Suatu saat Rasulullah menerima hadiah dari Gubernur Mesir, yakni Mariah yang kemudian menjadi istri Rasulullah. Mariah adalah seorang wanita yang beragama Ortodok Koptik.
Rasulullah berkata kepada Khalifah Umar, "Nanti Mesir akan berjaya melalui tanganmu (kekuasaanmu), saya titipkan keluarga Mariah kepadamu."
Rasulullah menitipkan keluarga Mariah adalah untuk menjaga agama Mariah sebelumnya yakni Ortodok Koptik.
"Dan akhirnya terbukti, ketika Perang Salib, tidak satupun orang
Ortodok Koptik yang diserang. Dan hingga saat ini Ortodok Koptik tetap
eksis di Alexandria".
*Diceritakan oleh Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj dalam Refleksi Awal Tahun PBNU, Selasa, 4 Desember 2011. Soure: nu.or.id
Muhammad
Rasulullah mengirim surat kepada Raja Muqauqis melalui Hatib bin
Baltaah, rnenggugah raja agar memeluk Islam. Raja Muqauqis menerima
Hatib dengan ramah dan hangat, namun dengan ramah dia menolak memeluk
Islam. Lalu, sesuai tradisi politik dan budaya zaman itu, sebagai
pernyataan persaudaraan dia mengirimkan Maria dan Sirin, dua gadis
cantik berdarah Yahudi Mesir, dan seorang budak bernama Maburi, serta
hadiah-hadiah hasil kerajinan dari Mesir untuk Rasulullah.
Di tengah perjalanan Hatib rnerasakan kesedihan hati Mariyah karena harus rneninggalkan kampung halamannya. Hatib rnenghibur mereka dengan menceritakan Rasulullah dan Islam, kemudian mengajak mereka merneluk Islam. Mereka pun menerirna ajakan tersebut.
Rasulullah menerima kabar penolakan Muqauqis dan hadiahnya tahun 7 H . dan betapa terkejutnya Rasulullah terhadap budak pemberian Muqauqis itu. Beliau menikahi Maria dan menjodohkan Sirin kepada penyairnya, Hasan bin Tsabit.
Istri-istri Nabi yang lain sangat cemburu atas kehadiran orang Mesir yang cantik itu, sehingga Rasulullah harus menitipkan Maria di rumah Haritsah bin Nu’man yang terletak di sebelah masjid.
Seperti halnya Sayyidah Raihanah binti Zaid, Mariyah al-Qibtiyah adalah budak Rasulullah yang kemudian beliau bebaskan dan beliau nikahi. Rasulullah memperlakukan Mariyah sebagaimana beliau memperlakukan istri-istri beliau yang lainnya. Abu Bakar dan Umar pun memperlakukan Mariyah layaknya seorang Ummul-Mukminin. Dia adalah istri Rasulullah satu-satunya yang melahirkan seorang putra, Ibrahirn, setelah Khadijah. ]
Dari Mesir ke Yastrib (Madianh)
Tentang Maria, tidak banyak yang diketahui selain nama ayahnya. Nama lengkapnya adalah Maria binti Syama’un dan dilahirkan di dataran tinggi Mesir yang dikenal dengan nama Hafn. Ayahnya berasal dan Suku Qibti, dan ibunya adalah penganut agarna Kristen Masehi Romawi. Setelah remaja, bersarna saudara perempuannya, Sirin, Maria dipekerjakan pada Raja Muqauqis.
Ibrahim bin Muhammad
Allah menghendaki Maria al-Qibtiyah melahirkan seorang putra Rasulullah setelah Khadijah r.a. Betapa gembiranya Rasulullah mendengar berita kehamilan Maria, terlebih setelah putra-putrinya, yaitu Abdullah, Qasim, dan Ruqayah telah meninggal dunia anak dari Khadijah.
Maria mengandung setelah setahun tiba di Madinah. Kehamilannya membuat istri-istri Rasul cemburu karena telah beberapa tahun mereka menikah, namun tidak kunjung dikaruniai seorang anak pun. Rasulullah menjaga kesehatan kandungan Maria dengan sangat hati-hati. Pada bulan Dzulhijjah tahun kedelapan hijriyah, Maria melahirkan bayinya yang kemudian Rasulullah memberinya nama Ibrahim seperti nama bapak para nabi, Ibrahim. Kaum muslimin menyambut kelahiran putra Rasulullah dengan gembira.
Akan tetapi, di kalangan istri Rasul lainnya api cemburu tengah membakar, suatu perasaan yang Allah ciptakan dominan pada kaum wanita. Rasa cemburu semakin tampak bersamaan dengan rahasia pertemuan Rasulullah dengan Maria di rumah Hafshah saat Hafshah tidak berada di rumahnya. Hal ini menyebabkan Hafshah marah. Atas kemarahan Hafshah itu Rasulullah rnengharamkan Maria atas diri beliau. Allah pun menegur Rasulullah lewat firman-Nya:
“Hai Muhammad, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.“ (QS. At-Tahriim:1)
Aisyah mengungkapkan rasa cemburunya, “Aku tidak pernah cemburu kepada wanita kecuali kepada Maria karena dia berparas cantik dan Rasulullah sangat sayang kepadanya. Ketika pertama kali datang, Rasulullah menitipkannya di rumah Haritsah bin Nu’man al-Anshari, lalu dia menjadi tetangga kami. Akan tetapi, beliau sering kali di sana siang dan malam. Aku merasa sedih. Oleh karena itu, Rasulullah memindahkannya ke kamar atas, tetapi beliau tetap mendatangi tempat itu. Sungguh itu lebih menyakitkan bagi kami.” Di dalam riwayat lain dikatakan bahwa Aisyah berkata, “Allah memberinya anak, sementara kami tidak dikaruni anak seorang pun.”
Beberapa orang Munafiqun bergunjing, menuduh Maria telah melahirkan anak hasil perbuatannya dengan Maburi, budak yang menemaninya dari Mesir dan kemudian menjadi pelayan Maria. Akan tetapi, Allah membukakan kebenaran untuk diri Maria setelah Ali menemui Maburi dengan pedang terhunus. Maburi menuturkan bahwa dirinya adalah laki-laki yang telah dikebiri oleh raja.
Pada usianya yang kesembilan belas bulan, Ibrahim jatuh sakit sehingga meresahkan kedua orang tuanya. Maria bersama Sirin senantiasa menunggui Ibrahim. Suatu malam, ketika sakit Ibrahim bertambah parah, dengan perasaan sedih Nabi bersama Abdurrahman bin Auf pergi ke rumah Maria. Ketika Ibrahim dalam keadaan sekarat, Rasulullah bersabda, “Kami tidak dapat menolongmu dari kehendak Allah, wahai anakku Ibrahim.”
Tanpa beliau sadari, air mata telah bercucuran. Ketika Ibrahim meninggal dunia, beliau kembali bersabda, “Wahai Ibrahim, seandainya ini bukan perintah yang haq, janji yang benar, dan masa akhir kita yang menyusuli masa awal kita, niscaya kami akan merasa sedih atas kematianmu lebih dari ini. Kami semua merasa sedih, wahai Ibrahim… Mata kami menangis, hati kami bersedih, dan kami tidak akan mengucapkan sesuatu yang menyebabkan murka Allah.”
Demikianlah keadaan Nabi ketika menghadapi kematian putranya. Walaupun tengah berada dalam kesedihan, beliau tetap berada dalam sikap yang tegar sehingga tetap menjadi contoh ketika menghadapi cobaan besar. Rasulullah mengurus sendiri jenazah Ibrahim kemudian beliau menguburkannya di Baqi’.
Setelah Rasulullah wafat, Maria hidup menyendiri dan menjalani hidupnya hanya untuk beribadah kepada Allah. Dia wafat lima tahun setelah wafatnya Rasulullah, yaitu pada tahun ke-46 hijrah, pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab. Khalifah sendiri yang menyalati jenazah Maria, kemudian dikebumikan di Baqi’.
Semoga Allah menempatkannya pada kedudukan yang mulia dan penuh berkah. Amin.
------------------------------------------------------------------------
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكَ تَبْتَغِي مَرْضَاةَ أَزْوَاجِكَ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (١) قَدْ فَرَضَ اللَّهُ لَكُمْ تَحِلَّةَ أَيْمَانِكُمْ وَاللَّهُ مَوْلاكُمْ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ (٢) وَإِذْ أَسَرَّ النَّبِيُّ إِلَى بَعْضِ أَزْوَاجِهِ حَدِيثًا فَلَمَّا نَبَّأَتْ بِهِ وَأَظْهَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ عَرَّفَ بَعْضَهُ وَأَعْرَضَ عَنْ بَعْضٍ فَلَمَّا نَبَّأَهَا بِهِ قَالَتْ مَنْ أَنْبَأَكَ هَذَا قَالَ نَبَّأَنِيَ الْعَلِيمُ الْخَبِيرُ (٣)إِنْ تَتُوبَا إِلَى اللَّهِ فَقَدْ صَغَتْ قُلُوبُكُمَا وَإِنْ تَظَاهَرَا عَلَيْهِ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ مَوْلاهُ وَجِبْرِيلُ وَصَالِحُ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمَلائِكَةُ بَعْدَ ذَلِكَ ظَهِيرٌ (٤)عَسَى رَبُّهُ إِنْ طَلَّقَكُنَّ أَنْ يُبْدِلَهُ أَزْوَاجًا خَيْرًا مِنْكُنَّ مُسْلِمَاتٍ مُؤْمِنَاتٍ قَانِتَاتٍ تَائِبَاتٍ عَابِدَاتٍ سَائِحَاتٍ ثَيِّبَاتٍ وَأَبْكَارًا (٥)
Terjemah Surat At Tahrim Ayat 1-5
1. [1] [2]Wahai Nabi![3] Mengapa engkau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah bagimu[4]? Engkau ingin menyenangkan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang[5].
2. Sungguh, Allah telah mewajibkan kepadamu membebaskan diri dari sumpahmu[6]; dan Allah adalah Pelindungmu[7] dan Dia Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana[8].
3. Dan ingatlah ketika secara rahasia Nabi membicarakan suatu peristiwa kepada salah seorang istrinya (Hafsah)[9]. Lalu dia (Hafshah) menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah)[10] dan Allah memberitahukan peristiwa itu (pembicaraan Hafsah dan Aisyah) kepadanya (Nabi), lalu (Nabi) memberitahukan (kepada Hafsah) sebagian dan menyembunyikan sebagian yang lain[11]. Maka ketika dia (Nabi) memberitahukan pembicaraan itu kepadanya (Hafsah), dia bertanya, "Siapa yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?" Nabi menjawab, "Yang memberitahukan kepadaku adalah Allah Yang Maha Mengetahui lagi Mahateliti."
4. Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka sungguh, hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan)[12]; dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, Maka sesungguhnya Allah menjadi Pelindungnya dan (juga) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain itu malaikat-malaikat adalah penolongnya[13].
5. [14]Jika dia (Nabi) menceraikan kamu, boleh Jadi Tuhan akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik dari kamu, perempuan-perempuan yang patuh[15], yang beriman[16], yang taat[17], yang bertobat[18], yang beribadah, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan[19
--------------------------------------------------------------------------
*Diceritakan oleh Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj dalam Refleksi Awal Tahun PBNU, Selasa, 4 Desember 2011. Soure: nu.or.id
MARIA, PEREMPUAN YAHUDI ISTERI RASULULLAH
Di tengah perjalanan Hatib rnerasakan kesedihan hati Mariyah karena harus rneninggalkan kampung halamannya. Hatib rnenghibur mereka dengan menceritakan Rasulullah dan Islam, kemudian mengajak mereka merneluk Islam. Mereka pun menerirna ajakan tersebut.
Rasulullah menerima kabar penolakan Muqauqis dan hadiahnya tahun 7 H . dan betapa terkejutnya Rasulullah terhadap budak pemberian Muqauqis itu. Beliau menikahi Maria dan menjodohkan Sirin kepada penyairnya, Hasan bin Tsabit.
Istri-istri Nabi yang lain sangat cemburu atas kehadiran orang Mesir yang cantik itu, sehingga Rasulullah harus menitipkan Maria di rumah Haritsah bin Nu’man yang terletak di sebelah masjid.
Seperti halnya Sayyidah Raihanah binti Zaid, Mariyah al-Qibtiyah adalah budak Rasulullah yang kemudian beliau bebaskan dan beliau nikahi. Rasulullah memperlakukan Mariyah sebagaimana beliau memperlakukan istri-istri beliau yang lainnya. Abu Bakar dan Umar pun memperlakukan Mariyah layaknya seorang Ummul-Mukminin. Dia adalah istri Rasulullah satu-satunya yang melahirkan seorang putra, Ibrahirn, setelah Khadijah. ]
Dari Mesir ke Yastrib (Madianh)
Tentang Maria, tidak banyak yang diketahui selain nama ayahnya. Nama lengkapnya adalah Maria binti Syama’un dan dilahirkan di dataran tinggi Mesir yang dikenal dengan nama Hafn. Ayahnya berasal dan Suku Qibti, dan ibunya adalah penganut agarna Kristen Masehi Romawi. Setelah remaja, bersarna saudara perempuannya, Sirin, Maria dipekerjakan pada Raja Muqauqis.
Ibrahim bin Muhammad
Allah menghendaki Maria al-Qibtiyah melahirkan seorang putra Rasulullah setelah Khadijah r.a. Betapa gembiranya Rasulullah mendengar berita kehamilan Maria, terlebih setelah putra-putrinya, yaitu Abdullah, Qasim, dan Ruqayah telah meninggal dunia anak dari Khadijah.
Maria mengandung setelah setahun tiba di Madinah. Kehamilannya membuat istri-istri Rasul cemburu karena telah beberapa tahun mereka menikah, namun tidak kunjung dikaruniai seorang anak pun. Rasulullah menjaga kesehatan kandungan Maria dengan sangat hati-hati. Pada bulan Dzulhijjah tahun kedelapan hijriyah, Maria melahirkan bayinya yang kemudian Rasulullah memberinya nama Ibrahim seperti nama bapak para nabi, Ibrahim. Kaum muslimin menyambut kelahiran putra Rasulullah dengan gembira.
Akan tetapi, di kalangan istri Rasul lainnya api cemburu tengah membakar, suatu perasaan yang Allah ciptakan dominan pada kaum wanita. Rasa cemburu semakin tampak bersamaan dengan rahasia pertemuan Rasulullah dengan Maria di rumah Hafshah saat Hafshah tidak berada di rumahnya. Hal ini menyebabkan Hafshah marah. Atas kemarahan Hafshah itu Rasulullah rnengharamkan Maria atas diri beliau. Allah pun menegur Rasulullah lewat firman-Nya:
“Hai Muhammad, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.“ (QS. At-Tahriim:1)
Aisyah mengungkapkan rasa cemburunya, “Aku tidak pernah cemburu kepada wanita kecuali kepada Maria karena dia berparas cantik dan Rasulullah sangat sayang kepadanya. Ketika pertama kali datang, Rasulullah menitipkannya di rumah Haritsah bin Nu’man al-Anshari, lalu dia menjadi tetangga kami. Akan tetapi, beliau sering kali di sana siang dan malam. Aku merasa sedih. Oleh karena itu, Rasulullah memindahkannya ke kamar atas, tetapi beliau tetap mendatangi tempat itu. Sungguh itu lebih menyakitkan bagi kami.” Di dalam riwayat lain dikatakan bahwa Aisyah berkata, “Allah memberinya anak, sementara kami tidak dikaruni anak seorang pun.”
Beberapa orang Munafiqun bergunjing, menuduh Maria telah melahirkan anak hasil perbuatannya dengan Maburi, budak yang menemaninya dari Mesir dan kemudian menjadi pelayan Maria. Akan tetapi, Allah membukakan kebenaran untuk diri Maria setelah Ali menemui Maburi dengan pedang terhunus. Maburi menuturkan bahwa dirinya adalah laki-laki yang telah dikebiri oleh raja.
Pada usianya yang kesembilan belas bulan, Ibrahim jatuh sakit sehingga meresahkan kedua orang tuanya. Maria bersama Sirin senantiasa menunggui Ibrahim. Suatu malam, ketika sakit Ibrahim bertambah parah, dengan perasaan sedih Nabi bersama Abdurrahman bin Auf pergi ke rumah Maria. Ketika Ibrahim dalam keadaan sekarat, Rasulullah bersabda, “Kami tidak dapat menolongmu dari kehendak Allah, wahai anakku Ibrahim.”
Tanpa beliau sadari, air mata telah bercucuran. Ketika Ibrahim meninggal dunia, beliau kembali bersabda, “Wahai Ibrahim, seandainya ini bukan perintah yang haq, janji yang benar, dan masa akhir kita yang menyusuli masa awal kita, niscaya kami akan merasa sedih atas kematianmu lebih dari ini. Kami semua merasa sedih, wahai Ibrahim… Mata kami menangis, hati kami bersedih, dan kami tidak akan mengucapkan sesuatu yang menyebabkan murka Allah.”
Demikianlah keadaan Nabi ketika menghadapi kematian putranya. Walaupun tengah berada dalam kesedihan, beliau tetap berada dalam sikap yang tegar sehingga tetap menjadi contoh ketika menghadapi cobaan besar. Rasulullah mengurus sendiri jenazah Ibrahim kemudian beliau menguburkannya di Baqi’.
Setelah Rasulullah wafat, Maria hidup menyendiri dan menjalani hidupnya hanya untuk beribadah kepada Allah. Dia wafat lima tahun setelah wafatnya Rasulullah, yaitu pada tahun ke-46 hijrah, pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab. Khalifah sendiri yang menyalati jenazah Maria, kemudian dikebumikan di Baqi’.
Semoga Allah menempatkannya pada kedudukan yang mulia dan penuh berkah. Amin.
------------------------------------------------------------------------
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكَ تَبْتَغِي مَرْضَاةَ أَزْوَاجِكَ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (١) قَدْ فَرَضَ اللَّهُ لَكُمْ تَحِلَّةَ أَيْمَانِكُمْ وَاللَّهُ مَوْلاكُمْ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ (٢) وَإِذْ أَسَرَّ النَّبِيُّ إِلَى بَعْضِ أَزْوَاجِهِ حَدِيثًا فَلَمَّا نَبَّأَتْ بِهِ وَأَظْهَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ عَرَّفَ بَعْضَهُ وَأَعْرَضَ عَنْ بَعْضٍ فَلَمَّا نَبَّأَهَا بِهِ قَالَتْ مَنْ أَنْبَأَكَ هَذَا قَالَ نَبَّأَنِيَ الْعَلِيمُ الْخَبِيرُ (٣)إِنْ تَتُوبَا إِلَى اللَّهِ فَقَدْ صَغَتْ قُلُوبُكُمَا وَإِنْ تَظَاهَرَا عَلَيْهِ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ مَوْلاهُ وَجِبْرِيلُ وَصَالِحُ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمَلائِكَةُ بَعْدَ ذَلِكَ ظَهِيرٌ (٤)عَسَى رَبُّهُ إِنْ طَلَّقَكُنَّ أَنْ يُبْدِلَهُ أَزْوَاجًا خَيْرًا مِنْكُنَّ مُسْلِمَاتٍ مُؤْمِنَاتٍ قَانِتَاتٍ تَائِبَاتٍ عَابِدَاتٍ سَائِحَاتٍ ثَيِّبَاتٍ وَأَبْكَارًا (٥)
Terjemah Surat At Tahrim Ayat 1-5
1. [1] [2]Wahai Nabi![3] Mengapa engkau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah bagimu[4]? Engkau ingin menyenangkan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang[5].
2. Sungguh, Allah telah mewajibkan kepadamu membebaskan diri dari sumpahmu[6]; dan Allah adalah Pelindungmu[7] dan Dia Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana[8].
3. Dan ingatlah ketika secara rahasia Nabi membicarakan suatu peristiwa kepada salah seorang istrinya (Hafsah)[9]. Lalu dia (Hafshah) menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah)[10] dan Allah memberitahukan peristiwa itu (pembicaraan Hafsah dan Aisyah) kepadanya (Nabi), lalu (Nabi) memberitahukan (kepada Hafsah) sebagian dan menyembunyikan sebagian yang lain[11]. Maka ketika dia (Nabi) memberitahukan pembicaraan itu kepadanya (Hafsah), dia bertanya, "Siapa yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?" Nabi menjawab, "Yang memberitahukan kepadaku adalah Allah Yang Maha Mengetahui lagi Mahateliti."
4. Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka sungguh, hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan)[12]; dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, Maka sesungguhnya Allah menjadi Pelindungnya dan (juga) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain itu malaikat-malaikat adalah penolongnya[13].
5. [14]Jika dia (Nabi) menceraikan kamu, boleh Jadi Tuhan akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik dari kamu, perempuan-perempuan yang patuh[15], yang beriman[16], yang taat[17], yang bertobat[18], yang beribadah, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan[19
يَا
أَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكَ تَبْتَغِي
مَرْضَاةَ أَزْوَاجِكَ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (١) قَدْ فَرَضَ اللَّهُ
لَكُمْ تَحِلَّةَ أَيْمَانِكُمْ وَاللَّهُ مَوْلاكُمْ وَهُوَ الْعَلِيمُ
الْحَكِيمُ (٢) وَإِذْ أَسَرَّ النَّبِيُّ إِلَى بَعْضِ أَزْوَاجِهِ
حَدِيثًا فَلَمَّا نَبَّأَتْ بِهِ وَأَظْهَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ عَرَّفَ
بَعْضَهُ وَأَعْرَضَ عَنْ بَعْضٍ فَلَمَّا نَبَّأَهَا بِهِ قَالَتْ مَنْ
أَنْبَأَكَ هَذَا قَالَ نَبَّأَنِيَ الْعَلِيمُ الْخَبِيرُ (٣)إِنْ
تَتُوبَا إِلَى اللَّهِ فَقَدْ صَغَتْ قُلُوبُكُمَا وَإِنْ تَظَاهَرَا
عَلَيْهِ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ مَوْلاهُ وَجِبْرِيلُ وَصَالِحُ
الْمُؤْمِنِينَ وَالْمَلائِكَةُ بَعْدَ ذَلِكَ ظَهِيرٌ (٤)عَسَى رَبُّهُ
إِنْ طَلَّقَكُنَّ أَنْ يُبْدِلَهُ أَزْوَاجًا خَيْرًا مِنْكُنَّ
مُسْلِمَاتٍ مُؤْمِنَاتٍ قَانِتَاتٍ تَائِبَاتٍ عَابِدَاتٍ سَائِحَاتٍ
ثَيِّبَاتٍ وَأَبْكَارًا (٥)
Terjemah Surat At Tahrim Ayat 1-5
1. [1] [2]Wahai Nabi![3] Mengapa engkau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah bagimu[4]? Engkau ingin menyenangkan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang[5].
2. Sungguh, Allah telah mewajibkan kepadamu membebaskan diri dari sumpahmu[6]; dan Allah adalah Pelindungmu[7] dan Dia Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana[8].
3. Dan ingatlah ketika secara rahasia Nabi membicarakan suatu peristiwa kepada salah seorang istrinya (Hafsah)[9]. Lalu dia (Hafshah) menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah)[10]
dan Allah memberitahukan peristiwa itu (pembicaraan Hafsah dan Aisyah)
kepadanya (Nabi), lalu (Nabi) memberitahukan (kepada Hafsah) sebagian
dan menyembunyikan sebagian yang lain[11].
Maka ketika dia (Nabi) memberitahukan pembicaraan itu kepadanya
(Hafsah), dia bertanya, "Siapa yang telah memberitahukan hal ini
kepadamu?" Nabi menjawab, "Yang memberitahukan kepadaku adalah Allah
Yang Maha Mengetahui lagi Mahateliti."
4. Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka sungguh, hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan)[12];
dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, Maka sesungguhnya
Allah menjadi Pelindungnya dan (juga) Jibril dan orang-orang mukmin
yang baik; dan selain itu malaikat-malaikat adalah penolongnya[13].
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/04/tafsir-at-tahrim-ayat-1-12.html#sthash.TmH2BNB2.dpuf
Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa
yang Allah menghalalkannya bagimu, kamu mencari kesenangan hati
istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.
Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada kamu sekalian membebaskan
diri dari sumpahmu; dan Allah adalah Pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui
lagi Maha Bijaksana (QS. At-Tahrim [66]: 1-2)
Dengan usainya Perang Tabuk, maka selesailah amanat Allah diajarkan ke
seluruh Jazirah Arab. Dan Rasulullah sudah merasa aman dari setiap
permusuhan yang akan ditujukan kepada agama Islam.
Utusan-utusan dari pelbagai daerah datang menghadap beliau dengan menyatakan kesetiaan serta mengumumkan keislaman mereka. Perang Tabuk bagi Rasulullah merupakan ekspedisi terakhir. Sesudah itu, beliau menetap di Madinah.
Utusan-utusan dari pelbagai daerah datang menghadap beliau dengan menyatakan kesetiaan serta mengumumkan keislaman mereka. Perang Tabuk bagi Rasulullah merupakan ekspedisi terakhir. Sesudah itu, beliau menetap di Madinah.
Perjanjian Hudaibiyah tidak dapat disangkal merupakan satu
kemenangan umat Islam yang tidak disadari oleh kaum Musyrikin. Sebab
lewat perjanjian damai itu, Islam kemudian mampu menyebar luas hingga
keluar kota Makkah dan Madinah, bahkan sampai ke pelosok negeri lain.
Perjanjian perdamaian itu juga menjadi satu bukti bahwa penyebarluasan
agama Islam bukan akibat dari sebilah pedang atau peperangan.
Sebaliknya, Islam menyebar dengan jiwa kasih sayang, rasa damai dan yang
lebih penting lagi; teladan dari kehidupan nabi yang menebarkan pesona
dan ketakjuban bagi siapa pun. Tidak salah, jika dalam waktu singkat
-–pada masa perjanjian Hudaibiyah itu—Islam diam-diam merambah ke
berbagai wilayah dan pengikut Muhammad menjadi bertambah.
Kenyataan itu menegaskan bahwa Islam adalah agama untuk semua umat manusia yang menghuni bumi ini dan bukan hanya bagi penduduk Madinah dan Makkah. Karena itu, setelah berjuang dengan penuh penderitaan di Makkah dan Madinah, nabi Muhammad menyeru Islam ke beberapa negara tetangga. Sepulang dari Hudaibiyah, rasul segera mengumpulkan semua pengikutnya dan mengumumkan bahwa pada saat itu adalah moment yang tepat menyebarkan pesan-pesan Islam hingga ke mancanegara. Dan para sahabat menerima misi itu dengan suka cita. Maka, mulailah nabi Muhammad mengirimkan utusan untuk menyampaikan surat ajakan kepada beberapa raja negara tetangga.
Dari sekian raja di negeri tetangga, salah satu penguasa yang mendapatkan surat dari nabi itu adalah Raja al-Muqauqis, penguasa kaum Koptik di Mesir. Dan yang membawa surat nabi itu adalah Khatib bin Abi Balta`ah. Raja menyambut Khatib serta menerima pesan nabi itu dengan penuh penghargaan. Raja al-Muqauqis juga mau membaca surat nabi, dan setelah membaca dengan seksama, sang raja meletakkan surat itu kemudian meminta kepada Khatib untuk menjelaskan sifat dan perangai rasulullah.
Khatib lalu bercerita tentang diri nabi. Dan ternyata perangai nabi yang diceritakan Khatib itu tidak melenceng dari sifat seorang nabi yang akan datang yang sudah raja ketahui dari kitab suci terdahulu. Seketika itu, raja tidak ragu untuk mengakui kenabian Muhammad. Akan tetapi, yang menjadi persoalan adalah, raja takut kalau bangsa Koptik Mesir tidak mau menerima pesan tersebut. Di samping itu, juga ada kekhawatiran mengenai posisinya kalau rakyat kemudian melakukan pemberontakan. Akhirnya, raja menerima pesan nabi itu secara pribadi dan saat Khatib pulang, raja menitipkan pesan lewat surat kepada nabi, juga mengirim hadiah buat nabi. Di antara hadiah itu adalah seekor keledai putih dan dua budak perempuan, Mariyah al-Qibthiyah dan saudara perempuannya bernama Sirin. Rasulullah memilih Mariyah dan memberikan Sirin kepada Hasan bin Tsabit.
Mariyah memang seorang budak, tetapi ia sebenarnya memiliki kedudukan yang tinggi di kalangan orang Koptik. Ia adalah putri dari Syam`un. Setelah dijadikan sebagai hadiah buat nabi, Mariyah pun memeluk Islam. Rasul kemudian menempatkan Mariyah di Al-Aliyah (sebuah kebun yang kemudian dikenal dengan sebutan Masyrabah Ummu Ibrahim) dan rasulullah kerap mondar-mandir di kebun tersebut menemui Mariyah.
***
Pada suatu hari, Hafshah (anaknya sohabat Umar, seorang istri nabi) pergi keluar rumah. Padahal di hari itu, adalah jadwal rasulullah mendatangi rumah Hafshah. Entah kenapa, Hafshah justru pergi ke rumah ayahnya, Umar bin Khattab dan bercengkrama dengan sang ayah. Di saat Hafshah sedang pergi itulah, rasul mendatangi budak wanita beliau, Mariyah dan kemudian mengajak pergi ke rumah Hafshah.
Tak lama kemudian Hafshah pulang ke rumah. Betapa terkejutnya Hafshah mendapati budak wanita itu dan rasulullah berada di rumahnya. Ia kaget. Tapi ia menunggu budak wanita itu keluar, meski dengan rasa cemburu yang meledak-ledak. Mengetahui jika Hafshah datang, rasulullah pun menyuruh budak wanita itu keluar dan masuklah Hafshah ke dalam. Seketika itu juga, Hafshah langsung berkata pada Rasulullah, “Sungguh aku tahu orang yang ada di sampingmu tadi. Demi Allah, sungguh engkau telah menyakitiku.”
Rasul menjawab, “Demi Allah, aku pasti meminta keridhaanmu. Aku akan merahasiakan sebuah rahasia kepadamu, oleh karena itu, jagalah rahasia tersebut.”
Hafshah sedikit tenang, dan penasaran sehingga bertanya, “Rahasia apa itu?”
Rasul berkata, “Aku bersaksi kepadamu bahwa budak wanitaku (Mariyah) ini haram bagiku demi mendapatkan keridhaanku.”
Dari raut muka Hafshah, Rasul mendapatkan kesan tertentu dari perkataan Hafshah yang tersakiti. Karenanya, rasul ingin menghibur sehingga secara rahasia beliau membisikkan kepada Hafsah bahwa Mariyah haram bagi beliau, seraya meminta Hafshah menyembunyikan rahasia itu untuk tidak memberitahukan kepada seorang pun dari istri-istri beliau yang lain.
Tetapi Hafshah ternyata tidak menyembunyikan rahasia itu. Di hari esok, Hafshah bahkan mendatangi rumah Aisyah dan menceritakan rahasia tersebut, “Berbahagialah engkau, sesungguhnya rasulullah telah mengharamkan budak wanita beliau bagi beliau.”
Rahasia yang semula hanya diketahui oleh Hafshah itupun terkuak dan Aisyah jadi tahu sehingga berita (rahasia) itu tersebar kepada istri-istri beliau yang lain pula. Lebih dari itu, Aisyah minta pula agar Mariyah tidak tinggal sekota dengan Rasulullah. Jelas, peristiwa itu membuat rasulullah marah dan bersumpah tidak akan mendekati istri-istrinya selama satu bulan.
Kemarahan Rasul itu, karena Rasul diberitahu oleh Allah jika rahasia itu sudah tak lagi menjadi rahasia lagi. Ketika Hafshah menceritakan rahasia itu pada Aisyah, Allah telah memperlihatkan kejadian itu kepada Rasulullah lewat wahyu dengan turunnya ayat suci, yakni ayat-ayat pertama surat al-Tahrim. “Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang. Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada kamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu; dan Allah adalah Pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. At-Tahrim 1-2).
Menurut M. Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah, para ulama berbeda pendapat menyangkut ucapan nabi yang dikemukakan dalam sebab turun surat ini. Ada yang menilainya kalau ucapan nabi itu sebagai sumpah karena komitmen nabi kepada Hafshah itu dinilai serupa sumpah. Ada juga yang tidak menilainya sebagai sumpah. Yang menilainya sumpah, berbeda pendapat; apakah beliau membatalkan sumpahnya atau tidak. Alasan yang berpendapat bahwa beliau tidak membatalkan adalah ayat di atas yang menyatakan bahwa Allah Maha Pengampun, yakni Allah telah mengampuni beliau sehingga tidak perlu membatalkannya dengan kaffarat.
Ada juga yang berpendapat bahwa beliau menebus sumpah itu dengan memerdekakan hamba, berdasar QS. al-Maidah [5]: 89 yang menegaskan bahwa, “Maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluarga kamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barangsiapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kffarat-nya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpah kamu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar).
Dalam ayat berikutnya, al-Quran menjelaskan asal mula peristiwa yang mengundang turunnya teguran itu, “Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari istri-istrinya (Hafshah) suatu peristiwa. Maka tatkala (Hafshah) menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah), dan Allah memberitahukan hal itu (semua pembicaraan antara Hafshah dengan Aisyah) kepada Muhammad lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitahukan Allah kepadanya) dan menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafshah).
Maka tatkala (Muhammmad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafshah dan Aisyah) lalu Hafshah bertanya, ‘Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?’ Nabi menjawab, ‘Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.’ Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan) dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mu’min yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula. Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertaubat, yang mengerjakan ibadah, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan (QS. At-Tahrim [66]: 3-5).
Lebih lanjut, Quraish Shihab menjelaskan bahwa setelah turunnya ayat-ayat di atas, hati nabi kembali menjadi tenang. Meski demikian, ayat-ayat di atas secara tidak langsung menggambarkan satu sisi dari kehidupan nabi Muhammad, seorang nabi yang memiliki tugas suci dalam menyampaikan risalah Ilahi dan pada saat yang sama juga tidak bisa keluar dari sifat kemanusaannya. Di sana digambarkan satu upaya nabi merayu dan membujuk pasangan, ada rahasia pribadi yang dibisikkan, diminta untuk merahasiakan, ada dorongan seksual, ada rasa marah, ada juga perasaan cemburu dan bersamaan dengan itu semua ada bimbingan dan pengarahan Allah, karena tuntunan risalah Islamiyah bukannya mencabut potensi dan bawaan manusia tetapi ia adalah ajaran yang sesuai dengan fitrah sehingga ia mengukuhkan dan mengarahkannya ke arah yang benar.
***
Setelah Rasulullah tahu, Hafshah merasa bersalah atas apa yang diperbuatnya, yakni menyebarkan rahasia Rasulullah berkenaan dengan Mariyah itu kepada Aisyah. Hafshah pun kemudian memberitakan bahwa nabi Muhammad telah menceraikannya. Umar mengetahui hal itu. Ia lalu menaburkan tanah di atas kepada putrinya, Hafshah sebagai tanda penyesalan, seraya berkata, “Allah tidak peduli dengan Umar dan putrinya”.
Pada hari esoknya, malaikat Jibril datang kepada Nabi, dan berkata, “Sesungguhnya Allah memerintahkan kepadamu untuk kembali kepada Hafshah sebagai rahmat bagi Umar.”
Ketika itu, Rasul sedang berada di masjid untuk menjauhkan diri dari istri-istrinya. Sebagian orang berkata bahwa Rasulullah telah menceraikan istri-istrinya. Umar berusaha menemui Nabi dan ia berkata kepada salah seorang budak, bernama Rabah untuk memintakan izin kepada rasulullah baginya untuk bertemu.
“Hai Rabah, mintakan izin bagiku untuk bertemu Rasulullah. Sesungguhnya aku datang karena Hafshah. Demi Allah, apabila beliau menyuruhku mendera batang leher Hafshah, niscaya akan aku dera.”
Rasulullah mendengar hal itu dan beliau memberikan izin kepada Umar untuk masuk. Betapa sedihnya hati Umar ketika melihat keadaan Rasulullah ketika itu, sehingga membuat Umar kemudian berkata, ““Ya, Rasulullah, apakah yang menyusahkan Anda tentang hal wanita? Jika Anda menceraikan mereka, maka sesungguhnya Allah bersamamu, begitu pula malaikat-Nya dan Jibril; sedang aku, Abu Bakar dan kaum mu`minin, bersama Anda.”
Lalu Rasulullah memberitahukan kepada Umar bin Khattab bahwa beliau sesungguhnya tidak menceraikan mereka, tetapi sedang menjauhkan diri selama sebulan sebagai pelajaran bagi mereka. Maka, keluarlah Umar dari tempat Rasulullah untuk menerangkan kepada kaum muslimin bahwa nabi tidak menceraikan istri-istrinya dan terjadinya peristiwa itu, tidak ada maksud lain, kecuali sebagai pelajaran bagi istri-istri nabi.
***
Dengan usainya Perang Tabuk, maka selesailah amanat Allah diajarkan ke seluruh Jazirah Arab. Dan Rasulullah sudah merasa aman dari setiap permusuhan yang akan ditujukan kepada agama Islam.
Kenyataan itu menegaskan bahwa Islam adalah agama untuk semua umat manusia yang menghuni bumi ini dan bukan hanya bagi penduduk Madinah dan Makkah. Karena itu, setelah berjuang dengan penuh penderitaan di Makkah dan Madinah, nabi Muhammad menyeru Islam ke beberapa negara tetangga. Sepulang dari Hudaibiyah, rasul segera mengumpulkan semua pengikutnya dan mengumumkan bahwa pada saat itu adalah moment yang tepat menyebarkan pesan-pesan Islam hingga ke mancanegara. Dan para sahabat menerima misi itu dengan suka cita. Maka, mulailah nabi Muhammad mengirimkan utusan untuk menyampaikan surat ajakan kepada beberapa raja negara tetangga.
Dari sekian raja di negeri tetangga, salah satu penguasa yang mendapatkan surat dari nabi itu adalah Raja al-Muqauqis, penguasa kaum Koptik di Mesir. Dan yang membawa surat nabi itu adalah Khatib bin Abi Balta`ah. Raja menyambut Khatib serta menerima pesan nabi itu dengan penuh penghargaan. Raja al-Muqauqis juga mau membaca surat nabi, dan setelah membaca dengan seksama, sang raja meletakkan surat itu kemudian meminta kepada Khatib untuk menjelaskan sifat dan perangai rasulullah.
Khatib lalu bercerita tentang diri nabi. Dan ternyata perangai nabi yang diceritakan Khatib itu tidak melenceng dari sifat seorang nabi yang akan datang yang sudah raja ketahui dari kitab suci terdahulu. Seketika itu, raja tidak ragu untuk mengakui kenabian Muhammad. Akan tetapi, yang menjadi persoalan adalah, raja takut kalau bangsa Koptik Mesir tidak mau menerima pesan tersebut. Di samping itu, juga ada kekhawatiran mengenai posisinya kalau rakyat kemudian melakukan pemberontakan. Akhirnya, raja menerima pesan nabi itu secara pribadi dan saat Khatib pulang, raja menitipkan pesan lewat surat kepada nabi, juga mengirim hadiah buat nabi. Di antara hadiah itu adalah seekor keledai putih dan dua budak perempuan, Mariyah al-Qibthiyah dan saudara perempuannya bernama Sirin. Rasulullah memilih Mariyah dan memberikan Sirin kepada Hasan bin Tsabit.
Mariyah memang seorang budak, tetapi ia sebenarnya memiliki kedudukan yang tinggi di kalangan orang Koptik. Ia adalah putri dari Syam`un. Setelah dijadikan sebagai hadiah buat nabi, Mariyah pun memeluk Islam. Rasul kemudian menempatkan Mariyah di Al-Aliyah (sebuah kebun yang kemudian dikenal dengan sebutan Masyrabah Ummu Ibrahim) dan rasulullah kerap mondar-mandir di kebun tersebut menemui Mariyah.
***
Pada suatu hari, Hafshah (anaknya sohabat Umar, seorang istri nabi) pergi keluar rumah. Padahal di hari itu, adalah jadwal rasulullah mendatangi rumah Hafshah. Entah kenapa, Hafshah justru pergi ke rumah ayahnya, Umar bin Khattab dan bercengkrama dengan sang ayah. Di saat Hafshah sedang pergi itulah, rasul mendatangi budak wanita beliau, Mariyah dan kemudian mengajak pergi ke rumah Hafshah.
Tak lama kemudian Hafshah pulang ke rumah. Betapa terkejutnya Hafshah mendapati budak wanita itu dan rasulullah berada di rumahnya. Ia kaget. Tapi ia menunggu budak wanita itu keluar, meski dengan rasa cemburu yang meledak-ledak. Mengetahui jika Hafshah datang, rasulullah pun menyuruh budak wanita itu keluar dan masuklah Hafshah ke dalam. Seketika itu juga, Hafshah langsung berkata pada Rasulullah, “Sungguh aku tahu orang yang ada di sampingmu tadi. Demi Allah, sungguh engkau telah menyakitiku.”
Rasul menjawab, “Demi Allah, aku pasti meminta keridhaanmu. Aku akan merahasiakan sebuah rahasia kepadamu, oleh karena itu, jagalah rahasia tersebut.”
Hafshah sedikit tenang, dan penasaran sehingga bertanya, “Rahasia apa itu?”
Rasul berkata, “Aku bersaksi kepadamu bahwa budak wanitaku (Mariyah) ini haram bagiku demi mendapatkan keridhaanku.”
Dari raut muka Hafshah, Rasul mendapatkan kesan tertentu dari perkataan Hafshah yang tersakiti. Karenanya, rasul ingin menghibur sehingga secara rahasia beliau membisikkan kepada Hafsah bahwa Mariyah haram bagi beliau, seraya meminta Hafshah menyembunyikan rahasia itu untuk tidak memberitahukan kepada seorang pun dari istri-istri beliau yang lain.
Tetapi Hafshah ternyata tidak menyembunyikan rahasia itu. Di hari esok, Hafshah bahkan mendatangi rumah Aisyah dan menceritakan rahasia tersebut, “Berbahagialah engkau, sesungguhnya rasulullah telah mengharamkan budak wanita beliau bagi beliau.”
Rahasia yang semula hanya diketahui oleh Hafshah itupun terkuak dan Aisyah jadi tahu sehingga berita (rahasia) itu tersebar kepada istri-istri beliau yang lain pula. Lebih dari itu, Aisyah minta pula agar Mariyah tidak tinggal sekota dengan Rasulullah. Jelas, peristiwa itu membuat rasulullah marah dan bersumpah tidak akan mendekati istri-istrinya selama satu bulan.
Kemarahan Rasul itu, karena Rasul diberitahu oleh Allah jika rahasia itu sudah tak lagi menjadi rahasia lagi. Ketika Hafshah menceritakan rahasia itu pada Aisyah, Allah telah memperlihatkan kejadian itu kepada Rasulullah lewat wahyu dengan turunnya ayat suci, yakni ayat-ayat pertama surat al-Tahrim. “Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang. Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada kamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu; dan Allah adalah Pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. At-Tahrim 1-2).
Menurut M. Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah, para ulama berbeda pendapat menyangkut ucapan nabi yang dikemukakan dalam sebab turun surat ini. Ada yang menilainya kalau ucapan nabi itu sebagai sumpah karena komitmen nabi kepada Hafshah itu dinilai serupa sumpah. Ada juga yang tidak menilainya sebagai sumpah. Yang menilainya sumpah, berbeda pendapat; apakah beliau membatalkan sumpahnya atau tidak. Alasan yang berpendapat bahwa beliau tidak membatalkan adalah ayat di atas yang menyatakan bahwa Allah Maha Pengampun, yakni Allah telah mengampuni beliau sehingga tidak perlu membatalkannya dengan kaffarat.
Ada juga yang berpendapat bahwa beliau menebus sumpah itu dengan memerdekakan hamba, berdasar QS. al-Maidah [5]: 89 yang menegaskan bahwa, “Maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluarga kamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barangsiapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kffarat-nya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpah kamu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar).
Dalam ayat berikutnya, al-Quran menjelaskan asal mula peristiwa yang mengundang turunnya teguran itu, “Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari istri-istrinya (Hafshah) suatu peristiwa. Maka tatkala (Hafshah) menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah), dan Allah memberitahukan hal itu (semua pembicaraan antara Hafshah dengan Aisyah) kepada Muhammad lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitahukan Allah kepadanya) dan menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafshah).
Maka tatkala (Muhammmad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafshah dan Aisyah) lalu Hafshah bertanya, ‘Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?’ Nabi menjawab, ‘Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.’ Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan) dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mu’min yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula. Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertaubat, yang mengerjakan ibadah, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan (QS. At-Tahrim [66]: 3-5).
Lebih lanjut, Quraish Shihab menjelaskan bahwa setelah turunnya ayat-ayat di atas, hati nabi kembali menjadi tenang. Meski demikian, ayat-ayat di atas secara tidak langsung menggambarkan satu sisi dari kehidupan nabi Muhammad, seorang nabi yang memiliki tugas suci dalam menyampaikan risalah Ilahi dan pada saat yang sama juga tidak bisa keluar dari sifat kemanusaannya. Di sana digambarkan satu upaya nabi merayu dan membujuk pasangan, ada rahasia pribadi yang dibisikkan, diminta untuk merahasiakan, ada dorongan seksual, ada rasa marah, ada juga perasaan cemburu dan bersamaan dengan itu semua ada bimbingan dan pengarahan Allah, karena tuntunan risalah Islamiyah bukannya mencabut potensi dan bawaan manusia tetapi ia adalah ajaran yang sesuai dengan fitrah sehingga ia mengukuhkan dan mengarahkannya ke arah yang benar.
***
Setelah Rasulullah tahu, Hafshah merasa bersalah atas apa yang diperbuatnya, yakni menyebarkan rahasia Rasulullah berkenaan dengan Mariyah itu kepada Aisyah. Hafshah pun kemudian memberitakan bahwa nabi Muhammad telah menceraikannya. Umar mengetahui hal itu. Ia lalu menaburkan tanah di atas kepada putrinya, Hafshah sebagai tanda penyesalan, seraya berkata, “Allah tidak peduli dengan Umar dan putrinya”.
Pada hari esoknya, malaikat Jibril datang kepada Nabi, dan berkata, “Sesungguhnya Allah memerintahkan kepadamu untuk kembali kepada Hafshah sebagai rahmat bagi Umar.”
Ketika itu, Rasul sedang berada di masjid untuk menjauhkan diri dari istri-istrinya. Sebagian orang berkata bahwa Rasulullah telah menceraikan istri-istrinya. Umar berusaha menemui Nabi dan ia berkata kepada salah seorang budak, bernama Rabah untuk memintakan izin kepada rasulullah baginya untuk bertemu.
“Hai Rabah, mintakan izin bagiku untuk bertemu Rasulullah. Sesungguhnya aku datang karena Hafshah. Demi Allah, apabila beliau menyuruhku mendera batang leher Hafshah, niscaya akan aku dera.”
Rasulullah mendengar hal itu dan beliau memberikan izin kepada Umar untuk masuk. Betapa sedihnya hati Umar ketika melihat keadaan Rasulullah ketika itu, sehingga membuat Umar kemudian berkata, ““Ya, Rasulullah, apakah yang menyusahkan Anda tentang hal wanita? Jika Anda menceraikan mereka, maka sesungguhnya Allah bersamamu, begitu pula malaikat-Nya dan Jibril; sedang aku, Abu Bakar dan kaum mu`minin, bersama Anda.”
Lalu Rasulullah memberitahukan kepada Umar bin Khattab bahwa beliau sesungguhnya tidak menceraikan mereka, tetapi sedang menjauhkan diri selama sebulan sebagai pelajaran bagi mereka. Maka, keluarlah Umar dari tempat Rasulullah untuk menerangkan kepada kaum muslimin bahwa nabi tidak menceraikan istri-istrinya dan terjadinya peristiwa itu, tidak ada maksud lain, kecuali sebagai pelajaran bagi istri-istri nabi.
***
Dengan usainya Perang Tabuk, maka selesailah amanat Allah diajarkan ke seluruh Jazirah Arab. Dan Rasulullah sudah merasa aman dari setiap permusuhan yang akan ditujukan kepada agama Islam.
Hari-hari berlalu dengan beberapa peristiwa yang terjadi bersamanya, di antaranya kelahiran Ibrahim dari kandungan Mariyah. Allah memberikan anugrah kepada Rasul dengan kelahiran seorang anak lelaki dari Mariyah, Ibrahim, yang kelahirannya menjadi kebanggaan tersendiri. Madinah al-Munawwarah beserta seluruh kaum muslimin merasa beruntung dengan lahirnya Ibrahim, sehingga Mariyah sendiri semakin mendapatkan tempat di hati rasulullah yang mulia.
Apabila beliau selesai menerima para utusan, mengurus masalah-masalah kaum Muslimin, menunaikan kewajiban kepada Allah serta hak kewajiban seluruh keluarganya, beliau selalu melihat Ibrahim dan mengawasi pertumbuhannya. Cinta kasih Rasulullah kepada Ibrahim semakin dalam. Dan sepanjang bulan itu, yang menjadi pengasuh Ibrahim adalah Ummu Saif, yang menyusuinya.
Cinta kasih Rasulullah kepada Ibrahim bukan karena suatu maksud pribadi yang ada hubungannya dengan risalah yang beliau bawa, atau nanti Ibrahim disiapkan menjadi penggantinya. Rasulullah tidak memikirkan anak atau siapa yang akan mewarisinya. Bahkan beliau bersabda, "Kami para Nabi, tidak dapat diwarisi. Apa yang kami tinggalkan untuk sedekah."
Dan cinta kasih kepada Ibrahim ini kian mendalam, karena sebelumnya beliau telah kehilangan kedua puteranya—Qasim dan Tahir—saat keduanya masih bayi dalam pangkuan Khadijah Al-Kubra. Setelah Khadijah wafat, Rasulullah kehilangan putri satu demi satu, setelah mereka bersuami dan menjadi ibu. Sekarang tak ada lagi yang masih hidup selain Fatimah.
Tanggal 18 Rajab tahun 10 Hijrah
Ibrahim menderita sakit setelah mencapai usia dua
tahun(19 bulan), Dengan penuh kasih, Mariyah (ibunya)
merawat anak itu dibantu oleh bibinya, Sirin yang juga saudara perempuan
ibunya. Melihat putranya yang masih kecil itu merintih dengan pedih
karena sakitnya yang keras, Rasulullah menyandarkan diri dan berkata,
“Sesungguhnya kami, wahai Ibrahim, tidak kuasa melepaskan kamu sidikit
pun dari (takdir) Allah.“
Akhirnya, beliau mengucapkan salam bagi ruh Ibrahim, membungkuk dan menciumnya. Dengan air mata yang mengalir dari kelopak mata dan hati yang sedih, beliau berkata, “Namun kami tidak berkata selain apa yang direlai Allah. Dan sesungguhnya kami, wahai Ibrahim, sedih berpisah denganmu. Sesungguhnya kita adalah makhluk Allah dan kepada-Nya kita semua akan kembali…”
Jenazah Ibrahim putra Rasulullah, dipersiapkan untuk dimakamkan. Rasul bersama kaum muslimin kemudian pergi mengantarkannya. Rasulullah yang mulai melakukan shalat atas jenazah putranya dan memasukkannya ke dalam makamnya, kemudian bersama orang-orang yang mengantarkan, kembali pulang dengan perasaan teramat sedih. Akan tetapi, sewaktu dalam perjalanan pulang itu, orang-orang melihat gerhana matahari. Entah kenapa, beberapa orang berkata, “Gerhana itu terjadi karena wafatnya Ibrahim.”
Tatkala mendengar apa yang diucapkan orang-orang, Rasul bersabda, “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana itu bukan karena mati atau hidupnya seseorang.”
Akhirnya, beliau mengucapkan salam bagi ruh Ibrahim, membungkuk dan menciumnya. Dengan air mata yang mengalir dari kelopak mata dan hati yang sedih, beliau berkata, “Namun kami tidak berkata selain apa yang direlai Allah. Dan sesungguhnya kami, wahai Ibrahim, sedih berpisah denganmu. Sesungguhnya kita adalah makhluk Allah dan kepada-Nya kita semua akan kembali…”
Jenazah Ibrahim putra Rasulullah, dipersiapkan untuk dimakamkan. Rasul bersama kaum muslimin kemudian pergi mengantarkannya. Rasulullah yang mulai melakukan shalat atas jenazah putranya dan memasukkannya ke dalam makamnya, kemudian bersama orang-orang yang mengantarkan, kembali pulang dengan perasaan teramat sedih. Akan tetapi, sewaktu dalam perjalanan pulang itu, orang-orang melihat gerhana matahari. Entah kenapa, beberapa orang berkata, “Gerhana itu terjadi karena wafatnya Ibrahim.”
Tatkala mendengar apa yang diucapkan orang-orang, Rasul bersabda, “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana itu bukan karena mati atau hidupnya seseorang.”
عَنْ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ قَالَ: كَسَفَتْ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ يَوْمَ مَاتَ إِبْرَاهِيمُ فَقَالَ النَّاسُ: كَسَفَتْ الشَّمْسُ لِمَوْتِ إِبْرَاهِيمَ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ فَصَلُّوا وَادْعُوا اللَّهَ.)
Dari Al-Mughirah bn Syu’bah, ia berkata,”Telah terjadi gerhana matahari pada zaman Rasulullah saw. (yaitu) pada hari wafatnya Ibrahim (putra Nabi). Kemudian orang-orang berkata,’Terjadinya gerhana matahari itu karena wafatnya Ibrahim. Kemudian Rasulullah saw. bersabda,’Sesungguhnya matahari dan bulan itu tidak gerhana karena wafat seseorang dan tidak karena hidupnya seseorang. Maka apabila kalian melihat (kejadian gerhana), maka shalatlah dan berdoalah kepada Allah.
(Shahih Al-Bukhari,I:228 no.1043)
Mariyah al-Qibtiyah sendiri, ibu Ibrahim akhirnya wafat pada bulan Muharram pada tahun 16 H. Meski demikian, sebutan wanita ini tetap hidup di dalam al-Qur`an (surat at-Tahrim). Ia disebut-sebut orang sebagai putri Mesir yang lahir di tepi sungai Nil, sebelah timur Negeri Shiffin, di daratan tinggi Mesir. (n. mursidi)
-----------------
Putra - putri Nabi
Al-Qasim, seorang laki-laki, anak pertama Rasulullah saw. yang dilahirkan dan meninggal sebelum masuk masa kenabian (masa mulai turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad saw.), ketika meninggal ia masih berusia dua tahun.
Abdullah, putra Nabi saw. yang disebut juga at-Thayyib dan at-Thahir, ada pula yang berpendapat bahwa nama lainnya adalah at-Thayyib bukan at-Thahir. Mengenai kelahirannya ada yang berpendapat bahwa ia lahir ketika telah masuk masa kenabian, tetapi ada pula yang mengatakan kalau ia tak pernah menemui masa kenabian.
Zainab, anak perempuan Rasulullah saw. yang tertua. Melahirkan anak yang bernama ‘Aliy dan Yahya yang keduanya meninggal waktu masih kecil.
Ruqayyah, putri Rasulullah saw. yang diperistri oleh Utsman bin Affan. Beliau melahirkan seorang anak yang bernama Abdullah. Putri Rasulullah saw. ini wafat pada hari ketika Zaid bin Haritsah menyampaikan berita gembira tentang kemenangan kaum muslimin dalam pertempuran Badar.
Ummu Kultsum, putri Nabi saw. yang dinikahi Utsman bin Affan setelah saudarinya (Ruqayyah) wafat. Ummu Kultsum wafat pada bulan Sya’ban tahun 9 Hijriyah tanpa memiliki anak.
Fathimah (Fatimah), putri Nabi saw. yang diperistri oleh ‘Ali bin Abi Thalib. Beliau melahirkan anak yang bernama Hasan, Husain, Muhsin, Ruqayyah, Zainab dan Ummu Kultsum. Adapun Muhsin dan Ummu Kultsum meninggal waktu masih kecil.
Ibrahim, putra Rasulullah yang meninggal saat berumur tujuh puluh malam, ada pula yang mengatakan saat berusia tujuh bulan dan yang lain berpendapat berumur delapan bulan.
Putra-putri Nabi Muhammad saw. yang bernama al-Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum dan Fatimah dilahirkan di Makkah oleh istri Nabi saw. yang pertama, yaitu Khadijah r.a. Semua putri Rasulullah saw. pernah mengalami masa kenabian, masuk Islam dan turut berhijrah ke Madinah.
Adapun Ibrahim dilahirkan di Madinah oleh istri Nabi saw. yang bernama Maria al-Qibthiyyah (orang Mesir).
Semua anak-anak Nabi saw. meninggal saat beliau masih hidup, kecuali Fathimah yang wafat paling akhir, yakni tujuh bulan setelah wafatnya Rasulullah saw.
Mengapa Semua Putra Nabi Diwafatkan Masih Kecil?
Sebagaimana yang telah diterangkan di atas, putra-putra Rasulullah saw. (al-Qasim, Abdullah dan Ibrahim) semuanya meninggal ketika masih kecil, sehingga keturunan Rasulullah saw. diteruskan lewat anak perempuan beliau. Mengapa bukan dari anak laki-lakinya dan mengapa pula mereka diwafatkan sewaktu masih kecil?
Ini karena Nabi Muhammad saw. telah ditetapkan sebagai nabi terakhir sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah SWT. dalam al-Qur’an Surah al-Ahzab ayat 40 yang artinya:
“…tetapi dia adalah Rasul Allah dan penutup para Nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar