Ngalap Berkah Dengan Berziarah Ke Makam Para Wali
Dalam sebuah diskusi di Masjid At-Taqwa, Denpasar Bali, ada peserta yang bertanya, “Bagaimana Islam menanggapi orang-orang yang melakukan ziarah ke makam para wali dengan tujuan mencari berkah?”
Berkah (barokah) diartikan dengan tambahnya kebaikan (ziyadah al-khair). Sedangkan tabarruk bermakna mencari tambahnya kebaikan atau ngalap barokah (thalab ziyadah al-khair). Demikian para ulama menjelaskan.
Masyarakat kita seringkali mendatangi orang-orang saleh dan para ulama sepuh dengan tujuan tabarruk. Para ulama dan orang saleh memang ada barokahnya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: اَلْبَرَكَةُ مَعَ أَكَابِرِكُمْ “. رواه ابن حبان (١٩١٢) وأبو نعيم في “الحلية” (٨/١٧٢) و الحاكم في “المستدرك” (١/٦٢) و الضياء في “المختارة” (٦٤/٣٥/٢) و قال الحاكم : “صحيح على شرط البخاري” . و وافقه الذهبي.
“Dari Ibn Abbas radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Berkah Allah bersama orang-orang besar di antara kamu.” (HR. Ibn Hibban (1912), Abu Nu’aim dalam al-Hilyah (8/172), al-Hakim dalam al-Mustadrak (1/62) dan al-Dhiya’ dalam al-Mukhtarah (64/35/2). Al-Hakim berkata, hadits ini shahih sesuai kriteria al-Bukhari, dan al-Dzahabi menyetujuinya.)
Al-Imam al-Munawi menjelaskan dalam Faidh al-Qadir, bahwa hadits tersebut mendorong kita mencari berkah Allah subhanahu wa ta’ala dari orang-orang besar dengan memuliakan dan mengagungkan mereka. Orang besar di sini bisa dalam artian besar ilmunya seperti para ulama, atau kesalehannya seperti orang-orang saleh. Bisa pula, besar dalam segi usia, seperti orang-orang yang lebih tua.
Di antara amal yang dapat mendekatkan seseorang kepada Allah subhanahu wa ta’ala adalah ziarah makam para nabi atau para wali. Baik ziarah tersebut dilakukan dengan tujuan mengucapkan salam kepada mereka atau karena tujuan tabarruk (ngalap barokah) dengan berziarah ke makam mereka. Maksud tabarruk di sini adalah mencari barokah dari Allah subhanahu wa ta’ala dengan cara berziarah ke makam para wali.
Orang yang berziarah ke makam para wali dengan tujuan tabarruk, maka ziarah tersebut dapat mendekatkannya kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan tidak menjauhkannya dari Allah subhanahu wa ta’ala. Orang yang berpendapat bahwa ziarah wali dengan tujuan tabarruk itu syirik, jelas keliru. Ia tidak punya dalil, baik dari al-Qur’an maupun dari hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Al-Hafizh Waliyyuddin al-’Iraqi berkata ketika menguraikan maksud hadits:
أَنَّ مُوْسَى u قَالَ: رَبِّ أَدْنِنِيْ مِنَ اْلأَرْضِ الْمُقَدَّسَةِ رَمْيَةً بِحَجَرٍ وَأَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: «وَاللهِ لَوْ أَنِّيْ عِنْدَهُ لأَرَيْتُكُمْ قَبْرَهُ إِلَى جَنْبِ الطَّرِيْقِ عِنْدَ الْكَثِيْبِ الْأَحْمَرِ».
“Sesungguhnya Nabi Musa u berkata, “Ya Allah, dekatkanlah aku kepada tanah suci sejauh satu lemparan dengan batu.” Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Demi Allah, seandainya aku ada disampingnya, tentu aku beritahu kalian letak makam Musa, yaitu di tepi jalan di sebelah bukit pasir merah.”
Ketika menjelaskan maksud hadits tersebut, al-Hafizh al-’Iraqi berkata:
وَفِيْهِ اسْتِحْبَابُ مَعْرِفَةِ قُبُوْرِ الصَّالِحِيْنَ لِزِيَارَتِهَا وَالْقِيَامِ بِحَقِّهَا، وَقَدْ ذَكَرَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم لِقَبْرِ السَّيِّدِ مُوْسَى u عَلاَمَةً هِيَ مَوْجُوْدَةٌ فِيْ قَبْرٍ مَشْهُوْرٍ عِنْدَ النَّاسِ اْلآَنَ بِأَنَّهُ قَبْرُهُ، وَالظَّاهِرُ أَنَّ الْمَوْضِعَ الْمَذْكُوْرَ هُوَ الَّذِيْ أَشَارَ النَّبِيُّ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلاَمُ.
“Hadits tersebut menjelaskan anjuran mengetahui makam orang-orang saleh untuk dizarahi dan dipenuhi haknya. Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah menyebutkan tanda-tanda makam Nabi Musa u yaitu pada makam yang sekarang dikenal masyarakat sebagai makam beliau. Yang jelas, tempat tersebut adalah makam yang ditunjukkan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam.” (Tharh al-Tatsrib, [3/303]).
Pada dasarnya ziarah kubur itu sunnat dan ada pahalanya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : « كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ فَزُوْرُوْهَا » رَوَاهُ مُسْلِمٌ (٧/٤٦). وَفِيْ رِوَايَةٍ « فَمَنْ أَرَادَ أَنْ يَزُوْرَ الْقُبُوْرَ فَلْيَزُرْ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُنَا اْلآَخِرَةَ».
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Dulu aku melarang kamu ziarah kubur. Sekarang ziarahlah.” (HR. Muslim). Dalam satu riwayat, “Barangsiapa yang hendak ziarah kubur maka ziarahlah, karena hal tersebut dapat mengingatkan kita pada akhirat.” (Riyadh al-Shalihin [bab 66]).
Di sini mungkin ada yang bertanya, adakah dalil yang menunjukkan bolehnya ziarah kubur dengan tujuan tabarruk dan tawassul? Sebagaimana dimaklumi, tabarruk itu punya makna keinginan mendapat berkah dari Allah subhanahu wa ta’ala dengan berziarah ke makam nabi atau wali. Kemudian para nabi itu meskipun telah pindah ke alam baka, namun pada hakekatnya mereka masih hidup. Dengan demikian, tidak mustahil apabila mereka merasakan datangnya orang yang ziarah, maka mereka akan mendoakan peziarah itu kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: «اَلاَنْبِيَاءُ أَحْيَاءٌ فِيْ قُبُوْرِهِمْ يُصَلُّوْنَ» رواه البيهقي.
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Para nabi itu hidup di alam kubur mereka seraya menunaikan shalat.” (HR. al-Baihaqi dalam Hayat al-Anbiya’, [1]).
Sebagai penegasan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang telah wafat, dapat mendoakan orang yang masih hidup, adalah hadits berikut ini:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ رضي الله عنه عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: «حَيَاتِيْ خَيْرٌ لَكُمْ تُحْدِثُوْنَ وَيُحْدَثُ لَكُمْ وَمَمَاتِيْ خَيْرٌ لَكُمْ فَإِذَا أَنَا مِتُّ عُرِضَتْ عَلَيَّ أَعْمَالُكُمْ فَإِنْ رَأَيْتُ خَيْرًا حَمِدْتُ اللهَ وَإِنْ رَأَيْتُ غَيْرَ ذَلِكَ اِسْتَغْفَرْتُ لَكُمْ » رَوَاهُ الْبَزَّارُ.
“Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Hidupku lebih baik bagi kalian. Kalian berbuat sesuatu, aku dapat menjelaskan hukumnya. Wafatku juga lebih baik bagi kalian. Apabila aku wafat, maka amal perbuatan kalian ditampakkan kepadaku. Apabila aku melihat amal baik kalian, aku akan memuji kepada Allah. Dan apabila aku melihat sebaliknya, maka aku memintakan ampun kalian kepada Allah.” (HR. al-Bazzar, [1925]).
Karena keyakinan bahwa para nabi itu masih hidup di alam kubur mereka, kaum salaf sejak generasi sahabat melakukan tabarruk dengan Nabi shallallahu alaihi wa sallam setelah beliau wafat. Hakekat bahwa para nabi dan orang saleh itu masih hidup di alam kubur, sehingga para peziarah dapat bertabarruk dan bertawassul dengan mereka, telah disebutkan oleh Syaikh Ibn Taimiyah berikut ini:
وَلاَ يَدْخُلُ فِيْ هَذَا الْبَابِ (أَيْ مِنَ الْمُنْكَرَاتِ عِنْدَ السَّلَفِ) مَا يُرْوَى مِنْ أَنَّ قَوْمًا سَمِعُوْا رَدَّ السَّلاَمِ مِنْ قَبْرِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَوْ قُبُوْرِ غَيْرِهِ مِنَ الصَّالِحِيْنَ وَأَنَّ سَعِيْدَ بْنِ الْمُسَيَّبِ كَانَ يَسْمَعُاْلأَذَانَ مِنَ الْقَبْرِ لَيَالِيَ الْحَرَّةِ وَنَحْوُ ذَلِكَ فَهَذَا كُلُّهُ حَقٌّ لَيْسَ مِمَّا نَحْنُ فِيْهِ وَاْلأَمْرُأَجَلُّ مِنْ ذَلِكَ وَأَعْظَمُ وَكَذَلِكَ أَيْضًا مَا يُرْوَى أَنَّ رَجُلاً جَاءَ إِلَى قَبْرِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَشَكَا إِلَيْهِ الْجَدَبَ عَامَ الرَّمَادَةِ فَرَآهُ وَهُوَ يَأْمُرُهُ أَنْ يَأْتِيَ عُمَرَ فَيَأْمُرَهُأَنْ يَخْرُجَ فَيَسْتَسْقِي النَّاسُ فَإِنَّ هَذَا لَيْسَ مِنْ هَذَا الْبَابِ وَمِثْلُ هَذَا يَقَعُ كَثِيْرًا لِمَنْهُوَ دُوْنَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم وَأَعْرِفُ مِنْ هَذِهِ الْوَقَائِعِ كَثِيْرًا. (الشيخ ابن تيمية، اقتضاء الصراط المستقيم ١/٣٧٣).
“Tidak masuk dalam bagian ini (kemungkaran menurut ulama salaf) adalah apa yang diriwayatkan bahwa sebagian kaum mendengar jawaban salam dari makam Nabi shallallahu alaihi wa sallam atau makam orang-orang saleh, juga Sa’id bin al-Musayyab mendengar adzan dari makam Nabi shallallahu alaihi wa sallam pada malam-malam peristiwa al-Harrah dan sesamanya. Ini semuanya benar, dan bukan yang kami persoalkan. Persoalannya lebih besar dan lebih serius dari hal tersebut. Demikian pula bukan termasuk kemungkaran, adalah apa yang diriwayatkan bahwa seorang laki-laki datang ke makam Nabi shallallahu alaihi wa sallam lalu mengadukan musim kemarau kepada beliau pada tahun ramadah (paceklik). Lalu orang tersebut bermimpi Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan menyuruhnya untuk mendatangi Umar bin al-Khaththab agar keluar melakukan istisqa’ dengan masyarakat. Ini bukan termasuk kemungkaran. Hal semacam ini banyak sekali terjadi dengan orang-orang yang kedudukannya di bawah Nabi shallallahu alaihi wa sallam, dan aku sendiri banyak mengetahui peristiwa-peristiwa seperti ini.” (Syaikh Ibn Taimiyah, Iqtidha’ al-Shirath al-Mustaqim, juz. 1, hal. 373).
Kisah laki-laki yang datang ke makam Nabi shallallahu alaihi wa sallam di atas, telah dijelaskan secara lengkap oleh al-Hafizh Ibn Katsir al-Dimasyqi, murid terkemuka Syaikh Ibn Taimiyah, dalam kitabnya al-Bidayah wa al-Nihayah. Beliau berkata:
وَقَالَ الْحَافِظُ اَبُوْ بَكْرٍ الْبَيْهَقِيُّ اَخْبَرَنَا اَبُوْ نَصْرٍ بْنُ قَتَادَةَ وَاَبُوْ بَكْرٍ الْفَارِسِيُّقَالَا حَدَّثَنَا اَبُوْ عُمَرِ بْنِ مَطَرٍ حَدَّثَنَا اِبْرَاهِيْمُ بْنُ عَلِيٍّ الذُّهْلِيُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُيَحْيَى حَدَّثَنَا اَبُوْ مُعَاوِيَةَ عَنِ اْلأَعْمَشِ عَنْ اَبِيْ صَالِحٍ عَنْ مَالِكٍ قَالَ اَصَابَ النَّاسَ قَحْطٌفِيْ زَمَنِ عُمَرِ بْنِ الْخَطَّابِ فَجَاءَ رَجُلٌ اِلَى قَبْرِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَيَارَسُوْلَ اللهِ اِسْتَسْقِ اللهَ لِاُمَّتِكَ فَاِنَّهُمْ قَدْ هَلَكُوْا فَأَتَاهُ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِي الْمَنَامِ فَقَالَ اِيْتِ عُمَرَ فَأَقْرِءْهُ مِنِّي السَّلاَمَ وَاَخْبِرْهُمْ اِنَّهُمْ مُسْقَوْنَ وَقُلْلَهُ عَلَيْكَ بِالْكَيْسِ الْكَيْسِ فَاَتَى الرَّجُلُ فَاَخْبَرَ عُمَرَ فَقَالَ يَارَبِّ مَا آَلُوْا اِلاَّ مَا عَجَزْتُعَنْهُ، وَهَذَا اِسْنَادٌ صَحِيْحٌ. (الحافظ ابن كثير، البداية والنهاية ٧/٩۲ وقال في جامع المسانيد ١/۲٣٣: اسناده جيد قوي، وروى هذا الحديث ابن ابي خيثمة. انظر: الاصابة ٣/٤٨٤، والخليلي في الارشاد ١/٣١٣ وابن عبد البر في الاستيعاب ۲/٤٦٤ وصححه الحافظ ابن حجر في “ فتح الباري “ ۲/٤٩٥.
“Al-Hafizh Abu Bakar al-Baihaqi berkata, Abu Nashr bin Qatadah dan Abu Bakar al-Farisi mengabarkan kepada kami, Abu Umar bin Mathar mengabarkan kepada kami, Ibrahim bin Ali al-Dzuhli mengabarkan kepada kami, Yahya bin Yahya mengabarkan kepada kami, Abu Muawiyah mengabarkan kepada kami, dari al-A’masy, dari Abu Shalih, dari Malik al-Dar, bendahara pangan Khalifah Umar bin al-Khaththab, bahwa musim paceklik melanda kaum Muslimin pada masa Khalifah Umar. Maka seorang sahabat (yaitu Bilal bin al-Harits al-Muzani) mendatangi makam Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan mengatakan: “Hai Rasulullah, mohonkanlah hujan kepada Allah untuk umatmu karena sungguh mereka benar-benar telah binasa”. Kemudian orang ini bermimpi bertemu dengan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan beliau berkata kepadanya: “Sampaikan salamku kepada Umar dan beritahukan bahwa hujan akan turun untuk mereka, dan katakan kepadanya “bersungguh-sungguhlah melayani umat”. Kemudian sahabat tersebut datang kepada Umar dan memberitahukan apa yang dilakukannya dan mimpi yang dialaminya. Lalu Umar menangis dan mengatakan: “Ya Allah, saya akan kerahkan semua upayaku kecuali yang aku tidak mampu”. Sanad hadits ini shahih. (Al-Hafizh Ibn Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, juz 7, hal. 92. Dalam Jami’ al-Masanid juz i, hal. 233, Ibn Katsir berkata, sanadnya jayyid (baik). Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibn Abi Khaitsamah, lihat al-Ishabah juz 3, hal. 484, al-Khalili dalam al-Irsyad, juz 1, hal. 313, Ibn Abdil Barr dalam al-Isti’ab, juz 2, hal. 464 serta dishahihkan oleh al-Hafizh Ibn Hajar dalam Fath al-Bari, juz 2, hal. 495).
Apabila hadits di atas kita cermati dengan seksama, maka akan kita pahami bahwa sahabat Bilal bin al-Harits al-Muzani radhiyallahu ‘anhu tersebut datang ke makam Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dengan tujuan tabarruk, bukan tujuan mengucapkan salam. Kemudian ketika laki-laki itu melaporkan kepada Sayidina Umar radhiyallahu ‘anhu, ternyata Umar radhiyallahu ‘anhu tidak menyalahkannya. Sayidina Umar radhiyallahu ‘anhu juga tidak berkata kepada laki-laki itu, “Perbuatanmu ini syirik”, atau berkata, “Mengapa kamu pergi ke makam Rasul shallallahu alaihi wa sallam untuk tujuan tabarruk, sedangkan beliau telah wafat dan tidak bisa bermanfaat bagimu”. Hal ini menjadi bukti bahwa bertabarruk dengan para nabi dan wali dengan berziarah ke makam mereka, itu telah dilakukan oleh kaum salaf sejak generasi sahabat, tabi’in dan penerusnya.
Imam Syafi’i pun Berziarah dan Bertawassul ke Makam Imam Abu Hanifah
Written by Tim Sarkub | 14/11/2011 | 2
Ziarah kubur adalah sesuatu yang diperbolehkan dalam agama. Larangan berziarah kubur telah dihapus oleh hadits Nabi:
” كنت نهيتكم عن زيارة القبور ألا فزوروها ”
Maknanya : “Dulu aku melarang kalian untuk ziarah kubur, sekarang berziarahlah ke kuburan”.
Bahkan Rasulullah menganjurkan untuk melakukan ziarah kubur dengan menjelaskan hikmahnya:
” زوروا القبور فإنها تذكركم بالآخرة ” رواه البيهقي
Maknanya : “Berziarahlah kalian ke kuburan, sungguh hal itu akan mengingatkan kalian kepada akhirat” (H.R. al Bayhaqi)
Begitu pula Imam Syafi’i pun berziarah ke Makam Imam Abu Hanifah, bahkan bertawassul kepadanya.
Lihat scan kitab dibawah ini!!
Tarikh Baghdad
Karya al Imam al Hafizh Abu Bakr Ahmad bin Ali; yang lebih dikenal dengan al Khathib al Baghdadi (w 463 H)
Berikut ini adalah terjemahan yang di tandai:
— dengan sanadnya —- berkata: Aku mendengar Imam asy Syafi’i berkata: Sesungguhnya saya benar-benar melakukan tabarruk (mencari berkah) kepada Imam Abu Hanifah, aku mendatangi makamnya setiap hari untuk ziarah, jika ada suatu masalah yang menimpaku maka aku shalat dua raka’at dan aku mendatangi makam Imam Abu Hanifah, aku meminta kepada Allah agar terselesaikan urusanku di samping makam beliau, hingga tidak jauh setelah itu maka keinginanku telah dikabulkan”.
Disebutkan bahwa di sana (komplek makam Imam Abu Hanifah) terdapat makam salah seorang anak Sahabat Ali bin Abi Thalib, dan banyak orang menziarahinya untuk mendapatkan berkah di sana.
Imam Ibrahim al Harbi berkata: “Makam Imam Ma’ruf al Karkhi adalah obat yang mujarab”.
Dalam lembaran scan ke tiga disebutkan beberapa riwayat yang menyebutkan bahwa di komplek pemakaman tempat Imam Abu Hanifah dikuburkan (Kufah) terdapat salah salah seorang anak cucu dari Imam Ali bin Abi Thalib yang sering dijadikan tempat ziarah dan mencari berkah oleh orang-orang Islam.
Lagi-lagi fakta ini menohok Wahabi yang mengatakan tawassul dengan orang yang sudah meninggal sebagai perbuatan syirik dan kufur. Anda tanya orang-orang Wahabi itu: Siapa di antara kalian yang berani mengkafirkan Imam Syafi’i???
Ziarah Kubur Bagi Wanita
Di antara ulama yang mengatakan bahwa ziarah kubur bagi wanita dilarang adalah Al-Imam Muhammad bin Muhammad Al-Abdary Al-Maliki, terkenal dengan sebutan “Ibnu al-Hajj”. Ia berkata:
“Dan selayaknya baginya (laki-laki) untuk melarang wanita-wanita untuk keluar ziarah kubur meskipun wanita-wanita tersebut memiliki makam (karena si mayat adalah keluarga atau kerabatnya) sebab As-Sunnah telah menghukumi/menetapkan bahwa mereka (para wanita) tidak diperkenankan untuk keluar rumah untuk ziarah kubur”. (Lihat Madkhal As-Syar‘i Asy-syarif 1/250) Sementara ulama yang menyatakan ziarah kubur bagi wanita boleh antara lain berpedoman pada hadits riwayat Imam Al-Bukhari meriwayatkan hadits dari Anas bin Malik RA bahwa: Rasulullah SAW melewati seorang wanita yang sedang berada di sebuah kuburan, sambil menangis. Maka Rasulullah SAW berkata padanya: “Bertaqwalah engkau kepada Allah SWT. dan bersabarlah.” Maka berkata wanita itu : “Menjauhlah dariku, engkau belum pernah tertimpa musibah seperti yang menimpaku”, dan wanita itu belum mengenal Nabi SAW, lalu disampaikan padanya bahwa dia itu adalah Rasulullah SAW, ketika itu, ia bagai ditimpa perasaan seperti akan mati (karena merasa takut dan bersalah). Kemudian wanita itu mendatangi pintu (rumah) Rasulullah SAW dan dia berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku (pada waktu itu) belum mengenalmu,” maka Nabi SAW berkata: Sesungguhnya yang dinamakan sabar itu adalah ketika (bersabar) pada pukulan (cobaan) pertama.” Al-Bukhari memberi terjemah (judul bab) untuk hadits ini dengan judul “Bab tentang ziarah kubur,” menunjukkan bahwa beliau tidak membedakan antara laki-laki dan wanita dalam berziarah kubur. (Lihat Shohih Al-Bukhari 3/110-116). Al-Imam Al-Qurthubi berkata : “Laknat yang disebutkan di dalam hadits adalah bagi wanita-wanita yang memperbanyak ziarah karena bentuk lafazhnya menunjukkan mubalaghah (berlebih-lebihan)”. Dan sebabnya mungkin karena hal itu akan membawa wanita kepada penyelewengan hak suami, berhias diri belebihan dan akan memunculkan teriakan, erangan, raungan dan semisalnya. Jika semua hal tersebut tidak terjadi, maka tidak ada yang bisa mencegah untuk memberikan izin kepada para wanita untuk ziarah kubur, sebab mengingat mati diperlukan bagi laki-laki maupun wanita”. (Lihat: Al Jami’ li Ahkamul Qur`an). Sebenarnya, hukum ziarah kubur bagi laki-laki dan perempuan adalah sunnah. Sebab hikmah ziarah kubur adalah untuk mendapat pelajaran dan ingat akhirat serta mendoakan ahli kubur agar mendapat ampunan dari Allah SWT. Ziarah kubur yang dilarang adalah pemujaan, menyembah dan meminta-minta kepada penghuni kubur. Adapun hadits yang menyatakan larangan ziarah kubur bagi wanita itu telah dicabut dan hukum berziarah baik laki-laki maupun perempuan adalah sunnah. Dalam kitab Sunan at-Tirmidzi disebutkan: “Sebagian ahli ilmu mengatakan bahwa hadits itu (larangan ziarah kubur bagi perempuan) diucapkan sebelum Nabi SAW membolehkan untuk melakukan ziarah kubur. Setelah Rasulullah saw membolehkannya, laki-laki dan perempuan tercakup dalam kebolehan itu”. (Sunan At-TIrmidzi: 976)
وَسُئِلَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ زِيَارَةِ قُبُوْرِالأَوْلِيَآءِ فِيْ زَمَنٍ مُعَيَّنٍ مَعَ الرِّحْلَةِ إِلَيْهَا… فَأَجَابَ بِقَوْلِهِ ِزيَارَةِ قُبُوْرِالأَوْلِيَاءِ قُرْبَةٌ مُسْتَحَبَّةٌ وَكَذَا الرِّحْلَةُ إِلَيْهَا…
“Ibnu Hajar Al-Haitami pernah ditanya tentang ziarah ke makam para wali, pada waktu tertentu dengan melakukan perjalanan khusus ke makam mereka. Beliau menjawab: “berziarah ke makam para wali adalah ibadah yang disunnahkan. Demikian pula dengan perjalanan ke makam mereka.” (Al-Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyah, juz II : 24).
Tradisi Ziarah Kubur
Pada masa awal Islam, rasulullah SAW memang melarang umat Islam untuk melakukan ziarah kubur. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga aqidah umat Islam. Rasulullah SAW hawatir kalau ziarah kubur diperbolehkan, umat Islam akan menjadi penyembah kuburan. Seteleh akidah umat Islam kuat dan tidak ada kekhawatian untuk berbuat syirik, Rasulullah SAW membolehkan pra sahabatnya untuk melakukan ziarah kubur. Karena ziarah kubur dapat membantu umat Islam untuk mengingat saat kematiaanya.
Buraidah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Saya pernah melarang kamu berziarah kubur. Tapi sekarang Muhammad tetah diberi izin untuk berziarah ke makam ibunya. Maka sekarang, berziarahlah! Karena perbuatan itu dapat mengingatkan kamu kepada akhirat.” (HR. At-Tirmidzi)
Dengan adanya hadits ini maka ziarah kubur itu hukumnya baoleh bagi laki-laki dan perempuan. Namun demikian bagaimana dengan hadits Nabi SAW yang secara tegas menyatakan larangan perempuan berziarah kubur?
Abu Hurairah meriwayatkan Rasulullah SAW melaknat wanita yang berziarah kubur. (HR Ahmad bin Hanbal)
Menyikapi hadits ini ulama menyatakan bahwa larangan itu telah dicabut menjadi sebuah kebolehan berziarah baik laki-laki maupun perempuan. Dalam kitab Sunan at-Tirmidzi disebutkan:
Sebagian ahli ilmu mengatakan bahwa hadits itu diucapkan sebelum Nabi SAW membolehkan untuk melakukan ziarah kubur. Setelah Rasulullah SAW membolehkannya, laki-laki dan perempuan tercakup dalam kebolehan itu. (Sunan At-TIrmidzi, [976]
Ibnu Hajar Al-Haitami pernah ditanya tentang ziarah ke amakam para wali, beliau mengatakan:
Beliau ditanya tentang berziarah ke makam para wali pada waktu tertentu dengan melakukan perjalanan khisus ke makam mereka. Beliau menjawab, berziarah ke makam para wali adalah ibadah yang disunnahkan. Demikian pula dengan perjalanan ke makam mereka. (Al-Fatawi al-Kubra al-Fiqhiyah, juz II, hal 24).
Ketika berziarah seseorang dianjurkan untuk membaca Al-Qur’an atau lainya. Ma’qil bin Yasar meriwayatkan Rasul SAW bersabda: Bacalah surat Yasin pada orang-orang mati di antara kamu. (HR Abu Daud)
Maka, Ziarah kubur itu memang dianjurkan dalam agama Islam bagi laki-laki dan perempuan, sebab didalamnya terkandung manfaat yang sangat besar. Baik bagi orang yang telah meninggal dunia berupa hadia pahala bacaan Al-Qur’an, atau pun bagi orang yang berziarah itu sendiri, yakni mengingatkan manusia akan kematian yang pasti akan menjemputnya.
Problematika Ziarah Kubur
Akhir-akhir ini banyak orang yang membingungkan tentang hukum ziarah kubur hal ini membuat risaunya kaum awam yang sudah melakukannya sejak dahulu kala bahkan ziarah kubur itu sudah dikerjakan oleh nenek moyang para muslimin, lebih-lebih menjelang masuknya kita kedalam bulan suci Ramadhan para muslimin berbondong-bondong menuju kemakam kerabat-kerabat mereka dan hal itu dikenal didalam khalayak suku jawa dengan nyekar.
Ziarah adalah hal yang dianjurkan & diperintahkan agar kaum muslimin melakukannya bahkan Nabi Muhammad SAW dan para sahabat beliau melakukan ziarah kubur tersebut, diceritakan Nabi Muhammad SAW berziarah kepada perempuan yang selalu menghabiskan waktunya untuk membersihkan masjid, bahkan diriwayatkan oleh Imam Muslim “ Nabi Muhammad SAW berziarah pada makam ibunya dan disitu beliau menangis dan membuat orang-orang yang disampingnya menangis.
Adapun dari hadits Rosulullah SAW bersabda :
نهيتكم عن زيارة القبور فزوروها ( أخرجه الامام مسلم في صحيحه 46-7
Artinya : “ Dahulu aku melarang kalian untuk ziarah kubur sekarang ziarahlah kalian semua” ( HR: Imam Muslim ). Dan disebutkan didalam riwayat Imam Ibnu Majah, Rosul SAW bersabda :
كنت قد نهيتكم عن زيارة القبور فزوروها فإنّها تزهد في الدّنيا وتذكركم الأخرة.(أخرجه ابن ماجة 1-501
Artinya : “Dahulu aku melarang ziarah kubur, sekarang ziarahlah kalian semua karena sesungguhnya ziarah itu membuat kalian tidak tamak kepada dunia dan mengingatkanmu akan akhirat.
Dari hadits-hadits ini kita bisa ambil kesimpulan bahwa ziarah kubur itu hukumnya sunnah , dan juga para ulama’ pun ikut memberikan pendapat demikian sebagaimana diriwayatkan oleh ibnu Qodamah didalam kitab Mughni Imam Ahmad bin Hanbal beliau ditanya tentang ziarah kubur apakah lebih afdol ziarah kubur atau meninggalkannya ? maka beliaupun menjawab : “ ziarah kubur lebih afdol “. Doktor Muhammad Romadhon Albuthi semoga Allah menjaganya berkata : “sekarang ini banyak dari manusia yang mengingkari pembacaan Al-Qur’an yang pahalanya ditujukan pada orang-orang meninggal dan menganggap remeh ziarah pada orang yang telah meninggal mungkin mereka yang mengatakan seperti itu mengingkari perintah Rosulullah SAW.”
Terlebih lagi dianjurkan bagi kaum muslimin untuk berziarah kepada makam Nabi Muhammad SAW karena perbuatan itu termasuk paling agungnya hal yang baik, paling mudahnya jalan untuk menuju kederajat yang tinggi, berkata Syeikh Yusuf : “ Barang siapa yang berkeyakinan tidak seperti hal ini maka dia benar-benar telah berpaling dari Allah SWT, Rosul-NYA dan kelompok ulama’yang telah dipanuti.
Berkata Al-Qodhiy I’yad Rakhimahullah : “ Ziarah kemakam Rosul SAW itu merupakan ajaran dari ajarannya kaum muslimin yang sudah disepakati dan fadhilahnya sangatlah banyak.” Termasuk dari sunnah muakkadah menuju Madinah Almunawwarah untuk berziarah kemakam Nabi Muhammad SAW dan juga ke taman dari taman surga, Nabi Muhammad SAW bersabda :
ما بين قبري ومنبري روضة من رياض الجنّة ومنبري على حوضي ( أخرجه البخاري 1196 & مسلم 3357
Artinya : “ Antara makamku dan mimbarku adalah taman dari taman surga dan mimbarku di atas telagaku.”) HR imam Bukhori & imam Muslim )
Nabi Muhammad SAW pun bersabda :
من زار قبري وجبت له شفاعتي ( أخرجه الدار القطني 2-278
Artinya : “ Barang siapa ziarah makamku maka wajib baginya mendapat syafaatku.”
Di dalam hadits yang lain Rosul SAW bersabda :
من زارني بالمدينة محتسبا كنت له شهيدا وشفيعا يوم القيامة ( ذكره السيوطي في الجامع الصغير 8716 ورمز لحسنه
وروي : من حجّ البيت ولم يزرني فقد جفاني
Artinya : “ Barang siapa yang berziarah kepadaku di madinah ikhlas maka aku menjadi saksi dan pemberi syafa’at kelak hari kiamat.” Diriwayatkan pula : “ barang siapa yang berangkat ibadah haji dan tidak berziarah padaku maka dia benar-benar telah menjadikanku bangkai.”
Dan ziarah kemakam Nabi Muhammad SAW setelah beliau meninggal seperti ziarah kepada beliau ketika beliau hidup, hal ini berkaitan dengan hadits Nabi Muhammad SAW :
من حجّ فزار قبري بعد وفاتي فكأنما زارني في حياتي ) أخرجه الدار قطني 2-278 )
Artinya : “Barang siapa yang melakukan ibadah haji kemudian dia berziarah ke makamku setelah aku meninggal maka dia seperti berziarah padaku ketika aku hidup.”
Di dalam hadits yang lain Rosulullah SAW bersabda :
من زارني بعد مماتي فكأنما زارني في حياتي ومن مات في أحد الحرمين بعث من الأمنين يوم القيامة
(أخرجه الدار قطني 2-278 )
Artinya : “ Barang siapa yang berziarah padaku setelah aku meninggal maka dia seperti berziarah kepadaku ketika aku hidup dan barang siapa yang meninggal di salah satu dari 2 tanah haram ( haram Mekkah & haram Madinah ) maka dia dibangkitkan di hari kiamat dan tergolong orang-orang yang aman.”
Adapun amal dari para sahabat didalam berziarah diriwayatkan Sy. Umar bin Khottob keluar ke masjid Nabawy dan mendapati kemudian beliau mendapati Sy. Mua’dz disisi makam Rosulullah SAW dan Sy Mua’dz menangis….
Dan diriwayatkan didalam kita musnad Al-Firdaus, Rosulullah SAW bersabda :
” من حجّ إلى مكّة ثمّ قصدني في مسجدي كتبت له حجّتان مبرورتان “
Artinya : “Barang siapa yang hajji ke kota Makkah kemudian di bermaksud menuju masjid ku, maka dia dicatat sebagai orang yang melakukan 2 ibadah haji yang di terima oleh Allah SWT.”
Dari hadits-hadits Nabawiyyah & perkataan ulama’ yang telah kita baca maka ziarah kubur hukumnya adalah sunnah dan sangat dianjurkan oleh syariat akan tetapi bagi kaum hawa diperbolehkan untuk berziarah dengan syarat aman dari fitnah yang bisa mengundang adanya kemaksiatan dari segi berpakaian dsb dan ditambah bagi yang sudah bersuami harus mendapat izin suaminya terlebih dahulu.
Semoga bayan ini bermanfaat amin ya robbal alamin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar