Jumat, 19 Desember 2014

“Ttidak tahu ” Tapi paling vocal

Belakangan ini setiap perbedaan menjadi sangat rumit, padahal sejatinya masalah itu adalah masalah yang biasa dan ringan saja. Dalam masalah syariah tentunya, atau lebih tepatnya masalah yang masih dalam perdebatan ulama. Artinya ulama belum sepakat atau memang tidak sepakat tentang hukum perkara tersebut.

Menjadi rumit karena sekte Wahabi yang “tidak tahu” justru menjadi paling vocal dan sok tahu.
Orang yang hanya tahu satu pendapat, termasuk orang yang “tidak tahu”, adanya perbedaan ini, ia hanya tahu hukum perkara tersebut A misalnya karena ia belajar dengan guru yang mengajarkan A.
Tapi anehnya, ia hanya tahu satu itu saja tapi ia sangat vocal dan banyak “omong”-nya dan sok tahu. ketika melihat ada yang berbeda, langsung dibantah, dibicarakan sana sini dengan pengetahuan yang minim yang ia miliki.

Padahal mestinya sebagai orang yang tidak tahu, yang harus dilakukan pertama kali itu bertanya, “benarkah ada amalan/ibadah seperti itu?”. Bukan malah menyalahkan, dan terus-terussan membicarakan orang tersebut. Akhirnya karena sering dibicarakan, menular kepada orang “tidak tahu” lainnya yang punya sifat sama; sama-sama vocal, banyak omong, dan tidak mengerti perbedaan pendapat. Walhasil masalah yang sederhana itu terkesan menjadi sangat rumit sekali.

• Keluar dari Perbedaan Itu Utama
Mungkin ia lupa atau tidak tahu bahwa ada kaidah fiqih yang sangat mengambarkan sekali bagaimana ulama fiqih itu benar-benar peduli akan terwujudnya persatuan umat walaupun dalam bingkai perbedaan pendapat.

الخروج من الخلاف أولى وأفضل

“Keluar dari perbedaan adalah lebih utama dan lebih baik”

Ini dijelaskan oleh Imam Taajuddin Al-Subki dalam kitab Al-Asybah wa Al-Nazoir. Ketika membahas ini dalam kitabnya, beliau seperti menasihati bahwa perbedaan dalam masalah fiqih itu sesuatu yang tidak bisa dihindari, maka kita lah yang harusnya cerdas dalam menyikapi itu.
Dengan tidak menimbulkan sesuatu yang akhirnya malah melahirkan silang pendapat tajam di depan khalayak, yang padahal perkara itu bukanlah perkara yang sampai pada pada level Ijma’, itu masalah yang terbukan ijtihad di dalamnya.

Dengan tidak juga menonjolkan itu depan khlayak yang punya pendapat berbeda, dan tetap hidup seirama dengan mereka. Toh tidak ada yang salah mengikuti alur khalayak dalam masalah fiqih, kenapa harus memaksakan satu pendapat yang akhirnya malah jadi boomerang lalu merobohkan persatuan yang sudah ada.

Dan perkara menghindari fitnah serta perpecahan dalam perbedaan pendapat ini sudah diajarkan jauh-jauh hari oleh ulama terdahulu, bahkan para sahabat.
Berikut beberapa contohnya ;

• Sahabat Abdullah bin Mas’ud
Sahabat Abdullah bin Mas’ud dengan tegas menyatakan bahwa seorang musafir, afdholnya ialah sholat qashar, tidak tamm (sempurna), jika ada musafir yang sholatnya sempurna 4 rokaat, beliau mengatakan itu adalah mukholafatul-aula [مخالفة الأولى] (menyelisih pendapat yang utama).
Akan tetapi dengan rela ia meninggalkan pendapatnya dan ikut sholat sempurna 4 rokaat di belakang Utsman bin Affan yang memandang berbeda dengannya dalam masalah ini. lalu Ibnu Mas’ud ditanya: “kau mengkritik Utsman, tapi kenapa kau mnegikutinya sholat 4 rokaat?”. Ibn Mas’ud menjawab: [الخلاف شر] “berbeda itu buruk!”.[ Fathul-Baari 2/564]

Karena tahu, bahwa jika ia menonjolkan perbedaan itu depan umum yang tidak semuanya paham masalah tersebut, Ibnu Mas’ud memilih untuk tetap mengikuti Utsman walaupun itu menyelisih pandangannya sendiri.

• Imam Malik bin Anas
Tentu juga kita tahu cerita tentang Imam Malik yang ditawari oleh Khalifah Al-Manshur untuk menjadikan bukunya “Al-Muwatho’” sebagai kitab Negara yang menjadi pegangan hukum bagi rakyatnya.
Namun Imam malik menolak langusng tawaran itu:

يا أمير المؤمنين لا تفعل هذا فإن الناس قد سبقت إليهم أقاويل ، وسمعوا أحاديث ، ورووا روايات ، وأخذ كل قوم بما سبق إليهم ،

“wahai Amirul-mikminin, jangan lakukan itu! Orang-orang sudah terbiasa dengan pendapat-pendapat yang mereka dengar sebelumnya, mereka telah mendengar hadits-hadits, mereka juga telah melihat periwayatan, dan setiap kaum telah melakukan ibadah sesuai pendapat yang mereka ambil sebelumnya”
[Hujjatullah Al-Balighoh 1/307]

Imam Malik tidak memaksakan itu karena khawatir nantinya akan terjadi perpecahan kalau nantinya penduduk dipaksa untuk mengikuti Imam Malik sedangkan mereka telah beribadah sesuai pendapat ulama yang mereka ikuti sebelumnya.

• Imam Muhammad bin Idris Al-Syafi’i
Kita juga tahu secara detail bagaiman Imam Syafi’i meninggalkan qunut subuh ketika menjadi Imam untuk para pengikut Imam Abu Hanifah yang tidak melihat adanya kesunahan qunut dalam sholat subuh, di masjid dekat makam Imam Abu Hanifah.
Padahal Imam Syafi’i-lah pelopor qunut subuh dan mnejadikannya sunnah muakkad dalam sholat subuh yang jika meninggalkannya, maka sunnah diganti dengan sujud sahwi. Tapi beliau rela meninggalkan itu, karena tahu dimana ia saat itu.
[Adab Al-Ikhtilaf fi Al-Islam 117]

••••••

Jadi,,, sekte WAHABI -Salapi yang tidak tahu, mestinya sadar diri kalau memang hanya tahu satu hadits jangan berlagak seperti ahli hadits. Kalau hanya tahu satu pendapat, tahan diri untuk tidak berkomentar ketika melihat ada yang berbeda sebelum bertanya.
Yang akhirnya malah membicarakan keburukan orang, padahal yang namanya muslim tidak diperkenankan berbicara kecuali yang baik. Kalau tidak bisa bicara baik, maka diam saja. Begitu perintah Nabi saw.
Jangan akhirnya malah berbicara sesuatu yang tidak dipahami. Firman Allah swt; “Dan janganlah kau bicarakan sesuatu yang kau tidak ketahui ilmunya” (QS. Al-Isra’ 36)

Smoga Pengikut Sekte Wahabi segera diberi HidayaH .......

Wallahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar