Berbakti Sebagai Juru Tulis
Di masa jahiliyah, Juhaim bin Shalt pernah bermimpi. Saat itu ia tengah
berada dalam pasukan Quraisy yang keluar untuk merampas rombongan
perbekalan milik Rasulullah Saw dan para sahabatnya. Dalam mimpi itu
Juhaim melihat seorang penunggang kuda berhenti di hadapannya. Mimpinya
ini begitu jelas, bahkan ketika terbangun pun ia masih merasa
seolah melihatnya langsung. Maka ia kumpulkan teman – temannya, para
pembesar Quraisy, dan ia katakana apa yang dilihatnya semalam.
Ketika mendengar mimpi itu, Abu Jahal maju dan berkata, “Orang ini adalah Nabi lainnya dari Bani Al-Muthalib.”
Ia menyinggung Nabi Saw yang juga berasal dari Bani Al-Muthalib.
Kemudian Abu Jahal melanjutkan perkataannya, “Besok, bila kita bertemu
Muhammad, akan kita ketahui siapa di antara kedua nabi ini yang akan
terbunuh dalam peperangan nanti. Orang yang terbunuh itulah yang salah
dan yang hiduplah yang benar.”
Ternyata tidak ada yang terbunuh,
baik Rasulullah Saw maupun Juhaim bin Shalt. Bahkan kelak, di tahun
perang Khaibar, Juhaim justru bergabung dengan barisan mujahid. Yang
mati malah Abu Jahal sendiri. Benar juga apa yang ia sendiri maksudkan,
“Orang yang terbunuh itulah yang salah dan yang hidup lah yang benar.”
Juhaim bin Shalt telah mengenal tulisan sejak masa jahiliyah. Ketika
Islam datang, ia sudah terbiasa menulis.
Setelah bergabung dengan Islam,
ia diangkat menjadi salah satu penulis bagi Rasulullah Saw. Bersama
Zubair bin Awwam, Juhair menjadi penulis harta hasil sedekah.
Juhaim adalah salah satu dari sedikit orang di masa itu yang dapat
menulis. Tidak diragukan lagi, ketika itu buta huruf telah meliputi
seluruh Jazirah Arab. Sehingga Allah SWT menyebut masyarakat itu
masyarakat yang ummi (tidak dapat membaca dan menulis).
Jadi ketika
Islam datang, jumlah penulis masih sedikit. Namun berkat strategi
pengajaran yang ditetapkan Rasulullah Saw dengan tepat dan menyentuh,
semangat mencari ilmu pun berkembang.
Berbagai pengetahuan yang baik
tersebar luas dalam waktu singkat. Orang tak perlu heran melihat
perkembangan ini, bukankan ayat Al-Qur’an yang pertama turun pun
menyuruh umatnya membaca dan mencari ilmu? Sehingga tak berapa lama,
dari hanya belasan orang yang bisa menulis di sekeliling Nabi, jumlahnya
bertambah menjadi 60 orang.
Kegiatan menulis menjadi sangat
penting. Bahkan setiap anggota pasukan yang dikirim berperang pun
dicatat dan datanya disimpan rapi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar