Sabtu, 13 Desember 2014

Pemakaian parfum beralkohol

Parfum dan wanita merupakan bagian yang tak terpisahkan di dalam kehidupan nyata. Saking pentingnya banyak kaum hawa tak terpercaya diri bila tidak memakai benda ini. Sekejap saja keluar rumah, jalan, di pasar, di tempat keramaian maka akan dengan mudah hidung kita mencium bau yang semerbak dari wangi-wangian parfum.
Diera modern ini, pemakaian parfum disatu sisi memang membawa dampak positif, namun disisi lain dapat menimbulkan perbedaan faham, perselisihan pendapat, maupun ketimpangan dalam memberikan peraturan dalam pondok pesantren, sebagai akibat para santri merasa kebingungan dalam melaksanakan dan menjalankan peraturan. Karena semua tindakan, sikap, tingkah laku sehari-hari selalu berusaha mengharapkan barokah serta keridhoan kiai.

Ada sebagian ulama’ yang menghukumi najis dalam parfum beralkohol dengan dalih disamakan dengan khamer. Karena zat yang memabukkan ini yang menjadikan khamer dihukumi haram adalah kandungan alkohol didalamnya. Pendapat mengenai perbedaan hukum alkohol dengan khamer karena partikelnya yang berbeda, bagi sebagian ulama’ merupakan pendapat yang lemah dasarnya, karena ijma’ para sahabat dan para imam empat lebih dulu menghukumi bahwa khamer beserta alkohol haram hukumnya.
Ada sedikit solusi terhadap pemakaian parfum beralkohol, karena alkohol merupakan salah satu zat kimia yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia. Selama ini sering sekali alkohol diidentikkan dengan mabuk-mabukkan. Dengan kata lain, tiap kali mendengar kata alkohol adalah minuman keras. Padahal jika dikaji lebih jauh, alkohol tidak selalu berkaitan dengan minuman keras. Alkohol juga dipakai untuk obat, operasi, pewangi, dan masih banyak lagi.

Para ulama telah menetapkan batasan najis yang ditoleransi. Jika terpenuhi, maka najis kategori ini tidak menghalangi sahnya shalat, juga diperbolehkannya untuk digunakan dalam makanan, minuman, obat, alat kosmetik terutama parfum beralkohol. Dan juga parfum beralkohol yang berbentuk minyak dengan kadar rendah bukanlah najis, tetapi bisa menjadi haram. Hukumnya menjadi haram jika kadar alkohol pada minyak wangi ini tinggi (lebih dari 50%), sehingga bisa memabukkan. Dan jika hukumnya menjadi haram, pemakaiannyapun dilarang kecuali dengan keadaan mendesak. Karena semua yang memabukkan dapat menutup akal, dalam salah satu Maqasid Syariah yaitu memelihara akal (al-muhafadzah ‘ala al-‘aql). Memelihara akal sangatlah penting sekali, terjaminnya akal pikiran dari kerusakan yang menyebabkan orang bersangkutan tak berguna di tengah masyarakat, menjadi sumber kejahatan.

Mengacu dengan pendapat amirul mukminin Umar bin Khattab r.a, khamer adalah segala sesuatu yang menutup akal. Yakni yang mengacu, menutup, dan mengeluarkan akal dari tabi’atnya yang dapat membedakan antara sesuatu dan mampu menetapkan sesuatu. Benda-benda ini akan mempengaruhi akal dalam menghukumi ataupun menetapkan sesuatu, sehingga terjadi kekacauan dan ketidak-tentuan, yang jauh dipandang dekat dan yang dekat dipandang jauh. Dan menurut al-mufattir ialah sesuatu yang menjadikan tubuh loyo tidak bertenaga.

Imam Abidin berkata dalam kitab al-Minah disebutkan bahwa berdasarkan kesepakatan para ahli bahasa Arab, nama khamer ini digunakan khusus untuk minuman. Ia juga tidak mengatakan bahwa setiap yang memabukkan itu khamer, karena derivasi kata khamer ini diambil dari kata mukhamarah (ketertutupan akal). Seperti halnya bejana tidak disebut botol (qarurah) karena diamnya air (qarar) disitu.[1]
Pernyataan di atas sama halnya Imam al-Nasa’i tatkala menjelaskan bab tentang khamer dalam kitabnya, ia berkata bahwa penetapan ini jelas sekali, bahwa khamer bagi setiap minuman. Sedangkan zat-zat yang bukan minuman, meskipun memabukkan tidak dinamakan khamer.[2]

Dan menurut Rabi’ah al-Ra’y guru Imam Malik, Imam al-Hasan al-Bashri, al-Muzani (murid Syafi’i), Imam al-Laits bin Said dan beberapa ulama mua’akhirin dari Baghdad dan Irak. Mereka berpendapat bahwa khamer dan alkohol adalah suci.

Ulama yang berpendapat khamer itu suci, maksudnya bendanya suci. Dengan kata lain, khamer itu najis secara maknawi bukan bendanya. Mereka mengatakan bahwa Alloh dalam surat al-Maidah: 90, mengaitkan kata-kata rijsun adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Jadi, khamer itu rijsun secara amaliyah, bukan benda atau zatnya yang najis.

Dan kita tahu bahwa judi, berhala serta anak panah tidaklah najis. Maka pernyataan empat perkara ini, yaitu khamer, judi, berhala dan anak panah dalam satu lingkup sifat, berarti keempatnya memiliki sifat yang sama. Jika yang tiga (judi, berhala dan panah) najisnya maknawi, maka begitu juga khamer, najisnya bersifat maknawi, karena juga termasuk perbuatan setan.

Sudah jelas perbedaan antara alkohol dengan khamer bukan. Tapi disisi lain, khamer juga mengandung alkohol. Tapi tidak semua alkohol adalah khamer. Kendati demikian ulama kontemporer berpendapat bahwa alkohol itu suci. Maka disinilah jelas perbedaan alkohol dengan khamer, khamer itu mau diminum cuma setetes atau mau ditengak seember, sama-sama haram. Disini alkohol tidak sama atau tidak idententik dengan khamer. Karena orang tak akan sanggup meminum alkohol dalam bentuk murni, karena akan menyebabkan kematian.

Menurut Prof. Dr. Muhammad Sa’id al-Suyuti dalam kitabnya Mu’jizat fi al-Thib li al-Nabi al-Arabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, berpendapat bahwa alkohol itu suci. Ia berkata mengqiyaskan alkohol dengan khamer adalah bentuk qiyas yang tak relevan (al-qiyas ma’a al-Fariq) dan tidak benar karena susunan partikel yang berbeda.[3]

Pendapat di atas juga diamini oleh Prof. Al-Suyuthi, ia mengatakan orang yang mengkaitkan najis pada alkohol sesungguhnya ia tidak mengetahui persis zat-zat seperti minyak bumi, bensin, chloroform (obat bius), chrloral (cairan berminyak tanpa warna tersebut chlorine dan alkohol), padahal semua itu memiliki dampak memabukkan juga. Sebagaimana ia juga tidak memahami produk yang dihasilkan dari alkohol. Ia telah menggunakan qiyas yang salah (fasid) karena memberatkan dan membahayakan.[4]

Dari pendapat di atas, menurut hemat penulis, bahwa alkohol itu suci sebagai berikut;

a. Pendapat yang menghukumi bahwa alkohol itu najis adalah dengan mengqiyaskan alkohol dengan khamer. Mengqiyaskan ini seperti mengqiyaskan dua hal yang berbeda (al-qiyas ma’a al-fariq) seperti yang dikatakan Prof. Suyuthi, karena partikel masing-masing berbeda.
b. Alkohol dapat ditemukan pada minyak bumi dan bensin, tetapi kenapa hanya parfum beralkohol yang dihukumi najis, sedangkan yang lainnya tidak?
c. Banyak orang yang menyamakan minuman beralkohol dengan alkohol, maka disinilah sering kurang difahami dan ini menjadi titik perdebatan oleh sebagian orang yang menghukumi haram dan diperbolehkannya menggunakan parfum beralkohol. Kebanyakan orang yang menghukumi haram bahwasanya alkohol yang terdapat dalam parfum beralkohol.
d. Alkohol merupakan senyawa kimia, sedangkan khamer adalah karakter suatu bahan makanan, minuman, atau benda yang dikonsumsi. Definisi khamer tidak terletak pada sub kimianya, tapi terletak pada efek yang dihasilkannya, yaitu memabukkan. Maka benda apapun yang kalau dimakan dan diminum akan memberikan efek mabuk dikategorikan sebagai khamer.
e. Memakai parfum yang mengandung alkohol halal hukumnya. Alkohol menjadi haram kalau diminum untuk mabuk-mabukkan.[5]
Adapaun alkohol yang terdapat minyak wangi, maka penulis katakan sah-sah saja menggunakan parfum beralkohol, bagi yang berpendapat najis maka termasuk kategori rukhshah (kondisi dispensasi yang menjadikan tidak boleh menjadi boleh), itupun jika benar pemakaian parfum beralkohol itu najis. Sebab sekarang ini dalam kehidupan sehari-hari tak akan terlepas dengan pemakaian parfum beralkohol untuk menunjang penampilan. Karena kita hidup bermasyarakat, tak terkecuali kehidupan pondok pesantren. Pondok pesantren merupakan potret kecil kehidupan bermasyarakat, disana banyak aktifitas yang wajib bagi para santriwati lakukan, sehingga tak menutup kemungkinan keringat yang dikeluarkanpun banyak. Demi kemaslahatan bersama maka sah menggunakan parfum baik beralkohol ataupun tak mengandung alkohol.

Meskipun sah-sah saja, sebaiknya para wanita jika memakai parfum beralkohol ataupun yang tidak mengandung alkohol sebaiknya agak mengurangi volume penggunaannya. Maka pilihlah yang soft dan tak terkesan terlalu keras. Dan harus diperhatikan agar jangan sampai terlalu dekat dengan laki-laki dalam pergaulan, agar tidak sampai jatuh pada ancaman dari Rasulullah. Wallahu a’lam bis shawab
[1] KH Ali Mustapa Yaqub, Kriteria Halal, Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika Menurut al-Quran dan Hadits, Jakarta; PT. Pustaka Firdaus, hlm. 111
[2] Ibid, hlm. 116
[3] Ibid, hlm 123
[4] Ibid, hlm. 124
[5] Mutawalli Asy Sya’rawi, Anda Bertanya Islam Menjawab, Jakarta; Gema Insani Press, 1994, hlm. 419

*Sumber: http://hakamabbas.blogspot.com/…/pemakaian-parfum-beralkoho…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar