Mohon penjelasannya ya ustadz. Jazaakumullahu khayran.. Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du, Di surat an-Nisa Allah merinci siapa saja wanita yang haram dinikahi, alias mahram,
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ … وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ … وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ
Diharamkan bagi kalian untuk menikahi ibu kalian, putri kalian…., ibu dari istri kalian…., wanita yang menjadi istri dari anak keturunan kalian, dan janganlah kalian menggabungkan dua saudara. (QS. An-Nisa: 23) Dalam ayat di atas, Allah menyebutkan hubungan mahram antara menantu dan mertua,1. Ibu dari istri kalian: Ibu mertua. Ini jika yang bersangkutan sebagai suami. Jika yang bersangkutan sebagai istri, yang menjadi mahramnya adalah bapak mertua.
2. Wanita yang menjadi istri dari anak keturunan kalian: menantu perempuan. Jika dibalik, suami bagi anak keturunan kalian: menantu laki-laki. Karena hubungannya mahram, maka antara menantu dan mertua tidak boleh saling menikah selamanya. Meskipun pasangan suami istri itu sudah berpisah, baik melalui perceraian atau meninggal dunia. Karena status hubungan mahram, tidak bisa diubah, dihilangkan atau dicabut. Sekali menjadi mahram, selamanya akan menjadi mahram.
Syarat Mahram Antara Menantu dan Mertua Jika si Putra dan si Putri melangsungkan akad nikah, kemudian terjadi perceraian atau salah satu meninggal sebelum terjadi hubungan badan, apakah mereka menjadi mahram bagi mertuanya?
Dalam hal ini ada dua pendapat ulama, Pertama, mereka bisa menjadi mahram hanya dengan akad nikah, meskipun belum terjadi hubungan. Ini adalah pendapat mayoritas ulama.
إن من تزوج امرأة ثم طلقها قبل الدخول بها أو ماتت لا يجوز له أن يتزوج أمها عند عامة العلماء
”Orang yang menikahi wanita, kemudian dia menceraikannya sebelum hubungan badan dengannya atau istrinya meninggal, maka orang ini tidak boleh menikahi ibu mertuanya, menurut mayoritas ulama.” (Badai as-Shanai, 2/258) Kedua, mereka baru bisa menjadi mahram dengan mertuanya, hingga terjadi hubungan badan setelah akad.وقال مالك وداود الأصفهاني ومحمد بن شجاع البلخي وبشر المريسي : إن أم الزوجة لا تحرم على الزوج بنفس العقد ما لم يدخل ببنتها
“Imam Malik, Daud al-Asfahani, Muhammad bin Syuja’ al-Bulkhi, dan Bisyr al-Marisi berpendapat, bahwa ibu mertua tidak bisa menjadi mahram dengan anak menantunya, hanya dengan sebab akad, selama dia belum berhubungan badan dengan putrinya.” (Badai as-Shanai, 2/258)Allahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar