Dalam kitab Hadzihi Mafahimuna, Shalih alu- Syaikh, berusaha menyematkan stigma negatif kepada al-Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki dengan melakukan kritik terhadap hadits-hadits terkait masalah tawasul. Diantaranya dengan mengatakan bahwa al-Sayyid Muhammad sebagai penyembah kuburan dikarenakan beliau menganjurkan ziarah kubur dengan menulis bab khusus masalah ziarah dalam kitab-nya Mafahim Yajibu an Tushahhah.
Tuduhan seperti ini tentu sangat rapuh secara ilmiah, karena tidak sedikit para ulama yang menulis risalah yang membahas masalah keadaan orang-orang yang sudah meninggal secara khusus, seperti al-Suyuthi dengan Syarh al-Shudur, al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali, al-Sayyid Abdullah al-Shiddiq al-Gumary dengan Ihya' al-Maqbur-nya., termasuk Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam salah satu karyanya dengan tajuk al-Ruh. Dalam kitab tersebut, Ibnu Qayyim menjelaskan keadaan orang yang sudah meninggal, dan interaksi yang terjadi oleh sesama mayit yang dianggap khurafat dan berseberangan dengan keyakinan Ibnu Taimiyah, demikian juga Muhammad bin Abdul Wahhab, kakek Shalih al-Syaikh.
Dalam menanggapi realita ini, kelompok Wahabi mengklaim bahwasanya al-Ruh bukanlah karya Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, akan tetapi karya orang lain yang diafiliasikan kepada Ibnu Qayyim. Akan tetapi setelah dilakukan penelitian lebih lanjut, ternyata membuahkan hasil bahwa kitab tersebut adalah karya Ibnu Qayyim sendiri. Dan yang lebih mengherankan, sosok yang melakukan penelitian dan yang menegaskan bahwa kitab tersebut merupakan tulisan Ibnu Qayyim adalah ulama Wahabi sendiri, Syaikh Bakar Abu Zaid.
Dalam hal ini, coba kita perhatikan pernyataan seorang Khatimah al-Muhadditsin, al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani yang mengatakan:
"Termasuk pendapat yang paling fatal yang diafiliasikan kepada Ibnu Taimiyah adalah, ketika ia mengharamkan ziarah ke kubur Nabi SAW".
Pernyataan Ibnu Hajar di atas memberikan kesimpulan bahwa Ibnu Taimiyah sangat gegabah dalam menyimpulkan sebuah hadits berikut:
لا تشدّ الرّحال إلّا إلى ثلاثة مسجدي هذا والمسجد الحرام والمسجد الأقصى
“Tidak dianjurkan bepergian kecuali ketiga masjid, masjidku ini (Masjid Nabawi), Masjidil Haram, dan Masjidil Aqsha”
Dengan bertendensi kepada hadits di atas, Ibnu Taimiyah mengharamkan ziarah ke kubur Nabi SAW Padahal pengertian hadits di atas, sebagaimana pendapat mayoritas ulama hadits adalah, siapa saja yang bernazar i'tikaf di salah satu dari tiga masjid yang disebut di atas, maka tidak boleh berpindah ke selain tiga di atas. Dari sini terlihat betapa gegabahnya sikap Ibnu Taimiyah dalam melakukan klaim haram terhadap, ziarah kubur Nabi SAW.
Bahkan sekalipun mereka beralasan bahwasanya hadits yang menerangkan tentang kebolehan berziarah adalah hadits dhaif, akan tetapi dengan banyaknya riwayat, maka satu dengan yang lainnya saling menguatkan. Hal tersebut senada dengan keterangan al-Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki dalam Mafahim Yajibu an Tusahhah.
(Disadur oleh Tim Sarkub dari Buku
"Ulama Sunni Dihujat, Sisi Gelap dari Kedangkalan Kaum Wahabi" oleh Muhammad Syafiq Alaydrus dengan beberapa perubahan seperlunya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar