Rabu, 16 April 2014

bagaimana ini


Sebuah kitab ditulis biasanya untuk dibaca, difahami lalu diamalkan. Bisa diamalkan apabila jelas isinya dan pasti pesannya. Demikian pula kitab Fatwa, dapat diamalkan bila jelas kesimpulan fatwanya. Apabila dalam sebuah kitab terdapat lebih dari satu kesimpulan tentu yang akan muncul adalah kebimbangan dan kebingungan. Ironisnya belakangan kitab-kitab model ini banyak bermunculan sehingga ummat dibuat tidak tentu arah jalan.
 
Sebagai misal adalah sebuah kitab berjudul “’علاج السحروالمس والعين والجان”. Kitab yang berisi tentang aneka fatwa sekitar sihir, kesurupan dan Jin ini menampilkan pendapat tidak kurang dari 9 (sembilan) orang  Ulama dari Madzhab Wahhabi selain juga seniornya dalam bidang Akidah, Ibnul Qayyim Al Jauziyah Rahimahullah murid Ibnu Taimiyah Rahimahullah.    
 
Salah satu bahasan yang terdapat dalam kitab yang dirangkumkan oleh seseorang bernama Nabil bin Muhammad Mahmud dan diterbitkan Dar Al Qasim Riyad ini adalah pengobatan gangguan jin menggunakan sarana benda. Pada halaman 75 buku tersebut  menyebutkan:
 
يستعمل السعوط بالقسط الهندي في ايذاء الجي المتمردة حيث يسعط به المريض عن طريق الانف فينطلق القسط الى الدامغ مباشرة  حيث يتمركز الجني فيبادر بالهرب او بالتحدث واخذ العهد عليه بالخروج وعدم العودة  وقد جاءت السنة المطهرة بفضل السعوط بالقسط الهندي منها مارواه البخاري – رحمه الله -- في صحيحه : عن ام قيس بنت محصن قَالَتْ سَمِعْتُ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - يَقُولُ « عَلَيْكُمْ بِهَذَا الْعُودِ الْهِنْدِىِّ ، فَإِنَّ فِيهِ سَبْعَةَ أَشْفِيَةٍ . يُسْتَعَطُ بِهِ مِنَ الْعُذْرَةِ ، وَيُلَدُّ بِهِ مِنْ ذَاتِ الْجَنْبِ » .
 
Artinya:
 
Dari kalimat ini dapat dipahami bahwa salah satu cara mengobati orang yang kemasukan Jin adalah dengan cara pengasapan menggunakan gaharu yang dihisapkan ke hidung penderita. Tetapi pada bagian lain –masih kitab yang sama halaman 167– ditampilkan  satu pertanyaan:
 
هل يجوز التبخر بالشب أو الأعشاب أو الأوراق وذلك من إصابة بالعين؟
 
Artinya: Bolehkan mengobati orang yang terkena Ain dengan menggunakan tumbuhan, rerumputan atau dedaunan ?
 
Pertanyaan ini dijawab oleh komisi Al Lajnah Ad Da’imah dengan mengatakan:
 
لا يجوز علاج الإصابة بالعين بما ذكر؛ لأنها ليست من الأسباب العادية لعلاجها، وقد يكون المقصود بهذا التبخر استرضاء شياطين الجن والاستعانة بهم على الشفاء، وإنما يعالج ذلك بالرقى الشرعية ونحوها مما ثبت في الأحاديث الصحيحة. وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد ، وآله وصحبه وسلم.
 
Artinya: Tidak boleh mengobati orang yang terkena Ain (Hipnotis) dengan cara tersebut karena ia tidak termasuk dalam sarana yang lazim digunakan mengobatinya. Terkadang orang melakukan hal tersebut dengan maksud mencari kerelaan syetan-syetan dari golongan jin dan meminta pertolongan kepada mereka dalam pengobatan. Pengobatan yang dibenarkan itu hanyalah dengan Ruqyah Syar’iyah dan sejenisnya yang terdapat di dalam hadis-hadis Shahih. Wabillahit taufiq. Semoga Shalawat dan Salam tercurah kepada Nabi kita, Muhammad beserta keluarganya dan sahabatnya. (Lihat kitab ‘Ilaj As Sihr Wa Al Mass Wa Al ‘Ain Wa Al Jan halaman 167).
 
Pertanyaannya sekarang; manakah di antara kedua fatwa di atas dapat diamalkan?  Bolehkah seorang mu’min menggunakan sarana benda-benda untuk mengobati penyakit yang diakibatkan oleh gangguan Jin? Biarlah kedua fatwa di atas menjadi tugas para pengikutnya.
 
Sepengetahuan kami (Sy) sesungguhnya kerancuan ini berawal dari kesalahan cara melihat makhluk yang namanya Jin. Padahal sejatinya makhluk ini tak ubahnya seperti makhluk lain. Artinya, masuknya jin ke dalam tubuh manusia itu tak ubahnya masuknya virus atau angin ke dalam badan yang dapat mengakibatkan terganggunya kesehatan. Pengobatan terhadap bermacam penyakit dapat menggunakan sarana apa saja. Pengobatan itu bisa dengan meminumnya, menghisapnya atau mengolesnya. Dengan cara yang beragam itu orang dapat sembuh dari sakit yang dideritanya. Begitulah Jin, ia dapat dikeluarkan dengan segala macam cara, termasuk di antaranya dengan menghisapkan aroma gaharu melalui hidung si penderita sehingga dengan itu ia akan terganggu dan segera keluar dari tubuh orang itu. Lalu di mana musyriknya? Apakah kita akan mengatakan musyrik kepada orang yang mengusir nyamuk dengan semprotan serangga dan sejenisnya? Ataukah kita akan mengatakan musyrik kepada orang yang membaluri tubuhnya dengan bunga lavender atau sejenisnya?
 
Dalam sejumlah Hadis Rasulullah SAW memang kalau mengobati orang –apa pun penyakitnya– terkadang cukup hanya dengan menggunakan do’a. Lalu apakah bila dulu sebuah penyakit disembuhkan oleh beliau SAW  dengan do’a, kita pun harus mengobatinya pula “hanya” dengan do’a? Jangan istilah ”Ruqyah Syar’iyyah” dibenturkan dengan kemajuan ummat manusia kalau kita tidak ingin menjadi bahan tertawaan orang. Baiklah kita ambil contoh sebuah Hadis:
 
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ - رضى الله عنه - سَمِعَ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - يَقُولُ يَوْمَ خَيْبَرَ « لأُعْطِيَنَّ الرَّايَةَ رَجُلاً يَفْتَحُ اللَّهُ عَلَى يَدَيْهِ » . فَقَامُوا يَرْجُونَ لِذَلِكَ أَيُّهُمْ يُعْطَى ، فَغَدَوْا وَكُلُّهُمْ يَرْجُو أَنْ يُعْطَى فَقَالَ « أَيْنَ عَلِىٌّ » . فَقِيلَ يَشْتَكِى عَيْنَيْهِ ، فَأَمَرَ فَدُعِىَ لَهُ ، فَبَصَقَ فِى عَيْنَيْهِ ، فَبَرَأَ مَكَانَهُ حَتَّى كَأَنَّهُ لَمْ يَكُنْ بِهِ شَىْءٌ فَقَالَ نُقَاتِلُهُمْ حَتَّى يَكُونُوا مِثْلَنَا . فَقَالَ « عَلَى رِسْلِكَ حَتَّى تَنْزِلَ بِسَاحَتِهِمْ ، ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى الإِسْلاَمِ ، وَأَخْبِرْهُمْ بِمَا يَجِبُ عَلَيْهِمْ ، فَوَاللَّهِ لأَنْ يُهْدَى بِكَ رَجُلٌ وَاحِدٌ خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ » . (رواه البخاري ومسلم)
 
Nah, apakah kita -dengan dalih Ruqyah Syar’iyyah sebagaimana dicontohkan Nabi SAW- akan mengatakan Musyrik kepada orang yang mengobati sakit matanya dengan daun sirih? Bagaimana pula dengan orang yang mengobatinya dengan obat tetes mata yang sering kita temukan di apotik?
 
Sesungguhnya Rasulullah SAW sendiri pernah memberikan arahan tentang pengobatan atau penjagaan dari gangguan Jin ini menggunakan sarana benda. Misalnya sebuah Hadis yang menyebutkan:
 
عَامِرُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ أَبِيهِ - رضى الله عنه - قَالَ قَالَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - « مَنِ اصْطَبَحَ كُلَّ يَوْمٍ تَمَرَاتٍ عَجْوَةً ، لَمْ يَضُرُّهُ سَمٌّ وَلاَ سِحْرٌ ذَلِكَ الْيَوْمَ إِلَى اللَّيْلِ » .(رواه البخاري)
 
Artinya: Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang bersarapan pagi dengan beberapa butir Kurma Ajwah, ia tidak akan dikenai racun atau sihir pada hari itu hingga malam hari” (HR Al Bukhari).
 
Dalam sebuah keterangan disebutkan bahwa Sandal (terompah) Imam Ahmad dapat mengeluarkan Jin dari tubuh orang kesurupan. Diceritakan suatu ketika Imam Ahmad bin hanbal sedang duduk di Masjidnya, tiba-tiba datanglah seorang sahabatnya  diutus Khalifah Al Mutawakkil, lalu berkata: “Di rumah Amirul Mukminin ada seorang anak wanita yang kesurupan”. Imam Ahmad lalu memberikan sepasang sandalnya kepada orang tersebut dan mengatakan: “Pergilah ke rumah Amirul Mukminin dan duduklah di dekat kepala si anak wanita itu dan katakana kepada Jin yang merasukinya, “Imam Ahmad mengatakan kepadamu; “Manakah yang engkau suka, keluar dari anak wanita ini ataukah dipukul dengan sandal ini sebanyak 70 kali?”. Orang itu pun pergi membawa sandal Imam Ahmad menemui wanita tadi dan mengerjakan sebagaimana yang diperintahkan Imam Ahmad. Maka Jin jahat yang ada di tubuh wanita itu berkata: “Aku dengar dan aku ta’ati Imam ahmad. Sekiranya beliau memerintahkan aku keluar dari Irak pun, aku akan keluar. Sesungguhnya Imam Ahmad itu orang yang taat kepada Allah. Siapa yang taat kepada Allah maka segala sesuatu akan taat kepadanya”. Jin pun keluar dari wanita itu. Ketika Imam Ahmad telah meninggal dunia, Jin tadi kembali merasuk wanita itu. Amirul Mukminin mengundang sahabatnya Imam Ahmad dan memintanya agar membawa sandal sang Imam.  Sahabatnya itu kemudian berkata kepada Jin yang merasuk: “Keluarlah!, jika tidak, aku memukulmu dengan sandal ini”. Jin jahat itu menjawab: “Aku tak akan mematuhi kamu dan aku tidak akan keluar. Adapun Imam Ahmad bin Hanbal beliau adalah orang yang taat kepada Allah hingga kami diperintah untuk mentaatinya”. (Lihat Alam Al Jin Wa Asy Syayathin, karya Professor Doktor Sulaiman Abdullah Al Asyqar terbitan Darussalam Mesir hal 196)
 
Apakah dengan tindakannya itu Imam Ahmad dan muridnya, juga Khalifah Al Mutawakkil telah menjadi Musyrik? Sangat jauh mereka dari melakukan hal tersebut. Namun sekiranya mereka hidup di zaman ini, bisa jadi kata “musyrik” atau sekurang-kurangnya kata “Bid’ah” akan dialamatkan kepada orang-orang Saleh itu.
 
Ketahuilah,  sesungguhnya cara mengeluarkan Jin dengan menggunakan kata kata pengusiran pernah pula dilakukan Rasulullah SAW sebagaimana disebutkan dalam Hadis:
 
عَنْ عُثْمَانَ بْنِ أَبِى الْعَاصِ قَالَ لَمَّا اسْتَعْمَلَنِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَلَى الطَّائِفِ جَعَلَ يَعْرِضُ لِى شَىْءٌ فِى صَلاَتِى حَتَّى مَا أَدْرِى مَا أُصَلِّى فَلَمَّا رَأَيْتُ ذَلِكَ رَحَلْتُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ « ابْنُ أَبِى الْعَاصِ ». قُلْتُ نَعَمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ « مَا جَاءَ بِكَ ». قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ عَرَضَ لِى شَىْءٌ فِى صَلاَتِى حَتَّى مَا أَدْرِى مَا أُصَلِّى. قَالَ « ذَاكَ الشَّيْطَانُ ادْنُهْ ». فَدَنَوْتُ مِنْهُ فَجَلَسْتُ عَلَى صُدُورِ قَدَمَىَّ. قَالَ فَضَرَبَ صَدْرِى بِيَدِهِ وَتَفَلَ فِى فَمِى وَقَالَ « اخْرُجْ عَدُوَّ اللَّهِ ». فَفَعَلَ ذَلِكَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ قَالَ « الْحَقْ بِعَمَلِكَ ». قَالَ فَقَالَ عُثْمَانُ فَلَعَمْرِى مَا أَحْسِبُهُ خَالَطَنِى بَعْدُ. (رواه الامام احمد وابن ماجة)
 
Artinya: Utsman bin Abi Al Ash berkata: Ketika Rasulullah SAAW menugaskan aku di Tha’if, tiba-tiba ada sesuatu yang merintangiku dalam Shalatku hingga aku tidak tahu shalat yang aku tunaikan itu. Ketika aku menyadari hal tersebut, aku segera pergi menjumpai Rasulullah SAW. beliau bersabda: “Engkau Ibnu Abil Ash?”. “Benar, wahai Rasulullah”, jawabku. Beliau bersabda: “Apa yang terjadi denganmu?” Aku menjawab: “Wahai Rasulullah, ada sesuatu yang merintangiku dalam Shalatku hingga aku tidak tahu shalat yang aku tunaikan itu”. Beliau bersabda: “Itu adalah Syetan. Mari mendekat kepadaku”. Aku pun menghampiri beliau dan aku duduk bertumpu pada kedua punggung telapak kakiku. Beliau kemudian menepuk dadaku dengan kedua tangannya dan meludah di mulutku sambil bersabda: “Keluarlah kamu hai musuh Allah !!!”. Beliau melakukan itu sebanyak tiga kali. Setelah itu beliau bersabda: “Kembalilah ke pekerjaanmu”. Utsman berkata; “Demi umurku, setekah itu syetan itu tak pernah menggangguku lagi”. (HR Ahmad dan Ibnu Majah)
 
Dari hadis ini diketahui bahwa pengobatan orang yang kemasukan Jin bukan hanya dengan ayat ayat Al Qur’an, tetapi bahkan juga dapat dengan mengusirnya secara lisan karena Jin memang mengerti bahasa manusia. Lantas dari manakah mereka (Ulama Kerajaan Keluarga Sa’ud) menghukumi pengobatan Jin menggunakan sarana tetumbuhan sebagai Musyrik? Wallahu A’lam. Tetapi bisa jadi karena mereka memang dikenal sebagai kelompok yang gemar menggunakan kata tersebut, hatta kepada sesamanya, orang Islam.
 
Selanjutnya, apakah fatwa tersebut dapat dikatakan Bid’ah karena tanpa didukung, bahkan menyalahi, dalil yang ada? Ketahuilah yang namanya Bid’ah itu bukan hanya mengada-ada yang tidak ada. Meniadakan yang ada pun dapat dikatakan Bid’ah. Namun bagaimana pun kedudukan masalah tersebut, tujuan dari tulisan ini sesungguhnya hanya ingin mempertanyakan; makah di antara kedua pernyataan tersebut yang benar dan harus diamalkan? Ini penting mengingat mereka selalu menggemakan istilah “Kembali kepada Al Qur’an dan As Sunnah sesuai dengan Manhaj Salaf”. Jadi manakah jalan Salaf dalam masalah ini? Hasbunallah
 
KH Syarif Rahmat RA 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar