Selasa, 02 September 2014

Tambahnya Umur

Penjelasan tentang tambahnya umur
Assalamualaikum para muallim...semoga tetap dalam lindungan Alloh....saya mo tanya...nieh sering saya dengar dlm sbuah pengajian....seringkali para kiyai mengatan semoga diberikan umur panjang....kerna setaw saya umur itu gk bisa diperpanjang....nah maksd dri umur panjang itu bgaimna.....mohon pencerahannya....syukron...wassalamualaikum....
JAWABAN
> Mas Hamzah
Penjelasan tentang tambahnya umur.

Allah ta'ala berfirman

فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ
“Maka jika kematian mereka telah tiba niscaya mereka tidak bisa menundanya walau sesaat dan tidak pula mereka bisa menyegerakannya.” (QS. Al-A’raf [7]: 34)
Rasululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda:
من سره أن يبسط له في رزقه أو ينسأ له في أثره فليصل رحمه
" Barangsiapa senang apabila dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung tali kekerabatannya "
(HR. al bukhori dalam kitabul buyu' dari anas bin malik, dan dalam kitabul adab dari abu hurairoh )
Rasul jg bersabda:
“Sesungguhnya tadi malam aku bermimpi dengan sebuah mimpi yang mengherankan. Dalam mimpiku, aku melihat seorang laki-laki dari umatku didatangi oleh malaikat maut ‘alaihis salam untuk mencabut nyawanya. Tiba-tiba datanglah amalan berbakti kepada ayahnya lalu menolak malaikat maut dari orang tersebut.” 
Al-hafizh Abu Musa Al-Madini mengatakan, “Hadits ini sangat hasan.” (Badruddin Al-’Aini, ‘Umdatul Qari Syarh Shahih Al-Bukhari)
imam alhafidz ibnu hajar al asqolani dalam kitab fathul baari syarh shohih bukhori menjelaskan tentang tambahnya umr sbb :
1. أن هذه الزيادة كناية عن البركة
" sesungguhnya tambahan ini adalah makna kinayah (bukan yg sebenarnya) dari barokah."
hal ini dikarenan ia mendapat taufiq dari Allah untuk melaksanakan ketaatan, mengisi waktunya dengan hal-hal yang membawa manfaat di akhirat dan menjaga dirinya dari menyia-nyiakan waktunya dengan hal-hal yang tidak membawa manfaat di akhirat
Dalam lailatul qadar, seorang hamba beramal shalih dalam satu malam namun mendapatkan pahala yang lebih baik dan lebih banyak dari amalan selama seribu bulan (83 tahun 4 bulan) yang tidak ada lailatul qadarnya. Itulah pengertian umurnya dipanjangkan, yaitu seakan-aan dipanjangkan selama 83 tahun lebih. Satu malam nilai keberkahannya bahkan melebihi keberkahan umur selama 83 tahun lebih.
Intinya, menyambung tali kekerabatan menjadi sebab mendapat taufik untuk melaksanakan amal-amal ketaatan dan melindungi diri dari perbuatan-perbuatan maksiat. Dengan demikian saat ia meninggal, ia meninggalkan nama yang harum dan pujian yang baik. Pada saat itulah ia seakan-akan belum mati, meskipun jasadnya sudah mati. Ia seakan-akan belum mati karena masyarakat masih senantiasa mengenang keshalihan amalnya dan kemuliaan akhlaknya.
2. أن الزيادة على حقيقتها
" tambahan ini memang secara kenyataan ditambah"
Misalnya, Allah Ta’ala berfirman kepada malaikat pencatat usia manusia: “Umur si fulan adalah 100 tahun jika ia menyambung tali kekerabatannya, dan 60 tahun jika ia tidak menyambung tali kekerabatannya.” 
Sementara itu Allah dengan ilmu-Nya yang azali telah mengetahui apakah si fulan tersebut akan menyambung tali kekerabatannya ataukah ia akan memutusnya.
Jadi, menurut ilmu azali yang dimiliki oleh Allah Ta’ala, umur si fulan tersebut tidak bertambah dan tidak berkurang sedikit pun. Adapun menurut ilmu yang dimiliki oleh malaikat pencatat usia manusia, umur si fulan tersebut bisa bertambah atau berkurang.
Pengertian ini telah diisyaratkan oleh firman Allah Ta’ala:
يَمْحُو اللَّهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ وَعِنْدَهُ أُمُّ الْكِتَابِ
“Allah menghapus apa yang dikehendaki-Nya dan menetapkan apa yang dikehendaki-Nya dan di sisi-Nya terdapat ummul kitab (Lauh Mahfuzh).” (QS. Ar-Ra’du [13]: 39)
.وقد ورد في تفسيره وجه ثالث ، فأخرج الطبراني في " الصغير " بسند ضعيف عن أبي الدرداء
" yg ketiga sebagaimana yg disebutkan oleh imam tabrani dalam kitab " as shogir dgn sanad yg lemah dari abu darda'
“Disebutkan di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bahwa barangsiapa menyambung tali kekerabatannya, niscaya akan dipanjangkan umurnya. Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Maksudnya bukanlah tambahan pada umurnya, karena Allah telah berfirman: “Jika ajal mereka telah datang kepada mereka, maka mereka tidak bisa memundurkannya walau sesaat dan tidak pula mereka mampu menyegerakannya.”
Akan tetapi maksudnya adalah seseorang memiliki anak-anak keturunan yang shalih, yang mau mendoakan dirinya setelah ia meninggal.”
Dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, imam Ath-Thabarani juga meriwayatkan dari hadits Abu Musyajji’ah Al-Juhani bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ لَا يُؤَخِّرُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا وَإِنَّمَا زِيَادَةُ الْعُمُرِ ذُرِّيَّةٌ صَالِحَةٌ
“Sesungguhnya Allah tidak akan menunda usia seorang pun jika kematian telah datang kepadanya. Akan tetapi yang dimaksud dari penambahan usia adalah anak keturunan yang shalih.”
. وجزم ابن فورك بأن المراد بزيادة العمر نفي الآفات عن صاحب البر في فهمه وعقله . وقال غيره في أعم من ذلك وفي وجود البركة في رزقه وعلمه ونحو ذلك
menurut imam Al-Furak, yang dimaksud dengan penambahan umur dalam hadits-hadits di atas adalah Allah Ta’ala akan menyingkirkan berbagai macam musibah yang mengancam pemahaman dan akal orang yang melakukan amal kebajikan (yaitu menyambung tali kekerabatan).
Sebagian ulama lainnya menyatakan berbagai macam musibah yang disingkirkan tersebut bersifat umum, tidak sebatas musibah yang mengancam pemahaman dan akal pikiran orang yang melakukan amal kebajikan. Selain itu, ia juga bermakna turunnya keberkahan atas rizkinya, ilmunya dan hal-hal lainnya.
wallohu a'lam bis showab
فتح الباري شرح صحيح البخاري
أحمد بن علي بن حجر العسقلاني

> Ical Rizaldysantrialit

wa'alaikum salam Wr Wb
(حديث مرفوع) أَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ , حَدَّثَنَا أَبُو الْحَسَنِ عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ سَخَوَيْهِ , حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْبُوشَنْجِيُّ , وَأَحْمَدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ مِلْحَانَ ح . قَالَ : وَأَخْبَرَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ إِسْحَاقَ الْفَقِيهُ , حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ مِلْحَانَ , وَمُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْبُوشَنْجِيُّ , قَالا : حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ , حَدَّثَنَا اللَّيْثُ , عَنْ عَقِيلٍ , عَنِ ابْنِ شِهَابٍ , قَالَ : أَخْبَرَنِي أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ , أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : " مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ , وَيُنْسَأُ لَهُ فِي أَثَرِهِ , فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ " . رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ فِي الصَّحِيحِ عَنْ يَحْيَى بْنِ بُكَيْرٍ وَأَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ مِنْ وَجْهٍ آخَرَ عَنِ اللَّيْثِ وَأَخْرَجَهُ الْبُخَارِيُّ أيضا من حديث أبي هريرة عن النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .



---------------------------------------------

Seorang ulama besar hadits dan fiqih madzhab Hanafi, imam Abu Muhammad Mahmud bin Ahmad bin Musa Al-Hanafi atau lebih popular dengan nama panggilan al-hafizh Badruddin Al-’Aini (wafat tahun 855 H) menyebutkan sebuah hadits.
Beliau mengutip dari al-hafizh Abu Musa Al-Madini dalam kitabnya, At-Targhib wa At-Tarhib, sebuah hadits yang sangat mencengangkan. Hadits tersebut adalah hadits dari Abdurrahman bin Samurah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alahi wa salam bersabda:
إِنِّي رَأَيْتُ اْلبَارِحَةَ عَجَبًا، رَأَيْتُ رَجُلاً مِنْ أُمَّتِي أَتَاهُ مَلَكُ الْمَوْتِ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، لِيَقْبِضَ رُوحَهُ فَجَاءَهُ بِرُّ وَالِدِهِ فَرَدَّ مَلَكَ الْمَوْتِ عَنْهُ
“Sesungguhnya tadi malam aku bermimpi dengan sebuah mimpi yang mengherankan. Dalam mimpiku, aku melihat seorang laki-laki dari umatku didatangi oleh malaikat maut ‘alaihis salam untuk mencabut nyawanya. Tiba-tiba datanglah amalan berbakti kepada ayahnya lalu menolak malaikat maut dari orang tersebut.” 
Al-hafizh Abu Musa Al-Madini mengatakan, “Hadits ini sangat hasan.” (Badruddin Al-’Aini, ‘Umdatul Qari Syarh Shahih Al-Bukhari, 11/181)


Hadits pertama
Dari Abu Hurairah Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Saya telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:

«مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ، وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ»
“Barangsiapa senang apabila dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung tali kekerabatannya!” (HR. Bukhari no. 5985)
Hadits kedua
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihiwa salam telah bersabda:
«مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ، وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ»
“Barangsiapa senang apabila dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung tali kekerabatannya!” (HR. Bukhari no. 5985 dan Muslim no. 2557)
Arti kata-kata sulit:
An Yubsatha: Diluaskan atau dilapangkan.
An Yunsa-a: Diakhirkan atau ditunda.
Atsarihi: Makna asalnya secara bahasa adalah bekasnya atau jejaknya. Adapun dalam hadits di atas maksudnya adalah ajal atau umurnya. Ajal seseorang disebut atsar atau bekas dan jejaknya, karena ia mengikuti umur seseorang.
Penjelasan makna hadits
Kedua hadits shahih di atas menjelaskan bahwa rizki seseorang bisa ditambah dan kematian seseorang bisa ditunda jika ia menyambung tali silaturahmi.
Sebagaimana telah diketahui bersama, rizki dan usia seseorang telah ditentukan oleh Allah. Secara khusus, Allah berfirman tentang usia dan kematian hamba-Nya, 
فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ
“Maka jika kematian mereka telah tiba niscaya mereka tidak bisa menundanya walau sesaat dan tidak pula mereka bisa menyegerakannya.” (QS. Al-A’raf [7]: 34)
Lahiriah hadits-hadits tentang “penambahan usia” atau “penundaan kematian” di atas bertentangan dengan lahiriah ayat di atas. Sebenarnya antara ayat tersebut dan hadits-hadits di atas tidak ada perbedaan. Sebab, makna dari semua dalil tersebut masih bisa dipadukan.
Para ulama mencoba untuk memberikan beberapa penjelasan yang memudahkan kita untuk memahami maksud dari “ditunda kematiannya” atau “ditambahkan umurnya” dalam kedua hadits di atas.
Imam Yahya bin Syaraf An-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim, Badruddin Al-’Aini dalam Umdatul Qari Syarh Shahih Bukhari dan al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari Syarh Shahih Al-Bukhari menjelaskan bahwa kedua hadits di atas memiliki dua kemungkinan makna yang paling kuat, yaitu makna hakekat dan makna kiasan.

Makna pertama : Makna kiasan dan aspek kualitas

Tambahan umur dalam kedua hadits ini merupakan bahasa kiasan untuk tercapainya keberkahan pada umur, karena ia mendapat taufiq dari Allah untuk melaksanakan ketaatan, mengisi waktunya dengan hal-hal yang membawa manfaat di akhirat dan menjaga dirinya dari menyia-nyiakan waktunya dengan hal-hal yang tidak membawa manfaat di akhirat.
Makna kedua: Makna hakekat dan aspek kuantitas
Tambahan usia dalam hadits tersebut memiliki makna hakekat, yaitu terjadinya penambahan usia yang sebenarnya, bukan sekedar bahasa kiasan. Penambahan usia ini di sini adalah menurut pandangan malaikat yang mendapat tugas untuk mencatat usia makhluk. Adapun menurut ilmu Allah sebenarnya usia makhluk tersebut tidak mengalami penambahan sedikit pun.
Makna ketiga
Al-hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani menyebutkan kemungkinan makna ketiga dari kedua hadits di atas. Makna tersebut seperti disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam Ash-Shaghir dengan sanad yang lemah dari Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu bahwasanya:
ذُكِرَ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ وَصَلَ رَحِمَهُ أُنْسِيءَ لَهُ فِي أَجَلِهِ فَقَالَ إِنَّهُ لَيْسَ زِيَادَةً فِي عُمُرِهِ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ الْآيَةَ وَلَكِنَّ الرَّجُلَ تَكُونُ لَهُ الذُّرِّيَّةُ الصَّالِحَةُ يَدْعُونَ لَهُ مِنْ بَعْدِهِ
“Disebutkan di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bahwa barangsiapa menyambung tali kekerabatannya, niscaya akan dipanjangkan umurnya. Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Maksudnya bukanlah tambahan pada umurnya, karena Allah telah berfirman: “Jika ajal mereka telah datang kepada mereka, maka mereka tidak bisa memundurkannya walau sesaat dan tidak pula mereka mampu menyegerakannya.”
Akan tetapi maksudnya adalah seseorang memiliki anak-anak keturunan yang shalih, yang mau mendoakan dirinya setelah ia meninggal.”
Dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, imam Ath-Thabarani juga meriwayatkan dari hadits Abu Musyajji’ah Al-Juhani bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda, 
إِنَّ اللَّهَ لَا يُؤَخِّرُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا وَإِنَّمَا زِيَادَةُ الْعُمُرِ ذُرِّيَّةٌ صَالِحَةٌ 
“Sesungguhnya Allah tidak akan menunda usia seorang pun jika kematian telah datang kepadanya. Akan tetapi yang dimaksud dari penambahan usia adalah anak keturunan yang shalih.” (Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, 10/416)
Makna keempat
Al-hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani menyebutkan bahwa menurut imam Al-Furak, yang dimaksud dengan penambahan umur dalam hadits-hadits di atas adalah Allah Ta’ala akan menyingkirkan berbagai macam musibah yang mengancam pemahaman dan akal orang yang melakukan amal kebajikan (yaitu menyambung tali kekerabatan).
Sebagian ulama lainnya menyatakan berbagai macam musibah yang disingkirkan tersebut bersifat umum, tidak sebatas musibah yang mengancam pemahaman dan akal pikiran orang yang melakukan amal kebajikan. Selain itu, ia juga bermakna turunnya keberkahan atas rizkinya, ilmunya dan hal-hal lainnya. (Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, 10/416). 
 
wallahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar