pertama; nama dan nasabnya
Asy’ari mempunyai nama lengkap
‘Ali bin ismail bin bisyir ishaq bin salim bin Abdillah bin musa bin
bilal bin abi burdah bin abi musa al-asy’ari, beliau lebih popular
dengan nama Abu hasan, dengan demikian Al-Asy’ari adalah keturunan
sahabat nabi yaitu Abu musa Al-Asy’ari, tetapi setelah ditinjau dari
sejarah kehidupannya, yang sebenarnya ternyata gelombang kehidupan
Ast’ari cacat; seperti bahwa kakeknya abu bisyir ternyata pernah
menganut agama yahudi, dan dia masuk islam kendati dari desakan kaum
Asy’ariyah.
Pembahasan kedua; warga Negara dan tempat lahirnya
Sumber sejarah menyebutkan bahwa Asy’ari dilahirkan dikota basrah,
setelah keluar dari dokrinasi aliran mu’tazilah, ia pindah ke bagdad.
Dalam hal ini para sejarwan sepakat tanpa adanya perbedaan,dimana mereka
menyebutkan sebenarnya; bahwa basrah itu masuk dalam darius wilayah
Baghdad. Tentang kelahirannya seperti dalam berbagai sumber sejarah
menyebutkan kepastian akan kesamaannya dan mereka sepakat pada 260 H.
Demikian halnya Ibnu Asakir pakar sejarah yang cukup diperhitungkan
menebutkan pendapat yang sama, dimana hal itu ia peroleh dari
pemberitaan Abu bakar al-wazan. Selanjutnya ia berkata: “saya belum
menemui perbedaan pendapat mengenai seputar tahun kelahiran al-Asy’ari.
Tetapi terdapat banyak pendapat seputar kelahiran asy’ari ada yang
mengatakan 266 dan ada juga yang mengatakan 276 H. tetapi yang pendapat
yang paling kuat adalah pendapat yang pertama, persis seperti yang
disebutkan oleh Dr. fuqiah Husain dalam kitab biografi asy’ari
Pembahasan ketiga;sipat zuhud dan ibadahnya
Ibnu Asakir pernah menyitir tentang kezuhudan Al-Asy’ari dengan
sanad yang diproleh dari Abu Musa bin ahmad Al faqih,dimana ia
berkata;”ketika dibasrah aku pernah berhidmad kepada Abu Hasan
Al-asy’ari selama dua tahun, selama itu pula aku tidak pernah melihat
orang yang sjuhud dan sewara’ beliau, kepribadiannya identik dengan
pemalu, dan tidak ada satupun orang hidup dizaman nya yang rajin dan
giat beribadah, walau demikian walaupun ia terkenal dengan sipat pemalu
tetapi ia juga dengan sikapnya yang murah senyum, dan ramah terhadap
orang lain.
Pembahasan keempat; peran pendidikan rumah tangga dalam membentuk karakter kepribadiannya
Pada fasal diatas telah disebutkan bahwa Imam Asy’ari adalah
keturunan dari sahabat nabi yang bernama Abu musa Al Asy’ari ra, yang
menjadi salah satu dari fakar ahli fiqih yang disegani dikalangan para
sahabat, disamping sebagai ahli seni dalam membaca Al Qur’an yang
mempunyai nama yang cukup terkenal. Hal ihwal yang sama juga
ditunjukkan oleh sikap orang tuanya, sebagaimana yang disitir oleh Abu
Bakar bin Furk, bahwa orang tuanya merupakan potret tokoh sunni yang
mengedepankan nilai nilai persatuan, serta berpegang teguh kepada
nilai-nilai agama yang benar yaitu Al-Qur’an dan hadist. Menjelang
kembalinya kerahmatullah ayahnya berwasiat kepadanya bahwa ia harus
menuntut ilmu kepada ulama ahli fiqih dan fakar hadist ternama pada
waktu itu, yaitu Zakaria bin yahya As Saji.
Jelaslah
sudah, bahwa imam Asy’ari adalah seorang tokoh ahlu sunnah yang tulen,
bukan hanya itu ia sangat berpegang teguh kepada aliran salaf, jejak
sang ayah tampaknya menitis pada sang anak dengan mengalirkan darah
kebesaran sebagai penerus imam hadist pada saat itu. Ketika Imam Asy’ari
masih membutuhkan bimbingan dari sang ayah tetapi ayahnya menghadap
kerahmatullah. Sumber-sumber sejarah tidak memberikan gambaran gambling
mengenai kapan dan dimana ayahnya meninggal, setelah ayahnya wafat, tak
lama kemudian ibunya dipersunting oleh tokoh mu’tazilah yang bernama
Abu Ali Al jubba’I, yang bernama lengkap Abu Ali muhammmad bin abdil
Wahab bin salam yang lebih popular dikenal dengan nama panggilan Al
Jubba’i(wafat 303H). ia tokoh yang berpengaruh dalam disiplin ilmu
kalam(teologhi). Ia juga mempunyai guru besar yakni Abu Yusuf Ya’kub bin
Abdullah asy-syaham al-Bisri ia menjadi tokoh panutan mu’tazilah di
basroh dan darinyalah imam Asy’ari bnyak belajar tentang pemahaman
mu’tazilah. Dengan demikan, alam pemikiran Asy’ari tidak bisa luput dari
pemikiran mu’tazilah. Andai di analisa lebih jauh dia lebih condong
pada mu’tazilah karena ada ikatan imosional antara dirinya dengan
al-jubbai iapun tidak bisa lepas dari belenggu aliran mu’tazilah yang
disebabkan ia masih muda. Selama ia masa itulah ia lebih banyak
bergesekan dengan aliran mu’’tazilah. Kendati pada akhirnnya juga ia
bisa keluar dari aliran mu’tazilah untuk membangun aliran sunny. Tetapi
pada hakikatnya kepindahan imam Asy’ari dari aliran mu’tazilah membuat
pertnyaan bagi para ahli sejarah, karena pada waktu itu paham mu’tazilah
mulai mendapat tantangan dari khalifah yang berkuasa pada waktu itu,
dengan kata lain paham mu’tazilah mulai luntur dan tidak ada
pengikutnya.
Pembahasan kelima; puncak karir keilmuan dan rasa simpati masyarakat terhadapnya
Penguasaan Asy’ari dalam disiplin keilmuan tidak diragukan lagi,
berbagai macamjudul kitab dan karangan telah member kesan kepada kita
betapa dalamnyadan wawasan akidah yang melekat pada dirinnya. Kalau kita
teliti dengan seksama akan kita temukan peristiwa-peristiwa dalam
bidang keilmuan yang membuat kita terkesima dan terperangah dalam
melihatnya. Contohnya; kemahiran imam Asy’ari bukan terpukus kepada
tataran ilmu peraktis ritual keagamaan (ilmu syariat) akan tetapi ia
juga merambah pada ilmu-ilmu yang lain. Contohnya; ada beberapa
karangannya yang membahas tentang qiyas dan ijtihad dan ini menjadi
bukti keluasan ilmunya, kitab hadist dan banyak lagi perawi yang ia
sebutkan dengan gambling, dan bahkan beliaupun menulis berapa jilid
tentang tafsir.
Phenomena ini menghadirkan simpati kaum muslimin yang
mengalir begitu deras kepadanya, mereka menaruh rasa hormat pada pigur
keperibadiannya, sanjungan datang dari berbagai arah, dan sanjungan
itupun tidak membuat beliau sombong dan berbangga hati. Dan masih banyak
lagi peristiwa keilmuan yang membuat orang terkesima dan simpati kepada
beliau.
Pembahasan keenam; karya-karya tulisannya
Asy’ari
merupakan penulis yang cukup produktip dizamannya, bukti itu diperkuat
sengan banyaknya karya-karya tulisan beliau, yang berjumlah kurang lebih
98 kitab seperti yang diungkapkan oleh Ibnu furk. Dan karngan beliau
yang terakhir bernama Al-Ibanah ‘An Ushul Ad Diniyah.
Pembahasan kesembilan; dua pemikiran yang kontradiktip antara Asy’ari
dan pengikutnya(Asy’ariyah) dengan ahlu sunnah wal jama’ah
Akibat
perkembangan yang sangat pesat dari pemikiran pada masa itu, segera
muncul polemik pertanyaan yang sangat krusial,yaitu apakah metode
berpikir imam Asy’ari sesuai dengan metode berpikir ahlu sunnah wal
jama’ah..??? ataukah sebaliknya..?? sejauh ini masih dalam perdebatan,
terutama persoalan yang menyangkut masalah ayat tentang sifat-sifat
Allah, yang berkaitan erat dengan dalil aqli dan naqli, maupun dalam
masalah ta’wil serta ta’thil dan seterusnya.
Dalam kitab Al –Ibanah,
menyebutkan bahwa Allah bersemayam di atas ‘Arsy, sementara ‘Arsynya
terletak diatas langit , imam Asy’ari menta’wilkan kata
istawa(bersemayam), dengan kata istila’(penguasaan), yang oleh mu’tazilh
ditolak mentah-mentah. Sembari ia menambahkan bahwa persemayamannya
Allah tidak bisa diragukan lagi, dengan alasan firman Allah dalam surat
Al-Mulk:16
“Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa)
di langit bahwa Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga
dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang”
Begitu juga dengan pendapat
pengikutnya kebanyakan dari mereka menta’wilkan kata istawa’, dengan
kata Al-mulk dan pendapat ini dikemukakan oleh salah seorang tokoh
kenamaan As-Sya’riyah yang bernama Abdul Qohir Al- Bagdady(wafat 429H).
sedangkan tokoh Asy’ariyah yang lain seperti halnya Abu hamid
al-Ghozali(wafat 505H), ia lebih condong kepada pendapatnya imam asy’ari
menta’wilkan kata istawa. Dan banyak lagi pemikiran Asy’ariyah yang
bertentangan dengan kaum ahlu sunnah wal jama’ah, dan adapun factor yang
membuat pemikiran mereka bertolak belakang dengan pemikiran ahlu sunnah
wal jama’ah adalah karenpemikiran mereka sudah bercapur dengan system
pemikiran filsafat dan ilmu kalam.
Pembahasan kesepuluh; pulang kerahmatullah
Para
ahli ejarah berbada pendapat dalam menentukan kapan meninggalnya imam
Asy’ari, mayoritas mereka sepakat, bahwa beliau wafat antara tahun 320 H
dan 330 H, lebih sedikit. Sementara ibnu katsir dan ahli sejarah lain
mengatakan bahwa, beliau wfat pada tahun 324H. tetapi menurut sebagian
ahli sejarah mengatakan bahwa pandapat yang kedualah yang paling rojih
karena pendapat ini dibenarkan oleh Ibn furk yang pernah menjadi murid
Al bahili, sedangkan Al Bahili adalah murid Al Asy’ari
DAFTAR PUSTAKA
Azzirikli, al-‘Alam dairat al-ma’rifat al-islamiyah,bairut,juz-3,
As-sam’ani,al-ansob,juz 1,
kitab tabyin kidzbi al-muftari,
pengantar kitab al-ibanah,
Ibnu Asakir, tabyin,
Ibnu nadim,al-fahrasat, Abu Saad, thobaqot Al-qubro,juz.6,
kitab at-tibyin.
Al-Makrizy,al-Khattath juz 3,
Harun Nasution, Teologhi Islam, UI Press, cet 1,
Hasan al-‘Asyari, 51 ijma’,pustaka Azzam,cet.1,
As sam’any, al Ansab, zuz.1,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar