Bulan
maulid telah tiba. Lantunan barzanji, dhiba’ dan puji-pujian kepada
Rasulullah saw menggema di setiap surau, masjid dan mushalla, lapangan
hingga kantor-kantor.
Begitulah suasana maulid dimeriahkan umat muslim Nusantara. Bulan maulid adalah bulan suka-cita. Cerah sinarnya menyibakkan kegelapan yang menyelimuti ummat manusia. Meski tradisi peringatan maulid telah berurat-akar di tanah air ini, tidak ada salahnya jika dikemukakan kembali beberapa alasan penting diadakannya maulid Nabi saw.
Dalam bukunya Kalimatun Hadi’atun fil Bid’ah, Kalimatun Hadi’atun fil Ihtifal bil Maulid, Kalimatun Hadi’atun fil Istighatsah, Dr. Oemar Abdullah Kamil menerangkan beberapa hal yang berhubungan tentang peringatan maulid Rasulullah saw. Ada Sepuluh alasan yang menjadikan pentingnya memperingati Maulid Nabi yaitu:
Pertama, bahwa Allah swt memberkati dan mengagungkan hari dan tanah kelahiran para nabi. Apalagi hari kelahiran Rasulullah saw. Oleh karena itu sudah sepantasnya kita sebagai umat Rasulullah memuliakan hari kelahirannya. Hal ini berdasar pada kisahkan dalam sebuah hadits yang dinukil oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari jilid VII bahwa ketika dalam perjalanan Mi’raj, Rasulullah saw diperintahkan Jibril shalat dua rekaat di Bethlehem. Setelah Rasulullah saw. selesai shalat, Jibril lalu bertanya “apakah kamu tahu di mana kamu shalat saat itu? Rasulullah saw menjawab “tidak” dan jibril berkata lagi “kamu shalat di Bethlehem tempat kelahiran Nabi Isa”. Demikian potongan hadits tersebut:
…ثم
قال لي انزل فصل فنزلت وصليت فقال لي اتدري اين صليت ؟ فقلت لا، قال صليت
في بيت لحم بناحية بيت المقدس، حيث ولد عيسى بن مريم عليه السلام ثم ركبت
فمضينا
Hadits di atas membuktikan betapa Allah dan Rasul-Nya menghormati tanah kelahiran Nabi Isa as sebagai Nabi Allah swt. Sekaligus juga menunjukan kesadaran beliau akan arti sebuah sejarah bagi kehidupan umat manusia.
Demikian pula Allah swt merahmati hari hari kelahiran Nabi Isa dengan kesejahteraan sebagaimana temaktub dalam surat Maryam ayat 33.
وَالسَّلامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ
Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan (Maryam: 33)
Jikalau Allah swt memberkati hari kelahiran Nabi Isa as, bukankah berarti hari kelahiran Rasulullah saw lebih diberkati dan dilimpahi kesejahteraan? Sesungguhnya semua hari itu sama, diciptakan dan ditentukan oleh Allah swt, oleh karenanya Ia berhak memuliakan dan meng-istimewakan hari-hari pilihan-Nya. Hal ini dapat dibuktikan dalam beberapa ayat dalam al-Qur’an dimana Allah dengan tegas menentukan nilai dari hari-hari (ayyam) tersebut. Diantaranya dalam Surat Ibrahim ayat 5 dan al-Jatsiyah ayat 14
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا مُوسَى بِآياتِنَا أَنْ أَخْرِجْ قَوْمَكَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَذَكِّرْهُمْ بِأَيَّامِ اللَّهِ
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa ayat-ayat Kami, (dan Kami perintahkan kepadanya): "Keluarkanlah kaummu dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah” (Ibrahim: 5)
قُلْ لِلَّذِينَ آمَنُوا يَغْفِرُوا لِلَّذِينَ لَا يَرْجُونَ أَيَّامَ اللَّهِ لِيَجْزِيَ قَوْمًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Katakanlah kepada orang-orang yang beriman hendaklah mereka memaafkan orang-orang yang tiada takut hari-hari Allah karena Dia akan membalas sesuatu kaum terhadap apa yang telah mereka kerjakan (al-Jasiyah: 14).
Alasan kedua pentingnya memperingati maulid Nabi adalah bertolak dari kisah Abu Lahab, paman Rasulullah saw yang memerdekakan budaknya bernama Tsuwaibah al-Aslamiyyah pada hari kelahiran Rasulullah saw. Begitu girangnya Abu Lahab atas kelahiran keponakannya yang bernama Muhammad saw, sehingga ia memerdekakan Tsuwaibah al-Aslamiyyah yang sekaligus berlaku sebagai orang pertama yang menyusui Muhammad saw.
Walaupun dalam Surat al-Lahab, Allah swt telah memfonisnya sebagai orang yang celaka di dalam neraka, tetapi berkat rasa girangannya semasa hidup atas kelahiran Muhammad saw, ia pun mendapatkan syafaat setiap hari senin dengan merasakan kesejukan. Begitulah di ceritakan oleh Ibnu Katsir dalam kitabnya Bidayah wan Nihayah halaman 272-273.
Cerita Ibn Katsir ini juga termuat dalam hadits shahih bukhari dalam kitab nikah “sesungguhnya Abu Lahab berkata kepada saudaranya Abbas di dalam mimpinya: “sungguh dia telah meringankan penderitaanku setiap hari senin”.
Begitu pentingnya riwayat ini sehingga al-hafidz Syamsyuddin bin Nashiruddin ad-Dimasyqi dalam kitabnya Mawridus Shadi fi Maulidil Hadi menuturkan:
Jikalau seorang kafir ini telah dicela dengan ‘tabbat yada…’ yang kekal di neraka.Telah diringankan setiap hari Senin karena bergembira dengan kelahiran Muhammad. Maka, apa yang kira-kira akan dianugerahkan kepada hamba yang selalu berbahagia dengan kelahiran Rasul-Nya selama hayat hingga meninggal dalam Islam?
Alasan ketiga mengapa harus memperingati hari maulid adalah bahwa Rasulullah saw sendiri mementingkan berpuasa pada hari tersebut. Yaitu setiap hari senin seperti yang diriwayatkan oleh Abi Qatadah dalam Imam Muslim;
عَنْ
اَبِيْ قَتَادَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ اْلِاثْنَيْنِ ؟ فَقاَلَ
ذَلِكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيْهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ اَوْ اٌنْزلَ عَلَيَّ
فِيْهِ
Dari Abu Qotadah r.a, sesungguhnya Rosulululloh SAW ditanya tentang puasa Senin. Maka beliau menjawab : "Hari Senin adalah hari lahirku, hari aku mulai diutus atau hari mulai diturunkannya wahyu". (HR Muslim)
Sabda ‘yauma wulidtu fihi (itu adalah hari aku dilahirkan)’ adalah kalimat yang menekankan betapa hari tersebut sangatlah berharga bagi Rasulullah saw. sehingga beliau berpuasa di hari itu. Meskipun tidak ada perintah langsung dari Rasulullah mengenai penghormatan tersebut, tetapi bagi umat yang tahu diri tentunya hadits tersebut telah cukup menjadi tanda.
Alasan keempat adalah bahwa Rasulullah saw sangat mementingkan nilai kesejarahan sebuah kejadian. Sebagaimana beliau sadari bahwa waktu tidak mungkin kembali lagi. Manusia hanya bisa mengingat momentum tersebut dan menjadikannya sebagai ‘ibroh’ pelajaran di masa kini dan masa depan.
Oleh karena itulah Rasulullah saw menganjurkan umatnya untuk berpuasa di hari 10 bulan Muharram (asyuro’) untuk memeringati kemenangan Nabi Musa as ata raja Fir’aun. Demikian tersebut dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abdullah bin Abbas radiyallahu ‘anhu dalam Shahih Bukhari No 1900,
قَدِمَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المَدِيْنَةَ فَرَأَى
اليَهُوْدَ تَصُوْمُ يَوْمَ عَاشُوْرَاء فَقَالَ:ماَ هَذَا؟ قَالُوْا
هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ هَذَا يَوْمٌ نَجَّى اللهُ بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ
مِنْ عَدُوِّهِمْ فَصَامَهُ مُوْسَى. قَالَ: فَأَناَ أَحَقُّ بِمُوْسَى
مِنْكُمْ. فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ
“Tatkala Nabi Shallallahu’alaihi wasallam datang ke Madinah beliau melihat orang-orang Yahudi melakukan puasa di hari ‘Asyura. Beliau Shallallahu ‘alaihi wassalam bertanya, “Hari apa ini?”. Orang-orang Yahudi menjawab, “Ini adalah hari baik, pada hari ini Allah selamatkan Bani Israil dari musuhnya, maka Musa ‘alaihissalam berpuasa pada hari ini. Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Saya lebih berhak mengikuti Musa dari kalian (kaum Yahudi). Maka beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan ummatnya untuk melakukannya”. [HR Al Bukhari]
Kesadaran Rasulullah saw atas pentingnya nilai sejarah haruslah kita teladani. Diantara bukti peneladanan tersebut dengan mengadakan peringatan maulid nabi. Karena yang demikian itu sungguh akan mengingatkan kita pada terbitnya ‘cahaya’ yang menginari jagad raya.
Alasan kelima adalah sebuah hadits yang dijadikan landasan oleh as-Suyuthi dalam kitabnya Husnul Maqashid fi ‘Amalil Maulid bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad saw mengakikahkan dirinya setelah menerima wahyu kenabian. Padahal telah diriwayatkan bahwa Abdul Muthallib sang paman Rasulullah itu telah mengakikahkannya pada hari ke tujuh setelah kelahirannya, sedangkan akikah tidak perlu diulang dua kali.
Oleh karena itu, menurut As-Suyuthi hadits ini memiliki makna lain bahwa apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw merupakan bentuk syukur kepada Allah swt yang telah menciptakannya sebagai rahmat bagi seluruh alam serta penghormatan untuk semua umatnya. Sebagaimana beliau bershalawat atas dirinya sendiri. Oleh sebab itu, kita juga disunnahkan untuk memperlihatkan rasa syukur atas kelahiran Rasulullah saw dengan berkumpul sesama saudara, kawan, member makan fakir miskin serta bentuk-bentuk peringatan lain yang menunjukkan kebahagiaan.
Alasan keenam adalah keterangan dari beberapa hadits yang mengistimewakan hari Jum’at sebagai hari kelahiran Nabi Adam as. hal ini bisa dijadikan qiyas (analogi) kemuliaan hari kelahiran Rasulullah saw. Dalam sunan at-Turmudzi hadits no. 491 Rasulullah saw menyatakan bahwa
خيريوم طلعت فيه الشمس يوم الجمعة فيه خلق أدم
Hari yang paling mulia adalah hari Jum’at, hari diciptakannya nabi Adam.
Begitu juga yang diriwayat an-Nasa’ai dan Abu Daud dengan sanad Sahih bahwa Rasulullah saw bersabda:
إن من أفضل أيامكم يوم الجمعة فيه خلق أدم وقبض وفيه النفخة وفيه الصعقة فأكثروا علي من الصلاة فيه فإن صلاتكم معروضة علي
“Sesungguhnya hari yang paling mulia diantara hari-hari kalian adalah hari jum’at. Pada hari itulah Adam diciptakan, diwafatkan, ditiupkan ruh dan dibangkitkan. Maka perbanyaklah shalawat kepadaku (kepada Rasulullah saw) pada hari itu. Sesungguhnya shalawat kalian akan sampai padaku…”
Sebenarnya objek kajian dalam dua hadits di atas tidak sekedar keisitmewaan hari Jum’at tetapi momentum yang termuat di dalamnya yaitu hari kelahiran, hari kewafatan dan hari kebangkitan Nabi Adam as sebagai bapak manusia.
Dengan kata lain, kemuliaan dan keagugan itu sama sekali tidak mengacu pada hari itu sendiri. Melainkan pada apa yang pernah terjadi pada hari itu. Dengan demikian, ia bisa diperingati berulang-ulang, baik setiap minggu, atau setiap tahun sebagai wujud rasa syukur kepada Allah ata nikmat yang telah dilimpahkan-Nya.
Selaras dengan hal itu adalah alasan ketujuh yang mengambil pelajaran dari kisah para nabi (Nabi Yahya, Nabi Isa dan Maryam ) yang diceritakan dalam al-Qur’an dengan tujuan meneguhkan hati Rasulullah saw sebagai seorang rasul. Sebagaimana disebutkan dalam surat Hud ayat 120:
Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu.
Artinya, kisah-kisah Nabi yang diceritakan Allah swt kepada Nabi Muhammad saw dalam al-Qur’an sebenarnya bertujuan untuk menguatkan hati Rasulullah saw. Maka kisah tentang kehidupan Rasulullah saw (sirah nabi) yang disebut-sebut dalam acara maulidurrasul berfungsi sebagai peneguh hati (kita) umatnya. Bukankah hal ini sebuah kebaikan dan perlu dilestarikan?
Alasan kedelapan adalah alasan yang bersifat sosiologis. Peringatan maulid nabi merupakan wasilah untuk melaksanakan berbagai macam kebaikan, apalagi tradisi masyarakat kita yang selalu melaksanakan bersama-sama.
Secara otomatis hal ini akan menambah syiar agama Islam itu sendiri sebagaimana dengan shalat Jum’ah. Dan lebih dari itu perkumpulan ini selalu menuntut berbagai macam kegiatan yang baik-baik. Sebut saja pengajian, majlis ta’lim, berdzikir, bersedekah dan yang pasti adalah membaca shalawat dan menutur cerita kehidupan Rasululllah saw. Seperti yang diperintahkan oleh Allah swt dalam Surat al-Ahzab ayat 56:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً
Sesungguhnya
Allah dan malaikat-malaikatNya bershalawat untuk Nabi. Wahai
orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu sekalian untuk Nabi dan
ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (Al-Ahzab: 56) Ibnu Katsir dalam tafsirnya menerangkan makna ayat tersebut bahwa Allah swt menunjukkan kepada manusia derajat tingginya Rasulullah saw sehingga Allah swt membacakan shalawat kepadanya. Dan memerintahkan semua manusia dan juga para malaikat untuk bershalawat juga.
Perintah bershalawat kepada Rasulullah saw dan bukanlah sesuatu yang dilarang bahkan Rasulullah saw memperbolehkannya. Demikian yang diceritakan oleh sebuah hadits sebagaimana disebut dalam shahih al-Bukhari yang diriwayatkan oleh Salmah bin al-Akwa’ “kami berperang bersama Rasulullah saw dalam perang Khaibar. Saat itu kami berangkat pada malam hari. Lalu ada seorang lelaki berkata kepada Amir bin Akwa’ “maukah kamu memperdengarkan kepada kami bait-bait syairmu?” Amir adalah seorang penyair. Lalu dia tinggal beberapa waktu dan bersyair:
Tidak kami maupun mereka akan mendapatkan petunjuk jika bukan karenamu
Tidak juga kami akan bersedekah atau bersembahyang
Maka maafkanlah kami ketika membelamu
Dan tetapkanlah kaki kami ketika bertemu musuh
Berikanlah ketenangan atas kami
Sungguh jika kami diseur, kami akan datang
Alasan kesembilan adalah Surat Yunus ayat 58 yang berbunyi
قل بفضل الله وبرحمته وبذلك فليفرحوا هو خير مما يجمعون
Katakanlah dengan karunia Allah dan rahmat-Nya hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmatNya itu adalah lebih baik dari pada apa yang merek kumpulkan. (Yunus: 58)
Apakah yang dimaksud dengan rahmat dalam ayat di atas? Apakah bentuk rahmat itu? Para mufassir berbeda pendapat mengenai hal ini. Namun dalam ulumul qur’an diterangkan bahwa menafsirkan ayat dengan ayat al-Qur’an yang lain merupakan bentuk penafsiran yang paling kuat. Karenanya as-Suyuthi dalam ad-Durrul Mantsur menafsirkan kata rahmat dengan Surat al-Anbiya ayat 107:
وماأرسلناك إلا رحمة للعالمين
Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (al-Anbiya: 107)
Sebagaimana dikutip dari Ibnu Abbas:
وأحرج
أبو الشيخ عن ابن عباس فى الأية قال: فضل الله العلم ورحمته محمد صلى
الله عليه وسلم : قال الله (وما أرسلنك إلا رحمة للعالمين)
Bahwa yang dimaksudkan dengan karunia Allah swt adalah ilmu dan rahmat-Nya adalah Nabi Muahammad saw. Allah swt telah berfirman (Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam) (al-Anbiya: 107)
Maka menjadi jelas bahwa Rasulullah saw memang diciptakan oleh Allah sebagai rahmat bagi alam jagad raya. Maka kalimat selanjutnya dalam Surat Yunus di atas yang berbunyi ‘hendaklah mereka bergembira’ secara otomatis memerintahkan kepada umat muslim menyambit gembira atas rahmat tersebut. bukankah ini alasan yang sangat penting mengapa kita harus bergembira menyambut maulidurrasul?
Sedangkan alasan yang kesepuluh pentingnya memperingati maulidurrasul adalah tidak adanya hukum yang jelas-jelas melarangnya. Meskipun melaksanakan peringatan maulid juga bukanlah termasuk ibadah tauqifiyah. Namun peringatan ini seringkali menjadi wahana mendekatkan diri kepada Allah swt. yang sangat dianjurkan.
Oleh karena itu, jika kacamata syari’at mengategorikan berbagai macam praktek ibadah menjadi dua yaitu yang disenangi dan dibenci, maka memperingati hari maulid dapat dikategorikan sebagai ibadah yang disenangi syariat.
Demikianlah sepuluh alasan mengapa umat muslim perlu memperingati hari kelahiran Rasulullah saw yang dijabarkan oleh Omar Abdullah Kamel dalam kitabnya Kalimatun Hadi’atun fil Bid’ah, Kalimatun Hadi’atun fil Ihtifal bi Maulid, Kalimatun Hadi’atun fil Istighatsah.
Sumber : http://www.nu.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar