Senin, 08 September 2014

Dalil Syar’i Menerima Demokrasi Dan Pancasila

Bagi NU, meski demokrasi bukan hukum Islam formal, namun subtansi ajaran Islam dimasukkan ke dalamnya. Pancasila memang tak ada embel-embel Islam, namun bukan berarti Kafir sebab Pancasila bukan agama, melainkan sebuah falsafah negara untuk menjaga persatuan bangsa dalam kedamaian bingkai NKRI, sebagaimana Rasulullah menerima perjanjian damai Hudaibiyah dan Sayidina Ali menerima Tahkim (arbiterase).

Bagi pengusung Khilafah, Demokrasi adalah sistem kufur karena bukan hukum Allah dan jika tidak ada embel-embel Islam maka divonis kafir. Pola pikir semacam ini adalah cara berfikir Khawarij yang telah dibantah tuntas oleh seorang sahabat sepupu Rasulullah, Abdullah bin Abbas:

مَا تَنْقِمُوْنَ مِنِ ابْنِ عَمِّ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَصِهْرِهِ - ... فَقَالُوْا: نَنْقِمُ عَلَيْهِ ثَلَاثَ خِلَالٍ: إِحْدَاهُنَّ أَنَّهُ حَكَمَ الرِّجَالَ فِي دِيْنِ اللهِ وَمَا لِلرِّجَالِ وَلِحُكْمِ اللهِ وَالثَّانِيَةُ أَنَّهُ عَلِمَ فَلَمْ يَسْبُ وَلَمْ يَغْنَمْ، فَإِنْ كَانَ قَدْ حَلَّ قِتَالُهُمْ فَقَدْ حَلَّ سَبْيُهُمْ، وَإِلَّا فَلَا، وَالثَّالِثَةُ، مَحَا نَفْسَهُ مِنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ أَمِيْرَ الْمُؤْمِنِيْنَ، فَهُوَ أَمِيْرُ الْمُشْرِكِيْنَ.
قُلْتُ: هَلْ غَيْرُ هَذَا - قَالُوْا: حَسْبُنَا هَذَا. قُلْتُ: أَرَأَيْتُمْ إِنْ خَرَجْتُ لَكُمْ مِنْ كِتَابِ اللهِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِهِ أَرَاجِعُوْنَ أَنْتُمْ - قَالُوْا: وَمَا يَمْنَعُنَا
قُلْتُ: أَمَّا قَوْلُكُمْ إِنَّهُ حَكَمَ الرِّجَالَ فِي أَمْرِ اللهِ، فَإِنِّي سَمِعْتُ اللهَ يَقُوْلُ فِي كِتَابِهِ: " يَحْكُمُ بِهِ ذَوَا عَدْلٍ مِنْكُمْ "... وَقَالَ: " وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوْا حَكَماً مِنْ أَهْلِهِ " الْآيَةَ. أَخَرَجْتُ مِنْ هَذِهِ - قَالُوْا: نَعَمْ.
قُلْتُ: وَأَمَّا قَوْلُكُمْ: قَاتَلَ فَلَمْ يَسْبُ، فَإِنَّهُ قَاتَلَ أُمَّكُمْ، لِأَنَ اللهَ يَقُوْلُ: " وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ " فَإِنْ زَعَمْتُمْ أَنَّهَا لَيْسَتْ بِأُمِّكُمْ فَقَدْ كَفَرْتُمْ، وَإِنْ زَعَمْتُمْ أَنَّهَا أُمَّكُمْ فَمَا حَلَّ سِبَاؤُهَا، فَأَنْتُمْ بَيْنَ ضَلَالَتَيْنِ، أَخَرَجْتُ مِنْ هَذِهِ - قَالُوْا: نَعَمْ.
قُلْتُ: وَأَمَّا قَوْلُكُمْ إِنِّهُ مَحَا اسْمَهُ مِنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ، فَإِنِّي أُنَبِّئُكُمْ عَنْ ذَلِكَ: أَمَا تَعْلَمُوْنَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْحُدَيْبِيَّةِ جَرَى الْكِتَابُ يَبْنَهُ وَبَيْنَ سُهَيْلِ بْنِ عَمْرٍو، فَقَالَ يَا عَلِيُّ اكْتُبْ: هَذَا مَا قَاضَى عَلَيْهِ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ فَقَالُوْا: لَوْ عَلِمْنَا أَنَّكَ رَسُوْلُ اللهِ مَا قَاتَلْنَاكَ، وَلَكِنِ اكْتُبْ إسْمَكَ وَاسْمَ أَبِيْكَ، فَقَالَ اللَّهُمَّ إِنَّكَ تَعْلَمُ أَنِّي رَسُوْلُكَ، ثُمَّ أَخَذَ الصَّحِيْفَةَ فَمَحَاهَا بِيَدِهِ، ثُمَّ قَالَ: يَا عَلِيُّ اكْتُبْ: هَذَا مَا صَالَحَ عَلَيْهِ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ، فَوَاللهِ مَا أَخْرَجَهُ ذَلِكَ مِنَ النُّبُوَّةِ، أَخَرَجْتُ مِنْ هَذِهِ - قَالُوْا: نَعَمْ. قَالَ: فَرَجَعَ ثُلُثُهُمْ، وَانْصَرَفَ ثُلُثُهْم، وَقَتَلَ سَائِرَهُمْ عَلَى ضَلَالَةٍ. (تاريخ الإسلام للذهبي - ج 1 / ص 476 وتاريخ دمشق لابن عساكر - ج 42 / ص 464 والرياض النضرة في مناقب العشرة للمحب الطبري - ج 1 / ص 292 وسمط النجوم العوالي في أنباء الأوائل والتوالي - ج 1 / ص 498)
Abdullah bin Abbas berkata: “Apa yang kalian tolak dari (putra paman) Rasulullah dan menantunya (Sayidina Ali) ? Mereka (Khawarij) menjawab: “Kami menolak Ali karena 3 hal. Pertama, Ali mengangkat juru hukum dalam agama Allah, padahal tidak ada jalan bagi manusia dalam hukum Allah. Kedua, Ali tahu dalam berperang (dengan Aisyah saat perang Jamal), tapi ia tidak memperbudak dan tidak menjarah. Ketiga, Ali menghapus namanya sebagai Amir al-Mukminin (pemimpin umat Islam). Jika ia bukan pemimpin umat Islam, berarti ia pemimpin kaum kafir”.

Ibnu Abbas bertanya: “Masih ada lagi?” Mereka menjawab: “Cukup 3 itu”. Ibnu Abbas bertanya: “Jika aku mengeluarkan dalil dari al-Quran dan Sunah Rasulullah apakah kalian akan kembali kepada Ali?” Mereka menjawab: “Apa yang akan menghalangi kami untuk kembali?”

Ibnu Abbas berkata: “Perkataan kalian bahwa manusia tidak boleh membuat hukum dalam agama Allah, maka aku mendengar Allah berfirman di dalam kitab-Nya: “...Menurut putusan (hukum) dua orang yang adil di antara kamu...” (al-Maidah: 95) dan firman Allah: “Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan...” (al-Nisa’: 35). Apakah aku sudah mengeluarkan dalil?” Mereka menjawab: “Ya”.

“Perkataan kalian: “Ali berperang tetapi tidak memperbudak, sebab ia memerangi ibu kalian. Allah berfirman: “ Istri-istri Nabi adalah ibu-ibu mereka” (al-Ahzab: 6). Jika kalian mengira Aisyah bukan ibu kalian, maka kalian telah kafir. Jika kalian menyangka Aisyah adalah ibu kalian, maka tidak boleh menahannya. Kalian berada dalam 2 kesesatan. Apakah aku sudah mengeluarkan dalil?” Mereka menjawab: “Ya”.

“Perkataan kalian bahwa Ali menghapus namanya dari gelar ‘Pemimpin Umat Islam’, maka aku sampaikan kepada kalian tentang hal itu. Tidak tahukah kalian bahwa saat perjanjian Hudaibiyah Rasulullah Saw menulis perjanjian antara Nabi dan Suhail bin Amr (dari Kafir Quraisy). Nabi bersabda: “Wahai Ali, tulislah ‘Ini adalah keputusan Muhammad Rasulullah’. Kafir Quraisy berkata: “Andai kami tahu engkau adalah utusan Allah, maka kami takkan memerangimu. Tapi tulislah namamu dan nama ayahmu”. Nabi berkata: “Ya Allah, Engkau maha tahu bahwa aku adalah Rasul-Mu”. Lalu Nabi mengambil lembaran itu dan menghapus kalimat Rasulullah dengan tangan beliau. Nabi bersabda: “Wahai Ali, tulislah ‘Ini adalah perjanjian damai oleh Muhammad bin Abdullah’. Demi Allah hal ini tidak mengeluarkannya dari kenabian. Apakah aku sudah mengeluarkan dalil?” Mereka menjawab: “Ya”.

Maka sepertiga dari mereka (2000 orang) kembali, sepertiga lagi membubarkan diri dan Ali memerangi sisa lainnya karena kesesatan”
(al-Hafidz al-Dzahabi, Tarikh al-Islam 1/476, al-Hafidz Ibnu ‘Asakir, Tarikh Dimasyqi, 42/464, Muhib al-Thabari, Riyadl al-Nadlrah 1/292 dan al-Ishami, Simthu al-Nujum 1/498)


Oleh : Ust. Muhammad Ma'ruf Khozin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar