Sabtu, 19 April 2014

PUASA RAJAB DAN KEUTAMAANNYA


Mbah Jenggot
Puasa dan Keutamaan Rajab
Oleh Yusuf Suharto[1]
Bulan Rajab adalah bulan ke tujuh dari bulan
hijriah (penanggalan Arab dan Islam). Peristiwa
Isra Mi’raj Nabi Muhammad shalallah ‘alaih
wasallam untuk menerima perintah salat lima
waktu diyakini terjadi pada 27 Rajab ini.
Bulan Rajab juga merupakan salah satu bulan
haram atau muharram yang artinya bulan yang
dimuliakan. Dalam tradisi Islam dikenal ada
empat bulan haram, ketiganya secara
berurutan adalah: Dzulqa'dah, Dzulhijjah,
Muharram, dan satu bulan yang tersendiri,
Rajab.
Dinamakan bulan haram karena pada bulan-
bulan tersebut orang Islam dilarang
mengadakan peperangan. Tentang bulan-bulan
ini, Al-Qur’an menjelaskan:
“ Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah
adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah
di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di
antaranya empat bulan haram. Itulah
(ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah
kamu Menganiaya diri kamu dalam bulan yang
empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu
semuanya sebagaimana merekapun memerangi
kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya
Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”
Hukum Puasa Rajab
Ditulis oleh al-Syaukani, dalam Nailul Authar,
bahwa Ibnu Subki meriwayatkan dari
Muhammad bin Manshur al-Sam'ani yang
mengatakan bahwa tak ada hadis yang kuat
yang menunjukkan kesunahan puasa Rajab
secara khusus. Disebutkan juga bahwa Ibnu
Umar memakruhkan puasa Rajab, sebagaimana
Abu Bakar al-Tarthusi yang mengatakan bahwa
puasa Rajab adalah makruh, karena tidak ada
dalil yang kuat.
Namun demikian, sesuai pendapat al-Syaukani,
bila semua hadis yang secara khusus
menunjukkan keutamaan bulan Rajab dan
disunahkan puasa di dalamnya kurang kuat
dijadikan landasan, maka hadis-hadis Nabi
yang menganjurkan atau memerintahkan
berpuasa dalam bulan- bulan haram
(Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab
itu cukup menjadi hujjah atau landasan. Di
samping itu, karena juga tidak ada dalil yang
kuat yang memakruhkan puasa di bulan Rajab.
Diriwayatkan dari Mujibah al-Bahiliyah,
Rasulullah bersabda "Puasalah pada bulan-
bulan haram (mulia)." (Riwayat Abu Dawud,
Ibnu Majah, dan Ahmad). Hadis lainnya adalah
riwayat al-Nasa'i dan Abu Dawud (dan
disahihkan oleh Ibnu Huzaimah): "Usamah
berkata pada Nabi Muhammad Saw, “Wahai
Rasulallah, saya tak melihat Rasul melakukan
puasa (sunnah) sebanyak yang Rasul lakukan
dalam bulan Sya'ban. Rasul menjawab: 'Bulan
Sya'ban adalah bulan antara Rajab dan
Ramadan yang dilupakan oleh kebanyakan
orang.'"
Menurut al-Syaukani dalam Nailul Authar,
dalam bahasan puasa sunnah, ungkapan Nabi,
"Bulan Sya'ban adalah bulan antara Rajab dan
Ramadan yang dilupakan kebanyakan orang"
itu secara implisit menunjukkan bahwa bulan
Rajab juga disunnahkan melakukan puasa di
dalamnya.
Keutamaan berpuasa pada bulan haram juga
diriwayatkan dalam hadis sahih imam Muslim.
Bahkan berpuasa di dalam bulan-bulan mulia
ini disebut Rasulullah sebagai puasa yang
paling utama setelah puasa Ramadan. Nabi
bersabda : “Seutama-utama puasa setelah
Ramadan adalah puasa di bulan-bulan al-
muharram (Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram,
dan Rajab).
Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulum al-Din menyatakan
bahwa kesunnahan berpuasa menjadi lebih
kuat jika dilaksanakan pada hari-hari utama (al-
ayyam al-fadhilah). Hari- hari utama ini dapat
ditemukan pada tiap tahun, tiap bulan dan tiap
minggu. Terkait siklus bulanan ini Al-Ghazali
menyatakan bahwa Rajab terkategori al-asyhur
al-fadhilah di samping dzulhijjah, muharram
dan sya’ban. Rajab juga terkategori al-asyhur
al-hurum di samping dzulqa’dah, dzul hijjah,
dan muharram.
Disebutkan dalam Kifayah al-Akhyar, bahwa
bulan yang paling utama untuk berpuasa
setelah Ramadan adalah bulan- bulan haram
yaitu dzulqa’dah, dzul hijjah, rajab dan
muharram. Di antara keempat bulan itu yang
paling utama untuk puasa adalah bulan al-
muharram, kemudian Sya’ban. Namun menurut
Syaikh Al-Rayani, bulan puasa yang utama
setelah al-Muharram adalah Rajab.
Terkait hukum puasa dan ibadah pada Rajab,
Imam Al-Nawawi menyatakan “Memang benar
tidak satupun ditemukan hadits shahih
mengenai puasa Rajab, namun telah jelas dan
shahih riwayat bahwa Rasul saw menyukai
puasa dan memperbanyak ibadah di bulan
haram, dan Rajab adalah salah satu dari bulan
haram, maka selama tak ada pelarangan
khusus puasa dan ibadah di bulan Rajab, maka
tak ada satu kekuatan untuk melarang puasa
Rajab dan ibadah lainnya di bulan
Rajab” (Syarh Nawawi ‘ala Shahih Muslim).
Hadis Keutamaan Rajab
Berikut beberapa hadis yang menerangkan
keutamaan dan kekhususan puasa bulan Rajab:
Diriwayatkan bahwa apabila Rasulullah
shalallahu ‘alahi wassalam memasuki bulan
Rajab beliau berdo’a:“Ya, Allah berkahilah kami
di bulan Rajab (ini) dan (juga) Sya’ban, dan
sampaikanlah kami kepada bulan
Ramadhan.” (HR. Imam Ahmad, dari Anas bin
Malik).
"Barang siapa berpuasa pada bulan Rajab
sehari, maka laksana ia puasa selama sebulan,
bila puasa 7 hari maka ditutuplah untuknya 7
pintu neraka Jahim, bila puasa 8 hari maka
dibukakan untuknya 8 pintu surga, dan bila
puasa 10 hari maka digantilah dosa-dosanya
dengan kebaikan."
Riwayat al-Thabarani dari Sa'id bin Rasyid:
“Barangsiapa berpuasa sehari di bulan Rajab,
maka ia laksana berpuasa setahun, bila puasa
7 hari maka ditutuplah untuknya pintu-pintu
neraka jahanam, bila puasa 8 hari dibukakan
untuknya 8 pintu surga, bila puasa 10 hari,
Allah akan mengabulkan semua
permintaannya....."
"Sesungguhnya di surga terdapat sungai yang
dinamakan Rajab, airnya lebih putih daripada
susu dan rasanya lebih manis dari madu.
Barangsiapa puasa sehari pada bulan Rajab,
maka ia akan dikaruniai minum dari sungai
tersebut".
Riwayat (secara mursal) Abul Fath dari al-
Hasan, Nabi Muhammad Saw bersabda: "Rajab
itu bulannya Allah, Sya'ban bulanku, dan
Ramadan bulannya umatku."
Sabda Rasulullah SAW lagi : “Pada malam
mi’raj, saya melihat sebuah sungai yang airnya
lebih manis dari madu, lebih sejuk dari air
batu dan lebih harum dari minyak wangi, lalu
saya bertanya pada Jibril a.s.: “Wahai Jibril
untuk siapakan sungai ini ?”Maka berkata Jibrilb
a.s.: “Ya Muhammad sungai ini adalah untuk
orang yang membaca salawat untuk engkau di
bulan Rajab ini”.
Mengamalkan Hadis Daif Rajab
Ditegaskan oleh Imam Suyuthi dalam kitab al-
Haawi lil Fataawi bahwa hadis-hadis tentang
keutamaan dan kekhususan puasa Rajab
tersebut terkategori dha'if (lemah atau kurang
kuat).
Namun dalam tradisi Ahlussunnah wal Jama’ah
sebagaimana biasa diamalkan para ulama
generasi salaf yang saleh telah bersepakat
mengamalkan hadis dha’if dalam konteks
fada’il al-a’mal (amal- amal utama).
Syaikhul Islam al-Imam al-Hafidz al- ‘Iraqi
dalam al-Tabshirah wa al- tadzkirah
mengatakan:
“Adapun hadis dha’if yang tidak
maudhu’ (palsu), maka para ulama telah
memperbolehkan mempermudah dalam sanad
dan periwayatannya tanpa menjelaskan
kedha’ifannya, apabila hadis itu tidak berkaitan
dengan hukum dan akidah, akan tetapi
berkaitan dengan targhib (motivasi ibadah) dan
tarhib (peringatan) seperti nasehat, kisah-kisah,
fadha’il al-a’mal dan lain- lain.”
Sumber :
https://www.facebook.com/PISS.KTB/posts/668372493216167

Tidak ada komentar:

Posting Komentar