PERTANYAAN
JAWABAN
Hukumnya tafsil sbb:
* Apabila sperma yang di tabung dan yang dimasukan ke dalam rahim wanita tersebut ternyata bukan sperma suami istri, maka hukumnya haram.
* Dan apabila sperma/ mani yang ditabung tersebut sperma suami istri,
tetapi cara mengeluark annya tidak
muhtarom, maka hukumnya juga haram.
* Bila sperma yang ditabung itu sperma/ mani suami istri dan cara
mengeluark annya muhtarom, serta
dimasukan ke dalam rahim istri sendiri maka hukumnya boleh.
Keterangan
Dasar Pengambila
Hikmatu Tasyri'wal Safatuhu,
II: 48
Al-Qolyubi , IV: 32
ولو أتت بولد عُلِمِ أنه ليس منه مع إمْكَانِه مِنْهُ ( لَزِمَهُ نَفْيُهُ
) لِأَنَّ تَرْكَ النَّفْيِ يَتَضَمَّن
Bujairimi Iqna' IV: 36
Kifayatu Al-akhyar, II:
113
assalamual aikum . . . . .
Yg sya hormati pra ustadz dan ustadzah PISS-KTB truma kpd gru ku yg trcinta
Mbah dan mas Nur Hasyim . . . . .
Sya ingin brtnya bgaimana hukum nya bayi TABUNG . . . . . ? ? ?
Dan apakah ibu bayi TABUNG trsbut tu d kta kan ZINA . . . . . ? ? ?
'Afwan wa Syukron . . .
JAWABAN
Waalaikums alam wr wb
Hukumnya tafsil sbb:
* Apabila sperma yang di tabung dan yang dimasukan ke dalam rahim wanita tersebut ternyata bukan sperma suami istri, maka hukumnya haram.
* Dan apabila sperma/
* Bila sperma yang ditabung itu sperma/
Keterangan :
Mani muhtarom adalah yang keluar atau dikeluarka n dengan cara yang diperboleh kan oleh syara'
Tentang anak yang dihasilkan
dari sperma, tersebut dapat ilhaq atau tidak kepada pemilik mani terdapat
perbedaan pendapat antara Imam Ibnu Hajar dan Imam Romli.
Menurut Imam Ibnu Hajar tidak bisa ilhaq kepada pemilik mani secara mutlaq
(baik muhtarom atau tidak) sedang menurut Imam Romli anak tersebut dapat ilhaq
kepada pemilik mani dengan syarat keluarnya mani tersebut harus muhtarom.
Dasar Pengambila n Dalil
Al-jami'ul Shoghir hadis no.
8030
مامن ذنب بعد الشرك أعظم عند الله من نطفة وضعها رجل فى رحم لايحل له. رواه ابن الدنا عن الهشيم بن مالك الطائ الجامع الصغير
Tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik
(menyekutu kan Allah ) disisi
Allah dari pada maninya seorang laki-laki yang ditaruh pada rahim wanita yang
tidak halal baginya. (HR. Ibnu Abid-dunya dari Hasyim bin Malik al-thoi)
Hikmatu Tasyri'wal
من كان يؤمن بالله واليوم الأخر فلا يسقين ماءه زرع أخيه
Barangsiap a beriman
kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kal i menyiram air (maninya ) pada lahan tanaman (rahim)
orang lain.
Al-Qolyubi
ولو أتت بولد عُلِمِ أنه ليس منه مع إمْكَانِه مِنْهُ ( لَزِمَهُ نَفْيُهُ
) لِأَنَّ تَرْكَ النَّفْيِ يَتَضَمَّن ُ اسْتِلْحَا قَ مَنْ لَيْسَ مِنْهُ حَرَامٌ.
Apabila seoarang perempuan datang dengan membawa anak, dan diketahui
bahwa anak tersebut bukan dari suaminya, dan dapat mungkin dari suaminya (namun
secara yakin tidak dari suaminya). Maka wajib meniadakan (menolak mengakui), karena bila tidak dilaksanak an penolakan, dapat dimasukan nasab dari orang yang tidak haram
(suaminya) .
Bujairimi Iqna' IV: 36
( الحاصل ) المراد بالمنى المحترام حال خروجه فقط على ما اعتمده مر وان كان غير محترم حال الدخول، كما اذا احتلم الزوج وأخذت الزوجة منيه فى فرجها ظانة أنه من منىّ اجنبى فإن هذا محترم حال الخروج وغير محترم حال الدخول وتجب العدة به إذا طلقت الزوجة قبل الوطء على المعتمد خلافا لإبن حجر لأنه يعتبر أن يكون محترما فى الحالين كماقرره شيخنا.
(Kesimpula n) yang
dimaksud mani muhtarom (mulia) adalah pada waktu keluarnya saja, seperti yang
dikuatkan Imam Romli, meskipun tidak muhtarom pada waktu masuk. Contoh: suami
bermimpi keluar mani, dan istrinya mengambiln ya (air mani tersebut) lalu dimasukan ke farjinya
dengan persangkaa n, bahwa air
mani tersebut milik laki-laki lain (bukan suaminya) maka hal ini dinamakan mani
muhtarom keluarnya, tapi tidak
muhtarom waktu masuknya kefarji, dan dia wajib punya iddah (masa
penantian) jika suaminya
menceraika n sebelum
disetubui. Menurut yang
mu'tamad, berbeda dengan pendatnya imam ibnu hajar yang
mengatakan ,
kreteriany a harus muhtarom keduanya
(waktu masuk dan keluar) seperti ketetapan dari Syaikhuna (Rofi'i Nawawi).
Kifayatu Al-akhyar,
لو إستمنى الرجل منية بيد امرأته او امته جاز لأنها محل استمتاعها
Jika seorang suami sengaja mengeluark an air maninya dengan perantara tangan istrinya,
atau tangan perempuan amatnya, maka boleh, karena perempuan tersebut tempat
istima' (senang-se nang) bagi seorang
suami.
Tuhfa, VI: 431, Al-bajuri, II: 172, Al-bughya: 238
Semoga bermanfaat
Semoga bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar