=Itikaf, Hukum dan Bentuknya=
Itikaf itu adalah Sunnah Mustahab dalam artian siapa yang mengerjakanya akan mendapat pahala dan bagi yang tidak mengerjakanya tidak mendapat dosa (tidak berdosa), akan tetapi sangat disukai bila mana amalan itu dikerjakan di setiap waktu (apakah itu siang atau malam) dan lebih-lebih di bulan Ramadhan dan lebih ditekankan lagi (sunnah muakad) di 10 terakhir bulan Ramadhan terutama di malam-malam ganjil 21, 23, 25, 27, 29 (karena untuk mencari Lailatul Qodar), begitulah penjelasan yang al-faqir dapat dari syaikn Nawawi al-Bantani Rahimahullah dalam kitab Qutul Habib Syarah Tausyeh ala Taqrib.
Imam Nawawi Rahimahullah dalam Syarah Sahih Muslim mengatakan:
ينبغى لكل جالس فى المسجد لانتظار الصلاة او لشغل أخر من اخرة او الدنيا ان ينوى الاعتكاف فيحسب له ويثاب عليه ما لم يخرج من المسجد فاذا خرج ثم دخل جدد نية الاخرى وليس لاعتكاف ذكر مخصوص ولا فعل اخر سوى البث فى المسجد بنية الاعتكاف ولو تكلم بكلام الدنيا او عمل صنعة من خياطة او غيرها لم يبطل اعتكافه
“Penting dan perlu bagi orang yang duduk di masjid karena menunggu sholat atau karena aktivitas lainya dari aktivitas (urusan) akhirat atau dunia, hendaklah berNIAT (meniatkan) I’tikaf, maka akan di hitung amal ibadah baginya dan akan di beri pahala (atas) perbuatan I’tikafnya, selagi tidak keluar dari masjid, apabila keluar kemudian (lama) masuk kembali maka (hendaklah dia) memperbaharui niat (itikafnya), dan tidak ada dzikir khusus bagi pelaku I’tikaf (artinya bebas mau dzikir apa) dan tidak ada amalan lain selain berdiam di masjid dengan niat I’tikaf (artinya berdiam saja sudah sah I’tikaf)
Apabila orang yang I’tikaf berkata dengan perkataan (urusa) dunia atau melakukan pekerjaan kerajinan seumpama mengaput (menjahit) atau seumpama itu maka tidak batal I’tikafnya.”
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma, Rasulullah Sollallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
المعتكف يعكف الذنوب ويجرى له من الاجر كأجر عامل الحسنات
“Orang yang beri’tikaf dia itu orang yang sedang menahan dosa-dosa dan akan mengalir bagi orang yang beri’tikaf itu pahala-pahala sebagaimana pahala orang yang melakukan banyak kebaikan.”
Dalam kitab al-Ittihaf Syarah Ihya disebutkan:
وروحه عكوف القلب على الله تعالى وجمعيته عليه والفكر فى تحصيل مرضاته وما يقرب اليه حتى لا يصير أنيسه الا بالله تعالى
Dan ruh (inti) i’tikaf adalah berhenti dan menetapnya hati kepada Allah dan mengumpulkan isi ati kepada Allah dan berfikir (tafakur) agar mendapatkan keridhoanya dan mengerjakan apa-apa yang mendekatkan kepada Allah sehingga tidak ada teman dalam kesepianya kecuali Allah Ta’ala.
Lalu apa dan bagaimana I’tikaf itu.?
Imam Ibnu Hajar al-Haitamy Rahimahullah dalam kitab Minhajul Qawim yang ada di photo menjelaskan:
وهو لغة اللبث وشرعا لبث مخصوص من شخص مخصوص فى مكان نخصوص
I’tikaf menurut ahli bahasa Yaitu berdiam. Dan menurut pengertian (istilah) Syara : Itikaf Yaitu menetapi atau berdiam tertentu dari orang tertentu dan ditempat tertentu.
Penjelasan Ta’rif (pengertian i’tikaf) diatas adalah:
اللبث اى الحبث وملازمة على الشيئ ولو شرا قال تعالى فاتوأ على قوم يعكفون على اصنام لهم
1_(Menurut Bahasa) I’tikaf itu adalah “Al-Lubtsu” (Menempati atau berdiam) atau “Al-Hubtsu” (Menahan diri) atau “Mulazamatus Syai” (Menetapkan atau membiasakan suatu perkara) “Walau Syarron” (walaupun perkara itu buruk).
و شرعا لبث مخصوص اى بان يكون زائدا على مقدار الطمانينة فى الصلاة بنيه الاعتكاف
2_Dan menurut (istilah) Syariat (yang di gunakan dalam fiqih) itikaf itu adalah : Menetap (dengan waktu) yang ditentukan yaitu hendaklah (ukuran waktu) diamnya (orang yang i’tikaf) lebih dari ukuran tumaninah dalam sholat (yaitu ukuran membaca subhanallah dengan lisan) disertai dengan NIAT I’tikaf.
Adapun Niat I’tikaf:
نويت الاعتكاف فى هذا المسجد سنة لله تعالى
NAWAITUL I’TIKAFA FI HADZIHIL MASJIDI SUNNATAN LILLAHI TA”ALA
Aku sengaja (bermaksud) i’tikaf di ini masjid sunnah karena Allah Ta’ala.
Jadi itikaf itu Menetapi atau menempati (disertai Niat I’tikaf) apakah itu dengan cara berhenti dan berdiam atau dengan adanya aktivitas lain (yang bukan ma’siat) seperti berjalan atau mondar-mandir (dimasjid) dan untuk ukuran waktu paling sedikit orang beri’tikaf itu ukuran diatas Tuma’ninah sholat dan waktu sempura I’tikaf adalah sehari penuh.
من شخص مخصوص من مسلم مييز عاقل طاهر عن الجنابة والحيض والنفاس
3_Dari Orang yang tertentu yaitu dari orang muslim, mumayyiz (sudah bisa membedakan perkara alias bukan balita lagi), berakal (bukan orang gila) dan bersih dari junub, haidh, dan nifas.
Dalam masalah ini Anak kecil yang sudah mumayyiz boleh ber’itikaf, dan juga seorang Banci (bukan jadi-jadian, yang banci jadi-jadian harap sadar), adapun untuk wanita yang ingin beritikaf harus mendapat izin suaminya atau ayah-nya dan juga jauh dari berbagai fitnah (umpama menjadi perhatian nafsu kaum lelaki), dan lebih baik i’tikaf dirumahnya (menurut pndapat lain) karena rumah adalah masjid bagi wanita. akan tetapi madzhab syafi'aih tidak sependapat dengan qaul itu, karena para istri Nabi i'tikaf di masjid.
فى مكان مخصوص اى وهو المسجد
4_Ditempat tertentu yaitu di Masjid, jadi i’tikaf tempatnya adalah di masjid, dan pengertian masjid secara ringkas adalah : bangunan atau tempat (lebih utama dalam bentuk wakaf, dan bukan pribadi) yang dari awal didirikan bertujuanya hanya untuk aktivitas Ibadah shalat berjamaah setiap waktu (lebih-lebih untk shalat jum’at) dan terkena hukum tidak boleh bagi orang junub atau berhadats besar masuk atau lewat di tempat itu.
Jadi kesimpulan Masjid itu bukan madrasah, atau mushola atau bangunan lain yang dijadikan untuk sholat sementara, atau lapangan yang dipakai sesekali untuk sholat, karena ada perbedaan umum dan khusus.
Wallahu A’lam.
Mohon Maaf bila ada kesalahan dan mohon kepada para Ya’i atau Ustadz untuk mengoreksi tulisan al-Faqir ini.
Itikaf itu adalah Sunnah Mustahab dalam artian siapa yang mengerjakanya akan mendapat pahala dan bagi yang tidak mengerjakanya tidak mendapat dosa (tidak berdosa), akan tetapi sangat disukai bila mana amalan itu dikerjakan di setiap waktu (apakah itu siang atau malam) dan lebih-lebih di bulan Ramadhan dan lebih ditekankan lagi (sunnah muakad) di 10 terakhir bulan Ramadhan terutama di malam-malam ganjil 21, 23, 25, 27, 29 (karena untuk mencari Lailatul Qodar), begitulah penjelasan yang al-faqir dapat dari syaikn Nawawi al-Bantani Rahimahullah dalam kitab Qutul Habib Syarah Tausyeh ala Taqrib.
Imam Nawawi Rahimahullah dalam Syarah Sahih Muslim mengatakan:
ينبغى لكل جالس فى المسجد لانتظار الصلاة او لشغل أخر من اخرة او الدنيا ان ينوى الاعتكاف فيحسب له ويثاب عليه ما لم يخرج من المسجد فاذا خرج ثم دخل جدد نية الاخرى وليس لاعتكاف ذكر مخصوص ولا فعل اخر سوى البث فى المسجد بنية الاعتكاف ولو تكلم بكلام الدنيا او عمل صنعة من خياطة او غيرها لم يبطل اعتكافه
“Penting dan perlu bagi orang yang duduk di masjid karena menunggu sholat atau karena aktivitas lainya dari aktivitas (urusan) akhirat atau dunia, hendaklah berNIAT (meniatkan) I’tikaf, maka akan di hitung amal ibadah baginya dan akan di beri pahala (atas) perbuatan I’tikafnya, selagi tidak keluar dari masjid, apabila keluar kemudian (lama) masuk kembali maka (hendaklah dia) memperbaharui niat (itikafnya), dan tidak ada dzikir khusus bagi pelaku I’tikaf (artinya bebas mau dzikir apa) dan tidak ada amalan lain selain berdiam di masjid dengan niat I’tikaf (artinya berdiam saja sudah sah I’tikaf)
Apabila orang yang I’tikaf berkata dengan perkataan (urusa) dunia atau melakukan pekerjaan kerajinan seumpama mengaput (menjahit) atau seumpama itu maka tidak batal I’tikafnya.”
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma, Rasulullah Sollallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
المعتكف يعكف الذنوب ويجرى له من الاجر كأجر عامل الحسنات
“Orang yang beri’tikaf dia itu orang yang sedang menahan dosa-dosa dan akan mengalir bagi orang yang beri’tikaf itu pahala-pahala sebagaimana pahala orang yang melakukan banyak kebaikan.”
Dalam kitab al-Ittihaf Syarah Ihya disebutkan:
وروحه عكوف القلب على الله تعالى وجمعيته عليه والفكر فى تحصيل مرضاته وما يقرب اليه حتى لا يصير أنيسه الا بالله تعالى
Dan ruh (inti) i’tikaf adalah berhenti dan menetapnya hati kepada Allah dan mengumpulkan isi ati kepada Allah dan berfikir (tafakur) agar mendapatkan keridhoanya dan mengerjakan apa-apa yang mendekatkan kepada Allah sehingga tidak ada teman dalam kesepianya kecuali Allah Ta’ala.
Lalu apa dan bagaimana I’tikaf itu.?
Imam Ibnu Hajar al-Haitamy Rahimahullah dalam kitab Minhajul Qawim yang ada di photo menjelaskan:
وهو لغة اللبث وشرعا لبث مخصوص من شخص مخصوص فى مكان نخصوص
I’tikaf menurut ahli bahasa Yaitu berdiam. Dan menurut pengertian (istilah) Syara : Itikaf Yaitu menetapi atau berdiam tertentu dari orang tertentu dan ditempat tertentu.
Penjelasan Ta’rif (pengertian i’tikaf) diatas adalah:
اللبث اى الحبث وملازمة على الشيئ ولو شرا قال تعالى فاتوأ على قوم يعكفون على اصنام لهم
1_(Menurut Bahasa) I’tikaf itu adalah “Al-Lubtsu” (Menempati atau berdiam) atau “Al-Hubtsu” (Menahan diri) atau “Mulazamatus Syai” (Menetapkan atau membiasakan suatu perkara) “Walau Syarron” (walaupun perkara itu buruk).
و شرعا لبث مخصوص اى بان يكون زائدا على مقدار الطمانينة فى الصلاة بنيه الاعتكاف
2_Dan menurut (istilah) Syariat (yang di gunakan dalam fiqih) itikaf itu adalah : Menetap (dengan waktu) yang ditentukan yaitu hendaklah (ukuran waktu) diamnya (orang yang i’tikaf) lebih dari ukuran tumaninah dalam sholat (yaitu ukuran membaca subhanallah dengan lisan) disertai dengan NIAT I’tikaf.
Adapun Niat I’tikaf:
نويت الاعتكاف فى هذا المسجد سنة لله تعالى
NAWAITUL I’TIKAFA FI HADZIHIL MASJIDI SUNNATAN LILLAHI TA”ALA
Aku sengaja (bermaksud) i’tikaf di ini masjid sunnah karena Allah Ta’ala.
Jadi itikaf itu Menetapi atau menempati (disertai Niat I’tikaf) apakah itu dengan cara berhenti dan berdiam atau dengan adanya aktivitas lain (yang bukan ma’siat) seperti berjalan atau mondar-mandir (dimasjid) dan untuk ukuran waktu paling sedikit orang beri’tikaf itu ukuran diatas Tuma’ninah sholat dan waktu sempura I’tikaf adalah sehari penuh.
من شخص مخصوص من مسلم مييز عاقل طاهر عن الجنابة والحيض والنفاس
3_Dari Orang yang tertentu yaitu dari orang muslim, mumayyiz (sudah bisa membedakan perkara alias bukan balita lagi), berakal (bukan orang gila) dan bersih dari junub, haidh, dan nifas.
Dalam masalah ini Anak kecil yang sudah mumayyiz boleh ber’itikaf, dan juga seorang Banci (bukan jadi-jadian, yang banci jadi-jadian harap sadar), adapun untuk wanita yang ingin beritikaf harus mendapat izin suaminya atau ayah-nya dan juga jauh dari berbagai fitnah (umpama menjadi perhatian nafsu kaum lelaki), dan lebih baik i’tikaf dirumahnya (menurut pndapat lain) karena rumah adalah masjid bagi wanita. akan tetapi madzhab syafi'aih tidak sependapat dengan qaul itu, karena para istri Nabi i'tikaf di masjid.
فى مكان مخصوص اى وهو المسجد
4_Ditempat tertentu yaitu di Masjid, jadi i’tikaf tempatnya adalah di masjid, dan pengertian masjid secara ringkas adalah : bangunan atau tempat (lebih utama dalam bentuk wakaf, dan bukan pribadi) yang dari awal didirikan bertujuanya hanya untuk aktivitas Ibadah shalat berjamaah setiap waktu (lebih-lebih untk shalat jum’at) dan terkena hukum tidak boleh bagi orang junub atau berhadats besar masuk atau lewat di tempat itu.
Jadi kesimpulan Masjid itu bukan madrasah, atau mushola atau bangunan lain yang dijadikan untuk sholat sementara, atau lapangan yang dipakai sesekali untuk sholat, karena ada perbedaan umum dan khusus.
Wallahu A’lam.
Mohon Maaf bila ada kesalahan dan mohon kepada para Ya’i atau Ustadz untuk mengoreksi tulisan al-Faqir ini.
Sumber : https://www.facebook.com/kitabkuning/posts/770692906322790:0
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Catatan saja :
Tidak
ada perbedaan pendapat bahwa tempat I'tikaf bagi laki-laki dan
perempuan adalah di setiap masjid menurut madhab imam Syafi'i Ada
pendapat lemah yang disebutkan oleh Imam Bajuri bahwa I'tikaf wanita
adalah di tempat shalatnya atau di rumahnya. Karena
tujuan i'tikaf adalah untuk mencari ridho Allah maka harus juga
diperhatikan tatakrama untuk mencari ridho Alllah. Bagi seorang wanita
jika berada di rumah adalah lebih baik dari pada harus keluar I'tikaf di
masjid. Dan ini sebenarnya adalah kemudahan yang diberikan oleh Allah
kepada kaum wanita sehingga mereka tidak perlu pergi jauh ke masjid,
tetapi keutamaan tetap mereka peroleh. Dan ini bukan berarti wanita
tidak diperkenankan ke masjid. Tetapi itu adalah petujuk tentang sebuah
keutamaan. Hal itu jika perbandingannya adalah jika di masjid bisa
khusyu' dan di rumah juga bisa khusyu', maka di rumah lebih baik. Akan
tetapi jika di rumah tidak bisa khusyu' karena adanya hal yang
mengganggu seperti adanya TV, banyak laki-laki mondar-mandir dan
sebagainya, maka di Masjid menjadi lebih baik dengan syarat :
1. Wanita tersebut mendapat izin dari suami atau walinya.
2. Aman dari fitnah, baik dari dirinya atau orang lain, yakni tergodanya dia pada orang lain atau orang lain tergoda padanya.
3. Tidak terjadi ikhtilath (bercampur laki-laki dengan perempuan) atau terjadi kholwah (berduaannya laki-laki dan perempuan yang bukan mahram). Wallahu a'lam bisshowab
1. Wanita tersebut mendapat izin dari suami atau walinya.
2. Aman dari fitnah, baik dari dirinya atau orang lain, yakni tergodanya dia pada orang lain atau orang lain tergoda padanya.
3. Tidak terjadi ikhtilath (bercampur laki-laki dengan perempuan) atau terjadi kholwah (berduaannya laki-laki dan perempuan yang bukan mahram). Wallahu a'lam bisshowab
Tidak ada do'a khusus, artinya doa yang ukhti hafal dan yang ukhti inginkan silahkan untuk di panjatkan.
Akhi,
ana kurng spendapt tntng itikaf yg hrus d msjid. Dlm kndisi trtntu,
musholla jg bsa & dianjurkan utk britikaf, utk tdk mmprsulit bagi
org yg jauh rumhnya k msjid jamie. Jgn smpai menghambat kpd org yg mau
britikaf di musholla krna jauh k msjid. Trmksah.
Mushola,
langgar itu sebutan dari depag..kalau di dalam sunah tdk ada perbedaan
dari ketiga itu asalkan selalu digunakan sholat berjamaah
Masjid
dan mushalla mempunya arti dan fungsi yang sama secara kebahasaan.
Namun, penggunaan kata masjid dalam hukum (fikih) mempunyai kekhususan
yang tidak terdapat dalam mushalla sebagai tempat shalat secara umum.
Silahkan di baca disini :
http://huda-sarungan.blogspot.com/.../368-perbedaan...
Silahkan di baca disini :
http://huda-sarungan.blogspot.com/.../368-perbedaan...
Saya
condong pendapat Dewan Masjid Assalaam.....cuma beda nama,maka sama
hukumnya.Kalau beda fungsi meski satu arti maka beda hukumnya....
I'tikaf ya di masjid...jk karna masjid jauh allah yg akan melipat gadakan langkah dan susah payahnya...
Tmpat
yg lbh afdhol utk ber- itikaf itu di tmpat yg brbentuk waqaf/tmpat
ibadah brjama'ah scara umum, misalkata masjid/mushola. Bkn dirumah, sbb
rumah trgolong tmpat pribadi seseorg.
شُـكْرًا كَـثِـيْرًا, وَ جَزَاكُمْ اللّهُ خَيْرًاكَـثِـيْرً
Atas ilmu nya
Atas ilmu nya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar