Minggu, 09 Maret 2014

Ketika Rasulullah Melarang Menulis Hadits


Posted on Saturday, 3 August 2013 | garis 02:20

 وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا  ….﴿٧﴾

“Apa yang diberikan Rasul padamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah…” 
(al-Hasyr: 7)

Dari firman Allah ini dijelaskan bahwa apa yang dilarang oleh Rasulullah saw harus ditinggalkan. Diantaranya adalah menulis selain al-Quran. Rasulullah saw bersabda:

لاَ تَكْتُبُوْا عَنِّى شَيْئًا إِلاَّ الْقُرْآنَ فَمَنْ كَتَبَ عَنِّى غَيْرَ الْقُرْآنِ فَلْيَمْحُهُ (أخرجه أحمد رقم 11362 ومسلم رقم 3004 وأبو يعلى رقم 1209 والدارمى رقم 450 وابن حبان رقم 6254) .

“Janganlah kalian menulis sesuatu dari saya kecuali al-Quran. Barang siapa yang menulis dari saya selain al-Quran, maka hapuslah” (HR Ahmad No 11362, Muslim No 3004, Abu Ya’la No 1209, ad-Darimi No 450 dan Ibnu Hibban No 6254)

Namun Rasulullah Saw memberi keringanan kepada seorang sahabat yang minta dituliskan hadis-hadis Rasulullah Saw, yaitu saat Nabi berkhutbah dalam haji perpisahan;

قَامَ أَبُو شَاهٍ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْيَمَنِ فَقَالَ اكْتُبُوا لِى يَا رَسُولَ اللَّهِ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم اكْتُبُوا لأَبِى شَاهٍ . قُلْتُ (الوليد) لِلأَوْزَاعِىِّ مَا قَوْلُهُ اكْتُبُوا لِى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ هَذِهِ الْخُطْبَةَ الَّتِى سَمِعَهَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم (رواه البخارى 2434 ومسلم 3371)

“Lalu Abu Syah, seorang lelaki dari Yaman berkata: “Tuliskanlah untuk saya, wahai Rasulullah!” Rasulullah Saw bersabda: “Tuliskanlah untuk Abu Syah!”. al-Walid (perawi) bertanya: “Apa yang ia maksud dengan perkataannya “Tuliskanlah untuk saya, wahai Rasulullah!”. Auzai menjawab: “Yaitu khutbah yang ia dengar dari Rasulullah” (HR al-Bukhari No 2434 dan Muslim No 3371)

Sebagaimana diketahui, keringanan ini oleh Rasulullah ditujukan kepada Abu Syah. Namun beberapa sahabat yang lain memiliki beberapa catatan yang berisi hadis-hadis Rasulullah Saw, seperti riwayat berikut:

عَنْ عَلِىٍّ رضى الله عنه قَالَ مَا كَتَبْنَا عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم إِلاَّ الْقُرْآنَ ، وَمَا فِى هَذِهِ الصَّحِيفَةِ (رواه البخارى 3179)

“Dari Ali, ia berkata: Kami tidak menulis dari Rasulullah Saw kecuali al-Quran dan hal-hal yang ada dalam lembaran ini (hadis yang menjelaskan tentang perjanjian sesama muslim, luas Madinah dan sebagainya)…” (al-Bukhari No 3179)

Begitu pula dari Abu Hurairah, ia berkata:

يَقُولُ اَبُوْ هُرَيْرَةَ مَا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم أَحَدٌ أَكْثَرَ حَدِيثًا عَنْهُ مِنِّى ، إِلاَّ مَا كَانَ مِنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو فَإِنَّهُ كَانَ يَكْتُبُ وَلاَ أَكْتُبُ  (رواه البخارى 113)

“Tidak ada dari sahabat-sahabat Nabi Saw yang hafal hadis lebih banyak dari saya, selain dari Abdullah bin Amr (bin Ash). Sebab dia menulis dan saya tidak menulis” (al-Bukhari 113)

Penulisan hadis dikalangan sahabat kala itu masih terbatas perorangan, tidak semua menulisnya, karena memang Rasulullah Saw melarangnya. Setelah Rasulullah wafat, bahkan selesainya masa khulafa’ ar-Rasyidin juga belum ada penulisan hadis yang baik, meskipun di masa khalifah telah rampung membukukan al-Quran yang pada awalnya baik Khalifah Abu Bakar, Amirul Mu’minin Umar bin Khattab dan Zaid bin Tsabit ragu untuk membukukan al-Quran dengan alas an sederhana, ‘karena tidak pernah dilakukan Rasulullah Saw’.

Baru di masa Dinasti Bani Umayyah ketika dipimpin oleh Umar bin Abdul Aziz yang banyak disebut sebagai Khalifah yang kelima, ia memberi perintah:

وَكَتَبَ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ إِلَى أَبِى بَكْرِ بْنِ حَزْمٍ انْظُرْ مَا كَانَ مِنْ حَدِيثِ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَاكْتُبْهُ ، فَإِنِّى خِفْتُ دُرُوسَ الْعِلْمِ وَذَهَابَ الْعُلَمَاءِ ، وَلاَ تَقْبَلْ إِلاَّ حَدِيثَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم - ، وَلْتُفْشُوا الْعِلْمَ ، وَلْتَجْلِسُوا حَتَّى يُعَلَّمَ مَنْ لاَ يَعْلَمُ ، فَإِنَّ الْعِلْمَ لاَ يَهْلِكُ حَتَّى يَكُونَ سِرًّا  (صحيح البخارى معلقا 1 / ص 186)

“Umar bin Abdul Aziz mengirim surat kepada Abu Bakar bin Hazam (Gubernur di Madinah): Lihatlah apa yang ada dalam hadis Rasulullah, lalu tulislah. Sebab saya takut akan hilangnya ilmu dan wafatnya ulama. Jangan kau terima kecuali hadis Rasulullah Saw, sebarkan ilmu, hendaklah duduk mencari ilmu hingga orang yang belum tahu menjadi tahu. Sebab ilmu tidak akan hilang sehingga menjadi rahasia” (Sahih Bukhari secara Muallaq 1/186)

al-Hafidz IbnunHajar berkata:

يُسْتَفَاد مِنْهُ اِبْتِدَاء تَدْوِين الْحَدِيث النَّبَوِيّ . وَكَانُوا قَبْل ذَلِكَ يَعْتَمِدُونَ عَلَى الْحِفْظ فَلَمَّا خَافَ عُمَر بْن عَبْد الْعَزِيز وَكَانَ عَلَى رَأْس الْمِائَة الْأُولَى مِنْ ذَهَاب الْعِلْم بِمَوْتِ الْعُلَمَاء رَأَى أَنَّ فِي تَدْوِينه ضَبْطًا لَهُ وَإِبْقَاء (فتح الباري لابن حجر ج 1 / ص 163)

“Darisinilah awal pembukuan hadis  Nabi. Sebelumnya mereka berpedoman pada hafalan. Maka ketika Umar bin Abdul Aziz khawati hilangnya ilmu dengan wafatnya para ulama pada awal 100 tahun pertama hijriyah, Umar bin Abdul Aziz berpendapat bahwa dalam pembukuan hadis akan semakin membuat akurat pada hadis dan kekal” (Fath al-Bari 1/163)

Gayungpun bersambut, dialah Muhammad bin Muslim bin Syihab az-Zuhri (w. 124 H) yang pertama kali merespon permintaan penulisan hadis. Kemudian disusul secara serempak dari berbagai kota, di Makkah ada Ibnu Juraij, di Madinah ada Ibnu Ishaq, di Kufah ada Rabi’ bin Shabih, Said bin Arubah, Hammad bin Salamah, dan Sufyan ats-Tsauri, di Syam ada Auzai, di Yaman ada Hisyam dan Ma’mar. Mereka semua hidup dalam satu generasi.

Generasi berikutnya adalah masa keemasan kodifikasi hadis, dengan lahirnya para ulama yang mendermakan hidup dan perjuangannya untuk hadis dan berkelana mencari hadis, diantaranya adalah Imam Bukhari, Muslim, Turmudzi, Abu Dawud, Nasai, Ahmad bin Hanbal dan sebagainya (Dr. Muhammad Luthfi Shabbagh, al-Hadis an-Nabawi)

Mengapa saat itu tidak terdengar suara lantang tentang perbuatan “Bid’ah” ini? Padahal mereka adalah ahli hadis semua? Ataukah para ahli hadis ini mengerti bahwa yang telah diperjuangkan ini adalah Bid’ah yang baik… (Wallahu A’lam)
| hujjahnu.blogspot.com

Kunjungi www.facebook.com/muslimedianews Sumber MMN: http://www.muslimedianews.com/2013/08/ketika-rasulullah-melarang-menulis.html#ixzz2vUVXKess

Tidak ada komentar:

Posting Komentar