Rabu, 07 Mei 2014

SYIAH ALIRAN PENUH PROPAGANDA


BEDAH DIALOG BATAM
Trialog antara A (Ahlussunnah Wal-Jama’ah), W (Wahabi) dan S (Syiah Rofidhoh).
W: “Akhi, mulai kemarin antum hanya menyampaikan kritik kepada kami kaum Wahabi. Kenapa antum akhi enggan memberikan kritik kepada Syiah?”
S: “Akhi W, kenapa antum keberatan dengan kritik A? Bukankah kritikan akhi A sangat ilmiah dan tidak mampu antum bantah akhi W? Kalau memang mau mengkritik ana kaum Syiah, silahkan ana terima asalkan ilmiah.”
A: “Akhi berdua. Ana kira Syiah tidak perlu dikritik. Karena tidak memiliki sanad dan mata rantai keilmuan yang valid dan shahih.”
S: “Madzhab Syiah yang kami ikuti adalah madzhab yang paling bagus. Karena berintisab kepada Ahlul-Bait, terutama Imam Ja’far bin Muhammad al-Shadiq, guru para imam madzhab Ahlussunnah yang empat. Imam Abu Hanifah dan Imam Malik adalah murid Imam Ja’far al-Shadiq. Sedangkan Imam al-Syafi’i adalah murid Imam Malik. Imam Ahmad bin Hanbal adalah murid Imam al-Syafi’i. Berarti madzhab kami adalah guru madzhab antum semua.”
A: “Afwan akhi. Memang tidak diragukan lagi, bahwa Imam Ja’far al-Shadiq memang ulama besar dari kalangan Ahul-Bait, dan termasuk guru, di antara sekian banyak guru Imam Abu Hanifah dan Imam Malik. Persoalannya, kami dari pihak Ahlussunnah Wal-Jama’ah meyakini, sanad antum kaum Syiah Imamiyah Ja’fariyah kepada Imam Ja’far al-Shadiq sangatlah tidak shahih berdasarkan kesaksian para ulama ahli hadits.”
S: “Siapa akhi ahli hadits yang memberikan kesaksian bahwa sanad Syiah kepada Imam Ja’far al-Shadiq tidak shahih? Tolong antum buktikan.”
Lalu A mengambil kitab Tabyin Kidzb al-Muftari fima Nusiba ila al-Imam Abi al-Hasan al-Asy’ari, karya al-Imam al-Hafizh Abu al-Qasim Ibnu ‘Asakir al-Dimasyqi.yang wafat pada tahun 571 Hijriah. Kemudian A membukakan kitab tersebut pada halaman 129, dan meminta W untuk membacakannya:
“Al-Imam al-Hafizh Abu Hafsh Ibnu Syahin, rekan al-Imam al-Hafizh al-Daraquthni, seorang ahli hadits Ahlussunnah Wal-Jama’ah berkata:
رَجُلاَنِ صَالِحَانِ بُلِيَا بِأَصْحَابٍ سُوْءٍ جَعْفَرُ بْنِ مُحَمَّدٍ وَأَحْمَدُ بْنِ حَنْبَلٍ
Dua tokoh besar yang sholeh, nama baiknya telah dirusak oleh para pengikut yang jahat, yaitu al-Imam Ja’far bin Muhammad al-Shadiq dan Imam Ahmad bin Hanbal.”
W: “Apa maksud perkataan al-Hafizh Ibnu Syahin ini akhi?”
A: “Imam Ja’far al-Shadiq dan Imam Ahmad bin Hanbal ini adalah dua tokoh besar yang tidak diragukan keshalehannya. Cuma nama baik beliau dirusak oleh para pengikut yang jahat. Jadi nama baik Imam Ja’far al-Shadiq telah dirusak oleh orang-orang Syiah yang membuat propaganda bahwa mereka pengikut Imam Ja’far al-Shadiq. Setiap orang-orang Syiah memiliki ajaran mereka menisbatkannya kepada Imam Ja’far al-Shadiq. Padahal Imam Ja’far al-Shadiq justru imam Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Artinya Ahlul-Bait itu hanya dijadikan propaganda oleh kaum Syiah.”
S: “Maaf akhi, itu kan pernyataan ulama Ahlussunnah Wal-Jama’ah, yang memang menjadi musuh Syiah. Setiap aliran pasti menjelek-jelekkan aliran lainnya. Sudah barang tentu kami tidak menerima dengan pernyataan dan kesimpulan tersebut.”
A: “Akhi, antum harus tahu, bahwa kami meyakini dan mempercayai apa yang dikatakan oleh ulama kami Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Karena para ulama kami selalu berhati-hati dan memegang prinsip kejujuran, pantang berdusta dan melakukan taqiyyah (berdusta) seperti dalam ajaran Syiah. Tapi begini akhi S, seandainya ada pernyataan dari ulama Syiah Rofidhoh, yang menguatkan pernyataan al-Hafizh Ibnu Syahin di atas, apakah antum akan menerima?”
S: “Ya tentu ana akan menerima akhi. Tapi tidak mungkin ulama kami menyatakan bahwa Imam Ja’far al-Shadiq hanya dijadikan propaganda oleh para ulama Syiah.”
A: “Akhi S, kalau ana punya bukti dari kitab antum sendiri, bagaimana?”
S: “Silahkan antum keluarkan akhi.”
Lalu A membuka rak kitab di belakang dia duduk, dan mengambil kitab kecil, terbitan lama, berjudul Ma’rifah Akhbar al-Rijal, karangan salah seorang ulama Syiah Rofidhoh terkemuka, yaitu Abu Amr Muhammad bin Umar bin Abdul Aziz al-Kasyi. Di kalangan Syiah Rofidhoh, kitab ini dikenal dengan nama Rijal al-Kasyi. Lalu A membuka halaman 208 dan meminta S agar membaca dan menerjemahkannya. S membaca dengan agak lancar, tetapi ada beberapa bacaan yang keliru menurut bahasa Arab. Karena orang-orang Syiah memang banyak yang tidak bias membaca kitab berbahasa Arab dengan baik. Lalu S membaca:
قَالَ يَحْيَى بْنُ عَبْدِ الْحَمِيْدِ الْحَمَّانِيُّ فِيْ كِتَابِهِ الْمُؤَلَّفِ فِيْ إِثْبَاتِ إِمَامَةِ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ ع. قُلْتُ لِشُرَيْكٍ إِنَّ أَقْوَامًا يَزْعُمُوْنَ اَنَّ جَعْفَرَ بْنِ مُحَمَّدٍ ضَعِيْفُ الْحَدِيْثِ فَقَالَ أُخْبِرُكَ الْقِصَّةَ كَانَ جَعْفَرُ بْنِ مُحَمَّدٍ رَجُلاً صَالِحًا مُسْلِمًا وَرِعًا فَاكْتَنَفَهُ قَوْمٌ جُهَّالٌ يَدْخُلُوْنَ عَلَيْهِ ويَخَرْجُوْنَ مِنْ عِنْدِهِ وَيَقُوْلُوْنَ حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنِ مُحَمَّدٍ وَيُحَدِّثُوْنَ بِأَحَادِيْثَ جُلُّهَا مُنْكَرَاتٌ كِذْبٌ مَوْضُوْعَةٌ عَلىَ جَعْفَرٍ لِيَسْتَأْكِلُوْنَ النَّاسَ بِذَلِكَ وَيَأْخُذُوْنَ مِنْهُمُ الدَّرَاهِمَ فَكَانُوْا يَأْتُوْنَ مِنْ ذَلِكَ كُلَّ مُنْكَرٍ.
“Yahya bin Abdul Hamid al-Hammani berkata dalam kitabnya yang disusun dalam menetapkan keimaman Amirul Mukminin. Aku berkata kepada Syuraik, bahwa banyak kaum yang beraumsi bahwa Ja’far bin Muhammad itu lemah haditsnya. Syuraik menjawab: “Aku ceritakan kejadiannya. Ja’far bin Muhammad itu seorang laki-laki yang shaleh dan seorang Muslim yang wara’. Lalu dia dikelilingi oleh kaum yang bodoh-bodoh, yang sering mendatangi beliau, dan keluar dari beliau lalu berkata, “Ja’far bin Muhammad telah menceritakan kepada kami”. Mereka menyampaikan hadits-hadits, sebagian besar adalah munkar, dusta dan dipalsukan kepada Imam Ja’far, dengan tujuan mencari makan dari manusia dengan hal itu dan mengambil uang-uang mereka. Dari situlah mereka melakukan semua kemungkaran.” (Abu Amr Muhammad bin Umar bin Abdul Aziz al-Kasyi, Ma’rifah Akhbar al-Rijal, hal. 208).
Akhi S, dalam pernyataan di atas, jelas sekali kalau orang-orang Syiah yang sering mendatangi Imam Ja’far al-Shadiq, itu sering menyampaikan hadits-hadits munkar, dusta dan palsu atas nama Imam Ja’far al-Shadiq, hanya untuk mencari makan. Maaf akhi, ini kesimpulan dari kitab Syiah sendiri. Dan sejalan dengan apa yang diterangkan oleh para ulama Sunni.”
S: “Iya ya. Kok ajaran Syiah yang kami ikuti benar-benar rapuh ya? Ana heran.”
W: “Makanya antum akhi ana nasehati, tinggalkan ajaran Syiah dan ikuti ajaran kami, ajaran kaum salaf, yang kalian sebut ajaran Wahabi.”
S: “Walaupun ana keluar dari Syiah, tidak mungkin ikut ajaran Wahabi akhi W. karena mulai kemarin, akhi A berhasil membuktikan propaganda guru antum, Syaikh Ibnu Baz, dalam fatwa-fatwanya mengklaim mengikut madzhab Hanbali, ternyata akhi A berhasil membuktikan bahwa Wahabi itu Hanbali palsu. Afwan akhi, kita murni diskusi ilmiah.”
A: “Ya sudah lah. Kita istirahat dulu. Nanti kita lanjutkan diskusi soal aliran yang menjadikan Imam Ahmad bin Hanbal radhiyallahu ‘anhu dan madzhab Hanbali sebagai propaganda juga. Kita sekarang perlu rehat.”
W; “Akhi A, antum kok punya kitab Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, himpunan fatwa-fatwa Syaikh Ibnu Baz, setebal 30 jilid itu? Terus kitab-kitab Syiah antum dapat dari mana?”
A: “Kita istirahat dulu aja lah. Kalau kitab Ibnu Baz ana dikirimi teman-teman ASWAJA yang tinggal di Qatar. Isinya banyak yang salah. Kalau kitab-kitab Syiah ana sebagian pinjam sana shohib dan belum ana kembalikan. Ayo kita istirahat dulu.”
Bersambung insya Allah.

 Foto Muhammad Idrus Ramli.

Suka · ·

Tidak ada komentar:

Posting Komentar