Allah ta'ala berfirman (QS.Al-Mujadalah : 10)
(1606)[1] وَعَنِ
ابنِ عُمَر رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيهِ
وَسَلَّمَ قَالَ : إِِذََا كَانُوا ثَلَاثَةٌ فَلَايَتَنَاجَى اثْنَانِ
دُونَ الثَّالِث". متفق عليه.
(1606) Dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam
bersabda, "Apabila berkumpul tiga orang maka janganlah dua orang di
atara mereka itu berbisik-bisik tanpa menyertakan orang ke tiga.
(HR.Bukhari dan Muslim).
Hadits ini diriwayatkan pula oleh Abu Daud dan ia menambahkan
bahwasanya Abu Shalih bertanya kepada Ibnu Umar, "Bagaimana kalau ada
empat orang ?" Ibnu Umar menjawab, "Tidak apa-apa". Di dalam kitab
Al-Muwattha, Imam Malik meriwayatkan hadits ini Abdullah Bin Dinar yang
mana ia berkata, "Saya bersama-sama dengan Ibnu Umar berada di rumah
Khalid bin Ukbah yang sedang berada di pasar, kemudian ada orang yang
bermaksud untuk berbisik-bisik dengannya dan tidak ada seorang pun di
dekat Ibnu Umar kecuali saya. Ibnu Umar lantas memanggil orang lain
sehingga kami cukup berempat. Ibnu Umar berkata kepada saya dan kepada
orang ketiga yang dipanggilnya itu, "Silahkan kalian menyisih sebentar
karena saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, "Janganlah ada dua orang berbisik-bisik tanpa menyertakan satu orang yang lain".
(1607)[2] وَعَنِ
ابنِ مَسعُودٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَى اللهُ
عَلَيهِ وَسَلَمَ قَالَ : إِذَاكُنْتُمْ ثَلَاثَة فَلَا يَتنََاجَى
اثْنَانِ دُونَ الآخَرَحَتَّى تَخْتَلِطُوا بِالنَّاسِ، مِنْ أَجْلِ أَنَّ
ذَلِكَ يُخْزِنُهُ. متفق عليه.
(1607) Dari Ibnu Mas'ud Radhiyallahu Anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam
bersabda, "Apabila kalian bertiga maka janganlah dua orang
berbisik-bisik tanpa menyertakan yang lain sehingga kalian berkumpul
dengan orang banyak. Karena yang demikian bisa menyebabkan orang yang
tidak terlibat menjadi sedih". (HR.Bukhari dan Muslim).
PENJELASAN.
Di antara adab yang ditekankan oleh Islam adalah seperti yang disingung
oleh An-Nawawi Rahimahullah dalam kitabnya "Riyadhusshalihin" pada bab
tentang larangan dua orang berbisik-bisik tanpa keikutsertaan orang ke
tiga. Beliau berhujjah dengan firman Allah ta'ala (QS.Al-Mujadalah :
10). Yakni, berbisik-bisik berasal dari Setan. Allah ta'ala menjelaskan
apa yang dikehendaki oleh setan dengan bisik-bisik itu, firman-Nya
(QS.Al-Mujadalah : 10). Jika orang-orang mukmin melewati orang-orang
musyrik maka mereka langsung berbisik-bisik, yakni berbicara dengan
sangat rahasia, dengan tujuan agar orang mukmin merasa sedih dan berkata
dalam hati bahwa mereka (orang-orang kafir) hendak berbuat jelek
terhadap kita atau ungkapan serupa. Itu karena musuh-musuh orang mukmin
dari kalangan orang munafik dan orang kafir selalu berusaha dengan
berbagai hal yang dapat menyakiti dan membuat mereka sedih, Karena hal
demikianlah yang dikehendaki oleh setan dari para musuh-musuh Allah
ta'ala itu. Maksudnya, mereka menghendaki agar orang-orang mukmin selalu
bersedih. Terhadap orang-orang yang demikian dan kepada para wali-Nya
Allah brfirman, "Dan mereka tidaklah bisa memberi mereka mudharot
kecuali jika Allah menghendaki". Jadi siapa pun yang bertawakkal kepada
Allah ta'ala maka tiada seorang pun yang bisa membahayakanya,
sebagaimana yang disampaikan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam
kepada Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu, "Ketahuilah bahwa jika semua
manusia bersatu untuk memberimu manfaat maka pasti mereka tidak mampu
memberikan manfaat kepadamu kecuali sesuai dengan apa yang telah
ditentukan Allah ta'ala". jadi mereka berbisik-bisik dengan maksud orang
mukmin merasa sedih.
Kemudian beliau menyebutkan kedua hadits Ibnu Umar dan hadits Ibnu Mas'ud Radhiyallahu Anhum dalam kategori ini. Dan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam
melarang dua orang berbisik tanpa keikutsertaan pihak ke tiga.
Maksudnya jika mereka bertiga maka tidak dihalalka bagi dua orang untuk
berbisik-bisik tanpa mengikutkan orang yang ke tig, karena yang ketiga
akan bersedih dan berkata dalam hati, kenapa mereka tidak mengajak saya
berbicara. Ini jika ia berperasangka baik kepada ke duanya. Bisa jadi ia
berperasangka jelek terhadap keduanya. Tetapi jika ia berperasangka
baik kepada keduanya maka ia akan berkata dalam hati, "kenapa saya tidak
berharga sekali ? mereka berdua berbisik-bisik tanpa mengikutkan aku ?
karenanya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam melarang perbuatan demikian dan tidak ada keraguan bahwa itu termasuk dalam kategori adab.
Jika ada yang mengatakan, "Jika ada hal penting yang hendak saya
sampaikan kepada sahabat saya, sementara saya ingin agar tidak ada yang
mengetahui masalah itu kecuali kami berdua. Masalah khusus ?. Kami
mengatakan, "Silahkan melakukan seperti apa yang pernah dilakukan oleh
Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhum, panggil satu orang lain
agar kalian cukup berapa ? Empat. Lalu dua orang bisa berbisik, sedang
yang lain bisa saling berbicara sebagaimana yang dilakukan Ibnu Umar
Radhiyallahu Anhu, juga sebagaimana yang ditunjukkan oleh hadits "Hingga
kalian bergabung bersama orang banyak", pada hadits Ibnu Mas'ud. Jika
mereka berdua tela bergabung dengan orang banyak maka tidak ada masalah
lagi, juga bisikan antara dua orang tanpa keterlibatan orang ke tiga.
Jika mereka bertiga, sedang dua orang diantara mereka bisa berbahasa
asing, sedang yang ke tiga tidak bisa. Lalu kedua orang tadi berbicara
dengan bahasa mereka berdua, sedang yang ketiga hanya mendengar dan
tidak memahami apa yang sedang mereka bicarakan maka ini sama saja
dengan yang pertama, karena itu bisa membuatnya sedih. Kenapa mereka
berdua membiarkan aku dan berbicara sesama mereka saja ? atau bisa jadi
ia berpersangka jelek terhadap keduanya, misalnya ada seseorang yang
berbicara dengan orang lain dengan bahasa inggris, sedang yang ke tiga
tidak memahaminya maka ini sama bentuknya dengan dua orang yang sedang
berbisik-bisik itu. Yang mana dengan mengeraskan suara tentu tidaklah
bermakna apa-apa, maka itu terlarang pula. Jika ada yang mengatakan,
"Bagaimana jika ia punya kepentingan pada saudaranya ? Kami jawab,
"Hendaknya ia melakukan seperti apa yang pernah dilakukan oleh Ibnu
Umar. Kalau tidak ada kemungkinan dan tida ada seorang pun yang
mendatangi mereka maka ia hendaknya minta izin kepadanya. Misalnya
mereka berdua mengatakan, "Apa Anda bisa mengizinkan kami berbicara
sebentar ? Jika ia memberikan izin untuk mereka maka itu hak mereka.
Ketika itu, ia tidak lagi merasa sedih dan tidak lagi memperhatikan
pembicaraan yang terjadi. Walahu Al-Muwaffaq.
LARANGAN MENYIKSA BUDAK, BINATANG, ISTRI, DAN ANAK TANPA ADANYA SEBAB SYAR'I ATAU LEBIH DARI BATASAN ADAB.
Allah ta'ala berfirman (QS.An-Nisaa' : 36)
(1608)[3] وَعَنِ
ابنِ عُمَر رَضِيَ اللهُ عَنه أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيهِ
وَسَلّمَ قَالَ : عُذِّبَتْ اِمْرَأَةٌ فِي هِرَّةٍحَبَسَتهَا حَتَّى
مَاتَت، فَدَخَلَت فِيهَا النَّارَ، لَاهِيَ أَطْعَمَتهَاوَسَقَتهَا
إِذْهِيَ حََبَسَتهَا، وَلاَهِيَ تَرَكَتْهَاتَأكُلُ مِن خَشَاشِ
الأَرْضِ". متفق عليه.
(1608) Dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam
bersabda, "Ada seorang perempuan masuk neraka karena kucing. Ia
mengurung kucing itu hingga mati. Perempuan tersebut tidak memberi makan
dan minum kepada kucing tadi, padahal ia telah mengurungnya, dan ia
tidak melepaskannya agar ia mencari serangga atau binatang kecil lainnya
yang ada di bumi ini agar dia memakannya.(HR.Bukhari dan Muslim).
(1609)[4] وعنه
أنه مَرَّبِفِتْيَانٍ مِنْ قُرَيشٍ قَد نَصَبُوا طَيْرًا وَهُمْ
يَرْمُونَهُ، وَقَدْ جَعَلُوا لَِصَاحِبِ الطَّيرِكُلَّ خَاطِئَةٍ مٍن
نُبُلِهِم، فَلَمَّا رَأَوا بْنَ عُمَرَ تَفَرَّقُوا، فَقَالَ بنُ عُمَر :
مَنْ فَعَلَ هَذَا ؟ لَعَنَ اللهُ مَن فَعَلَ هَذَا، إِنَّ رَسُولَ اللهِ
صلى الله عليه وسلم لَعَنَ مَنِ اتَّخَذَ شَيْئًا فِيهِ الرُّوحُ غَرَضَا.
متفق عليه.
(1609)
Dari Ibnu Umar bahwasanya ia bertemu dengan pemuda-pemuda Quraisy yang
sedang memasang burung untuk dijadikan sasaran panah, tetapi semua anak
panahnya tidak ada yang tepat sasaran. Ketika mereka melihat Ibnu Umar,
mereka berpencar. Kemudian Ibnu Umar berkata, "Siapa yang berbuat
seperti ini ? Allah ta'ala mengutuk orang yang melakukan perbuatan
seperti ini. Sungguh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam mengutuk orang yang menggunakan sesuatu yang bernyawa untuk dijadikan sasaran". (HR.Bukhari dan Muslim).
(1610)[5] وَعَن أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنءهُ قَالَ : نَهَي رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم أَنْ تُصْبَرَ البَهَائِمِ. متفق عليه.
(1610) Dari Anas Radhiyallahu Anhu, ia mengatakan, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam melarang mengurung binatang hingga mati".(HR.Bukhari dan Muslim).
(1611)[6] وَعَن
أَبِي عَلِي سُوَيدِ بنِ مَقرِنٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : لَقَدْ
رَأَيتَنِي سَابِعَ سَبعَةٍ مِن بَنِي مَقرِنٍ مَالَنَا خَادِمٌ
إِلَّاوَاحِدَة لَطَمَهَا أَصْغَرُنَا، فََأَمَرنَا رَسُولُ اللهِ صلى الله
عليه وسلم أَنْ َنَعْتِقَهَا. رواه مسلم.
(1611) Dari Abu Ali Suwaid Bin Muqarrin Radhiyallahu Anhu
ia berekata, "Sebagaimana Anda ketahui bahwa saya adalah anak ketujuh
dari tijuh orang bersaudara dari putra Muqarrin. Kami hanya mempunyai
seorang budak. Suatu ketika adik kami menampar budak itu, lalu
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menyuruh kami untuk memerdekakannya". (HR.Muslim).
PENJELASAN.
Bab ini disebutkan oleh penulis Rahimahullah
pada kitabnya Riyadhu As-Shalihin. Larangan untuk menyiksa binatang,
anak-anak, dan orang tua serta orang yang berada di bawah perwalianmu.
Haram bagi Anda untuk menyakitinya dengan pukulan atau dengan yang
lainnya, kecuali dengan alasan yang syar'I. kemudian beliau berhujjah
dengan firman Allah ta'ala (QS.An-Nisaa' : 36) mereka semua itu adalah
para pemilik hak {dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapamu} dia berdualah orang yang paling besar haknya bagimu, Ibu dan Bapak {karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat} Al-Qurbaa' yakni kaum kerabat dari fihak istri atau dari fihak bapa. Sedang Al-Yatama adalah anak-anak kecil yang telah meninggal ayahnya Al-Masakiin adalah orang-orang fakir, waljari zilqurbaa adalah tetangga dekat, waljaril junub adalah tetangga jauh, wasshahibi bil janbi, ada yang mengatakan itu adala istri, adapula yang mengatakan itu adalah teman seperjalanan. {dan hamba sahayamu}.
Ini adalah syahid (pembenaran). Maksudnya, apa-apa yang kalian miliki,
baik berupa budak maupun hewan peliharaan. Manusia dituntut untuk
berlaku baik kepada mereka. Jika itu adalah anak cucu adam berupa budak
maka ia harus memberinya makan sesuai dengan makanan yang mereka makan,
memberikan pakaian yang sama dengan apa yang mereka pakai, menenmpatkan
mereka pada tempat yang layak dan tidak menugaskan mereka dengan tugas
yang diluar kesanggupan mereka. Kemudian beliau menyebutkan hadits Ibnu
Umar Radhiyallahu Anhuma bahwa ada seorang wanita masuk neraka karena kucing yang mereka tahan. Al-Hirrah
adalah kucing. Ia menahannya dan tidak memberikan air dan makanan
kepadanya hingga ia mati, lalu ia masuk neraka gara-gara kucing itu dan
disiksa karenanya. Wal'iyazu Billah. Padahal ia hanya seekor kucing yang
tidak memiliki harga apa-apa. Hanya saja ia menyiksanya dengan siksaan
yang sedemikian rupa. Ia menahannya hingga meninggal dalam keadaan
lapar. Bisa dipahami dari hadits ini bahwa jika seAndainya kita
memberinya minum dan makanan yang cukup, maka tidak ada maslah. Termasuk
dalam kategori ini, burung-burung yang sedang disimpan dalam
sangkarnya. Jika kita memberinya makanan dan minuman dan tidak lupa
memberikannya dan menjauhkannya dari tempat yang panas dan dingin maka
tidak ada masalah. Tapi jika ia teledor dan ia meninggal maka ia akan
disiksa karenanya. Wal'iyazu Billah. Sebagaimana wanita ini disiksa
karena kucing yang ditahan olehnya. Ini menunjukkan bahwa manusia
selayaknya selalu memperhatikan apa yang ada dibawah tanggungannya,
seperti hewan peliharaan. Adapun manusia, tentu ia lebih utama dan lebih
harus didahulukan, karena lebih berhak untuk dimuliakan.
Adapun hadits kedua bahwa Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma
melewati dua orang pemuda dari suku quraisy yang mana keduanya
menjadikan burung sebagai sasaran memanah untuk mengetahui siapa
diantara keduany yang paling tepat sasaran. Ketika mereka melihat
Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhuma maka ia lari berpencar
menghindarinya. Kemudian ia mengatakan, "Apa ini ?" mereka lalu memberi
tahu umar. Ia berkata, "Allah ta'ala melaknat orang yang berbuat
demikian, Allah ta'ala melaknat orang yang berbuat demikian. Ia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam
melaknat orang yang menjadikan sesuatu yang memiliki nyawa sebagai
sasaran. Ini karana merasakan kesakitan sebab ada yang memanah sayapnya,
ada yang memanah dadanya, ada yang memanah punggungnya dan ada juga
memanah kepalanya sehingga ia merasakan sakit. Karena itulah Rasullah
melaknat orang yang menjadikan burung yang masih bernyawa sebagai
sasaran. Aadapun setelah mati maka ia tidak lagi merasakan apa-apa.
Demikian pula hadits setelahnya bahwa Rasullah melarang membunuh hewan
dengan cara ditahan, maksudnya ditahan kemudian dibunuh. Hal ini tidak
boleh. Juga karena jika ia menahannya berarti ia bisa menyembelihnya
maka tidak boleh dipanah. Jika dipanah maka ia menyakitinya dari salah
satu sisi dan dari sisi yang lain ia menghilangkan fungsinya sebagai
harta. Walahu Al-Muwaffiq.
(1612)[7] وعن
أبي مسعود البدري رضي الله عنه قال : كُنتُ أَضْرِبُ غُلَامًا لِي
بِالسَّوْطِ، فَسَمِعتُ صَوتًا مِنْ خَلْفِي : "اِعْلَمْ أَبَا مَسْعُود"
فَلَم أَفهَم الصَوتَ مِنَ الغَضَبِ. فَلَّمَا دَنَي مِنِي إِذَ هُوَ
رَسُولُ اللهَ صلى الله عليه وسلم فَإِذَا هُوَ يَقُولُ : اِعْلَمْ أَبَا
مَسْعُود أَنَّ اللهَ أَقْدَرُ عَلَيكَ مِنكَ عَلَى هَذَا الغُلَامِ" فقلت
: لَاأَضْرِبُ مَمْلُوكًا بًعْدَهٌ أََبَدًا". وفي رواية : فسقط السوط من
يدي من هيبته.
وفي رواية : فقلت : يا رسول الله هُوَ حُرٌّ لَوَجْهِ اللهِ تََعَالَى،
فَقَالَ : "أَمَا لَوْلَمْ تَفْعَل، لَلَفَحَتْكَ النَّارُ أَوْ لَمَسَتْكَ
النَّارُ". رواه مسلم.
(1612) Dari Abu Mas'ud Al-Badari Radhiyallahu Anhu berkata,
"Ketika saya memukul budakku dengan cambuk, saya mendengar ada suara
dari arah belakang, "ketahuilah wahai Abu Mas'ud" karena sedang marah
maka saya tidak mengetahui suara sipakah itu. Setelah ia mendekat maka
ternyata suara itu adalah suara Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.
Kemudian beliau melanjutkan sabdanya, "ketahuilah wahai Abu Mas'ud
bahwa Allah lebih kuasa untuk menyiksa kamu dibanding kemampuanmu
menyiksa budak itu". kemudian saya berkata, "saya tidak akan memukul
budak setelah ini selama-lamanya".
Pada riwayat yang lain dikatakan, "Kemudian jatuhlah cambuk itu dari tanganku karena wibawa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam".
Pada riwayat yang lain dikatakan, "Kemudian saya berkata, "Wahai
Rasulullah, budak ini saya bebaskan karena Allah ta'ala". Beliau lantas
bersabda, "SeAndainya kamu tidak segera membebaskannya maka kamu akan
disiksa atau dibakar oleh api neraka" (HR.Muslim).
(1613)[8] وَعَن
ابنِ عُمَر رَضِيَ اللهُ عَنهُ أَنَّ النَّبِيَ صَلَى اللهُ عَلَيهِ
وَسَلَّمَ قَالَ : "مَنْ ضَرَبَ غُلَامًا لَهُ حَدًّا لَمْ يَأْتِهِ أَوْ
لَطَمَهُ فَإِنَّ كَفَّارَتَهُ أَنْ يَعْتِقَهُ". رواه مسلم.
(1613) Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam
bersabda, "Barang siapa yang memukul budaknya sebagai hukuman atas
pekerjaannya atau barang siapa yang menamparnya maka tebusannya adalah
memerdekakannya dari status sebagai budak". (HR.Muslim).
(1614) [9] وَعَنْ
هِشَامِ بن حَكِيمِ بنِ حِزَامِ رضي الله عنه أَنَّهُ مَرَّ بِالشَّامِ
عَلَى أُنَاسٍ مِنَ الْأَنْبَاطِ، وَقَدْ أُقِيمُوا فِي الشَّمْسِ وَصُبَّ
عَلَى رُؤُوسِهِمُ الزَّيْتُ، فَقَالَ : مَا هَذَا ؟ قيل : يُعَذَّبُونَ
فِي اْلخَرَاجِ، وفي رواية : حُبِسُوا فِي الجِزْيَةِ. فقال هشام :
أَشْهَدُ لَسَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ : إِنَّ
اللهَ يُعَذِّبُونَ الَّلذِينَ يُعَذِّبُونَ النَّاسَِ فِي الدُّنْيَا".
فَدَخَلَ عَلَى الأَمِيرِ فَحَدَّثَهُ فَأمَرَ بِهِمْ فَخُلُّوا. رواه
مسلم.
(1614)
Dari Hisyam bin Hakim bin Hizam bahwasanya ketika ia sedang berjalan di
Syam, ia menyaksikan ada beberapa orang petani yang sedang dijemur di
bawah terik matahari sedang minyak dituangkan di atas kepala mereka.
Kemudian Hisyam berkata, "kenapa mereka diperlakukan seperti itu ?" ada
yang menjawab, "mereka disiksa karena tidak mau mambayar pajak". Pada
riwayat yang lain dikatakan, "Mereka ditawan karena mereka tidak mau
membayar pajak". Kemudian Hisyam berkata, "saya bersaksi bahwa saya
pernah mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,
"Sungguh Allah ta'ala akan menyiksa orang-orang yang menyiksa sesama
manusia di dunia ini". Hisyam kemudian masuk ke rumah gubernur dan
membicarakan apa yang telah terjadi dan memerintahkan agar mereka segera
dilepaskan, maka mereka pun dilepaskan semuanya". (HR.Muslim)
(1615) [10]وعن
بن عباس رضي الله عنه قال : رَأَى رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم
حِمَارًامَوْسُومَ الوَجْهِ فَأَنْكَرَذلَكِ َفَقَالَ : وَاللهِ
لَاأَسِمُهُ إِلَّاأَقْصَى شَيْئٍ مِنَ الوَجْهِ". وَأَمَرَ بِحِمَارِهِ
فَكَوَي فِي جَاعِرَتَيهِ فَهُوَأَوَّلُ مَنْ كَوى الجَاعِرَتَينِ. رواه
مسلم.
(1615) Dari Ibnu Abbas ia berekata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam melihat ada seekor keledai yang telah dicap mukanya, maka Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam
tidak senang melihat hal seperti itu, kemudian beliau bersabda, "Demi
Allah ! Aku tidak akan memberikan cap suatu apa pun pada muka binatang".
Beliau lalu memerintahkan agar keledainya diberi cap pada kedua
pantatnya. Dialah orang pertama yang memberi cap pada kedua pantat
bintang peliharaannya". (HR.Muslim).
(1616) [11] وعنه
أن النبي صلى الله عليه وسلم مر عليه حمارقدوسم في وجهه فقال : "لَعَنَ
اللهُ الَّذِي وَسَمَهُ". رواه مسلم. وفيرواية لمسلم أيضا : نَهَى رَسُولُ
الله صلى الله عليه وسلم عَنِ الضَّرْبِ فِي الوَجْهِ وَعَنِ الوَسْمِ فِي
الوَجْهِ.
(1616) Dari Ibnu Abbas bahwasanya suatu ketika ada seekor keledai yang ada cap di mukanya berlalu dihadapan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam,
lalu beliau bersabda, "Allah melaknat orang yang memberi cap pada muka
keledai itu". (HR.Muslim) Pada riwayat Muslim yang lain pula dikatakan,
"Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam melarang untuk memukul bintang pada bagian mukanya dan melarang untuk memberi cap pada mukanya".
PENJELASAN.
Hadits-hadits yang dikemukakan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya
"Riyadhusshalihin" pada bab larangan menyiksa hewan, budak dan anak-anak
dan lain-lain yang sedang dididik oleh manusia. Hal itu karena maksud
dari pendidikan adalah untuk memperbaiki. Sementara menyakiti bukanlah
merupakan tujuan mendidik itu sendiri. Karena itulah manusia tidak
diperbolehkan memukul anak-anak, selama masih bisa didik dengan selain
pukulan. Jika adab yang baik itu tidak terwujud kecuali dengan pukulan
maka ia boleh memukunya. Jika ia memukul maka pukulan itu tidak boleh
mengakibatkan memar. Ingatlah firman Allah ta'ala pada surat An-Nisaa'
(Qs.An-Nisaa' : 34). Allah ta'ala menjadikan pukulan pada fase ketiga.
Sedang tujuan dari pukulan adalah untuk mendidik dan tidak sampai pada
tarap menyakitkan.
Penulis menyebutkan beberapa hadits, diantaranya hadits Abu Mas'ud
Al-Badari Radhiyallahu Anhu bahwasanya ia pernah memukul budaknya lalu
ia mendengar suara dari belakang yang berbunyi, "Wahai Abu Mas'ud" ia
tidak memahami suara itu karena sangat marah. Tiba-tiba yang berbicara
itu adalah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, lalu beliau
bersabda "Tidakkah engkau mengetahui wahai Abu Mas'ud bahwa Allah lebih
kuasa untuk menyiksa kamu dibanding kemampuanmu untuk menyiksa budak
itu?". Yakni ingatlah kekuasaan Allah atas dirimu. Karena Ia lebih
berkuasa atas dirimu dibanding kekuasanmu terhadap budak itu. Dan kepada
perbuatan demikianlah Allah ta'ala memberikan isyarat (QS.An-Nisaa' :
34) ketika ia melihat bahwa ia adalah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam
dan beliau menyebutkan nasehat bahwa Allah ta'ala maha kuasa atasnya
dibanding kekuasaannya untuk menyiksa budak itu maka jatuhlah tongkat
dari tangannya karena pengaruh wibawa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam kemudian ia memerdekakan budak itu. Ia memerdekakannya. Ini menunjukkan bagusnya pemahaman Abu Mas'ud Radhiyallahu Anhu.
Karena Allah ta'ala mengatakan (QS.Huud : 114) sebagai ganti dari
siksannya kepada budak iru maka ia berbuat baik kepadanya dengan
memerdekakannya. Karena itulah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menyuruh perbuatan demikian bahwa barang siapa yang memukul budaknya atau menamparnya maka kaffaratnya adalah ia harus memerdekakannya. Karena kebaikan akan menghapuskan kejelekan.
Kemudian ia menyebutkan hadits Hisyam bin Hakim Radhiyallahu Anhu
pada kisah tentang oang-orang yang ditahan karena tidak membayar pajak.
Orang-orang yang ditahan karena tidak membayar pajak disebut Al-Anmat.
Mereka disebut Al-Anmat karena mereka mengeluarkan air. Mereka itulah
para petani di negeri syam. Mereka memiliki kewajiban membayar pajak dan
nampaknya mereka belum membayarnya. Maka gubernur memberikan sangsi
besar itu. Ia menjemurya di bawah terik matahari dan menyiram kepala
mereka dengan minyak, karena minyak akan terasa makin panas jika terkena
sinar matahari. Ini adalah bentuk penyiksaan yang menyakitkan. Hisyam Radhiyallahu Anhu
lalu masuk menemui Amirul Mukminin dan memberikan masukan hingga mereka
semua dibebaskan. Di sini terdapat nuansa keindahan hidup para
salafusshalih dalam memberikan nasehat kepada pemerintah. Mereka
mendatangi pemerintah dan memberi mereka nasehat. Jika mereka
mendapatkan hidayah maka memang itulah yang dituntut dan jika tidak
mendapatkan hidayah maka sang pembari nasehat telah bebas tanggung
jawab. Kini tanggung jawab tetap berada pada pemerintah. Hanya saja
pemerintah yang takut kepada Allah ta'ala jika diingtakan dengan
ayat-ayat Allah maka maka mereka tidaklah seperti layaknya orang-orang
buta dan tuli. Sang pejabat tadi mendapatkan kesadaran dan memrintahkan
agar mereka dibebaskan. itu menunjukkan bahwa penyiksaan yang sampai
pada tingkat demikian tidaklah diperbolehkan.
Demikian pula diantara hadits-hadits yang disebutkan oleh penulis
adalah memberi cap pada wajah. Membari cap pada bagian wajah hewan
adalah pebuatan haram dan termasuk dosa besar, karena Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam melaknat
orang yang melakukan perbuatan demikian. Sedang memberi cap merupakan
bentuk dari memanaskan besi lalu ditempelkan pada kulit binatang hingga
terbentuklah tAnda. Dengan demikian, kata Al-wasm merupakan pecahan dari kata As-Simah
yang berarti tAnda. Orang-orang yang memiliki binatang ternak
menjadikan itu sebagai penAnda. Setiap suku memiliki tAnda khusus, baik
berbentuk dua garis atau garis yang berbentuk persegi empat atau
lingkaran atau bulan sabit. Yang penting bahwa setiap suku memiliki
tAnda tertentu. Cap ini menjaga hewan jika tersesat dan orang-orang
mengenalnya dengan mudah bahwa itu adalah milik suku anu, sehingga
mereka mengumumkan atas nama mereka. Demikian pula ia bisa menjadi
indikasi kuat jika terdapat sikap saling mengklaim. Jika seseorang
menemukan binatang ternak yang memiliki cap dan mengklaim bahwa itu
miliknya maka itu merupakan indikasi kuat bahwa hewan itu adalah
benar-benar miliknya. Itu adalah masalah yang sudah pasti ketetapan
hukumnya dalam Sunnah, karena Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam
pernah memberi cap unta yang berasal dari zakat. Demikian pula yang
dilakukan oleh para khalifah setelah beliau. Hanya saja cap seperti itu
tidak boleh dilakukan di bagian wajah. Karena wajah tidak boleh di
pukul, dicap dan dipotong. Itu adalah pusat keindahan binatang. Dimana
seharusnya posisi cap itu ? di leher, di bagian lengan, di bagian paha
dan di posisi manapun selain di wajah. Di sini juga terdapat petunjuk
bahwa jika seseorang melihat sesuatu yang bisa menyebabkan pelakunya
dilaknat maka ia mengatakan, "Ya Allah, laknatlah orang yang melakukan
perbuatan ini". ia tidaklah berdosa. Jika kita menemukan hewan yang
tAndanya berada di bagian wajah lalu kita mengucapkan, "Ya Allah !
Laknatlah orang yang memberinya cap" maka itu tidaklah bermasalah. Hanya
saja kita tidak boleh mengatakan sifulan bin fulan. Kita hanya boleh
mengucapkan, "Ya Allah ! Laknatlah orang yang memberinya cap"
sebagaimana yang dikatakan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.
Demikian pula jika kita menemukan kotoran di jalanan, yakni kotoran
manusia kita temukan di jalanan maka kita boleh mengatakan, "Allah
melaknat orang yang buang air besar di sini karena Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam mengatakan, "hindarilah
tiga hal yang menyebabkan seseorang dilaknat yaitu, buang air besar di
bejana, buang air besar di tengah jalan dan ditempat orang-orang
berteduh.
Semoga Allah ta'ala memberi kita taufik menuju hal-hal yang disukai dan
diridhai oleh-Nya. Dan menjadikan kita orang yang mendapatkan hidayah
dan termasuk dalam golongan orang-orang shaleh dan bekerja untuk
menjadikan orang lain menjadi shaleh.
[1] Shahih Bukhari (6288) dan Shahih Muslim (2183).
[2] Shahih Bukhari (6288) dan Shahih Muslim (2184).
[3] Shahih Bukhari (2365, 2482) dan Shahih Muslim (1958).
[4] Shahih Bukhari (5515) dan Shahih Muslim (1958).
[5] Shahih Bukhari (5513) dan Shahih Muslim (1956).
[6] Shahih Muslim (1658).
[7] Shahih Muslim (1659).
[8] Shahih Muslim (1657)
[9] Shahih Muslim (2118)
[10] Shahih Muslim (2117)
[11] Shahih Muslim (2117)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar