Saturday, 8 March 2014 23:05 Downloads, Figure, Nasheed |
Muslimedianews ~ Tarhim sebelum Shubuh pertamakali
dipopulerkan di Indonesia melalui Radio Yasmara (Yayasan Masjid Rahmat),
Surabaya pada akhir tahun 1960-an. Penggubahnya adalah Syaikh Mahmoud
Khalil al-Husshariy, ketua Jam’iyyatul Qurra’ di Kairo, Mesir. Menurut
Cak Nun Syaikh al-Husshariy pernah berkunjung ke Indonesia dan diajak ke
Lokananta, Solo untuk rekaman shalawat Tarhim ini.
1. Ketika Seorang Hamba Menghisab Tuhannya
Tatkala Rasulullah Saw. sedang asyik berthawaf di Ka’bah, terdengarlah seseorang di hadapannya berthawaf sambil berdzikir: “Ya Karim.”
Lalu Rasulullah Saw. pun menirunya membaca “Ya Karim”.
Orang itu lalu berhenti di salah satu sudut Ka’bah dan berdzikir lagi: “Ya Karim.”
Rasulullah Saw. yang berada di belakangnya mengikuti kembali dzikirnya “Ya Karim”.
Merasa seperti diolok-olokkan, orang itu menoleh ke belakang dan terlihat olehnya seorang laki-laki yang gagah lagi tampan yang belum pernah dikenalinya. Orang itu lalu bertanya: “Wahai orang tampan! Apakah Engkau memang sengaja memperolokku karena aku ini adalah orang Arab Badui? Kalaulah bukan karena ketampananmu dan kegagahanmu, pasti Engkau akan aku laporkan kepada kekasihku, Muhammad Rasulullah.”
Mendengar kata-kata orang Badui itu, Rasulullah Saw. tersenyum, lalu bertanya: “Tidakkah Engkau mengenali Nabimu, wahai orang Arab?”
“Belum,” jawab orang itu.
“Jadi bagaimana Engkau beriman kepadanya?”
“Saya percaya dengan mantap atas kenabiannya sekalipun saya belum pernah melihatnya, dan membenarkan kerasulannya sekalipun saya belum pernah bertemu dengannya,” kata orang Arab Badui itu pula.
Rasulullah Saw. pun berkata kepadanya: “Wahai orang Arab, ketahuilah aku inilah Nabimu di dunia dan penolongmu nanti di akhirat.”
Melihat Nabi di hadapannya dia tercengang, seperti tidak percaya kepada dirinya: “Tuan ini Nabi Muhammad?!”
“Ya”, jawab Nabi Saw.
Seketika robohlah orang itu di hadapan Nabi Saw. lalu diciuminya Rasulullah Saw. Kemudian berkata: “Ibu dan bapakku menjadi tebusannya untukmu wahai Rasulullah.”
Saat itu turunlah Malaikat Jibril As. membawa berita dari langit: “Ya Rasulullah, Allah mengucapkan salam untukmu dan berfirman: “Katakanlah kepada orang Arab itu, apakah dengan dzikirnya “Ya Karim” itu lalu Aku takkan menghisabnya?”
Setelah disampaikan berita itu, maka orang Arab Badui itu pun berkata: “Demi Allah, wahai permata hatiku, kakenda Hasan dan Husein, jika Tuhan akan menghisabku maka aku pun akan menghisab (membuat perhitungan) denganNya!”
Lalu Rasulullah Saw. bertanya kepadanya: “Bagaimana caramu menghisab Tuhanmu?”
“Jikalau Tuhan menghisab atas dosa-dosaku, maka aku akan menghisabNya dengan ampunanNya. Jika Ia menghisab atas kesalahanku, maka akau akan menghisabNya dengan sifat kedermawanan dan kemuliaanNya!”, jawab orang itu dengan mantap.
Dalam riwayat lain disebutkan, mendengar ucapan orang Arab Badui itu menangislah Rasulullah Saw. mengingat betapa benarnya kata-kata orang Arab Badui itu. Air mata Rasulullah Saw. menetes hingga membasahi janggutnya.
Kemudian Malaikat Jibril As. datang lagi seraya berkata: “Ya Rasulullah, Allah Swt. berfirman: “Katakan kepada temanmu itu, janganlah ia menghisabKu dan Aku pun takkan menghisab dirinya.”
Dari riwayat hadits inilah konon oleh masyarakat Mesir sering dibaca dengan lagu yang indah pada waktu menjelang Shubuh untuk Tarhim. Dan di Indonesia sudah mulai banyak yang melantunkannya di acara-acara Maulid Nabi Saw.
2. Asal-usul Tarhim Menjelang Shubuh
Shalawat Tarhimnya Syaikh Mahmud Khalil al-Khusshariy disebut dalam dua versi, memakai huruf ح (Tarhim) dan memakai huruf خ (Tarkhim). Hal ini dapat dimaklumi, karena sebagian orang terutama orang Jawa biasa mentransliterasikan huruf ح menjadi “kh”. Namun, Kyai Mathari Mansur juga membenarkan variasi penulisan “Tarkhim” sebagai transliterasi dari ترخيم yang mengacu pada lantunan dzikir yang sama. Menurut beliau, Tarkhim dengan huruf خ memiliki makna mengagungkan Allah Swt.
Tarhim sebelum Shubuh pertamakali dipopulerkan di Indonesia melalui Radio Yasmara (Yayasan Masjid Rahmat), Surabaya pada akhir tahun 1960-an. Penggubahnya adalah Syaikh Mahmoud Khalil al-Husshariy, ketua Jam’iyyatul Qurra’ di Kairo, Mesir. Menurut Cak Nun Syaikh al-Husshariy pernah berkunjung ke Indonesia dan diajak ke Lokananta, Solo untuk rekaman shalawat Tarhim ini.
3. Sekilas Biografi Syaikh Mahmud Khalil al-Husshariy
Syaikh Mahmud Khalil al-Husshariy, qari al-Quran terkenal dengan suara emasnya yang fenomenal, adalah ulama lulusan Universitas al-Azhar dan merupakan salah satu Qâri’ paling ternama di zamannya sampai ia diberi gelar Syaikh al-Maqâri (Syaikhya Ahli Qira-ah). Syaikh al-Husshariy dikenal karena kepiawaiannya dalam membaca al-Quran secara tartîl. Ia mengatakan: “Membaca al-Quran bukan semata-mata tentang irama (lagu) atau seni bacaannya. Yang terpenting adalah tartîl, memahami bacaan al-Quran dengan baik dan benar, yaitu melalui studi kebahasaan (linguistik) dan dialek Arab kuno serta penguasaan teknik pelafalan huruf maupun kata-perkata dalam al-Quran. Dengan begitu bisa dicapai tingkat kemurnian (keaslian makna) yang tinggi dalam membaca al-Quran.”
Syaikh Mahmud al-Husshariy lahir di sebuah desa bernama an-Namla Shabra di Tanta, Mesir pada tanggal 17 September tahun 1917 M. Mahmud memasuki sekolah al-Quran pada usia empat tahun. Di usianya yang 8 tahun sudah berhasil menghafal al -Quran secara keseluruhan. Dan pada usia 12 tahun ia mulai mempelajari sepuluh qiraah (Qira-ah ‘Asyrah) di al-Azhar.
Ketika berumur 25 tahun ia pergi ke Tanta dan membuktikan dirinya sebagai seorang qari. Akhirnya dia menjadi qari di Masjid Ahmadi dan terkenal di sana. Sepuluh tahun kemudian, pada tahun 1944 M, ia pindah ke Kairo dan memasuki stasiun radio resmi sebagai qari dimana ia membuat bacaan pertama pada 16 Februari 1944 M.
Pada tanggal 7 Agustus 1948 M, ia dinominasikan sebagai muadzin di Masjid Sidi Hamza dan kemudian qari di masjid yang sama. Dia juga mengawasi pusat-pusat bacaan provinsi al-Gharbia. Pada tahun 1949 M, Syaikh Mahmud Khalil al-Husshariy diangkat menjadi qari Sidi Ahmed al-Badaoui Tanta, al-Ahmadi Masjid dan kemudian al-Imam al-Husein Masjid di Kairo pada tahun 1955 M.
Di Kairo, Syaikh al-Husshariy juga belajar di Universitas al-Azhar. Dia dikenal sebagai sarjana yang religius dan penulis banyak buku tentang berbagai aspek al-Quran. Dia juga terlibat dalam pencetakan Azhari terbaru dari teks al-Quran.
Statusnya sebagai qari, ia memegang gelar Syaikh al-Maqâri (Scholar dari reciters), dan pendapatnya sering diminta dan dikutip oleh berbagai media masa. Dia juga disertai rektor al-Azhar pada perjalanan dan diundang untuk berpartisipasi dalam Festival Dunia Islam di London (1976).
Rekaman Syaikh al-Husshary tersebar luas didistribusikan di luar Mesir. Sebagai salah satu dari peringkat unggul 4 qari di Mesir, ia mencatat teks al-Quran yang lengkap di kedua gaya bacaan, murattal (tartil) dan mujawwad (tajwid). Dan ia juga yang pertama untuk merekam dan menyiarkan gaya murattal. Syaikh al-Husshariy dikenal atas kebenaran bacaannya (tajwid), sehingga anaknya pun menjadi pembaca al-Quran profesional.
Syaikh Mahmud Khalil al-Husshariy wafat pada hari Ahad tanggal 24 Nopember tahun 1980 M di Kairo, Mesir.
4. Teks dan Terjemahan Shalawat Tarhim
(Shalawat dan salam semoga tercurahkan padamu, duhai pemimpin para pejuang, ya Rasulullah).
Ashshalâtu wassalâmu ‘alâik, yâ Nâshiral Hudâ yâ Khaira Khalqillâh
(Shalawat dan salam semoga tercurahkan padamu, duhai penuntun petunjuk Ilahi, duhai makhluk yang terbaik).
Ashshalâtu wassalâmu ‘alâik, yâ Nâshiral Haqqi yâ Rasûlallâh
(Shalawat dan salam semoga tercurahkan atasmu, duhai penolong kebenaran, ya Rasulullah).
Ashshalâtu wassalâmu ‘alâik, yâ Man asrâ bikal Muhaiminu lailan
(Shalawat dan salam semoga tercurahkan padamu, wahai Yang Memperjalankanmu di malam hari, Dialah Yang Maha Melindungi).
Nilta mâ nilta wal anâmu niyâmu
(Engkau memperoleh apa yang kau peroleh, sementara semua manusia tertidur).
Wataqaddamta lishshalâti fashallâ
(Dan engkau beranjak untuk shalat, maka engkau pun melakukan shalat).
Kullu man fissamâ-i wa Antal Imâmu
(Semua penghuni langit melakukan shalat di belakangmu, dan engkaulah yang menjadi imamnya).
Wa ilal muntahâ rufi’ta karîman
(Engkau diberangkatkan ke Sidratul Muntaha karena kemulianmu).
Wasami’ta nidâ-an ‘alaikassalâm
(Dan engkau mendengar ucapan salam atasmu).
Yâ karîmal akhlâq, yâ Rasûlallâh
(Duhai yang paling mulia akhlaknya, ya Rasulullah).
Shallallâhu ‘alaika, wa‘alâ âlika wa ashhâbika ajma’în
(Semoga shalawat senantias tercurah atasmu, keluargamu dan semua sahabatmu).
5. Link Download
a. Qashidah “Ya Karim”, KetikaHambaMenghisabTuhannya
b. Shalawat “Tarhim” MP3, SyaikhMahmudKhalilAlkhusshariy
c. Shalawat “Tarhim” video, SyaikhMahmoudKhalilAlkhusshariy
Sya’roni As-Samfuriy, Cilangkap Jaktim 08 Maret 2014
1. Ketika Seorang Hamba Menghisab Tuhannya
كاَنَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَطُوْفُ فِي الْكَعْبَةْ فَرَأَى أَعْرَابِيًّا يَطُوْفُ بِهاَ وَيَقُوْلُ: ياَ كَرِيْم, فَقَالَ النَّبِيُ صلى الله عليه وسلم وَرَاءَهُ: ياَ كَرِيْم – فاَنْتَقَلَ الْأَعْرَابِيُّ اِلَى رُكْنِ الثَّانِيْ وقاَلَ: يا كريم, فَقاَلَ النَّبِيُّ (صلى الله عليه وسلم) – فَقَالَ الْحَبِيْبُ (صلى الله عليه وسلم) وَرَاءَهُ: يا كريم, فَانْتَقَلَ الْأَعْرَابِيُّ اِلَى الْحَجَرِ الْأَسْوَدِ فَقاَلَ: يا كريم- فقال النبي (صلى الله عليه وسلم) – فقال الحبيب (صلى الله عليه وسلم) وراءه: يا كريم, فَالْتَفَتَ الْأَعْرَاِبي فَقاَلَ: أَتَمْزَحُوْنَنِيْ ياَ أَخَ الْعَرَبِ؟ وَاللهِ لَوْلاَ صَباَحَةُ وَجْهِكَ وَبَلَغَ طاَ لِقَتكَ لَشَكَوْت اِلَى حَبِيْبِيْ مُحَمَّداً- فَقاَلَ لَهُ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَوَلاَ تَعْرِفُ نَبِيَّكَ يا أخ العرب؟ قَالَ وَاللهِ أَمَنْتُ بِهِ وَلَمْ أَرَهُ وَدَخَلْتُ مَكَّةَ وَلَمْ أَلْقَهُ – قاَلَ لَهُ النَّبِيُّ (صلى الله عليه وسلم) اَنَا نَبِيُّكَ يا أخ العرب – فَانْكَبَّ الأعرابي عَلى يَدِ النَّبِيِّ يُقَبِّلُهاَ وَيَقُوْلُ: فِدَاكَ أَبِيْ وَأُمِّيْ ياَ حَبِيْبَ اللهِ – فَنَزَلَ جِبْرِيْلُ الْأَمِيْنُ عَلى النَّبِيِّ وَقاَلَ لَهُ: ياَ حَبِيْبَ اللهِ (صلى الله عليه وسلم) – اللهُ يُقْرِئُكَ السَّلاَمَ وَيَقُوْلُ لَكَ: قُلْ لِهَذاَ الأعرابي: أَيَظُنُّ إِنْ قاَلَ ياَ كَرِيْم أَنَّناَ لاَ نُحاَسِبُهُ؟ فَقاَلَ الأعرابي: وَاللهِ ياَ نوْرَ الْعَيْنِ ياَ جَدَّ الْحَسَنَيْنِ, لَوْ حَاسَبَنِيْ رَبِّيْ لَأُحاَسِبَنَّهُ – قَالَ لَهُ النَّبِيُّ (صلى الله عليه وسلم): وَكَيْفَ تُحاَسِبُ رَبَّكَ يا أخ العرب؟ قاَلَ: لَئِنْ حاَسَبَنِيْ عَلىَ ذَنْبِيْ حاَسَبْتُهُ عَلىَ مَغْفِرَتِهِ – وَإِنْ حاَسَبَنِيْ عَلىَ تَقْصِيْرِيْ حاَسَبْتُهُ عَلىَ جُوْدِهِ وَكَرَمِهِ – فَقاَلَ جِبْرِيْلُ الْأِمِيْنُ: ياَ حَبِيْبَ اللهِ, اللهُ يَقُوْلُ لَكَ – قُلْ لِهَذاَ الْأَعْرَابِيّ أَنْ لاَ يَحاَسِبَناَ وَلاَ نُحاَسِبُهُ
Tatkala Rasulullah Saw. sedang asyik berthawaf di Ka’bah, terdengarlah seseorang di hadapannya berthawaf sambil berdzikir: “Ya Karim.”
Lalu Rasulullah Saw. pun menirunya membaca “Ya Karim”.
Orang itu lalu berhenti di salah satu sudut Ka’bah dan berdzikir lagi: “Ya Karim.”
Rasulullah Saw. yang berada di belakangnya mengikuti kembali dzikirnya “Ya Karim”.
Merasa seperti diolok-olokkan, orang itu menoleh ke belakang dan terlihat olehnya seorang laki-laki yang gagah lagi tampan yang belum pernah dikenalinya. Orang itu lalu bertanya: “Wahai orang tampan! Apakah Engkau memang sengaja memperolokku karena aku ini adalah orang Arab Badui? Kalaulah bukan karena ketampananmu dan kegagahanmu, pasti Engkau akan aku laporkan kepada kekasihku, Muhammad Rasulullah.”
Mendengar kata-kata orang Badui itu, Rasulullah Saw. tersenyum, lalu bertanya: “Tidakkah Engkau mengenali Nabimu, wahai orang Arab?”
“Belum,” jawab orang itu.
“Jadi bagaimana Engkau beriman kepadanya?”
“Saya percaya dengan mantap atas kenabiannya sekalipun saya belum pernah melihatnya, dan membenarkan kerasulannya sekalipun saya belum pernah bertemu dengannya,” kata orang Arab Badui itu pula.
Rasulullah Saw. pun berkata kepadanya: “Wahai orang Arab, ketahuilah aku inilah Nabimu di dunia dan penolongmu nanti di akhirat.”
Melihat Nabi di hadapannya dia tercengang, seperti tidak percaya kepada dirinya: “Tuan ini Nabi Muhammad?!”
“Ya”, jawab Nabi Saw.
Seketika robohlah orang itu di hadapan Nabi Saw. lalu diciuminya Rasulullah Saw. Kemudian berkata: “Ibu dan bapakku menjadi tebusannya untukmu wahai Rasulullah.”
Saat itu turunlah Malaikat Jibril As. membawa berita dari langit: “Ya Rasulullah, Allah mengucapkan salam untukmu dan berfirman: “Katakanlah kepada orang Arab itu, apakah dengan dzikirnya “Ya Karim” itu lalu Aku takkan menghisabnya?”
Setelah disampaikan berita itu, maka orang Arab Badui itu pun berkata: “Demi Allah, wahai permata hatiku, kakenda Hasan dan Husein, jika Tuhan akan menghisabku maka aku pun akan menghisab (membuat perhitungan) denganNya!”
Lalu Rasulullah Saw. bertanya kepadanya: “Bagaimana caramu menghisab Tuhanmu?”
“Jikalau Tuhan menghisab atas dosa-dosaku, maka aku akan menghisabNya dengan ampunanNya. Jika Ia menghisab atas kesalahanku, maka akau akan menghisabNya dengan sifat kedermawanan dan kemuliaanNya!”, jawab orang itu dengan mantap.
Dalam riwayat lain disebutkan, mendengar ucapan orang Arab Badui itu menangislah Rasulullah Saw. mengingat betapa benarnya kata-kata orang Arab Badui itu. Air mata Rasulullah Saw. menetes hingga membasahi janggutnya.
Kemudian Malaikat Jibril As. datang lagi seraya berkata: “Ya Rasulullah, Allah Swt. berfirman: “Katakan kepada temanmu itu, janganlah ia menghisabKu dan Aku pun takkan menghisab dirinya.”
Dari riwayat hadits inilah konon oleh masyarakat Mesir sering dibaca dengan lagu yang indah pada waktu menjelang Shubuh untuk Tarhim. Dan di Indonesia sudah mulai banyak yang melantunkannya di acara-acara Maulid Nabi Saw.
2. Asal-usul Tarhim Menjelang Shubuh
Shalawat Tarhimnya Syaikh Mahmud Khalil al-Khusshariy disebut dalam dua versi, memakai huruf ح (Tarhim) dan memakai huruf خ (Tarkhim). Hal ini dapat dimaklumi, karena sebagian orang terutama orang Jawa biasa mentransliterasikan huruf ح menjadi “kh”. Namun, Kyai Mathari Mansur juga membenarkan variasi penulisan “Tarkhim” sebagai transliterasi dari ترخيم yang mengacu pada lantunan dzikir yang sama. Menurut beliau, Tarkhim dengan huruf خ memiliki makna mengagungkan Allah Swt.
Tarhim sebelum Shubuh pertamakali dipopulerkan di Indonesia melalui Radio Yasmara (Yayasan Masjid Rahmat), Surabaya pada akhir tahun 1960-an. Penggubahnya adalah Syaikh Mahmoud Khalil al-Husshariy, ketua Jam’iyyatul Qurra’ di Kairo, Mesir. Menurut Cak Nun Syaikh al-Husshariy pernah berkunjung ke Indonesia dan diajak ke Lokananta, Solo untuk rekaman shalawat Tarhim ini.
3. Sekilas Biografi Syaikh Mahmud Khalil al-Husshariy
Syaikh Mahmud Khalil al-Husshariy, qari al-Quran terkenal dengan suara emasnya yang fenomenal, adalah ulama lulusan Universitas al-Azhar dan merupakan salah satu Qâri’ paling ternama di zamannya sampai ia diberi gelar Syaikh al-Maqâri (Syaikhya Ahli Qira-ah). Syaikh al-Husshariy dikenal karena kepiawaiannya dalam membaca al-Quran secara tartîl. Ia mengatakan: “Membaca al-Quran bukan semata-mata tentang irama (lagu) atau seni bacaannya. Yang terpenting adalah tartîl, memahami bacaan al-Quran dengan baik dan benar, yaitu melalui studi kebahasaan (linguistik) dan dialek Arab kuno serta penguasaan teknik pelafalan huruf maupun kata-perkata dalam al-Quran. Dengan begitu bisa dicapai tingkat kemurnian (keaslian makna) yang tinggi dalam membaca al-Quran.”
Syaikh Mahmud al-Husshariy lahir di sebuah desa bernama an-Namla Shabra di Tanta, Mesir pada tanggal 17 September tahun 1917 M. Mahmud memasuki sekolah al-Quran pada usia empat tahun. Di usianya yang 8 tahun sudah berhasil menghafal al -Quran secara keseluruhan. Dan pada usia 12 tahun ia mulai mempelajari sepuluh qiraah (Qira-ah ‘Asyrah) di al-Azhar.
Ketika berumur 25 tahun ia pergi ke Tanta dan membuktikan dirinya sebagai seorang qari. Akhirnya dia menjadi qari di Masjid Ahmadi dan terkenal di sana. Sepuluh tahun kemudian, pada tahun 1944 M, ia pindah ke Kairo dan memasuki stasiun radio resmi sebagai qari dimana ia membuat bacaan pertama pada 16 Februari 1944 M.
Pada tanggal 7 Agustus 1948 M, ia dinominasikan sebagai muadzin di Masjid Sidi Hamza dan kemudian qari di masjid yang sama. Dia juga mengawasi pusat-pusat bacaan provinsi al-Gharbia. Pada tahun 1949 M, Syaikh Mahmud Khalil al-Husshariy diangkat menjadi qari Sidi Ahmed al-Badaoui Tanta, al-Ahmadi Masjid dan kemudian al-Imam al-Husein Masjid di Kairo pada tahun 1955 M.
Di Kairo, Syaikh al-Husshariy juga belajar di Universitas al-Azhar. Dia dikenal sebagai sarjana yang religius dan penulis banyak buku tentang berbagai aspek al-Quran. Dia juga terlibat dalam pencetakan Azhari terbaru dari teks al-Quran.
Statusnya sebagai qari, ia memegang gelar Syaikh al-Maqâri (Scholar dari reciters), dan pendapatnya sering diminta dan dikutip oleh berbagai media masa. Dia juga disertai rektor al-Azhar pada perjalanan dan diundang untuk berpartisipasi dalam Festival Dunia Islam di London (1976).
Rekaman Syaikh al-Husshary tersebar luas didistribusikan di luar Mesir. Sebagai salah satu dari peringkat unggul 4 qari di Mesir, ia mencatat teks al-Quran yang lengkap di kedua gaya bacaan, murattal (tartil) dan mujawwad (tajwid). Dan ia juga yang pertama untuk merekam dan menyiarkan gaya murattal. Syaikh al-Husshariy dikenal atas kebenaran bacaannya (tajwid), sehingga anaknya pun menjadi pembaca al-Quran profesional.
Syaikh Mahmud Khalil al-Husshariy wafat pada hari Ahad tanggal 24 Nopember tahun 1980 M di Kairo, Mesir.
4. Teks dan Terjemahan Shalawat Tarhim
الصلاة والسلام عليك
يا امام المجاهدين
يا رسول الله
الصلاة والسلام عليك
يا نا صرالهدى
يا خير خلق الله
الصلاة والسلام عليك
يا ناصر الحق يا رسول الله
الصلاة والسلام عليك
يامن اسرى بك المهيمن ليلا نلت ما نلت والانام نيام
وتقدمت للصلاة فصلى كل من في السماء وانت الامام
والي المنتهى رفعت كريما وسمعت النداء عليك السلام
يا كريم الاخلاق
يا رسول الله
صلي الله عليك
وعلي اليك واصحابك اجمعين
Ashshalâtu wassalâmu ‘alâik, yâ Imâmal Mujâhidîn yâ Rasûlallâh
(Shalawat dan salam semoga tercurahkan padamu, duhai pemimpin para pejuang, ya Rasulullah).
Ashshalâtu wassalâmu ‘alâik, yâ Nâshiral Hudâ yâ Khaira Khalqillâh
(Shalawat dan salam semoga tercurahkan padamu, duhai penuntun petunjuk Ilahi, duhai makhluk yang terbaik).
Ashshalâtu wassalâmu ‘alâik, yâ Nâshiral Haqqi yâ Rasûlallâh
(Shalawat dan salam semoga tercurahkan atasmu, duhai penolong kebenaran, ya Rasulullah).
Ashshalâtu wassalâmu ‘alâik, yâ Man asrâ bikal Muhaiminu lailan
(Shalawat dan salam semoga tercurahkan padamu, wahai Yang Memperjalankanmu di malam hari, Dialah Yang Maha Melindungi).
Nilta mâ nilta wal anâmu niyâmu
(Engkau memperoleh apa yang kau peroleh, sementara semua manusia tertidur).
Wataqaddamta lishshalâti fashallâ
(Dan engkau beranjak untuk shalat, maka engkau pun melakukan shalat).
Kullu man fissamâ-i wa Antal Imâmu
(Semua penghuni langit melakukan shalat di belakangmu, dan engkaulah yang menjadi imamnya).
Wa ilal muntahâ rufi’ta karîman
(Engkau diberangkatkan ke Sidratul Muntaha karena kemulianmu).
Wasami’ta nidâ-an ‘alaikassalâm
(Dan engkau mendengar ucapan salam atasmu).
Yâ karîmal akhlâq, yâ Rasûlallâh
(Duhai yang paling mulia akhlaknya, ya Rasulullah).
Shallallâhu ‘alaika, wa‘alâ âlika wa ashhâbika ajma’în
(Semoga shalawat senantias tercurah atasmu, keluargamu dan semua sahabatmu).
5. Link Download
a. Qashidah “Ya Karim”, KetikaHambaMenghisabTuhannya
b. Shalawat “Tarhim” MP3, SyaikhMahmudKhalilAlkhusshariy
c. Shalawat “Tarhim” video, SyaikhMahmoudKhalilAlkhusshariy
Sya’roni As-Samfuriy, Cilangkap Jaktim 08 Maret 2014
Kunjungi www.facebook.com/muslimedianews Sumber MMN: http://www.muslimedianews.com/2014/03/sejarah-tarhiman-dan-biografi.html#ixzz2vT3TXJzF
Sejarah Tarhim Sebelum Shubuh : Sholawat dan Salam Untukmu Duhai Rasulullah
Sunday, 16 February 2014 06:41 Fatwa, Tarikh |
Muslimedianews.com ~ Sejarah “Tarhim Sebelum Subuh” :
(حاشية الجمل - ج 3 / ص 147 حاشية الدسوقي على الشرح الكبير - ج 2 / ص 221)
(حاشية الجمل - ج 3 / ص 147 حاشية الدسوقي على الشرح الكبير - ج 2 / ص 221)
أَفْتَى شَيْخُنَا الشَّوْبَرِيُّ حِينَ سُئِلَ عَمَّا يَفْعَلُ مِنْ الصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلَ الْإِقَامَةِ هَلْ هُوَ سُنَّةٌ أَوْ بِدْعَةٌ بِأَنَّهُ سُنَّةٌ ثُمَّ رَأَيْت ذَلِكَ مَنْقُولًا عَنْ جَمَاعَاتٍ مِنْ مُحَقِّقِي الْعُلَمَاءِ . ( فَائِدَةٌ ) وَأَوَّلُ مَا زِيدَتْ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ بَعْدَ كُلِّ أَذَانٍ عَلَى الْمَنَابِرِ فِي زَمَنِ السُّلْطَانِ الْمَنْصُورِ حَاجِي بْنِ الْأَشْرَفِ شَعْبَانَ بْنِ الْحَسَنِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ قَلَاوُونَ بِأَمْرِ الْمُحْتَسِبِ نَجْمِ الدِّينِ الطَّنْبَدِيِّ وَكَانَ ذَلِكَ فِي شَعْبَانَ سَنَةَ إحْدَى وَسِتِّينَ وَسَبْعِمِائَةٍ وَكَانَ حَدَثَ قَبْلَ ذَلِكَ فِي أَيَّامِ السُّلْطَانِ صَلَاحِ الدِّينِ بْنِ أَيُّوبَ أَنْ يُقَالَ قَبْلَ أَذَانِ الْفَجْرِ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ بِمِصْرَ وَالشَّامِ السَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاسْتَمَرَّ ذَلِكَ إلَى سَنَةِ سَبْعٍ وَسِتِّينَ وَسَبْعِمِائَةٍ فَزِيدَ فِيهِ بِأَمْرِ الْمُحْتَسِبِ صَلَاحِ الدِّينِ الْبُرُلُّسِيِّ أَنْ يُقَالَ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَيْك يَا رَسُولَ اللَّهِ إلَى أَنْ جُعِلَ عَقِبَ كُلِّ أَذَانٍ ، وَسَبَبُ ذَلِكَ أَنَّ الْحَاكِمَ الْمَخْذُولَ لَمَّا قُتِلَ أَمَرَتْ أُخْتُهُ الْمُؤَذِّنِينَ أَنْ يَقُولُوا فِي حَقِّ وَلَدِهِ السَّلَامُ عَلَى الْإِمَامِ الظَّاهِرِ ثُمَّ اسْتَمَرَّ السَّلَامُ عَلَى الْخُلَفَاءِ بَعْدَهُ إلَى أَنْ أَبْطَلَهُ السُّلْطَانُ صَلَاحُ الدِّينِ الْمَذْكُورُ وَجَعَلَ بَدَلَهُ الصَّلَاةَ وَالسَّلَامَ عَلَيْهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ كُلِّ أَذَانٍ إلَّا الْمَغْرِبَ عَلَى الْكَيْفِيَّةِ الْمَعْهُودَةِ الْآنَ وَذَكَرَ بَعْضُهُمْ أَنَّ أَوَّلَ حُدُوثِ السَّلَامِ الْمَشْهُورِ كَانَ فِي مِصْرَ فِي عَامِ إحْدَى وَثَمَانِينَ وَسَبْعِمِائَةٍ أَنَّهُ عَقِبَ عِشَاءِ لَيْلَةِ الْجُمُعَةِ بِالْخُصُوصِ ثُمَّ حَدَثَ فِي بَقِيَّةِ الْأَوْقَاتِ إلَّا الْمَغْرِبَ لِقَصَرِ وَقْتِهَا فِي عَامِ إحْدَى وَتِسْعِينَ وَسَبْعِمِائَةٍ أَحْدَثَهُ الْمُحْتَسِبُ بَدْرُ الدِّينِ الطَّنْبَدِيُّ وَاسْتَمَرَّ إلَى الْآنَ ا هـ بِرْمَاوِيٌّ .
“Guru kami asy-Syaubari memberi fatwa saat ditanya perihal bacaan salawat dan salam kepada Nabi Saw sebelum iqamat, sunahkah atau bid’ah?
Beliau mengatakan: “Sunah”. Kemudian saya (Syaikh Sulaiman al-Jamal)
melihat hal tersebut dikutip dari beberapa golongan ulama yang ahli
dalam masalah ini.
(Faidah) Penambahan pertama kali ‘Salawat dan Salam’ setelah setiap
adzan di atas mimbar di masa Sultan Manshur Haji bin Asyraf Sya’ban bin
Muhammad bin Qalawun atas perintah Najmuddin ath-Thanbadawi, di bulan
Sya’ban tahun 761 H.
Sebelumnya sudah terjadi di masa Sultan Slahahuddin bin Ayyub untuk
dibaca sebelum adzan Subuh setiap malam di Mesir dan Syam ‘as-Salamu ala
Rasulillah Saw’, dan berlangsung sampai tahun 767 H, kemudian ditambah
atas perintah ulama Shalahuddin al-Barlisi berupa ‘ash-Shalatu wa
as-Salamu Alaika Ya Rasulallah’, untuk dijadikan setiap selesai adzan.
Penyebabnya adalah seorang Hakim, ketika ia terbunuh maka saudara
perempuannya menyuruh para muadzin untuk menyebut anaknya ‘as-Salamu ala
al-imam adz-dhahiri’, kemudian salam untuk para Khalifah, sampai
dihapus oleh Sultan Shalahuddin dan diganti dengan Salawat dan Salam
kepada Nabi Saw, setelah setiap adzan kecuali Maghrib, berdasarkan cara
yang sudah diketahui saat ini.
Sebagian ulama menyebut bahwa awal terjadinya Salam tersebut di Mesir
tahun 781 setelah Isyak malam Jumat saja, kemudian terjadi di semua
waktu salat kecuali Maghrib, karena waktunya sempit.
Di tahu 791 H hal tersebut diperbarui oleh ulama Badruddin
ath-Thanbadawi dan berlangsung hingga sekarang. Dikutip dari Syaikh
Birmawi (Hasyiah Jamal 3/147 dan Hasyiyah ad-Dasuqi 2/221).
Oleh : Ust. Muhammad Ma'ruf Khozin
(Wakil Katib Syuriah PCNU Surabaya)
Kunjungi www.facebook.com/muslimedianews Sumber MMN: http://www.muslimedianews.com/2014/02/sejarah-tarhim-sebelum-shubuh-sholawat.html#ixzz2vUevMzk5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar