Jumat, 03 Januari 2014

Kisah mimpi Juhaim bin Shalt Al – Quraisy

Berbakti Sebagai Juru Tulis

Di masa jahiliyah, Juhaim bin Shalt pernah bermimpi. Saat itu ia tengah berada dalam pasukan Quraisy yang keluar untuk merampas rombongan perbekalan milik Rasulullah Saw dan para sahabatnya. Dalam mimpi itu Juhaim melihat seorang penunggang kuda berhenti di hadapannya. Mimpinya ini begitu jelas, bahkan ketika terbangun pun ia masih merasa seolah melihatnya langsung. Maka ia kumpulkan teman – temannya, para pembesar Quraisy, dan ia katakana apa yang dilihatnya semalam.

Ketika mendengar mimpi itu, Abu Jahal maju dan berkata, “Orang ini adalah Nabi lainnya dari Bani Al-Muthalib.”
Ia menyinggung Nabi Saw yang juga berasal dari Bani Al-Muthalib. Kemudian Abu Jahal melanjutkan perkataannya, “Besok, bila kita bertemu Muhammad, akan kita ketahui siapa di antara kedua nabi ini yang akan terbunuh dalam peperangan nanti. Orang yang terbunuh itulah yang salah dan yang hiduplah yang benar.”
 

Ternyata tidak ada yang terbunuh, baik Rasulullah Saw maupun Juhaim bin Shalt. Bahkan kelak, di tahun perang Khaibar, Juhaim justru bergabung dengan barisan mujahid. Yang mati malah Abu Jahal sendiri. Benar juga apa yang ia sendiri maksudkan, “Orang yang terbunuh itulah yang salah dan yang hidup lah yang benar.”

Juhaim bin Shalt telah mengenal tulisan sejak masa jahiliyah. Ketika Islam datang, ia sudah terbiasa menulis. 


Setelah bergabung dengan Islam, ia diangkat menjadi salah satu penulis bagi Rasulullah Saw. Bersama Zubair bin Awwam, Juhair menjadi penulis harta hasil sedekah.

Juhaim adalah salah satu dari sedikit orang di masa itu yang dapat menulis. Tidak diragukan lagi, ketika itu buta huruf telah meliputi seluruh Jazirah Arab. Sehingga Allah SWT menyebut masyarakat itu masyarakat yang ummi (tidak dapat membaca dan menulis). 


Jadi ketika Islam datang, jumlah penulis masih sedikit. Namun berkat strategi pengajaran yang ditetapkan Rasulullah Saw dengan tepat dan menyentuh, semangat mencari ilmu pun berkembang. 

Berbagai pengetahuan yang baik tersebar luas dalam waktu singkat. Orang tak perlu heran melihat perkembangan ini, bukankan ayat Al-Qur’an yang pertama turun pun menyuruh umatnya membaca dan mencari ilmu? Sehingga tak berapa lama, dari hanya belasan orang yang bisa menulis di sekeliling Nabi, jumlahnya bertambah menjadi 60 orang.

Kegiatan menulis menjadi sangat penting. Bahkan setiap anggota pasukan yang dikirim berperang pun dicatat dan datanya disimpan rapi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar