mati, kecuali nanti waktu sangkakala ditiup. Raja kesengsem dengan jawaban malaikat. Malaikat pun menceritakan bahwa air tersebut berada di daerah kutub, sangat samar, hampir dikatakan gelap.
Raja bersama rombongan, tak terkecuali Nabi Khidir, berusaha mencari air kehidupan tersebut. Sayangnya, setelah lama mencarinya tidak kunjung pula air tersebut ditemukan. Hanya Nabi Khidir-lah yang menemukan air tersebut kemudian meminumnya. Itulah mengapa Nabi Khidir tetap hidup hingga saat ini.
Sosok Nabi Khidir banyak dicari oleh orang. Kehadirannya diyakini dapat membawa berkah dan membukakan pntu hikmah meski pertemuan itu hanya sebentar. Seperti yang dialami dialami Nabi Musa. Tidak diragukan Ilmu Nabi Musa tentunya sangat luas apalagi kapasitasnya sebagai nabi yang melayani umat. Namun, di balik kepintaran tersebut masih ada kekurangan yakni ilmu masa depan alias ilmu kewaskitaan. Hingga akhirnya Allah menyuruh Nabi Musa berguru kepada Nabi Khidir.
Kedatangan dan pertemuan dengan Nabi Khidir memang tidak bisa dijadwalkan. Ia datang tak diundang, pergi pun sesuka hatinya. Dia hadir jika ada yang membutuhkan dengan niat tulus dan terkadang kedatangannya untuk menyadarkan orang yang didatangi. Seperti yang dialami oleh raja besar di Balkha. Raja ini merupakan raja yang kaya banyak pengawalnya. Suatu malam sang raja dikejutkan oleh suara di atas atap rumah. Ketika ditanya orang yang berada di atas itu menjawab bahwa dia sedang mencari untanya yang hilang. Seketika sang raja mengatakan aneh, sebab mencari unta di atas atap. Tetapi laki-laki itu malah menjawab kelakuan sang raja lebih aneh lagi sebab mencari ridho Allah kok berbalut dengan kemewahan.
Begitu pula saat sang raja mengadakan sidang bersama punggawanya, tiba-tiba datang seorang laki-laki tanpa permisi. Ketika ditanya apa keperluannya, sang laki-laki itu mengatakan bahwa istana ini hanya peristirahatan para kafilah. Tentu saja sang raja marah sebab istana disebut sebagai tempat peristirahatan.
“Ini bukan persinggahan para kafilah yang kelelahan. Ini adalah istanaku, “ bentak sang raja merasa terhina.
“Istanamu? Sebelum engkau, siapa yang menempatinya?”
“Bapakku”
“Sebelum bapakmu, siapa yang punya?”
“Kakekku”
“Sebelum kakekmu?”
“Bapak dari kakekku.”
“Sekarang mereka berada di mana?”
“Mereka sudah meninggal dunia”
“Berarti tepat benar: tempat ini adalah persinggahan sementara saja. Nanti sebentar lagi engkau juga akan meninggalkannya.” Kemudian orang itu hilang. Ternyata orang itu tidak lain adalah Nabi Khidir yang datang memberi nasehat agar menyadari bahwa kehidupan dunia itu fana belaka, bukan tujuan utama setiap manusia beriman.
Nabi Khidir bak harta karun terpendam yang banyak diburu oleh banyak orang dengan berbagai macam keperluan dan keinginan. Seperti yang dialami oleh tiga bersaudara (Ubai, Ammar dan Khofid) ketiganya merupakan dari keluarga miskin. Tekad mereka adalah ingin bertemu dengan Nabi Khidir, tujuannya tidak lain meminta Nabi Khidir mendoakan agar mereka dapat hidup layak.
Ketiganya mendatangi Masjidil Haram, sebab pada hari “haji akbar” Nabi Khidir berada di sana. Setiap orang dijabat tangani, menurut keyakinan jempolnya Nabi Khidir itu empuk seperti kapas. Setelah ketemu dengan Nabi Khidir mereka bertega menyampaikan tujuannya masing-masing. Ubai meminta didoakan supaya menjadi orang kaya, Ammar menjadi seorang raja sedangkan Khofid agar menjadi orang alim. Nabi Khidir pun berkenan mendoakan setelah mereka dijanji supaya tidak lupa dengan kewajibannya jika kelak mereka berhasil cita-citanya.
Bertiganya berhasil sesuai harapan awalnya. Ubai menjadi kaya, Ammar menjadi seorang raja, dan Khofid menjadi Alim yang mempunyai banyak santri. Namun, Ubai menjadi sombong dan congkak terhadap orang-orang miskin. Ammar pun menjadi raja yang sewenang-wenang. Maka Nabi Khidir perlu menyadarkan keduannya, tetapi kedatangannya malah disia-siakan oleh keduanya. Berkat doa’a Nabi Khidir keduanya kembali ke kehidupan semula: menjadi miskin dan sengsara. Hanya Khofid yang lurus dengan janjinya.
Cerita Nabi Khidir ini menjadi bahan renungan sekaligus tamparan kepada kita di realita kehidupan. Sosok wali, orang yang berkaromah terkadang hanya dimanfaatkan oleh kepentingan duniawi. Doanya hanya dimanfaatkan untuk meraih sesutau yang sementara dan fana. Merangkak-rangkak kita meminta didoakan supaya terkabul segala hajat namun setelah berhasil kita lupa dengan janji semuanya. Inilah realita bagaimana agama, wali, bahkan ayat-ayat Al-Qur’an terkadang hanya dimanfaatkan hanya untuk memburu kemewahan dunia. Padahal kehadirannya (agama, wali, nabi dan kitab suci) tidak lain sebagai pembawa kabar gembira sekalipun peringatan (bashiran wa nadhiran). Wa’allahu a’lam.
DOA NABI KHIDIR AS, DOA KESELAMATAN DAN MEMINTA HAJAT
دُعَاء الفرَج لِسَيِِدِّنَا الخِضِرْ عَلَيْة السَّلاَم
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَّى سَيِدِّنَا مُحَمَّدٍ وَ اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ
اَللَّهُمَّ
كَمَا لَطَفْتَ فِى عَظَمَتِكَ دُونَ اللطَّفَاءِ وَعَلوْتَ بِعَظَمَتِكَ
عَلَى الْعُظَمَاءِ ، وَعَلِمْتَ مَاتَحْتَ أَرِضِكَ
كَعِلْمِكَ
بِمَا فَوْقَ عَرْشِكَ ، وَكَانَتِ وَسَاوسُ الصُدُورِ كَاْلعَلاَ نِيَّة
عِنْدَكَ ، وَعَلا نَّيةُ اْلقَوْلِ كَالسَّرِ فِى عِلْمِكَ
،
وَانْقَادَ كُلُّ شَىْء لِعَظَمَتِكَ ، وَخَضَعَ كُلُّ ذِى سُلْطَانٍ
لسُلْطَانِكَ ، وَصَارَ أَمْرُ الدُّنْيَا والاَخِرَةِ كُلُّه بِيَدِكَ .
اِجْعَلْ
لِى مِنْ كُلِ هَمٍ أَصْبَحْتُ أَوْ أَمْسَيْتُ فِيهِ فَرَجَا وَمَخرَجَا
اللَّهُمَّ إِنَّ عَفَوَكَ عَنْ ذُنُوبِى ، وَتَجَاوُزُكَ
عَنْ
خَطِيئَتىِ ، وَسِتْرَكَ عَلَى قَبِيحِ عَمَلِى ، أَطمِعْني أَنْ
أَسْألَُكَ مَا لاَ أَسْتَوْجِبُهُ مِنْكَ مِمَّا قَصَّرْتُ فِيهِ ،
أَدْعُوكَ
اَمِنا وَأَسْألُكَ مُسْتَأنِسَا . وَإِنَّكَ الْمُحْسِنُ إِلَّى ،
وَأَنَا الْمُسِىُ إلىَ نَفْسِى فِيِمَا بَيْنِى وَبَيْنَكَ ، تَتَوَدَدُ
إِلىَّ
بِنِعْمَتِكَ وَأَتَبَغَّضُ إلَيْكَ بِالْمعَاصِى وَلَكِنَّ الثَّقَةُ
بِكَ حَمَلَتْنِى علَى الْجَرَاءَةِ عَلَيْكَ فَعُدْ بِفَضْلِكَ
وإحْسِانِكَ
. عَلَي إِنَّكَ أَنْتَ التَّوِابُ الَّرَحِيم وَصَلَ الله عَلَى سَيِدِنَا مُحَمَّدٍ وَ اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ
Terjemahnya
Doa Al Faraj li Sayyidina Al Khidir Alaihissalam
Bismillahirrahmanirrahim, Allahumma Sholli ala Sayyidina Muhammad wa alihi wa shahbihi wa sallam, Allahumma kamaa lathafta fii ‘adhamatika duunalluthafaa, wa ‘alawta bi‘adhamatika alal ‘udhamaa, wa ‘alimta maa tahta ardhika ka’ilmika bimaa fauqa ‘arsyika, wa kaanat wasaawisasshuduuri kal’alaniyyati ‘indaka, wa ‘alaa niyyatilqauli kassirri fii ilmika, wanqaada kullu syay’in li ‘adhamatika, wa khadha’a kullu dzi sulthaanin li sulthaanika, wa
shaara amruddunya wal akhirati kulluhu biyadika. Ij’al lii min kulli hammin ashbahtu aw amsaiytu fiihi farajan wa makhrajaa, Allahumma inna ‘afawaka ‘an dzunuubiy, wa tajaawazaka ‘an khathii’athiy, wa sitraka alaa qabiihi a’maaliy, athmi’niy ‘an as’aluka maa laa astawjibuhu minka mimma qashhartu fiihi, ad’uuka aaminan, wa as;aluka musta;anisaa. Wa innakalmuhsinu ilayya, wa analmusii’i ilaa nafsiy fiima bayniy wa bainaka, tatawaddaduu
300 kenalilah akidahmu 2 ilayya bini’matika, wa atabagghadhu ilaika bilma’ashiy, walakinnattsiqata bika hamalatniy alal Jaraa’ati ‘alaika, fa’ud bifadhlika wa ihsaanika alayya. innaka antattawaburrahiim ,wa shalallahu alaa Sayyidina Muhammadin wa alihi wa shahbihi wa sallim.
DOA MOHON KESELAMATAN NABI KHIDIR AS
Wahai Allah, Sebagaimana Engkau telah berlemah lembut dalam Keagungan Mu melebih segenap kelembutan, dan Engkau Maha Luhur dan Keagungan Mu melebihi semua Keagungan, Dan Engkau Maha Mengetahui terhadapa apa apa yg terjadi di Bumi sebagaimana Engkau Maha Mengetahui apa apa yg terjadi Arsy Mu, dan semua yg telah terpendam merisaukan hati adalah jelas terlihat dihadapan Mu, dan segala yg terang terangan diucapkan adalah Rahasia Yang terpendam dalam Pengetahuan Mu, dan patuhlah segala sesuatu pada Keagungan Mu, dan tunduk segala penguasa dibawah Kekuasaan Mu, maka jadilah segenap permasalahan dunia dan akhirat dalam Genggaman Mu, Maka jadikanlah segala permasalahanku dan kesulitanku segera terselesaikan dan termudahkan pada pagiku atau soreku ini, Wahai Allah kumohon maaf Mu atas dosa dosaku, dan kumohon pengampunan Mu atas kesalahan kesalahanku, dan kumohon tabir penutup Mu dari keburukan amal amalku, berilah aku dan puaskan aku dari permohonanku yg sebenarnya tidak pantas diberikan pada Ku karena kehinaanku, kumohon pada Mu keamanan, dan kumohon pada Mu Kedamaian bersama Mu, Sungguh selalu berbuat baik padaku, sedangkan aku selalu berbuat buruk terhadap diriku atas hubunganku dengan Mu, Kau Ulurkan Cinta kasih sayang lembut Mu padaku dengan kenikmatan kenikmatan Mu, sedangkan aku selalu memancing kemurkaan Mu dg perbuatan dosa, namun kuatnya kepercayaanku pada Mu membawaku untuk memberanikan diri lancang memohon pada Mu, maka kembalikanlah dengan Anugerah Mud an Kebaikan Mu padaku, Sungguh Engkau Maha Menerima hamba hamba yg menyesal dan Engkau Maha Berkasih sayang, Dan shalawat serta salam atas Sayyidina Muhammad serta keluarga dan limpahan salam, dan segala puji bagi Allah Pemilik Alam semesta
Sholawat Nabi Khidir AS,
Bismillahirrohmanirrohim
Allahumma Sholli Wa Sallim Wabarik Ala Sayyidina Muhammadin Wa Ala Aalihi Kamala Nihayata Likamalika Wa’adada Kamalihi
Artinya:
Ya Allah Limpahkanlah Rahmat Keselamatan dan berkah kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW dan keluarganya sebagaimana tiada batas akhir atas kesempurnaan-Mu dan sebanyak hitungan kesempurnaan-Mu ..
Amin
(http://kedaiislambrahmakumbara.blogspot.com/2014/05/sesungguhnya-sayalah-tokoh-brama_7.html)
ASMA KHIDIR
asma Khidir dari pembuka sampai pada beberapa tingkatannya,
sebagai wawasan atau untuk diamalkan
Pembuka…
AQSAMTU ALAIKA YA NABBIYA KHIDIR A.S. WA ALAIKA ASMA’UL KHUDDAM ALUUHA (2 X) ASSAAH (2X) BIIDZNILAH BI LAHAULA WALA QUWWATA ILLA BILLAH
ASMAK KHIDIR….
BISMILLAHIRROHMANIRROHIM
BALYAKHAN BALYAKHIN BARNABAL BARNABIL QUWWAH, YAA MAN LAA YUSYGHILUHU SAM’UN AN SAM’IN, YAA MAN LAA TUGHLITHUL MASAA’IL, YAA MAN YATABARROMUBI ILHAAHIL MALHIIN ADZIQNII BURDA ‘AFWIKA WA HALAAWATA ROHMATIKA.
BALYAKHAN BALYAKHIN MALKHAN MALKHIN QUWWAH BIIDDZNILLAH BI LAA HAWLA WALAAQUWWATA ILLA BILLAH.
313 x 3-7 hari.
TINGKAT 1. “INNAKA QUWWATA BI QUWWATI WA QUWWATIKA WA BALYAKHAN BALYAKHIN BARNABAL BARNABIL QUWWAH, BI IDZNILLAH BI LAA HAWLA WALA QUWWATA ILA BILLAH”.
TINGKAT 2. “INNAKA QUWWATA BI QUWWATI WA QUWWATIKA WA MALKHAN MALKHIN MAYAKHAL MAYAKHIL QUWWAH , BI IDZNILLAH BI LAA HAWLA WALA QUWWATA ILA BILLAH”.
TINGKAT 3. ” INNAKA QUWWATA BI QUWWATI WA QUWWATIKA JABALAL JABALIL KAF KAF QUWWAH, BI IDZNILLAH BI LAA HAWLA WALA QUWWATA ILA BILLAH”.
TINGKAT 4. ” INNAKA QUWWATA BI QUWWATI WA QUWWATIKA BARNAKIL 2X BARNULUHUM 2X QUWWAH, BI IDZNILLAH BI LAA HAWLA WALA QUWWATA ILA BILLAH”.
TINGKAT 5. ” INNAKA QUWWATA BI QUWWATI WA QUWWATIKA KUN BALYAKHAN KUN BALYAKHIN KUN QUWWATA KUN QUWWATI, BI IDZNILLAH BI LAA HAWLA WALA QUWWATA ILA BILLAH”.
Masing-masing 1000 x tiap tingkat selama 7 hari.
.
Amalan ini ada di segmen apa? Syariatkah.. Hakikatkah.. Tarekhatkah atau Makhrifat.. seandainya ini akan berakibat pada Hakikat keatas tentu perlu Sang Ahli yg hrs selalu berada disamping si umat yg mengamalkan, bila tdk resiko besar bagi umat yg mengamalkan tanpa bimbingan yg konsisten
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus