Rabu, 16 April 2014
Tafsir dari mana ?
Pernyataan: “Kebenaran itu milik Allah (QS 2 ayat 147), bukan milik orang Mekah atau orang manapun. Kebenaran bukan pula milik orang banyak. Bahkan Allah berfirman bahwa orang banyak itu menyesatkan menggunakan belaka dan pembohong (lihat QS 6 ayat 116). Beribadah itu berdasarkan dalil Al Qur’an dan Hadis, bukan berdasarkan orang Mekah atau orang banyak” (SMS 08971499056 tgl 17-07-2012).
Pernyataan ini sekilas benar adanya akan tetapi jika direnungkan mengan-dung bahaya yang sangat besar. Seleng-kapnya tanggapan kami adalah sebagai berikut:
Pertama, pernyataan anda bahwa “kebenaran itu milik Allah” adalah tidak tepat sebab seharusnya “kebenaran itu dari Allah”. Untuk lebih jelasnya perha-tikan firman Allah;
الْحَقُّمِنْرَبِّكَفَلَاتَكُونَنَّمِنَالْمُمْتَرِينَ (البقرة:147)
Artinya: “Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu” (Al Baqarah: 147).
Kata “milik” sangat berbeda denganKata “milik” sangat berbeda dengan “dari”, sebab kalau milik hanya me-nunjukkan adanya sehingga akan timbul pemahaman kebenaran itu ada di sisi Allah dan tidak ada kaitan de-ngan manusia. Sedangkan bila “dari” menunjukkan kebenaran itu harus di-lakukan oleh manusia. Sekiranya ke-benaran itu milik Allah, maka tidak ada keharusan manusia melakukannya.
Kedua, anda menulisakan “QS 2” pa-dahal itu tidak sesuai dengan Al Qur’an dan Hadis, sebab yang dikenal dalam keduanya pada masa Rasulullah SAW dan Salaf adalah nama Surat bukan nomor Surat. Sebagai contoh dalam Al Qur’an disebutkan;
وَلَقَدْآَتَيْنَاكَسَبْعًامِنَالْمَثَانِيوَالْقُرْآَنَالْعَظِيمَ (الحجر:87)
Artinya: “Dan Sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan Al Quran yang agung” (Al Hijr: 87).
Dalam sebuah Hadis disebutkan:
عَنْأَبِىمَسْعُودٍالْبَدْرِىِّ - رضىاللهعنه - قَالَقَالَرَسُولُاللَّهِ - صلىاللهعليهوسلم - «الآيَتَانِمِنْآخِرِسُورَةِالْبَقَرَةِمَنْقَرَأَهُمَافِىلَيْلَةٍكَفَتَاهُ» . (رواه البخاري ومسلم)
Artinya: “Barangsiapa membaca dua ayat dari akhir Surat Al Baqarah dalam satu malam, maka ia akan dicukupinya” (HR Al Bukhari dan Muslim)
Di sini jelas Rasulullah SAW menyebut surat urutan kedua itu dengan nama “Surat Al Baqarah”. Lalu mengapa anda menggunakan nomor surat? Bukankah itu — sesuai dengan kaidah anda – berarti anda telah melakukan bid’ah?
Ketiga, berkenaan dengan ayat yang anda katakan sebagai “QS 6 ayat 116” – yang itu adalah bid’ah sesuai kaidah anda karena seharusnya “Surat Al An’am ayat 116” – baiklah kami cantumkan selengkapnya;
وَإِنْتُطِعْأَكْثَرَمَنْفِيالأرْضِيُضِلُّوكَعَنْسَبِيلِاللَّهِإِنْيَتَّبِعُونَإِلاالظَّنَّوَإِنْهُمْإِلايَخْرُصُونَ (الانعام:116)
Artinya: “Dan jika kamu (Muhammad) menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mere-ka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah me-ngikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)” (Al An`am: 116).
Pernyataan anda dalam menafsirkan ayat ini bahwa “Bahkan Allah berfir-man bahwa orang banyak itu menye-satkan menggunakan belaka dan pembohong” adalah menyesatkan ka-rena dua sebab;
Sebab pertama, ayat di atas ditujukan khusus kepada Rasulullah SAW karena menggunakan lafazh Mufrad. Yang dituju dengan “kebanyakan orang-orang yang di muka bumi”, adalah orang-orang Kafir. Membawa dalil khusus kepada dalil umum tanpa Qarinah adalah kesesatan. Bagaimana pula anda menggunakan ayat yang ditujukan kepada orang-orang Kafir sebagai dalil bagi menuduh sesat mayoritas kaum Muslimin?
Sebab kedua, Rasulullah SAW sendiri telah menyatakan:
أخبرنايَزِيدُبْنُهَارُونَ،أخبرنابَقِيَّةُبْنُالْوَلِيدِ،أخبرنامُعَانُبْنُرِفَاعَةَالسَّلامِيُّ،عَنْأَبِيخَلَفٍالأَعْمَى،عَنْأَنَسِبْنِمَالْكٍ،قَالَ : قَالَرَسُولُاللهِ - صلىاللهعليهوسلم - : إِنَّأُمَّتِيلَنْتَجْتَمِعَعَلَىضَلالَةٍ،فَإِذَارَأَيْتُمُالاخْتِلافَفَعَلَيْكُمْبِالسَّوَادِالأَعْظَمِ. (رواه ابن ماجة وعبد بن حميد)
Artinya: “Sesungguhnya ummatku tidak akan bersepakat dalam kesesatan. Maka jika kalian menyaksikan perselisi-han, berpeganglah kepada kelompok yang paling banyak jumlahnya” (HR Ibnu Majah dan Abd Ibn Humaid).
Imam As Suyuthi Rahimahullah berkata:
( اَلسَّوَادُالْأَعْظَمُ ) أَيْالْجَمَاعَةُالْكَثِيْرَةُ . فَإِنَّاتِّفَاقَهُمْأَقْرَبُإِلَىالْإِجْمَاعِ . قَالَالسُّيُوْطِيُّفِيْتَفْسِيْرِالسَّوَادِالْأَعْظَمِأَيْجَمَاعَةُالنَّاسِوَمُعْظَمُهُمْالَّذِيْنَيَجْتَمِعُوْنَعَلَىسُلُوْكِالْمَنْهَجِالْمُسْتَقِيْمِ . وَالْحَدِيْثُيَدُلُّعَلَىأَنَّهُيَنْبَغِيْالْعَمَلُبِقَوْلِالْجُمْهُوْرِ
Artinya: Yang dimaksud dengan As Sawad Al A’zham adalah kelompok yang banyak karena kesepakatan mereka itu mendekati Ijma’ (konsensus). As Suyuthi berkata dalam menafsirkan kata As- Sawad al a’zham itu: “Yaitu kumpulan mayoritas manusia yang sepakat mengikuti jalan yang lurus. Hadis ini menun-jukkan seyogyanya beramal itu de-ngan pendapat mayoritas”.
Sebab ketiga, para Ulama sepakat bahwa Ijma’ (kesepakatan Ulama) menjadi hujjahsetelah Al Qur’an dan Hadis. Apakah anda akan menyatakan sesat kepada para Ulama Madzhab karena mereka lebih memilih sesuatu yang disepakati ketimbang orang perorang yang itu artinya mengu-tamakan yang banyak dari yang sedikit?
Baiklah kita ikuti jalan pikiran anda bahwa mayoritas manusia itu me-nyesatkan, lalu bagaimana pendapat anda tentang pemilihan Abu Bakar ash Shiddiq yang ditentukan oleh suara terbanyak? Apakah seluruh sahabat ketika itu tersesat? Bagai-mana pula pemilihan Utsman yang ditentukan oleh suara terbanyak dalam Syura, apakah para sahabat yang memilihnya itu tersesat? Bagai-mana pula menjadikan Shahih Al Bukhari dan Muslim sebagai rujukan utama setelah Al Qur’an; apakah itu kesesatan karena merupakan penda-pat terbanyak? Pemahaman seperti itulah yang membuka pintu bagi lahir-nya aliran-aliran sempalan dalam Islam. Hasbunallah
Syarif Rahmat RA
http://mahfuzhalbukhory.blogspot.com/2012/12/tafsir-dari-mana.html
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar