Dalam urusan dunia, melihatlah ke bawah, bandingkanlah kondisi kita dengan orang lain yang keadaannya dibawah kita dan lebih menderita dari kita. Bersyukurlah karena kita memiliki pekerjaan, sementara banyak orang yang terpaksa harus mengemis untuk hidup. Bersyukurlah kita masih dapat makan tiga kali dalam sehari, sementara di belahan dunia yang lain banyak orang yang menjadi kurus kering dan kekurangan gizi juga kelaparan. Bersyukurlah karena kita masih dapat bernafas dengan bebas, sementara banyak orang yang tengah terbaring sakit, yang untuk bernafas saja dirinya memerlukan bantuan alat dan mesin. Bersyukurlah kita karena memiliki rumah untuk beristirahat dan bernaung, sementara tidak sedikit orang yang terpaksa tidur di emperan toko dan di kolong-kolong jembatan karena tidak memiliki tempat tinggal.
Saat mengalami suatu kejadian yang tidak menyenangkan, cobalah untuk segera melihat kepada orang yang keadaannya lebih menderita daripada kita dan sadarilah bahwa sebenarnya kita bisa saja mengalami keadaan yang lebih buruk dari yang saat ini sedang kita alami. Cobalah untuk mengucapkan, “Alhamdulillah hanya terpeleset, bagaimana jika jatuh”, “Alhamdulillah selamat, sedangkan banyak yang nyawanya tidak tertolong”, “Alhamdulillah hanya rugi sedikit, tidak sampai lima milyar”. Dengan demikian kita tidak akan larut dalam kesedihan dan kita akan tetap mampu bersyukur.
Rasûlullâh saw bersabda :“Barangsiapa dalam permasalahan dunia memandang orang yang berada di bawahnya[1] dan dalam permasalahan agama memandang orang yang berada di atasnya[2], maka Allâh akan mencatatnya sebagai orang yang bersabar dan bersyukur. Dan barangsiapa dalam permasalahan dunia memandang orang yang berada di atasnya[3] dan dalam permasalahan agama memandang orang yang berada di bawahnya[4], maka Allâh tidak mencatatnya sebagai seorang yang bersabar dan tidak pula sebagai orang yang bersyukur.” (HR Tirmidzî)
مَنْ نَظَرَ فِيْ الدُّنْيَا إِلَى مَنْ هُوْ دُوْنَهُ وَنَظَرَ فِيْ الدِّيْنِ إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَهُ كَتَبَهُ اللهُ صَابِرًا شَاكِرًا، وَمَنْ نَظَرَ فِيْ الدُّنْيَا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَهُ وَ فِيْ الدِّيْنِ إِلَى مَنْ هُوَ دُوْنَهُ لَمْ يَكْتُبْهُ اللهُ صَابِرًا وَلاَ شَاكِرًا
Agar dapat selalu melihat kepada keadaan orang lain yang berada di bawah kita, maka pusatkanlah perhatian kita kepada apa yang kita miliki dan jangan pernah memusatkan perhatian kepada apa yang belum atau tidak kita miliki bahkan milik orang lain. Jika kita telah memiliki sebuah rumah, kendaraan, pekerjaan tetap dan pasangan yang terbaik akan tetapi tetap masih merasa kurang, sebabnya adalah karena pikiran kita dipenuhi berbagai keinginan yang belum kita peroleh. Rumah sudah ada, akan tetapi kita terobsesi oleh rumah yang lebih besar dan indah, mobil mewah serta pekerjaan yang mendatangkan lebih banyak uang. Kita menginginkan ini dan itu. Bila tak mendapatkannya, kita terus memikirkannya. Tetapi anehnya, walaupun sudah mendapatkannya, kita hanya menikmati kesenangan sesaat. Kita tetap tidak merasa puas, kita ingin yang lebih lagi. Jadi, betapapun banyaknya harta yang kita miliki, kita tak pernah menjadi “kaya” dalam arti yang sesungguhnya.
[1] Orang yang lebih miskin dan lebih susah darinya.
[2] Orang yang lebih berilmu dan lebih saleh darinya.
[3] Orang yang lebih kaya dan mampu darinya.
[4] Orang yang lebih bodoh dan buruk darinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar