Selasa, 10 Juni 2014

Allah Yang Mengajari Kita Segala Sesuatu





Allah SWT mengajari kita kekuatan, dengan cara memberi kita kesulitan-kesulitan untuk membuat kita tegar.
Allah SWT mengajari kita kebijakan, dengan cara memberi kita berbagai persoalan hidup untuk diselesaikan agar kita bertambah bijaksana.
Allah SWT memberi kita kemakmuran, dengan cara memberi kita otak dan tenaga untuk dipergunakan sepenuhnya dalam mencapai kemakmuran.
Allah SWT mengajari kita keteguhan hati, dengan cara memberi bencana dan bahaya untuk diatasi.
Allah SWT mengajari kita cinta, dengan cara memberi kita orang-orang bermasalah untuk diselamatkan dan dicintai.
Allah SWT mengajari kita kemurahan dan kebaikan hati, dengan cara memberi kita kesempatan-kesempatan yang silih berganti. Dan Allah SWT mengajari kita terhadap apa yang tidak kita ketahui.
Akhirnya kita tahu… Ternyata Allah menyelipkan ilmu dalam setiap benda ciptaan-Nya. Dan kita sebagai manusia sekaligus sebagai “peserta didik”-Nya diwajibkan untuk mengikuti kurikulum rancangan-Nya. Karena alam ini adalah universitas tanpa batas, universitas tanpa pagar sebagai grand-design yang amat sempurna.

 Allah SWT. telah berfirman:

وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ

“Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarimu”. (QS. Albaqarah: 282).

Allah Mengajar Manusia Pandai Bicara

Salah satu yang membedakan manusia dari hewan adalah kepandaian berbicara hingga sekarang ini begitu kompleksnya bahasa manusia yang ada dimuka bumi. Psikolog sepakat bahwa proses manusia mengenal bahasa merupakan sesuatu yang luar biasa karena selain mengingat dan mengucapkan,.. manusia juga menciptakan kata kata yang memiliki makna, tidak seperti robot canggih yang hanya mengenali dan mengucapkan apa yang pernah dicopykan dalam memorynya. Berikut ini penjelasan Allah 

Dengan menyebut nama Allah yang maha kasih maha penyayang

Yang maha pemurah
yang telah mengajarkan Qur'an
Dia menciptakan manusia
Mengajarnya pandai bicara
(QS: AR RAHMAN 1-4)

 Allah SWT. telah berfirman:

وَعَلَّمَ آدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
`(QS. 2:31)

Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman:` Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar! `(QS. 2:31)

Keterangan:
Dalam ayat ini Allah swt. menunjukkan suatu keistimewaan yang telah dikaruniakan-Nya kepada Adam a.s yang tidak pernah dikaruniakan-Nya kepada makhluk-makhluk-Nya yang lain, yaitu ilmu pengetahuan dan kekuatan akal atau daya pikir yang memungkinkannya untuk mempelajari sesuatu dengan sedalam-dalamnya. Keistimewaan ini diturunkan pula kepada turunannya, yaitu umat manusia. Oleh sebab itu, manusia (Adam a.s. dan keturunannya) lebih patut dari malaikat untuk dijadikan khalifah.

Ayat ini menerangkan bahwa Allah swt. mengajarkan kepada Adam a.s. nama-nama dan sifat-sifat dari semua benda yang penting-penting di antara-Nya. Adapun cara mengajarkan nama benda-benda tersebut kepada Adam a.s. ialah dengan memberikan ilham kepadanya serta menanamkan daya pikir, yang memungkinkannya untuk mengembangkan pengetahuannya itu. Setelah nama benda-benda itu diajarkan-Nya kepada Adam a.s. maka Allah swt. memperlihatkan benda-benda itu kepada para malaikat dan diperintahkan-Nya agar mereka menyebutkan nama benda-benda tersebut yang telah diajarkan-Nya kepada Adam a.s. Dan ternyata mereka tak dapat menyebutkannya.

Hal ini untuk memperlihatkan keterbatasan ilmu pengetahuan para malaikat itu dan agar mereka mengetahui keunggulan Adam a.s. terhadap mereka dan agar dapat pula mereka mengetahui ketinggian hikmah-Nya dalam memilih Adam a.s. sebagai khalifah. Juga untuk menunjukkan bahwa jabatan sebagai khalifah, yaitu untuk mengatur segala sesuatu dan untuk menegakkan kebenaran dan keadilan di bumi ini memerlukan ilmu pengetahuan yang banyak serta kemampuan dan daya pikir yang kuat.

Perintah Allah swt. kepada mereka untuk menyebutkan nama makhluk-makhluk itu juga merupakan suatu peringatan kepada mereka yang tadinya merasa bahwa diri mereka adalah lebih patut untuk diangkat sebagai khalifah, maka Allah swt. menunjukkan kekurangan mereka sehingga seakan-akan Ia berfirman kepada mereka, "Hai para malaikat! Jika kamu menganggap Adam dan keturunannya tidak patut dijadikan khalifah di bumi dan kamu merasa lebih patut memangku jabatan itu, maka cobalah buktikan kebenaran alasan itu, cobalah kamu sebutkan nama benda-benda ini yang Aku perlihatkan kepadamu".

Ternyata mereka tidak dapat menyebutkannya karena mereka memang tidak diberi ilmu seperti yang dikaruniakan Allah kepada manusia. Karena mereka tidak dapat mengetahui dan menyebutkan nama benda-benda yang dapat mereka lihat di hadapan mereka, tentulah mereka lebih tidak mengetahui hal-hal yang gaib yang belum mereka saksikan, antara lain ialah hikmah Allah swt. dalam menjadikan Adam a.s. sebagai khalifah.

Allah SWT. telah berfirman:

قَالُوا سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ
(QS. 2:32)

Mereka menjawab:` Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana `.(QS. 2:32)

Keterangan:
Setelah para malaikat menyadari kurangnya ilmu pengetahuan mereka karena tidak dapat menyebutkan nama makhluk-makhluk yang ada di hadapan mereka, lalu mengakui terus terang kelemahan diri mereka dan berkata kepada Allah swt. bahwa Dia Maha Suci dari segala sifat-sifat kekurangan yang tidak layak bagi-Nya dan mereka menyatakan tobat kepada-Nya. Mereka pun yakin bahwa segala apa yang dilakukan Allah swt. tentulah berdasarkan ilmu dan hikmah-Nya yang Maha Tinggi dan Sempurna, termasuk masalah pengangkatan Adam a.s. menjadi khalifah. Mereka mengetahui bahwa ilmu pengetahuan mereka hanyalah terbatas kepada apa yang di ajarkan-Nya kepada mereka. Dengan demikian habislah keragu-raguan mereka tentang hikmah Allah swt. dalam pengangkatan Adam a.s. menjadi khalifah di bumi.

Dari pengakuan para malaikat ini, dapatlah dipahami bahwa pertanyaan yang mereka ajukan semula mengapa Allah mengangkat Adam a.s. sebagai khalifah, bukanlah merupakan suatu sanggahan dari mereka terhadap kehendak Allah swt, melainkan hanyalah sekadar pertanyaan meminta penjelasan. Setelah penjelasan itu diberikan dan setelah mereka mengakui kelemahan mereka, maka dengan rendah hati dan penuh ketaatan mereka mematuhi kehendak Allah, terutama dalam pengangkatan Adam a.s. menjadi khalifah. Mereka memuji Allah swt karena Dia telah memberikan ilmu pengetahuan kepada mereka sesuai dengan kemampuan yang ada pada mereka.

Selanjutnya, mereka mengakui pula dengan penuh keyakinan dan menyerah kepada ilmu Allah yang Maha luas dan hikmah-Nya yang Maha Tinggi. Lalu mereka menegaskan bahwa hanyalah Allah yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.

Hal ini mengandung suatu pelajaran bahwa manusia yang telah dikaruniai ilmu pengetahuan yang lebih banyak dari yang diberikan kepada para malaikat dan makhluk-makhluk lainnya, hendaklah selalu mensyukuri nikmat tersebut, serta tidak menjadi sombong dan angkuh karena ilmu pengetahuan yang dimilikinya serta kekuatan dan daya pikirannya. Sebab, betapa pun tingginya ilmu pengetahuan dan teknologi manusia pada zaman kita sekarang ini, namun masih banyak rahasia-rahasia alam ciptaan Tuhan yang belum dapat dijangkau oleh ilmu pengetahuan manusia, misalnya ialah hakikat roh yang ada pada diri manusia sendiri. Allah swt. telah memperingatkan bahwa ilmu pengetahuan yang dikaruniakan-Nya kepada manusia hanyalah sedikit sekali dibandingkan kepada ilmu dan hakikat-Nya.

Allah SWT. telah berfirman:

وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا

Artinya:
...tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit. (Q.S Al Isra': 85)

Keterangan:
Selama manusia tetap menyadari kekurangan ilmu pengetahuannya, tentulah ia tidak akan menjadi sombong dan angkuh dan niscaya ia tidak akan segan mengakui kekurangan pengetahuannya tentang sesuatu apabila ia benar-benar belum mengetahuinya dan ia. tidak akan merasa malu mempelajarinya kepada yang mengetahui.

Sebaliknya, apabila ia mempunyai pengetahuan tentang sesuatu yang berfaedah, maka ilmunya itu tidak akan disembunyikannya, melainkan diajarkan dan dikembangkannya kepada orang lain, agar mereka pun dapat mengambil manfaatnya.

Allah SWT. telah berfirman:

قَالَ يَا آدَمُ أَنْبِئْهُمْ بِأَسْمَائِهِمْ فَلَمَّا أَنْبَأَهُمْ بِأَسْمَائِهِمْ قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ إِنِّي أَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَأَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا كُنْتُمْ تَكْتُمُونَ

Allah berfirman:` Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini `. Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman:` Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan? `(QS. 2:33)

Keterangan:
Setelah ternyata para malaikat itu tidak tahu dan tidak dapat menyebutkan nama benda-benda yang diperlihatkan Allah kepada mereka, maka Allah memerintahkan kepada Adam a.s. untuk memberitahukan nama-nama tersebut kepada mereka. Dan Adam melaksanakan perintah itu lalu diberitahukannya nama-nama tersebut kepada mereka. Kemudian, setelah Adam a.s. selesai memberitahukan nama-nama tersebut kepada malaikat dan diterangkannya pula sifat-sifat dan keistimewaan masing masing makhluk itu, maka Allah berfirman kepada para malaikat itu, bahwa Dia telah pernah mengatakan kepada mereka bahwa sesungguhnya Dia mengetahui pula apa-apa yang mereka lahirkan dengan ucapan-ucapan mereka dan pikiran-pikiran yang mereka sembunyikan dalam hati mereka. Selamanya Dia menciptakan sesuatu tidaklah dengan sia-sia belaka, melainkan berdasarkan ilmu dan hikmah-Nya.

Dalam masalah pengangkatan Adam a.s. sebagai khalifah di bumi ini terkandung suatu makna yang tinggi dari hikmah Ilahi yang tak diketahui oleh para malaikat menjadi khalifah dan penghuni bumi ini, niscaya mereka tidak akan dapat mengetahui rahasia-rahasia alam ini, serta ciri khas yang ada pada masing-masing makhluk, sebab para malaikat itu sangat berbeda keadaannya dengan manusia. mereka tidak mempunyai kebutuhan apa-apa, seperti sanding pangan dan harta benda. Maka seandainya merekalah yang dijadikan penghuni dan penguasa di bumi ini, niscaya tak akan ada sawah dan ladang, tak akan ada pabrik dan tambang-tambang, tak akan ada gedung-gedung yang tinggi menjulang, tak akan ada musik dan seni. Juga tidak akan lahir bermacam-macam ilmu pengetahuan dan teknologi seperti yang telah dicapai umat manusia sampai sekarang ini yang hampir tak terhitung jumlahnya.

Pengangkatan manusia menjadi khalifah, berarti pengangkatan Adam a.s. dan keturunannya menjadi khalifah terhadap makhluk-makhluk lainnya di bumi ini karena keistimewaan yang telah dikaruniakan Allah swt. kepada mereka yang tidak diberikan kepada makhluk-makhluk-Nya yang lain, seperti kekuatan akal yang memungkinkan untuk mengembangkan ilmu pengetahuannya guna menyelidiki dan memanfaatkan isi alam di bumi ini, seperti kesanggupan mengatur alam menurut ketentuan-ketentuan Allah.

Dengan kekuatan akalnya itu, manusia dapat memiliki pengetahuan dan kemampuan yang hampir tak terbatas, serta dapat melakukan hal-hal yang hampir tak terhitung jumlahnya. Dengan kekuatan itu, manusia dapat menemukan hal-hal yang baru yang belum ada sebelumnya. Dia dapat mengolah tanah yang gersang menjadi tanah yang subur. Dan dengan bahan bahan yang telah tersedia di bumi ini manusia dapat membuat variasi-variasi baru yang belum pernah ada. Dikawinkannya kuda dengan keledai, maka lahirlah hewan jenis baru yang belum pernah ada sebelumnya, yaitu hewan yang disebut "bagal". Dengan mengawinkan atau menyilangkan tumbuh-tumbuhan yang berbunga putih dengan yang berbunga merah, maka lahirlah tumbuh-tumbuhan jenis baru, yang berbunga merah putih. Diolahnya logam menjadi barang-barang perhiasan yang beraneka ragam dan alat-alat keperluan hidupnya sehari-hari. Diolahnya bermacam -macam tumbuh-tumbuhan menjadi bahan pakaian dan makanan mereka. Dan pada zaman sekarang ini dapat disaksikan berjuta-juta macam benda hasil penemuan manusia, baik yang kecil maupun yang besar, sebagai hasil kekuatan akalnya.

Adapun para malaikat, mereka tidak mempunyai hawa nafsu yang akan mendorong mereka untuk bekerja mengolah benda-benda alam ini dan memanfaatkannya untuk kepentingan hidup mereka. Oleh karena itu, apabila mereka yang telah dikaruniakan kekuatan akal serta bakat-bakat dan kemampuan yang demikian diangkat menjadi khalifah Allah di bumi, maka hal ini adalah wajar dan menunjukkan pula kesempurnaan ilmu dan ketinggian hikmah Allah swt. dalam mengatur makhluk-Nya.

Allah swt. telah berfirman:

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ
(QS. 2:34)

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat:` Sujudlah kamu kepada Adam, `maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takbur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.(QS. 2:34)

Keterangan:
Dalam ayat ini diterangkan bahwa Allah swt. memerintahkan kepada para malaikat agar mereka bersujud kepada Adam a.s. Maka malaikat menaati perintah itu kecuali iblis, artinya: setelah Adam a.s. selesai memberitahukan makhluk-makhluk itu kepada para malaikat, maka Allah swt. memerintahkan kepada mereka bersujud kepada Adam a.s. Dan sujudlah malaikat kepada Adam a.s. Yang diperintahkan itu bukanlah sujud untuk beribadah kepadanya, melainkan sujud sebagai penghormatan semata-mata dan sebagai pengakuan mereka terhadap kelebihan dan keistimewaan yang ada padanya. Di samping itu juga sebagai pernyataan tobat mereka kepada Allah swt, serta pernyataan maaf mereka kepada Adam a.s. karena mereka pernah menyatakan bahwa diri mereka lebih patut dari pada Adam a.s. untuk diangkat menjadi khalifah di bumi.

Dalam agama Islam, sujud ibadah hanyalah diperbolehkan kepada Allah swt. semata-mata. Dan pada hakikatnya sujud kepada Allah swt. ada dua macam. Pertama; sujud manusia kepada Allah dalam beribadah, yaitu salat, menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam ajaran syara'. Kedua; bersujud semua makhluk kepada Allah swt. dengan arti tunduk dan patuh kepada-Nya. Arti yang asli dari kata-kata "sujud" adalah "tunduk dan patuh".

Allah SWT. telah berfirman:

وَالنَّجْمُ وَالشَّجَرُ يَسْجُدَانِ

Artinya:
Dan tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan, kedua-duanya tunduk kepada-Nya. (Q.S Ar Rahman: 6)

Allah SWT. telah berfirman:

وَلِلَّهِ يَسْجُدُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا

Artinya:
Hanya kepada Allahlah sujud (patuh) segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan kemauan sendiri atau pun dengan terpaksa: (Q.S Ar Ra'du: 15)

Keterangan:
Sujud para malaikat kepada Adam a.s. sebagai penghormatan dan pernyataan tunduk kepadanya, bukan untuk beribadah. Dan perintah Allah swt. kepada mereka untuk sujud kepada Adam a.s. menunjukkan kelebihan Adam a.s. dari mereka, sehingga ia benar-benar lebih berhak untuk dijadikan khalifah di bumi.

Mengenal asal usul kejadian Adam, malaikat dan iblis, disebutkan bahwa Adam a.s. diciptakan Allah dari tanah dan malaikat diciptakan dari cahaya (nur) sedang jin, iblis dan setan diciptakan dari api (nar).

Iblis dan setan selalu membisikkan kepada manusia hal-hal yang tidak benar untuk menggoda dan menyesatkan dari jalan yang lurus. Bahkan Adam dan Hawa sebagai manusia pertama telah digoda mereka untuk melanggar larangan Allah swt.

Iblis bukanlah termasuk jenis malaikat, melainkan suatu makhluk dari bangsa jin. Iblis itu pada mulanya pernah berada dalam kalangan malaikat, bergaul ! dengan mereka dan mempunyai sifat-sifat seperti mereka pula, walaupun asal kejadiannya berbeda dari asal kejadian malaikat.

Buktinya ialah firman Allah ! swt. pada akhir ayat tersebut yang menerangkan bahwa ketika Allah swt. memerintahkan kepada para malaikat itu bersujud kepada Adam a.s. maka mereka semuanya patuh, kecuali iblis. Jadi teranglah bahwa iblis itu bukanlah dari kalangan malaikat, sebab malaikat selalu patuh dan taat kepada perintah Allah dan tidak pernah membangkang.

Allah SWT. telah berfirman:

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ

Artinya:
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam", maka sujudlah mereka, kecuali iblis, dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. (Q.S Al Kahfi: 50)

Keterangan:
Iblis itu, sama halnya dengan jin dan setan. diciptakan Allah dari api. Dan iblis menganggap bahwa api lebih mulia dari pada tanah. Sebab itu ia memandang dirinya lebih mulia dari pada Adam a.s. sebab Adam a.s. diciptakan Allah dari tanah. Dan itulah sebabnya maka iblis menolak bersujud kepada Adam a.s.

Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa iblis itu adalah termasuk jenis malaikat juga, sebab perintah Allah swt. kepada malaikat agar bersujud kepada Adam a.s. adalah ditujukan kepada semua malaikat. Lalu disebutkan, bahwa para malaikat itu semuanya bersujud kepada Adam a.s. kecuali iblis, ini menunjukkan bahwa iblis itupun malaikat juga. Dan memang benar, bahwa sitat yang asli dari para malaikat adalah patuh dan taat kepada Allah swt.

Namun demikian tidaklah mustahil bahwa sebahagian atau salah satu dari mereka ada yang bersifat durhaka, sebagai sifat yang datang kemudian. Dan itulah iblis.

Dalam ayat lain disebutkan, bahwa Allah swt. menanyakan kepada iblis apa alasannya untuk tidak bersujud kepada Adam a.s.

Allah SWT. telah berfirman:

قَالَ يَا إِبْلِيسُ مَا مَنَعَكَ أَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ أَأَسْتَكْبَرْتَ أَمْ كُنْتَ مِنَ الْعَالِينَ

Artinya:
Allah berfirman, "Hai Iblis! Apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri, ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?." (Q.S Sad: 75)

Allah SWT. telah berfirman:

قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلَّا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ

Artinya:
"Saya lebih baik dari padanya, Engkau ciptakan aku dari api, sedang dia Engkau ciptakan dari tanah". (Q.S Al A'raf: 12 dan Q.S Sad: 76)

Keterangan:
Iblis enggan mematuhi perintah Allah yang menyuruh sujud kepada Adam dan ia bersikap angkuh karena ia merasa dirinya lebih mulia dan lebih berhak dari Adam dijadikan khalifah. Karena iblis menolak perintah Allah berdasarkan anggapannya itu, maka ia termasuk makhluk yang kafir kepada Allah. Bahkan ada pendapat yang mengatakan bahwa iblis adalah makhluk yang pertama-tama mengingkari perintah Allah. Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa Iblis merupakan asal dari semua jin, sebagaimana Adam asal dari semua manusia. Jin itu mempunyai keturunan dan mereka menghuni bumi sebelum Adam diciptakan Allah dan mereka telah berbuat kerusakan di bumi. Itulah sebabnya, ketika Allah memberitahukan kepada para malaikat bahwa Dia akan menjadikan Adam sebagai khalifah di bumi untuk menggantikan jin, maka para malaikat berkata, "Apakah engkau akan menjadikan khalifah di bumi itu orang-orang yang suka berbuat kerusakan dan suka menumpahkan darah? Jadi malaikat mengira bahwa manusia pun akan berbuat seperti jin ketika mereka berkuasa di bumi.

Allah SWT. telah berfirman:

وَقُلْنَا يَا آدَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ وَكُلَا مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ شِئْتُمَا وَلَا تَقْرَبَا هَذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ الظَّالِمِينَ
(QS. 2:35)

Dan Kami berfirman:` Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu syurga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.(QS. 2:35)

Keterangan:
Allah swt. menerangkan bahwa Dia memerintahkan kepada Adam a.s. dan istrinya menempati surga yang telah disediakan untuk mereka.

Mengenai surga yang disebutkan dalam ayat ini, sebagian besar ahli tafsir mengatakan bahwa surga yang dimaksudkan dalam ayat ini ialah surga di langit yang dijanjikan Allah swt. sebagai balasan bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh. Menurut ahli tafsir yang lain bahwa surga yang tersebut dalam ayat itu adalah suatu taman, tempat Adam a.s. dan istrinya berdiam dan diberi kenikmatan hidup yang cukup.

Dalam ayat ini Allah swt. menerangkan bahwa Adam a.s. dan istrinya dibolehkan menikmati makanan apa saja dan di mana saja dalam surga tersebut dengan aman dan leluasa, hanya saja Allah swt. melarang mereka mendekati dan memakan buah suatu pohon tertentu yang hanya merupakan salah satu pohon saja di antara banyak pohon-pohon yang ada dalam surga itu. Setan menamakan pohon tersebut "pohon huldi" karena menurutnya, jika Adam a.s. dan istrinya memakan buah pohon itu, maka mereka akan dapat kekal selama-lamanya dalam surga itu. Padahal yang sebenarnya adalah sebaliknya, yaitu, apabila ia dan istrinya memakan buah pohon itu, maka mereka akan dikeluarkan dari surga karena hal itu merupakan pelanggaran atau larangan Allah swt. Jika mereka melanggar larangan itu, maka mereka termasuk golongan orang-orang yang zalim terhadap diri mereka dan akan menerima hukuman dari Allah swt. yang akan mengakibatkan mereka kehilangan kehormatan dan kebahagiaan yang telah mereka peroleh.

Dalam ayat ini Allah swt. tidak menjelaskan hakikat dari pohon tersebut. Seseorang tak akan dapat menentukannya tanpa adanya suatu dalil yang pasti. Lagi pula, maksud utama dari kisah ini sudah tercapai tanpa memberikan keterangan tentang hakikat pohon tersebut.

Akan tetapi dapat dikatakan, bahwa larangan Allah swt, kepada Adam a.s. dan istrinya untuk mendekati pohon itu dan memakan buahnya, tentulah berdasarkan suatu hikmah dari-Nya, yaitu merupakan suatu ujian dari Allah swt. terhadap Adam a.s. dan istrinya.


BISAKAH ALLAH MENCIPTAKAN ALAM YANG TANPA BATAS?


Surah Ar-Rahman (Arab: الرّحْمنن) adalah surah ke-55 dalam al-Qur'an. Surah ini tergolong surat makkiyah, terdiri atas 78 ayat. Dinamakan Ar-Rahmaan yang berarti Yang Maha Pemurah berasal dari kata Ar-Rahman yang terdapat pada ayat pertama surah ini. Ar-Rahman adalah salah satu dari nama-nama Allah. Sebagian besar dari surah ini menerangkan kepemurahan Allah SWT. kepada hamba-hamba-Nya, yaitu dengan memberikan nikmat-nikmat yang tidak terhingga baik di dunia maupun di akhirat nanti.
Ciri khas surah ini adalah kalimat berulang 31 kali Fa-biayyi alaa'i Rabbi kuma tukadzdzi ban (Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?) yang terletak di akhir setiap ayat yang menjelaskan nikmat Allah yang diberikan kepada manusia.

Bukti Adanya Allah (Creator of The Universe)


Sebenarnya topik semacam ini tergolong usang tetapi beberapa orang “mengaku” kesulitan memahami keberadaan Allah. Beberapa orang yang bangga menyebut dirinya atheis mengira bahwa ini adalah pertanyaan cerdas yang khas, hanya dimiliki oleh orang atheis. Padahal semua orang memiliki keingitahuan yang sama. Bedanya kalau orang beriman hanya dengan sedikit penjelasan mereka paham, sementara orang yang suka menentang ayat Allah tetap tidak mengerti atau pura pura tidak paham, meskipun penjelasannya amat gamblang. Memangnya gimana mendapatkan bukti adanya Allah?

Definisi "ada" / "exist"

Sesuatu disebut sebagai ada (exist) jika memenuhi kriteria tertentu. Minimal ada tiga tingkat pemahaman manusia atas kriteria ini:

1. Sesuatu disebut ada jika dapat direspon oleh indera (dilihat didengar atau dirasakan). Ini merupakan kriteria paling primitif. Cara berfikir yang masih sangat terbelakang membuat sebagian orang berfikir demikian. Mereka mengatakan :

Apel = ada (karena bisa dilihat/dirasakan)
Allah = tidak ada (karena tak bisa dilihat/dirasakan)

Tentu saja ini salah karena banyak obyek lain yang tidak bisa dilihat/dirasakan padahal dia benar benar ada. Contohnya: atom dan partikel sub atomik seperti proton, neutron, dan elektron.

2. Sesuatu disebut ada jika bisa dibuktikan fenomenanya di laboratorium. Beberapa orang menganggap kriteria ini setingkat lebih canggih dari kriteria no 1 di atas, meskipun keduanya sama-sama mendasarkan opini pada fakta empirik. Mereka mengatakan:

Elektron = ada (terbukti di laboratorium)
Allah = tidak ada (karena tidak terbukti di laboratorium)


Ini juga salah besar karena ada objek yang sampai saat ini belum terbuktikan di laboratorium padahal sudah diyakini keberadaannya bahkan dipakai dalam beberapa perhitungan ilmiah dalam permodelan alam semesta. Objek tersebut adalah Black Hole.

3 Sesuatu disebut ada karena secara logika keilmuan dia ada (meskipun tidak terlihat dan tidak teridentifikasi di laboratorium).

  Black Hole = ada meskipun tak terlihat/tak terbukti di laboratorium
Allah = ada meskipun tak terlihat/tak terbukti di laboratorium

Membuktikan Eksistensi Black Hole. Membuktikan Eksistensi Allah

Black Hole bukan merupakan objek yang terindera sebagaimana bintang dan planet, dan sampai saat ini masih merupakan sebuah teori yang untuk sementara diyakini kebenarannya secara ilmiah. Banyak orang lupa bahwa konsep black hole diajukan berkaitan dengan jumlah total massa alam semesta, yang terlalu kecil. "Diperlukan" massa tambahan dalam alam semesta "untuk menjaga" agar bentuk dan laju pengembangan alam semesta sama dengan yang teramati saat ini. Jika tidak ada black hole sebagai sebuah massa yang cukup besar maka alam semesta sudah terburai, dengan massa yang saling menjauhi dalam kecepatan yang tidak terkendali. Kenyataan nya mengembangnya semesta tetap berada dalam laju yang memenuhi syarat untuk tidak saling terlepas. Jika orang meminta bukti untuk melihat foto black hole maka tak satupun yang bisa ditunjukkan, begitupun jika dia ingin melihat eksperimen di laboratorium untuk membuktikan adanya black hole, tetap tak ada yang bisa ditunjukkan. Black hole ada dan diyakini ada dalam sebuah teori. Sederhananya kalau black hole tak ada maka wujud alam semesta tidaklah seperti sekarang ini.

kesimpulan 1: 

Black hole atau apapun namanya pasti ada, dan tidak mungkin tak ada. Ini adalah eksistensi black hole. Dari titik ini kita bisa membuktikan eksistensi Allah dengan logika yang sama. Bagaimana caranya?

Sebuah kesepakatan ilmiah yang diyakini kebenarannya adalah kenaikan entropi alam semesta. Pada kondisi normal semua sistem di alam semesta yang dibiarkan tanpa gangguan cenderung menjadi tak teratur, terurai, dan rusak sejalan dengan waktu.

Teori lahirnya alam semesta Big Bang, menjelaskan bahwa alam semesta dimulai ketika terjadi ledakan besar dari sebuah massa sangat besar yang berukuran amat sangat kecil. Menurut hukum entropi mestinya sebuah ledakan yang terjadi secara alamiah akan mengalami kenaikan entropi (menuju ketidakteraturan) akan tetapi kenyataannya Big Bang menghasilkan sebuah sistem Jagat raya yang serba teratur dengan tingkat kerumitan perhitungan massa kecepatan dan posisi benda benda langit yang diluar nalar manusia.

Yang terbaca dalam mekanisme terbentuknya alam semesta adalah bahwa ledakan besar yang terjadi seolah olah diarahkan menuju sebuah keteraturan tertentu sehingga entropinya bukan naik melainkan turun. Artinya ada "energi" yang ditambahkan ke dalam mekanisme big bang. Itu artinya big bang terjadi bukan secara alamiah melainkan by design. Ada campur tangan jenius yang membuat sebuah ledakan menjadi sebuah keteraturan maha dahsyat sebagaimana teramati dalam alam semesta kita ini.

Banyak orang mengungkapkan dalam kalimat lebih sederhana,"Alam semesta demikian indah teratur serba terukur serta memiliki skala yang tak terjangkau nalar manusia,.. tidak mungkin terjadi dengan sendirinya,.. pasti ada super jenius yang merancangnya. Dialah Allah,... atau siapapun namanya,.. Dia lah Sang Pencipta Semesta (creator of the universe)

kesimpulan 2:

 Allah atau siapapun NamaNya. Creator of the universe pasti ada dan tidak mungkin tak ada. Ini adalah eksistensi Allah. Tidak mungkin Allah pencipta itu tidak ada, karena kalau tak ada pencipta pasti wujud alam semesta tidak seperti sekarang ini.

Allah berfirman dalam Al Quran,"Kami akan perlihatkan kepada mereka tanda tanda kekuasaan kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Quran ini adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup bagi kamu, bahwa seseungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu"


Salah Paham Terhadap Hadits dan "Kedunguan" Umat

Beberapa orang menyitir hadits. Beberapa yang lainnya menyitir hadits yang bertetangan dengan hadits pertama. kemudian mereka berdebat, menggalang dukungan, mendirikan masjid masing masing, membangun firqah dan kemudian melegitimasikan keterpecahan yang "mereka rencanakan" sendiri. Beberapa penengah mengganti kata "berpecah" dengan term "beda pendapat", bahkan menyitir satu lagi hadits lain yang menyatakan bahwa perbedaan adalah rahmat. Satu lagi orang dengan kopyah khusus ahli hadits datang memberikan satu lagi hadits nubuat, bahwa perpecahan itu memang sudah seharusnya terjadi karena 15 abad lalu Rasul sudah mengatakan bahwa muslimin akan pecah menjadi 73 golongan. Artinya kalau hari ini umat rukun rukun aja berarti ramalan Muhammad tidak akurat. Semua lelucon ini nyata terjadi, sungguh sungguh menimpa umat ini. Anehnya tak satupun menyadari bahwa penyebab utamanya adalah kesalahan dalam memahami hadits. Oh ya? berikut penjelasannya. Bagi seorang "ahli hadits" akurasi dalam memahami hadits terfokus pada seputar masalah sanad, rawi, dan matan. Tetapi ketika kita sejenak keluar dari dunia "mustholah hadits" sebenarnya ada kekeliruan "kronis" dalam memahami apa sebenarnya hadits itu? Saking akutnya kekeliruan yang terjadi. Apa kekeliruan itu?

"Hadits" bukanlah Perkataan Nabi

Memang benar jika kita tanyakan, "Hadits itu apa sih?" Jawaban lazimnya berbunyi, "Hadits adalah perkataan Nabi,......dst" Tetapi kita bisa meminta seorang ustadz untuk menunjukkan satu saja hadits. kemudian kita lihat wujud fisik dari hadits yang disodorkan sang ustadz. Misalnya beliau menyampaikan hadits berikut:

Yang sedang kita lihat ini bukanlah perkataan Nabi. Yang terpampang di atas adalah tulisan Bukhari. Membaca teks diatas sama saja kita "mendengar" Bukhari berkata bahwa Anas mengatakan bahwa Nabi berkata,"Sesungguhnya kalian,.......dst dst,.." Dan mestinya segera muncul pertanyaan baru karena Bukhari tidak bertemu Anas. Bukhari hidup antara 120 sampai 180 tahun setelah Anas. Artinya minimal ada 3-4 orang periwayat hadits yang menjembatani anrata Bukhari dan Anas. Tentu saja kita tidak sedang membahas kesahihan hadis berdasar sanad. Kita sedang memperhatikan betapa definisi hadits menjadi tidak relevan dalam cara pandang ini.

Beberapa saran mengarahkan kita pada pengertian hadits yang lebih simple dan mengena sebagai berikut:

Hadits bukanlah perkataan nabi melainkan "hanya" perkataan perawi mengenai Nabi 

Dengan demikian kita tidak lagi mengatakan hadits diatas sebagai perkataan Nabi. Dalam contoh hadits di atas, hadits tersebut adalah perkataan Bukhari mengenai Nabi

Tentu saja ini bukan soal membolak balik definisi, karena sebenarnya dalam jagat persilatan hadits dikenal sebutan hadits palsu, munkar dst, yang kesemua sifat itu tidak mungkin dinisbatkan pada sabda Nabi. Sabda nabi tidak ada yang palsu mungkar dsb. Nabi tak mungkin mengatakan yang salah. Yang paling mungkin salah adalah para periwayat hadits termasuk Bukhari.

Bukhari Bukan Nabi

Bukhari bukanlah seorang nabi. Jadi jika ditanya apakah Bukhari berbuat kesalahan, maka jawabannya "Ya, sangat mungkin dia berbuat kesalahan, dan tidak mungkin dia bersih dari kesalahan!" Kejujuran dan kesalehan bukan jadi jaminan atas sebuah akurasi peliputan dan pelaporan. Belum lagi masalah utamanya adalah bahwa Bukhari hidup di masa 190 tahun an setelah Nabi Wafat. Dan semua orang bisa melihat seberapa berat kesulitannya mengungkap perkataan dan perilaku seorang tokoh yang telah meninggal 200 tahun yang lalu? Banyak orang mampu menyampaikan kutipan omongan tokoh masa kini, tapi yang lebih penting dari otu adalah akurasinya. Benarkah dia ngomong begitu? Benarkah redaksinya seperti itu? Benarkah intonasinya sebagaimana yang anda "akting"kan?

Kenyataan itu menunjukkan pada kita, bahkan jika Bukhari seorang jeniuspun tak akan berarti apa apa pada akurasi pelaporan haditnya. Data bukhari ditentukan oleh minimal 3-4 orang dari generasi berbeda yang menjembatani informasi dari dia sampai Nabi. 3-4 orang itu pun yang benar benar ketemu Bukhari hanya yang paling bontot, alias cuma satu orang. Kesulitan yang sangat besar dan mengandung resiko biasnya informasi dengan simpangan yang sangat besar.

Sebenarnya banyak orang yang telah menuliskan hal semacam ini. dan kalau kita punya waktu tentu kita bisa memperhatikan kitab nya Bukhori,...betapa dia yang katanya "maha teliti" banyak mencantumkan hadits yang saling bertentangan isinya, bahkan disandingkannya pada satu halaman atau satu bab.

Khusnu dzhon nya "beliau khilaf"
Waspadanya "dia berbohong atas nama Nabi"


"Kelemahan" Shahih Bukhori Shahih Muslim

 

Cukup banyak yang sudah mengkaji dua kitab hadits "paling shahih" ini. Beberapa orang berhasil keluar dari "kacamata kuda" ketaklidan yang mengatakan bahwa kalau sudah Bukhori Muslim berarti "sempurna" kekuatan dalilnya, sehingga tak seorangpun berani mengatakan salah. Namun sebagian besar orang terperangkap dalam "kesempurnaan" Bukhori Muslim. Bagi mereka ini Bukhori Muslim menjadi "dewa yang tanpa salah" bahkan ketika ada ayat Quran yang bertentangan dengan apa yang ditulis dua orang ini,...mereka tak berani "menyingkirkan" tulisan itu. malahan mereka berjuang keras membikin penjelasan bertele tele untuk memperlihatkan bahwa pertentangan itu tak ada. Padahal sebenarnya akurasi kitab Bukhori Muslim ini tidaklah sekuat yang diyakini oleh banyak orang. Kenapa demikian?

Amat riskan jika dikatakan bahwa Bukhari Muslim pasti benar karena faktor faktor  sbb:

  1. Bukhori maupun Muslim, keduanya bukan Nabi,… artinya kalau salah, itu wajar saja
  2. Bukhori maupun Muslim, keduanya menuliskan hadits sekitar tahun 200 Hijriyah. Berarti mereka tak pernah ketemu Nabi. Minimal ada 3-4 perawi beda generasi yang menjembatani antara Nabi dan mereka berdua. Jikapun mereka berdua menuliskan hadits dengan benar, maka sesungguhnya masih ada 3- 4 orang beda generasi yang juga harus “dikonfirmasi” kebenaran perkataannya. Tulisan Bukhori dikatakan benar sama dengan perkataan Nabi hanya jika perawi-antara ini mengatakan secara benar pula. Jika satu saja diantara mereka mengatakan secara salah maka Bukhori juga dipastikan salah. Jika kita bertanya tukang statistik berapa probabilitasnya, jawabannya adalah 12,5 % kemungkinan benarnya. Jika perawi-antara nya 4 orang maka tingkat akurasinya lebih kecil lagi hanya sebesar 6,25%. Itu artinya dari 100 hadits yang dituliskan Bukhari atau Muslim hanya ada 6-12 hadits yang benar-benar merupakan perkataan Nabi. Sisanya merupakan perkataan orang lain, interpretasi orang lain, atau perkataan Nabi yang mengalami distorsi, baik penambahan maupun pengurangan.
  3. Kotradiksi antara antara hadits baik yang berupa inkoherensi maupun yang bertentangan secara diametral, benar benar termuat dalam kitab Hadits. Namun selalu muncul “usaha” sinkronisasi untuk mendapatkan kesimpulan akhir bahwa keduanya tidak bertentangan. Tentu saja upaya semacam ini tidak bermafaat atau malahan bisa menimbulkan dampak buruk bagi banyak orang.
  4. Kontradiski antara beberapa hadits dengan Quran juga mudah ditemui dalam kitab kitab hadits Bukhori maupun Muslim. 
 Hadis Palsu dan Lemah dalam Sahih Bukhari

”Telitilah kembali setiap hadis yang dinisbatkan pada Rasulullah SAW. Jangan asal riwayat Bukhari, lalu dikatakan sahih.”

Sebagian besar umat Islam di seluruh dunia, yakin dan percaya bahwa kitab hadis Jami’ al-Shahih karya Imam Bukhari adalah sebuah kitab yang berisi kumpulan hadis-hadis paling sahih. Karena keyakinan itu pula, sebagian besar ulama pun turut meyakini dan menempatkannya pada urutan pertama kitab hadis sahih.

Benarkah demikian? ”Tidak semua hadis yang terdapat dalam kitab Jami’ al-Shahih karya Imam Bukhari itu benar-benar sahih. Terdapat beberapa hadis yang termasuk kategori lemah dan palsu,” Menurutnya, berdasarkan penelitian, terdapat hadis yang bertentangan dengan Alquran maupun antarhadis di dalam kitab tersebut. ”Hadis palsunya bermacam-macam. Ada yang karena tidak sesuai atau bertentangan dengan Alquran, namun ada pula yang tidak sesuai dengan kondisi kekinian,” 


berbagai kelemahan hadis yang terdapat dalam kitab Jami’ al-Shahih tersebut. Berikut petikannya. Benarkah hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Jami’ al-Shahih karya ImamBukhari itu semuanya masuk kategori hadis sahih? Tidak. Tidak semua hadis yang terdapat dalam kitab itu masuk dalam kategori sahih. Terdapat beberapa hadis palsu dan lemah (dlaif). 

Perlu diketahui, sebelumnya pengungkapan hadis palsu dan lemah dalam karya Imam Bukhari itu juga sudah pernah diungkapkan para pemikir dan peneliti hadis lainnya. Misalnya, Fazlurrahman (1919-1988 M), Abu Hasan al-Daruquthni (306-385 H), al-Sarkhasi (w 493 H/1098 M), Muhammad Abduh (1849-1905 M), Muhammad Rasyid Ridla (1865-1935 M), Ahmad Amin (w 1373 H/1945 M), dan Muhammad Ghazali (w 1416 H/1996 M).

Bisa dicontohkan, beberapa hadis palsu yang Anda temukan dalam kitab tersebut? Misalnya, hadis palsu yang terdapat dalam kitab itu, setelah diteliti, ternyata ada yang tidak sesuai dengan fakta sejarah. Misalnya, tentang Isra Mi’raj. Di dalam kitab itu, disebutkan bahwa terjadinya Isra Mi’raj itu sebelum jadi Nabi. Faktanya, Isra Mi’raj itu setelah Rasulullah diutus menjadi Nabi. Kemudian, ada pula hadis Nabi yang bertentangan dengan ayat Alquran. Contohnya, tentang seseorang yang meninggal dunia akan disiksa bila si mayit ditangisi oleh ahli warisnya.


Ini kan bertentangan dengan ayat Alquran, bahwa seseorang itu tidak akan memikul dosa orang lain. (Lihat ayat Alquran surah al-Fathir ayat 18, Al-An’am ayat 164, Az-Zumar ayat 7, Al-Isra ayat 15, dan An-najm ayat 38). Dan, masih banyak lagi hadis yang bertentangan atau tidak sesuai dengan ayat Alquran maupun hadis Nabi SAW. Apa kriterianya sehingga ungkapan itu dikatakan benar-benar hadis Nabi, padahal menurut Anda, itu bukan hadis sahih? Dalam penelitian yang kami lakukan, ada beberapa kriteria dalam menilai sebuah hadis itu dikatakan sahih atau tidak, mutawatir atau tidak, ahad, atau lainnya.
 

Dalam kitab Bukhari, beliau sendiri tidak memberikan keterangan perinci mengenai kriteria kesahihan hadis. Bukhari hanya mengatakan bahwa semua hadis yang ditulisnya dalam al-Jami’ al-Shahih itu sebagai hadis, dari seleksi sekitar 300 ribu hadis. Dan, satu-satunya yang dapat ditemukan dari Al-Bukhari adalah kriteria keharusan adanya pertemuan (al-Liqa`) antara satu perawi dengan perawi terdekatnya.

Menurut beberapa ahli hadis, seperti al-Naysaburi (w 405 H/1014 M), al-Maqdisi (w 507 H), al-Hazimi (w 584 H), dan lainnya, kriteria hadis sahih yang dipakai Bukhari adalah kesahihah yang disepakati, diriwayatkan oleh orang yang masyhur sebagai perawi hadis dan minimal dua orang perawi di kalangansahabat yang tsiqah (adil dan kuat hafalan), serta lainnya. Padahal, para ulama hadis lainnya menyusun sejumlah kriteria dalam menilai hadis sebuah dapat dikatakan sahih dan tidak, mulai dari segi sanad (tersambungnya para perawi hadis), matan (isi hadis), serta kualitas dan kuantitas para perawi hadis. Bagaimana tingkat hafalannya, keadilannya, suka berbohong atau tidak, dan lain sebagainya, kriteria yang dirumuskan oleh al-Bukhari mengandung beberapa kelemahan, terutama bila diverifikasi terhadap kitab al-Jami’ al-Shahih itu sendiri.

Apa saja kelemahannya?
Kelemahan itu, antara lain, tentang minimal jumlah perawi hadis yang harus meriwayatkan hadis. Di dalam kitab tersebut, ditemukan cukup banyak hadis yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi. Begitu juga, dalam hal persambungan sanad hadis juga terdapat kelemahan. Di antaranya, seperti diakui sendiri oleh al-Bukhari, di dalamnya ada hadis yang muallaq, mursal, bahkan munqathi` (terputus). Juga, ada perawi hadis yang tidak tsiqah, bahkan dituduh majhul (tidak diketahui identitasnya), dianggap kadzab (berbohong), dan lainnya.

Bisa disebutkan beberapa contoh perawi hadis yang diketahui tidak tsiqah atau lemah dalam Shahih Bukhari itu? Misalnya, Asbath Abu al-Yasa` al-Bashri. Ia tidak diketahui identitasnya atau majhul, dan menyalahi riwayat orang-orang tsiqah. Lalu, ada Ismal bin Mujalad, seorang perawi yang dlaif (lemah) dan tidak termasuk orang yang kuat hafalannya. Kemudian, ada Hisyam bin Hajir, Ahmad bin Yazid bin Ibrahim Abu al-Hasan al-Harani, dan Salamah bin Raja’ sebagai perawi dlaif. Begitu juga, dengan Ubay bin Abbas, dikenal sebagai perawi yang tidak kuat hafalannya dan munkir al-Hadits.

Selain kedua contoh hadis yang ditengarai palsu tadi, apalagi contoh hadis yang diduga palsu dalam kitab al-Jami’ al-Shahih tersebut? Selain ada hadis yang bertentangan dengan Alquran maupun hadis Nabisendiri dan tidak sesuai dengan fakta sejarah, juga diragukan hadis yang banyak mengungkapkan tentang masa depan. Misalnya, tentang ungkapan, ‘Alaikum Bi sunnati wa sunnati khulafa`ur rasyidin (Ikutlah kalian akan sunahku dan sunah khulafa`ur rasyidin). Bagaimana mungkin Rasulullah SAW mengucapkan hadis ini, padahal saat itu belum ada khulafa`ur rasyidin. Khalifah yang empat itu baru ada setelah Rasulullah SAW wafat. Fathurrahman, seorang peneliti hadis mengungkapkan, dirinya tidak mau samasekali menerima hadis-hadis Nabi Saw yang menyatakan tentang peristiwa masa depan. Istilahnya seperti ramalan, Saya pribadi, masalah ini masa bisa diterima. Sebab, memang ada yang sesuai dan ada pula yang tidak. Dalam penelitian, ada berapa banyak hadis yang tidak sahih dalam jumlahnya? Secara spesifik, saya tidak menyebutkan berapa jumlah hadis palsu atau lemah di dalam kitab tersebut, terdapat sekitar 110 hadis palsu di dalam kitab tersebut dari sejumlah 6.000-an hadis. Muhammad al-Ghazali menyebutkan lebih banyak lagi. Beberapa di antara hadis yang kami nilai lemah dan palsu, yakni tentang hadis masalah poligami, tentang kehidupan dalam rumah tangga, tentang pernikahan. Misalnya, di dalam hadis riwayat Bukhari disebutkan, Rasulullah SAW menikahi Maimunah pada saat berihram.

Ini bertentangan dengan hadis Nabi sendiri yang melarang melakukan pernikahan selama masa haji atau berihram. Kemudian, pernyataan Rasulullah menikahi Maimunah pada waktu ihram itu juga bertentangan dengan hadis yang ditulis al-Bukhari di dalamnya kitabnya itu, yang menyatakan Rasulullah menikahi Maimunah ketika usai bertahalul. Dari hasil penelitian Anda, bisa ditarik kesimpulan bahwa tidak semua hadis dalam Shahih Bukhari benar-benar sahih?
Ya. Tidak semuanya bisa dikatakan sahih. Sebab, Bukhari sendiri ada yang disebutkannya hadis mursal, hasan, dan lain sebagainya.

Ketidaklayakan disebut sebagai hadis sahih itu meliputi adanya pertentangan atau ketidaksesuaian dengan nas Alquran dan Sunnah Mutawatirah. Materi hadis bertentangan dengan keadaan dan Sirah Nabawiyah (sejarah hidup Nabi), bertentangan dengan fakta sejarah, adanya materi hadis yang mengandung prediksi atau ramalan dan bersifat politis, serta mengandung fanatisme kesukuan. Lalu, bagaimana sikap umat untuk menggunakan hadis-hadis yang terdapat dalam Shahih Bukhari itu? Saran saya, umat Islam hendaknya berhati-hati setiap akan menggunakan atau mengamalkan sebuah hadis Nabi. Sebab, sahih menurut perawi hadis A, belum tentu sahih menurut perawi hadis B. Demikian pula yang lainnya. Telitilah kembali sebelum menggunakan dan mengamalkannya.

Sebagian besar umat Islam di seluruh dunia, yakin dan percaya bahwa kitab hadis Jami’ al-Shahih karya Imam Bukhari adalah sebuah kitab yang berisi kumpulan hadis-hadis paling sahih. Karena keyakinan itu pula, sebagian besar ulama pun turut meyakini dan menempatkannya pada urutan pertama kitab hadis sahih.

Benarkah demikian? ”Tidak semua hadis yang terdapat dalam kitab Jami’ al-Shahih karya Imam Bukhari itu benar-benar sahih. Terdapat beberapa hadis yang termasuk kategori lemah dan palsu,” berdasarkan penelitian yang dilakukan, terdapat hadis yang bertentangan dengan Alquran maupun antarhadis di dalam kitab tersebut. ”Hadis palsunya bermacam-macam. Ada yang karena tidak sesuai atau bertentangan dengan Alquran, namun ada pula yang tidak sesuai dengan kondisi kekinian,”. Perlu diketahui, sebelumnya pengungkapan hadis palsu dan lemah dalam karya Imam Bukhari itu juga sudah pernah diungkapkan para pemikir dan peneliti hadis lainnya. Misalnya, Fazlurrahman (1919-1988 M), Abu Hasan al-Daruquthni (306-385 H), al-Sarkhasi (w 493 H/1098 M), Muhammad Abduh (1849-1905 M), Muhammad Rasyid Ridla (1865-1935 M), Ahmad Amin (w 1373 H/1945 M), dan Muhammad Ghazali (w 1416 H/1996 M). Bisa dicontohkan, beberapa hadis palsu yang Anda temukan dalam kitab tersebut? Misalnya, hadis palsu yang terdapat dalam kitab itu, setelah diteliti, ternyata ada yang tidak sesuai dengan fakta sejarah. Misalnya, tentang Isra Mi’raj. Di dalam kitab itu, disebutkan bahwa terjadinya Isra Mi’raj itu sebelum jadi Nabi. Faktanya, Isra Mi’raj itu setelah Rasulullah diutus menjadi Nabi. Kemudian, ada pula hadis Nabi yang bertentangan dengan ayat Alquran. Contohnya, tentang seseorang yang meninggal dunia akan disiksa bila si mayit ditangisi oleh ahli warisnya. Ini kan bertentangan dengan ayat Alquran, bahwa seseorang itu tidak akan memikul dosa orang lain. (Lihat ayat Alquran surah al-Fathir ayat 18, Al-An’am ayat 164, Az-Zumar ayat 7, Al-Isra ayat 15, dan An-najm ayat 38). Dan, masih banyak lagi hadis yang bertentangan atau tidak sesuai dengan ayat Alquran maupun hadis Nabi SAW. Apa kriterianya sehingga ungkapan itu dikatakan benar-benar hadis Nabi, padahal menurut Anda, itu bukan hadis sahih? Dalam penelitian, ada beberapa kriteria dalam menilai sebuah hadis itu dikatakan sahih atau tidak, mutawatir atau tidak, ahad, atau lainnya.
 

Imam Bukhari Siap Ke Neraka? Benarkah?

 

buku hadits
Imam Bukhari Siap Ke Neraka? Benarkah?  Cukup beralasan pertanyaan ini muncul dari seorang santri yang berani mempertanyakan apa saja tanpa 'ewuh' atau takut di setrap kiyainya. Pertama, Imam Bukhari menuliskan hadits mengenai ancaman bagi seseorang yang berbohong atas nama Nabi. Yang kedua Beliau sendiri entah sadar atau tidak ternyata menuliskan juga hadits hadits yang disinyalir palsu. Masalahnya sederhana. Siapa saja yang mengatakan "qoola rasulullah saw,........dst" padahal Nabi tidak pernah mengatakan demikian,.. maka itulah yang disebut berbohong atas nama Nabi. Thus, jika Bukhari mencantumkan suatu hadits kemudian terbukti bahwa hadits itu palsu, artinya Bukhari telah berbohong atas nama Nabi, karena sebenarnya Rasulullah tidak pernah mengatakan hal yang demikian itu. Jadi apakah memang benar Bukhari sudah siap ke neraka dengan pencantuman hadits palsu dalam kitabnya yang dicap sebagai paling shahih itu? Bagaimana penjelasannya?

1. Jika kita asumsikan Bukhari sebagai orang yang menyampaikan hadits kepada kita maka dalam masalah hadits palsu yang tercantum dalam kitabnya menjadi kasus berbohong atas nama Rasul, Contoh: salah satu hadits tentang isra' miraj,  

Qatadah: Telah mengisahi kami Anas bin Malik, dari Malik bin Sha’sha’ah ra, ia telah berkata: Telah bersabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam: “...............dst. 

Jika benar Rasulullah bersabda demikian, tentu tak masalah. Namun jika sebenarnya Nabi tidak mengatakan hal tersebut maka Bukhari masuk ke dalam kelompok orang yang berdusta atas nama Rasulullah. Konsekuensi ini tidak harus menunggu pembuktian orang mengenai sahih atau tidaknya hadits tersebut. Yang jelas hanya ada dua kemungkinan itu.

2. Beberapa orang yang lebih hati hati memilih menempatkan Bukhari bukan sebagai orang yang menyampaikan sabda Rasulullah. Menurut mereka yang terbaik adalah menempatkan Bukhari sebagai seorang pengumpul data. Tugas Ulama berikutnya adalah menyeleksi kumpulan data bukhari ini untuk dipilih mana yang sejalan dengan Quran dan mana yang tidak. Mana yang logis mana yang tidak. Begitu seterusnya hingga tidak tersisa kecuali yang benar benar jauh dari kesalahan. Hasil seleksi ini juga belum bisa dikatakan 100% benar merupakan perkataan Nabi. Pintu bagi ahli hadits baru yang bersedia menyeleksi lagi tetap harus dibuka, begitu seterusnya.

3. Nampaknya Bukhari sendiri menempatkan dirinya sebagai pengumpul hadits sebagaimana dimaksud orang orang pada poin 2 di atas. Buktinya dalam kitab itu dia membuat klasifikasi. Kalau boleh disebut akurasi maka sebenarnya yang disebut shahih hasan dst adalah tingkat akurasi hadits dalam penisbatannya pada Rasullah.

4. Jika benar Bukhari seorang akademisi nomor wahid, pasti beliau berani mengubah stempel shahih nya sebuah hadits apabila ditemukan beberapa data yang menunjukkan bahwa hadits tersebut bertentangan dengan Qur'an atau bertentangan dengan logika.


Benarkah Imam Bukhari Penulis Hadits Tak Bisa Salah? 

 

Benarkah Imam Bukhari Penulis Hadits Tak Bisa Salah?  Alkisah seorang santri bertanya kepada ustadz, apakah boleh sholat sunah setelah ashar. Ustadz menjawab,"Tidak boleh, haram" Tiba tiba santri itu menunjukkan kitab hadits Bukhari yang mencantumkan hadits dari Aisyah, bahwa Rasulullah tak pernah meninggalkan sholat sunnah sesudah ashar. Sang ustadz bingung, santri itu tersenyum simpul. Santri itu tahu bahwa di halaman sebelahnya Bukhari menuliskan sebaliknya, melarang sholat sunnah itu. Jadi Benarkah Imam Bukhari Penulis Hadits Tak Bisa Salah

Tentu saja Bukhari sangat mungkin melakukan kesalahan. Akan tetapi kesalahan Bukhari menjadi tidak berpengaruh kepada kita selagi kita bisa memposisikan Bukhari sebagai sekedar pengumpul hadits. Data yang dikumpulkan Bukhari itu sangat bermanfaat bagi ahli sesudahnya dalam menentukan hukum dan konsep ajaran Islam. Yang perlu diingat adalah bahwa tidak semua hadits Bukhari boleh dipakai sebagai hujjah karena didalamnya bercampur antara yang shahih dan yang tidak. Jangankan hadits yang tak shahih, bahkan hadits shahih pun masih harus melalui pengujian barangkali bertentangan dengan Quran atau akal sehat.

  CARA MUDAH MEMBUNGKAM ATHEIS

"Orang Islam menyembah Allah? Mana dia ? Dari dulu sampai sekarang orang Islam hanya menjelaskan muter muter tapi tak pernah yang namanya menghadirkan Allah. Coba jelaskan pada saya eksistensi Allah yang kalian sembah itu" "

"Anda lihat aja sendiri, apa yang dibilang oleh Allah yang kata anda tidak anda kenal itu"
"Allah pesan ke saya tentang orang macam anda itu,.. begini:

(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan. (Qs. Al Mu’minuun : 99-100)

"Anda percaya atau tidak, itu sama saja,.. anda tetap mati dan mengalami kejadian itu". "Jadi monggo silakan duduk diruang tunggu kematian anda". "Supaya enggak suntuk nunggunya anda bisa baca baca ini":

Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata: “Kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman”, (tentulah kamu melihat suatu peristiwa yang mengharukan).

Dan seandainya kamu melihat ketika mereka dihadapkan kepada Tuhannya (tentulah kamu melihat peristiwa yang mengharukan). Berfirman Allah: “Bukankah (kebangkitan) ini benar?” Mereka menjawab: “Sungguh benar, demi Tuhan kami”. Berfirman Allah: “Karena itu rasakanlah azab ini, disebabkan kamu mengingkari (nya)”.

Sungguh telah rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Tuhan; sehingga apabila kiamat datang kepada mereka dengan tiba-tiba, mereka berkata: “Alangkah besarnya penyesalan kami terhadap kelalaian kami tentang kiamat itu!”, sambil mereka memikul dosa-dosa di atas punggungnya. Ingatlah, amatlah buruk apa yang mereka pikul itu.

“Dan (alangkah ngerinya), jika sekiranya kamu melihat mereka ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata):“Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan mengerjakan amal saleh, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin.“ (Qs. As Sajdah : 12)

“Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul.”Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan sifulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia.” (Qs. Al Furqaan : 27-29)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar