Kamis, 04 September 2014

Mengapa Indonesia bukan Negara Kholifah? 1



MENGAPA INDONESIA BUKAN KHILAFAH?
(Transkip ceramah KH. Abdi Kurnia Djohan, SH., MH)

Allah Swt. berfirman dalam QS. an-Nisa’ ayat 59:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasulullah, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Quran) dan Rasulullah (as-Sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

Rasulullah Saw. bersabda:

عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ منْ بَعْدِي
“Berpegangteguhlah kalian kepada sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin al-Mahdiyyin setelahku.” (HR. Ibn Majah, ad-Darimi, Ibn Hibban, al-Hakim, Abu Daud dan at-Tirmidzi).

Disebut-sebut ‘khilafah’ mulai ramai sejak tahun 2000, kurang lebih sudah 14 tahun lamanya. Tidak sedikit kader-kader Nahdlatul Ulama yang tertipu dan ‘tergelincir’, sehingga memberikan dukungan moril maupun materiil terhadap Hizbul Khilafah.

Dalam sebuah perbincangan dengan guru saya, KH. Abdul Adzim bin Muhammad Suhaimi, seorang ulama sepuh di kawasan Mampang Prapatan Jakarta Selatan. Beliau adalah ulama senior dari alumni universitas al-Azhar Mesir. Beliau pertama yang menulis tesis tentang ‘Gerakan Zionisme di Dunia Islam’. Beliau mengatakan kepada saya: “Isu khilafah itu pernah digembar-gemborkan di Mesir, tetapi tidak laku. Kemudian isu itu diekspor ke Australia.”

Setelah saya coba telususri, siapa yang pertama kali membawa isu khilafah ke Indonesia. Orangnya masih hidup di Kota Bogor, namanya Abdurrahman al-Baghdadi. Dia adalah lulusan IPB Bogor yang pernah menuntut ilmu, sekolah S2 di Australia. Di sana ia bertemu dengan para aktifis khilafah dan membawa isu khilafah ini ke Indonesia. Kemudian di Indonesia ia mengkader antara lain Bapak Mahfudz Kurnia, Ismail Yusanto dan Muhammad al-Khattat (nama aslinya Muhammad Gatot Saptono). Beberapa dari yang lainnya kemudian mendirikan cabang yang dinamai Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Sebelum mendirikan gerakan tersebut, Abdurrahman al-Baghdadi berputar kemana-mana dalam rangka menawarkan gagasan khilafah. Gagasan ini selalu mendapat penolakan. Ketika ditawarkan ke Jamaah Tabligh (JT) tetapi ditolak. Kata mereka: “Lho jangan tawarkan khilafah ke saya. Kalau mau tawarkan masjid kosong, ya pasti saya terima.” Kemudian gagasan itu ditawarkan ke Dewan Dakwah, tetapi juga ditolak.

Sehingga gagasan khilafah ini sempat menjadi ‘musuh bersama’ di antara ormas-ormas Islam. Tetapi Abdurrahman al-Baghdadi tidak berani menawarkannya ke PBNU, karena sudah alergi dengan Gus Dur ketika itu. Jadi Gus Dur ini tidak perlu berdebat, dengar namanya saja orang sudah enggan. Ini luar biasanya Gus Dur, namanya menang sebelum perang. Jadi tidak perlu banyak mengeluarkan energi, karena Gus Dur selalu memakai prinsip: “Gitu aja koq repot”!

Itulah awal-mula munculnya gagasan khilafah, yang kemudian berkembang terus dari IPB masuk ke UI, ITB dan kemudian berkembang ke universitas atau kampus-kampus negeri unggulan di Pulau Jawa. Sampai sekarang, yang mengagetkan saya, isu khilafah sudah sampai di pulau terkecil di Sulawesi Tenggara.

Dan yang mengecewakan saya, nama saya dicatut sebagai ustadz khilafah. Kenapa? Karena saya ini dianggap dekat dengan aktifis-aktifis khilafah dan pada akhirnya saya dianggap sebagai guru mereka. Dan parahnya itu dijadikan sebagai jualan. Silakan searching di google maka akan ditemukan nama saya. Itu awalnya saat saya menghadiri sebuah seminar ‘Menyikapi Jatuhnya Husni Mubarak dari Kursi Pemerintahan’. Saya tidak tahu kalau acara itu ternyata adalah acara promosi mereka. Yang menghadirinya kebanyakan kau awam dari berbagi macam lapisan masyarakat.

Tetapi yang membuat saya tertawa adalah bahasanya seperti bahasa Bakornas dan Bapernas. Maksudnya, bahasanya di sana bukan bahasa merakyat, tetapi bahasa yang sifatnya elit seperti membahas pendapatan negara dan membahas kebijakan politik. Sedangkan yang hadir di situ adalah seperti tukang sayur dan tukang jamu, sampai mereka saling bertanya: “Pendapatan perkapita itu apa?” Bahkan terlalu tinggi, sehingga saya yakin dari sekian banyak peserta yang menghadirinya tidak faham apa itu isu khilafah.

Yang mengagetkan saya lagi, tidak sedikit kader-kader NU yang sudah sampai pada tingkatan disebut ‘kyai’, pada beberapa waktu yang lalu ramai-ramai datang ke sebuah lembaga pemerintahan menyatakan dukungan terhadap perjuangan khilafah. Sehingga saya berfikir kalau ini didiamkan yang terancam bukan cuma negara, tapi juga agama. Karena ada upaya politisasi agama untuk kepentingan-kepentingan politik tertentu.

Pertanyaannya adalah: “Apa itu Khilafah? Apa benar Khilafah itu sebuah sistem yang diharuskan oleh Rasulullah Saw. Untuk kita terapkan?” Nantikan di edisi selanjutnya...

(Bersambung)
Mengapa Indonesia bukan Negara Kholifah? 2
Penulis Transkip : Sya'rony As-Samfury

Tidak ada komentar:

Posting Komentar