Semua yang Allah SWT perintahkah kepada hambanya Allah tidak melakukan kecuali Sholawat.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya” (QS. Al Ahzab: 56).
Perintah Sholat dan Zakat
وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرْكَعُوا۟ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ
"Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku".
QS. Al-Baqarah [2] : 43 ` Ibn Katsir
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَة
“Dan tidak aku perintahkan kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus,
dan supaya mereka melaksanakan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus“. (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7: 624).
Perintah untuk Mentauhidkan Allah
Ayat di atas semisal dengan firman Allah Ta’ala di ayat lainnya,
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Rabb yang berhak disembah selain Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.” (QS. Al Anbiya’: 25).
Yang dimaksud hunafa’ atau hanif yang disebut dalam ayat di atas adalah berpaling dari kesyirikan (menduakan Allah) mengarah pada mentauhidkan Allah. Jalan hanif ini disebutkan dalam ayat lainnya,
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut” (QS. An Nahl: 36).
Perintah Haji
فِيهِ آيَاتٌ بَيِّـنَاتٌ مَّقَامُ إِبْرَاهِيمَ وَمَن دَخَلَهُ كَانَ آمِناً وَلِلّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ الله غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ ﴿٩٧﴾
097. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.(QS. Ali-Imran:97)
مَنْ أَرَادَ الْحَجَّ فَلْيَتَعَجَّلْ فَإِنَّهُ قَدْ يَمْرَضُ الْمَرِيْضُ وَتَضِلُّ الضَالَّةُ وَتَعْرِضُ الْحَاجَةُ
"Barangsiapa hendak melaksanakan haji, hendaklah segera ia lakukan, karena terkadang seseorang itu sakit, binatang (kendaraannya) hilang, dan adanya suatu hajat yang menghalangi."( HR. Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh al-Albani. Lihat Shahih Ibni Majah No. 2331))
Dan sabda beliau:
تَعَجَّلُوْا إِلَى الْحَجِّ فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لاَ يَدْرِي مَا يَعْرِضُ لَهُ
"Bersegeralah melaksanakan haji, karena sesungguhnya salah seorang di antara kamu tidak mengetahui apa yang akan merinta-nginya."( HR. Ahmad dan dihasankan oleh al-Albani dalam Irwaa-ul Ghaliil No. 990).)
Sabda Rasulullah,“Berhajilah untuk ayahmu dan umrahlah untuk kamu”.(HR.Tirmidzi:930)
Perintah Kurban
a. Firman Allah swt:
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ (1) فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (2)
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah.” (QS. Al-Kautsar,108: 1-2)
b. Sabda Rasulullah saw riwayat Abu Hurairah:
مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا (رواه أحمد وابن ماجه)
“Siapa yang memiliki kemampuan, tetapi ia tidak mau berkurban, maka sekali-kali janganlah ia mendekati mushalla kami.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
a. Sabda Rasulullah saw riwayat Ibnu Abbas:
أُمِرْتُ بِالنَّحْرِ وَلَيْسَ بِوَاجِبٍ (رواه الدارقطني)
“Aku diperintahkan untuk menyembelih kurban, dan itu bukan merupakan suatu kewajiban.” (HR. al-Daruquthni)
b. Sabda beliau riwayat Ibnu Abbas:
كُتِبَ عَلَيَّ النَّحْرُ وَلَمْ يُكْتَبْ عَلَيْكُمْ اْلأَضْحَى (رواه الدارقطني)
“Diwajibkan kepadaku berkurban, dan tidak wajib atas kamu menyembelih kurban.” (HR. al-Daruquthni)
Menyembelih kurban adalah suatu sunnah Rasul yang sarat dengan hikmah dan keutamaan. Hal ini didasarkan atas informasi beberapa hadits Nabi saw, diantaranya adalah:
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ إِنَّهَا لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنْ الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا (رواه الترمذي)
Aisyah menuturkan dari Rasulullah saw bahwa beliau bersabda, “Tidak ada suatu amalan yang dikerjakan anak Adam (manusia) pada hari raya Idul Adha lebih dicintai Allah daripada menyembelih binatang. Karena binatang itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kuku kakinya. Darah binatang itu akan sampai di sisi Allah sebelum menetes ke tanah. karenanya, lapangkanlah jiwamu untuk melakukannya.” (HR. al-Tirmidzi dengan kualitas hasan)
Ibadah kurban hukumnya adalah sunnah muakkad, yaitu sunnah yang tidak
pernah ditinggalkan oleh Rasulullah saw. Pendapat ini dikukuhkan oleh
Imam Malik dan Imam al-Syafi’i. Sedangkan Imam Abu Hanifah berpendapat
bahwa ibadah qurban bagi para penduduk yang mampu dan tidak dalam
keadaan safar, hukumnya adalah wajib (Ibnu Rusyd al-Hafid: tth: I/314).
Mereka mendasarkan argumentasinya pada dalil-dalil al-Qur’an dan hadis
sebagai berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْـهُ :
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْـهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ((
اَلْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا، وَالْحَجُّ
الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَـهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّـةُ )) ﴿رواه البـخاري:
١٧٧٣﴾
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda: “’umrah yang satu dengan ‘umrah berikutnya adalah
penghapus dosa yang dilakukan antara masa keduanya, sedangkan haji
mabrur balasannya tiada lain adalah surga.” [HR. Al-Bukhari, nomor
hadits: 1773]
Perintah Puasa
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa” (QS. Al Baqarah: 183)
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
“Bulan Ramadhan adalah bulan bulan diturunkannya Al Qur’an. Al Quran adalah petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)”
(QS. Al Baqarah: 185)
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menjelaskan makna iman dalam sebuah hadits:
الإيمان أن تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر وتؤمن بالقدر خيره وشره
“Iman adalah engkau mengimani Allah, mengimani Malaikat-Nya, mengimani Kitab-kitab-Nya, mengimani para Rasul-Nya, mengimani hari kiamat, mengimani qadha dan qadar, yang baik maupun yang buruk” HR. Muslim no.102, 108
Imam At Thabari menafsirkan ayat ini: “Maksudnya adalah agar kalian bertaqwa (menjauhkan diri) dari makan, minum dan berjima’ dengan wanita ketika puasa”[12].
Imam Al Baghawi memperluas tafsiran tersebut dengan penjelasannya: “Maksudnya, mudah-mudahan kalian bertaqwa karena sebab puasa. Karena puasa adalah wasilah menuju taqwa. Sebab puasa dapat menundukkan nafsu dan mengalahkan syahwat. Sebagian ahli tafsir juga menyatakan, maksudnya: agar kalian waspada terhadap syahwat yang muncul dari makanan, minuman dan jima”[13].
Dalam Tafsir Jalalain dijelaskan dengan ringkas: “Maksudnya, agar kalian bertaqwa dari maksiat. Sebab puasa dapat mengalahkan syahwat yang merupakan sumber maksiat”[14].
[12] Jami’ Al Bayan Fii Ta’wiil Al Qur’an, 3/413
[13] Ma’alim At Tanziil, 1/196
[14] Tafsir Al Jalalain, 1/189
Dari An-Nu’man bin Basyir t, dari Nabi r, beliau bersabda:
(( الدُّعَاءُ هُوَ العِبَادَةُ )) رواه أبو داود والترمذي وقال حديث حسن صحيح.
“Doa adalah Ibadah.” (HR. Abu Daud dan At Tirmidzi. At Tirmidzi berkata: hadits hasan shahih).
Dari Ubadah bin Ash Shamit t ia berkata: sesungguhnya Rasulullah r bersabda:
((مَا عَلَى الأَرْضِ مُسْلِمٌ يَدْعُو اللهَ بِدَعْوَةٍ إِلاَّ آتَاهُ إِيَّاهَا أَوْ صَرَفَ عَنْهُ مِنَ السُّوْءِ مِثْلِهَا مَالَمْ يَدْعُ بِإِثْمٍ أَوْ قَطِيْعَةِ رَحمٍ )) فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ القَوْمِ: إِذًا نُكْثِرُ، قَالَ: (( الله أَكْثَرُ)) رواه الترمذي وقال: حديث حسن صحيح.
“Tidak ada seorang muslim yang berdoa kepada Allah di dunia dengan suatu permohonan kecuali Dia mengabulkannya, atau menghilangkan daripadanya keburukan yang semisalnya, selama ia tidak meminta suatu dosa atau pemutusan kerabat.” Maka berkatalah seorang laki-laki dari suatu kaum: “kalau begitu, kita memperbanyak doa”. Rasulullah r bersabda: “Allah mengabulkan doa lebih banyak daripada yang kalian minta.”([9]). (HR. At Tirmidzi, ia berkata: hadits hasan shahih)
[9]. Lihat kitab Riyadhus shalihin, hlm. 612 dan 622.
Waallahu A'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar