Teman-teman kami Jama’ah menanyakan apakah Rasulullah SAW pernah
ziarah ke Makam ibunya
Al Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ زَارَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- قَبْرَ
أُمِّهِ فَبَكَى وَأَبْكَى مَنْ حَوْلَهُ فَقَالَ اسْتَأْذَنْتُ رَبِّى
فِى أَنْ أَسْتَغْفِرَ لَهَا فَلَمْ يُؤْذَنْ لِى وَاسْتَأْذَنْتُهُ فِى
أَنْ أَزُورَ قَبْرَهَا فَأُذِنَ لِى فَزُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا
تُذَكِّرُ الْمَوْتَ. )رواه مسلم (
Artinya: Nabi
Muhammad SAW berziarah ke makam ibunya lalu menangis yang menyebabkan
orang-orang di sekelilingnya menangis pula. Lalu beliau bersabda: “Aku
meminta izin kepada Tuhanku untuk memohonkan ampun bagi ibuku, tetapi
tidak diizinkan. Dan aku memohon izin untuk mengunjungi kuburannya, maka
Dia memberi izin kepadaku. Oleh karena itu berziarahlah sebab ziarah
itu dapat mengingatkan kepada kematian”. (HR Muslim).
Hadis ini memberikan penjelasan bahwa:
Pertama,
Rasulullah SAW berziarah ke makam ibundanya. Sebagaimana diketahui
bahwa ibunda Rasulullah SAW itu bukanlah seorang Muslimah (setidaknya
menurut yang dapat dipahami dari teks Hadis ini). Akan tetapi Allah
mengizinkan beliau untuk menziarahinya. Ini menjadi landasan hukum
bahwa berziarah ke kuburan orang Kafir tidaklah dilarang. Dengan
demikian pertanyaan dari Al Muhajirin terjawab sudah. Semoga dianggap
cukup.
Kedua,
Rasulullah SAW pada kesempatan itu menganjurkan ummatnya untuk
melakukan ziarah kubur karena merupakan alat untuk menyadarkan hati
manusia akan datangnya kematian. Suatu amaliah yang dianjurkan oleh
Rasulullah SAW disertai penyebutan hikmahnya menunjukkan bahwa perbuatan
tersebut adalah Sunnah. Apabila telah diketahui bahwa ziarah kubur itu
merupakan keta’atan yang berhukum Sunnah, maka ketika seseorang
bernadzar akan berziarah kubur, maka ia wajib memenuhinya ketika yang
dinadzarinya itu tercapai. Ini berbeda dengan fatwa Ibnu Taimiyah yang
melarang orang bernadzar untuk Ziarah ke kubur Rasulullah SAW.
Menurutnya menyengaja Ziarah Kubur Rasulullah SAW hanya dibenarkan
manakala disertai dengan Ziarah ke Masjid Nabawi. Memang sulit
dibayangkan ada manusia yang datang menziarahi kubur Rasulullah SAW
tetapi tidak memasuki Masjidnya, pun sebaliknya rasanya belum pernah ada
manusia beriman yang sampai di Masjid Nabawi tidak dilanjutkan dengan
Ziarah ke kubur beliau. Tetapi itulah jalan pikiran manusia terkadang
tidak mudah kita mencernanya dan tidak tahu pula ke mana arahnya.
Ketiga,
dalam Hadis disebutkan bahwa ketika berziarah kubur, Rasulullah SAW
menangis bahkan tangisan beliau diikuti para sahabatnya. Ini menjadi
dalil bahwa menangis di kuburan tidaklah dilarang. Kandungan ini
sekaligus menolak fatwa Wahhabi yang melarang kaum Muslimin menangis di
kuburan Rasulullah SAW dan peringatan bagi para polisi Kerajaan Keluarga
Saud yang mengusir atau mencambuk para peziarah yang menangis di makam
beliau.
Keempat,
bahwa seorang Muslim dilarang memohonkan ampun bagi orang-orang Kafir.
Dengan demikian ketika seorang Muslim berziarah ke kuburan yang bukan
Muslim, haram hukumnya memohonkan ampun dan membacakan do’a untuknya. Al
Qur’an menegaskan hal ini dalam rangkaian ayatnya:
مَا
كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا
لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ
لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ
إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ
فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ
إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ (التوبة:113-114)
Artinya: “Tiadalah
sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun
(kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik
itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya
orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam. Dan permintaan
ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah
karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka,
tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka
Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun”. (At Taubah:113-114).
Pada ayat lain ditegaskan pula:
وَلَا
تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ
إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ (التوبة:84)
Artinya: “Dan
janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati
di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya.
Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan rasul-Nya dan mereka
mati dalam keadaan fasik” (At Taubah:84).
Wallahu A’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar