Tujuan sebenarnya pasukan muslimin yang berjumlah 313 bukanlah
berperang di Badar. Tetapi untuk mencegat kafilah dagang Quraisy yang
dipimpin Abu Sufyan kembali dari Syam menuju Makkah. Jalur perjalanannya
biasanya melewati Badar. Pasukan Muslimin yang terdiri dari 77
Muhajirin dan 236 Ansar, bergerak ke Badar setelah ada laporan dari
intelijen Rasulullah yaitu Thalhah dan Sa’id bin Zaid yang melaporkan
bahwa Kafilah Abu Sufyan sdg menyusuri pantai melewati Badar dalam
perjalanan menuju Makkah sepulang dari Syam.
Diduga ada yang membocorkan missi ini sampai ke telinga Abu Sufyan,
sehingga ia membayar Dham Dham dari Bani Ghifar dengan bayaram yang
tinggi untuk bergerak cepat minta bantuan kaumnya di Makkah dalam
menghadapi penghadangan ini. Sampai di Makkah Dham-Dham melaporkan
seraya membakar nafsu orang Quraisy. ‘Wahai sekalian kaum Quraisy,
kekayaan kalian sedang diangkut oleh kafilah Abu Sufyan. Ia dalam
bahaya, karena dicegat Muhammad dan pasukannya. Tolong, tolonglah
mereka.’Setelah berhasil menghindari cegatan dan selamat sampai di Makkah, ia kemudian meminta orang Quraisy untuk pulang dan jangan menuju Badar.
Saat itu Abul Hakam, yang karena kebodohan dan dungu sehingga disebut sebagai Abu Jahal, ngotot untuk tetap pergi berperang di medan Badar. ‘Kami akan di Badar selama 3 hari, kami berpesta menyembelih unta dan bermusik ria bersama para penari dan minuman keras’. Mereka datang dengan pasukan dan senjata lengkap, dipimpin oleh pembesar Quraisy yang bertekad untuk menekuk pasukan Muslimin. Para pembesar mereka berperan aktif untuk angkat senjata. Seperti Umayyah bin Khalaf dan Abu Jahal yang saat itu berumur 70 th tetapi masih berbadan kuat, dll.
Semua tokoh Quraisy ikut berperang. Bagi yang tidak ikut, ia mewakilkannya kepada orang lain. Abu Lahab tidak ikut serta, ia mewakilkan kepada al-As bin Hisyam dengan bayaran 4.000 Dirham. Nilai saat ini 2 Peb 2013 setara dengan Rp 95.000/Dirham, sehingga 4.000 Dirham senilai Rp 380 juta. al-As bin Hisyam terbunuh melalui tangan Umar bin Khattab.
Singkat cerita, perang Badar merupakan pembalikan keadaan. Ini adalah bukti kekuasaan Allah yang digambarkan dalam surah al-Anfaal. Pembesar Quraisy banyak yang terbunuh dan tertawan. Mereka yang berhasil kembali ke Makkah pulang dalam keadaan lunglai, terhina dan kalah.
***
Abu Lahab salah seorang paman Rasulullah Saw yang sangat kejam terhadap beliau serta para sahabat beliau, menunggu-nunggu kabar dari Badar. Reputasi Abu Lahab sudah terkenal. Ia sangat memusuhi Rasulullah Saw sejak da’wah bil Jahr dimulai. Bahkan dengan dukungan Ummu Jamil, istrinya, ia secara terang-terangan menyakiti Rasulullah Saw. Ia tebarkan duri dan paku di jalan yang biasa dilalui oleh Rasulullah Saw. Ia juga sukses mendidik anaknya Utbah dan Utaibah dalam membenci Rasulullah Saw. Kebenciannya direkam dalam Surah Lahab.
Menurut Abu Rafi’ seorang pembantu Abbas bin Abd Muththalib, paman Rasulullah Saw yang lain, bahwa sejak sebelum peristiwa Perang Badar, sebenarnya Abbas sudah masuk Islam. Ia kaya raya, hartanya tersebar di antara kaumnya. Karena itu dia takut menghadapi sesama orang Quraisy, dan ia sembunyikan keislamannya. Dia pun ikut di pihak Quraisy ke medan Badar yang kemudian tertawan dan dibawa ke Madinah.
Abu Rafi’ dan istri Abbas, Ummul Fadhl, juga sudah memeluk Islam. Ketika mendengar bahwa pihak Quraisy kalah di perang Badar, Abu Rafi’ merasa senang dan muncul harga dirinya. Abu Rafi’ berkata: Saya orang yang lemah, bekerja membuat gelas. Ketika saya duduk bekerja mengukir gelas, di dekat saya ada Ummul Fadhl. Saat itu kami gembira dengan berita yang datang dari medan Badar. Tiba-tiba datanglah orang fasiq, Abu Lahab dengan menarik-narik kedua kakinya dengan ribut, sampai dia duduk di ujung ruangan yag tertutup tenda. Dia duduk berpunggungan dengan saya.
Tiba-tiba ada orang yang berseru: Ini dia Abu Sufyan bin Harits bin Abdul Muththalib telah datang.
Abu Lahab berkata: Wahai keponakanku, kesini mendekat. Apakah ada kabar?
Saat itu banyak orang yang merubungnya.
Abu Sufyan berkata: Tidak ada apa apanya! Tidak ada cara lain kecuali kita menemui mereka, kemudian kita menyerahkan diri kita, silahkan hendak membunuh atau menawan kita sekehendak mereka. Demi Allah, saya tidak menyalahkan siapa siapa. Kami telah bertemu dengan para pemuda berkuda turun dari langit ke bumi tidak ditopang sesuatu dan tidak berpijak pada sesuatu.
Abu Rafi’ menyingkapkan penutup ruangan bertenda seraya berkata: Itu adalah Malaikat. Mendengar ini, Abu Lahab mengayunkan tangan ke atas kemudian meninju muka saya dengan hantaman yang sangat kuat. Saya melompat kepadanya, kemudian dia mengangkat tubuhku dan membantingnya ke tanah. Dia menduduki tubuhku dan memukuli diriku. Padahal saya orang yang berbadan lemah.
Kemudian Ummul Fadhl berdiri, mengambil salah satu tiang penyangga tenda dan memukul kepala Abu Lahab yang membuatnya luka menganga di kepala. Ummul Fadhl berkata: Terlalu! engkau memukulinya dan menyakitinya, mentang-mentang majikannya (Abbas) tidak ada!
Abu Lahab berdiri dan pergi dengan terhina. Saat itu ia masih bertahan hidup selama tujuh malam berikutnya sampai Allah mengirimkan adasah (bisul) yang menyebabkan kematiannya. Anak-anaknya membiarkan jasadnya selama 2 atau 3 hari sampai membusuk di rumahnya. Mengapa? Karena orang Quraisy takut kepada adasah tsb seperti halnya mereka takut kepada wabah penyakit sampar.
Sampai akhirnya ada orang Quraisy yang menasehati anak Abu Lahab: Tidakkah kalian malu, bapakmu membusuk menebarkan bau yang sangat tak sedap di rumah kalian dan kalian tidak mau menguburnya.
Kedua anaknya menjawab: Kami takut kepada nanah dan luka di tubuhnya.
Orang Quraisy tsb berkata: Ayo kita kerjakan, saya bersama kalian.
Mereka tidak memandikan jasad Abu Lahab, kecuali menyiramnya dengan percikan air dari kejauhan, mereka tidak menyentuh jasadnya, kemudian membawanya ke Makkah bagian atas, mereka lemparkan jasadnya dan menguburnya dengan bebatuan sampai menutupi seluruh jasadnya. (Tarikh Thabary, Ibnu Hisyam, Muhammad Rasulullah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar