Tetapi inilah penyakit akut umat Islam dalam mensikapi adanya perbedaan pendapat dalam persoalan furu’. Seringkali sikap kita memperlakukan orang lain yang berbeda pendapat seperti perlakuan kita kepada musuh agama, yaitu tuduhan sesat,ahli bid’ah, syirik, kafir dan julukan-julukan lain yang tidak pantas. Memang manusia cenderung memusuhi sesuatu yang tidak diketahuinya. Pepatah mengatakan:
النَّاسُ أَعْدَاءُ مَاجَهِلُوا
“Manusia itu menjadi musuh terhadap sesuatu yang tidak diketahuinya.”
Jika seseorang menuduh saudara seiman dengan tuduhan sesat, ahli bid’ah, syirik dan kafir, boleh jadi tuduhan itu dilontarkan secara tergesa-gesa menuruti sikap emosionalnya. Jika tuduhan itu didasarkan atas sikap emosionalnya, menunjukkan kerdilnya jiwa dan kurangnya wawasan keilmuan Islam. Atau boleh jadi si penuduh masih dangkal pemahaman ilmunya sehingga dengan mudah menuduh seorang ulama besar dengan tuduhan kafir dan syirik.
Tentunya kita sangat merindukan kaum muslimin dapat bersatu dalam naungan kasih-sayang dan mampu mengembangkan rasa tasammuh (toleransi) yang tinggi. Umat Islam sudah terlalu lama dan lelah dalam menghadapi perpecahan intern umat.
Saat ini, umat Islam tersudut dalam berbagai persoalan kehidupan serta dapat dikalahkan oleh bangsa-bangsa lain. Sebenarnya, kekalahan umat Islam itu,bukan karena semata-mata keampuhan umat lain, tetapi lebih disebabkan oleh kelemahan dan tidak bersatunya kaum muslimin dalam wadah wihdatul-ummah.Dan salah-satu penyebab perpecahan kaum muslimin itu adalah ada sebagian kelompok yang suka sekali menuduh dan menyesatkan sesama kaum muslimin dengan tuduhan kafir, syirik, sesat , bid’ah, ahli neraka.
Tulisan ini mencoba untuk membahas tentang bahaya mengkafirkan atau menyesatkan sesama muslim. Hal-hal apa saja seorang muslim bisa dikeluarkan dari Islam. Dan bagaimana sebaiknya sikap kita dalam menghadapi perbedaan pendapat ?
Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki dalam kitabnya “Mafahim Yajib An-Tushahhah” hal 72, mengatakan bahwa sebagian manusia salah dalam memahami sebab-sebab yang mengeluarkan seseorang muslim dari agama Islam sehingga ia bisa dihukumi dengan kafir /murtad. Hal ini bisa dilihat, bahwa mereka sangat cepat mengklaim seorang muslim dengan kekafiran, hanya karena berbeda pendapat dengan mereka. Jika seperti itu adanya, maka orang yang benar-benar muslim sangat sedikit di dunia ini, karena hampir setiap orang yang berbeda dengan mereka adalah kafir. Mungkin niat mereka adalah dalam rangka amar ma’ruf dan nahi munkar, akan tetapi terlepas dari niat itu, bahwa kewajiban amar ma’ruf dan nahi munkar harus dilaksanakan dengan cara yang penuh hikmah dan mau’idhah hasanah, dan jika mengharuskan jidal (debat) hendaklah berdebat dengan cara yang baik. Sebagaimana firman Allah swt:
أدعوا إلي سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم باللتي هي أحسن
“Serulah manusia ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik dan berbantahlah dengan mereka dengan cara yang terbaik.”(QS An-Nahl:126)
Cara yang demikian itu akan lebih mendorong ke arah penerimaan obyek dakwah dan lebih dekat kepada tercapainya hasil yang diinginkan, sedangkan jika tidak menggunakan cara tersebut adalah sebuah kesalahan dan kebodohan. Islam tidak hanya indah di dalam ajarannya, tetapi Islam juga mengajarkan cara-cara yang baik dan indah dalam menyampaikan ajaran dan kebenarannya. Kebaikan dan keindahan dalam menyampaikan satu ajaran, adalah setengah dari keberhasilan. Dan cara penyampaian yang baik dan santun serta bil-hikmah , menunjukkan ketinggian ilmu dan pemahamannya terhadap ajaran Islam. Sebaliknya, kecerobohan, kekasaran dan ketidaksantunan dalam menyampaikan ajaran Islam, menunjukkan akan kedangkalan dan sempitnya ilmu dan wawasan. Dan contoh penyampaian dakwah yang bil-hikmah adalah dilakukan oleh Rasulullah saw dan para sahabatnya.
Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki mencontohkan, misalnya mengajak seorang muslim yang sholat, dan diapun melaksanakan kewajiban-kewajiban Allah, menjauhi hal-hal yang haram, menyebarkan dakwah , juga sebagai aktifis-aktifis masjid , ia juga suka mendirikan lembaga-lembaga keislaman, kemudian engkau ajak kepada suatu perkara yang engkau anggap benar , sedangkan ia menganggap tidak benar, dan perkara itu di kalangan Ulama sejak dahulu masih diperselisihkan, sehingga ada yang menetapkan kebenaran perkara tersebut dan ada yang mengingkarinya. Jika ia tidak mengikuti pendapatmu, namun engkau mengklaim dia dengan kekafiran, kesesatan , ahli bid’ah hanya karena berbeda pendapat denganmu, sesungguhnya engkau sendiri telah berbuat suatu kemunkaran yang sangat besar.
Imam As-Sayyid Ahmad Masyhur al-Haddad berkata:”Telah sepakat Ijma’ Ulama terhadap larangan mengkafirkan seorang muslim kecuali jika berkaitan dengan peniadaan wujud Allah, syirik yang jelas, sehingga tidak ada pentakwilan lagi, atau pengingkaran akan nubuwwah, dan pengingkaran terhadap kebenaran mutlak, atau pengingkaran terhadap hal-hal yang mutawatir dan muttafaqun alaih (Ma’lumun Minaddin bidl-Dlarurah)”(Lihat Mafahim :72)
Yang dimaksud dengan Al-Ma’lum minad-Diin bidl-Dlarurah, menurut Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki misalnya masalah tauhid, nubuwwah, risalah nabi terakhir Muhammad saw, hari berbangkit, hari pembalasan di Akhirat kelak, juga adanya surga dan neraka, maka dianggap kufur yang menafikan semua itu dan tidak diterima alasan seorang muslim ketika menafikan hal-hal tersebut dengan alasan karena ia bodoh, kecuali orang yang baru masuk Islam, maka alasannya bisa diterima sampai ia belajar dan memahami.
Termasuk kebenaran mutlak adalah hal-hal yang diriwayatkan secara mutawatir, yaitu yang diriwayatkan oleh sekelompok orang sahabat yang tidak mungkin bersepakat terhadap kebohongan. Adakalanya, mutawatir dari sisi sanad, misalnya:
مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Barangsiapa yang berdusta dengan sengaja atas namaku, maka hendaklah ia menempatkan dirinya di dalam api neraka.” (Mafaahim :73)
Hadits ini bersifat mutawatir yang diriwayatkan oleh lebih dari 70 orang sahabat. Ada juga mutawatir dari sisi tingkatan, misalnya mutawatirnya Al-Qur’an, karena sesungguhnya al-Qur’an diriwayatkan secara luas di kalangan sahabat, tabi’in, tabi’it-tabi’in dan kaum muslimin sehingga tidak membutuhkan sanad. Ada juga yang mutawatir dari sisi amal (Mutawatir ‘Amali), yaitu suatu pewarisan amal dari masa kenabian sampai sekarang, seperti aktifitas Rasulullah saw yang tidak melaksanakan sholat Dzuhur setelah sholat Jum’at. Hal ini tidak ada haditsnya, namun para ulama sudah sepakat bahwa setelah sholat Jum’at tidak dilakukan sholat Dzuhur lagi sebagai pewarisan Rasulullah saw hingga sekarang.
Adakalanya mutawatir ilmu (pengetahuan), seperti mutawatirnya mukjizat-mikjizat Nabi saw , meskipun dalil-dalil setiap peristiwa yang menggambarkan kemukjizatan Nabi saw adalah sebagian bersifat ahad, akan tetapi secara umum, kaum muslimin sepakat secara mutawatir bahwa Rasulullah saw memiliki mukjizat itu.
Termasuk perkara mutlak adalah persoalan hukum yang telah ditetapkan oleh Al-Qur’an dengan dalil-dalil yang qath’I dilalah/jelas penunjukannya, misalnya masalah hukum potong tangan bagi pencuri, hukum cambuk bagi pezina ghairu mushan, hukum qishash dalam pembunuhan, haramnya daging babi, haramnya khamr,haramnya judi, haramnya riba, haramnya darah, wajibnya sholat dan puasa romadlon,wajibnya zakat dan haji bagi yang mampu, serta persoalan-persoalan hukum yang sudah ditetapkan secara qath’I dilalah, maka pengingkaran terhadap persoalan-persoalan itu akan menjerumuskan seorang muslim pada kekafiran. Itulah hal-hal yang bersifat aksiomatik dalam agama yang tidak diperbolehkan bagi setiap muslim untuk mengingkarinya.
Sedangkan menghukumi seorang muslim dalam masalah-masalah selain di atas dengan tuduhan kafir, syirik, sesat, murtad, ahli bid’ah dan ahli neraka, adalah perkara yang berbahaya. Boleh jadi mengkufurkan seorang muslim tanpa melalui penelitian dan pendalaman secara benar, efek pengkufurannya itu kembali kepada si penuduh. Seorang muslim tidak dibenarkan menghukumi sesama muslim lainnya dengan tuduhan kufur, syirik dan sesat, kecuali bagi orang yang mengetahui berdasarkan nur syariat batasan-batasan bagi masuk dan keluarnya seseorang muslim pada kekafiran dan kesyirikan serta mengetahui dengan jelas batas-batas yang terperinci antara kufur dan iman berdasarkan pandangan ajaran Islam.
Juga tidak dibenarkan mengkufurkan seseorang muslim hanya karena ia berbuat maksiat, atau dosa besar ,padahal masih ada iman dan keyakinan tentang syahadatain dalam dirinya. Oleh karena itu, kaum muslimin harus benar-benar berhati-hati terhadap ucapan yang cepat keluar untuk mengkafirkan seorang muslim pada selain hal-hal aksiomatik yang sudah dijelaskan di atas.
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu Umar ra yang menuturkan bahwa Rasulullah saw bersabda:
”Barangsiapa yang berkata kepada saudaranya (seiman) :”Hai kafir.”, kata-kata itu terpulang kepada salah satu di antara keduanya. Jika tidak, maka kata itu akan kembali kepada yang mengucapkannya.”(HR Bukhari dan Muslim).
Imam Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan hadits yang semakna dari Abu Hurairah ra yang menuturkan bahwa ia mendengar Rasulullah saw bersabda:
مَنْ دَعَارَجُلاً بِالْكُفْرِ أَوْ قَالَ عَدُوَّ الله وَلَيْسَ كَذَلِكَ إِلاَّ حَارَ عَلَيْهِ
“Barangsiapa memanggil seseorang dengan kata:”Kafir”, atau dengan kata :”Musuh Allah”, padahal (yang dipanggil) tidak seperti itu, maka (panggilan itu) terpulang kepada dirinya sendiri.”(HR Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:
إِذَا قَالَ الرَّجُلُ لأَخِيْهِ يَا كَافِرٌ فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا
“Jika seorang muslim memanggil saudaranya dengan panggilan :”Ya Kafir!” sungguh panggilan itu akan kembali kepada salah satu dari keduanya.”(HR Imam Bukhari dari Abu Hurairah ra.Lihat Mafahim :73)
Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra bahwa Nabi saw pernah bersabda:
إِنْ كَفَرَ الرَّجُلُ أَخَاهُ فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا (رواه مسلم)
“Jika ada orang lelaki yang mengkafirkan saudaranya, maka pengkafirannya itu akan kembali kepada dirinya sendiri.”(HR Muslim)
Imam Ath-Thabrani di dalam kitabnya al-Kabir meriwayatkan sebuah hadits dari Abdullah bin Umar ra dengan sanad yang baik bahwa Rasulullah saw bersabda:
كُفُّوْا عَنْ أَهْلِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله لاَ تُكَفِّرُوْاهُمْ بِذَنْبٍ وَلاَ تُخْرِجُوْهُمْ مِنَ الاِسْلاَمِ بِعَمَلٍ
“Tahanlah diri kalian (jangan menyerang) kepada orang yang ahli “La Ilaaha Illallah “,(yakni orang muslim). Janganlah kalian mengkafirkan mereka karena suatu dosa.”Menurut versi lain:”Janganlah kalian mengeluarkan mereka (sesama muslim) dari Islam karena suatu perbuatan.” (HR Imam Ath-Thabrani)
Imam Hasan al-Banna-semoga Allah merahmatinya-selalu memperingatkan kepada para pengikutnya agar jangan menyibukkan diri dalam perjuangan memerangi bid’ah idhafiyah (bid’ah sampingan atau bid’ah yang tidak menyentuh pokok agama), sebab masih banyak bid’ah hakiki yang perlu diperangi, yaitu kemungkaran-kemungkaran yang menyalahi agama yang oleh para ulama sudah disepakati. Perkataan beliau yang sangat terkenal:
”Kita harus meyakini kebenaran pengertian-pengertian agama yang sampai kepada kita, dan bersamaan dengan itu kita mentoleransi orang lain yang tidak sama(berbeda pendapat) dengan kita dalam memahami beberapa masalah yang tidak pokok (furu’).Hal itu tidak boleh menjadi perintang bagi ikatan batin, rasa saling mencintai dan saling bantu dalam kebajikan di antara sesama kaum muslimin.”
Imam Abu Ya’la meriwayatkan sebuah hadits dari Hudzaifah ra yang berkata bahwa Rasulullah saw pernah bersabda:
مِمَّا أَخَافُ عَلَيْكُمْ رَجُلٌ قَرَأَ الْقُرْاَنَ حَتَّى إِذَا رُئِيَتْ بَهْجَتُهُ عَلَيْهِ وَكَانَ رِدَاؤُهُ الاِسْلاَمَ إِنْفَسَخَ مِنْهُ وَنَبَذَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ وَسَعَى عَلَى جِارِهِ بِالسَّيْفِ, وَرَمَاهُ بِالشِّرْكِ, قُلْتُ: يَانَبِيَّ الله أَيُّهُمَا أَوْلَى بِالشِّرْكِ, الْمُرْمَى أَوِ الرَّامِي, قَالَ: الرَّامِي
“Yang aku khawatirkan atas kalian adalah akan adanya orang yang membaca al-Qur’an hingga dilihat orang lain kebagusannya. Ia berbaju Islam, tetapi kemudian tertanggal lalu dicampakkan ke belakang punggungnya dan selanjutnya ia mendatangi tetangganya (sesama muslim) sambil membawa pedang dan menuduhnya sebagai orang syirik. Aku bertanya:”Ya Nabiyallah!Manakah yang lebih pantas disebut syirik, yang dituduh atau yang menuduh?” Beliau menjawab:”Yang menuduh.”
Hikmahnya Rasulullah saw melarang seorang muslim menuduh saudaranya dengan tuduhan kufur, syirik, sesat dan bid’ah antara lain, agar antar sesama kaum muslimin selalu berperasaan husnudhan (berbaik sangka ) kepada saudaranya, menjunjung tinggi tasammuh (toleransi) antar sesama muslim, menjaga ikatan ukhuwah Islamiyah, tidak menganggap dirinya paling benar sehingga tertipu terhadap dirinya sendiri (ightirar bin-nafsi). Tuduhan kufur, syirik , sesat, murtad kepada sesama muslim disamping tuduhan itu akan kembali kepada dirinya sendiri, akibat yang paling berbahaya adalah dapat menimbulkan perpecahan dan permusuhan di antara sesama kaum muslimin.Bahkan akibat paling parah adalah pembunuhan.
Hal itu pernah terjadi dalam sejarah umat Islam terdahulu, ketika kaum muslimin saling mengklaim dirinya paling selamat, sementara orang lain sesat, kufur, dan syirik. Imam Ath-Thabrani dalam kitabnya Al-Ausath meriwayatkan sebuah hadits bahwa Umarah bin Qardh dalam tugas operasi pengamanan di daerah dekat al-Ahwaz, mendengar suara adzan. Ia kemudian berangkat menuju tempat suara itu dengan maksud hendak menunaikan sholat jama’ah. Tetapi alangkah terkejutnya, ketika tiba di sana ternyata ia berada di tengah-tengah kaum Khawarij sekte Azariqah. Mereka menegurnya:”Hai musuh Allah, apa maksudnu datang kemari?”Umarah menjawab:”Kalian bukan teman-temanku.”Mereka menyahut:”Ya, engkau memang kawan setan dan engkau harus kami bunuh.” Umarah berkata:”Apakah engkau tidak senang melihatku seperti ketika Rasulullah saw dahulu melihatku?” Mereka menjawab:”Apa yang menyenangkan beliau darimu?” Umarah berkata:”Aku datang kepada beliau sebagai orang kafir, lalu aku mengikrarkan kesaksianku, bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa beliau adalah benar-benar utusan Allah. Beliau kemudian membiarkan aku pergi.” Akan tetapi kaum Khawarij Azariqah tidak puas dengan jawaban Umarah itu. Ia lalu diseret dan dibunuh.
Terhadap sikap kebanyakan orang-orang Khawarij itu,Ibnu Umar berkata:”Bahwa mereka itu (orang-orang Khawarij) adalah manusia-manusia yang paling buruk. Dengan bertitik tolak kepada ayat-ayat al-Qur’an yang diturunkan Allah tertuju kepada orang-orang kafir, mereka (kaum Khawarij) mengarahkan tuduhannya itu kepada sesama kaum muslimin.”(HR Imam Bukhari)
Imam Al-Haromain pernah berkata:”Seandainya ada orang yang meminta kepada saya supaya merumuskan hukum syara’ yang dapat dijadikan dasar untuk menetapkan kekufuran seseorang, pasti saya jawab:Itu merupakan pemikiran yang tidak pada tempatnya. Sebab persoalan itu terlalu jauh jangkauannya, persoalan gawat yang pemecahannya harus bersumber kepada prinsip tauhid, dan orang yang ilmunya tidak mencapai puncak hakekat kebenaran, ia tidak akan memperoleh dalil-dalil pemikiran yang kuat.”( Lihat Mafahim :73)
Imam Ali bin Abi Thalib ra ketika ditanya oleh para sahabatnya tentang kedudukan kaum Khawarij:”Apakah mereka itu orang-orang kafir?” Beliau menjawab:”Bukan, mereka justeru orang yang menjauhkan diri dari kekufuran.” Ditanya lagi:”Apakah mereka itu termasuk orang-orang munafik?” Ia menjawab:”Bukan, orang-orang munafik sedikit berdzikir, mereka justeru orang-orang yang banyak berdzikir.” Lantas, apakah sesungguhnya mereka itu? Ia menjawab:”Mereka adalah orang-orang yang dilanda fitnah hingga menjadi buta (hatinya) dan tuli.”
Imam Abu Dawud meriwayatkan dari Anas bin Malik ra bahwa Rasulullah saw bersabda:
ثَلاَثٌ مِنْ أَصْلِ الاِيْمَانِ: الْكَفُّ عَمَّنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله لاَ نُكَفِّرُهُ بِذَنْبٍ وَلاَ نُخْرِجُهُ عَنِ الاِسْلاَمِ بِالْعَمَلِ, وَالْجِهَادُ مَاضٍ مُنْذُ بَعَثَنِيَ الله إِلَى أَنْ يُقَاتِلَ أَخِرُ أُمَّتِى الدَّجَّالَ لاَ يُظْلِمُهُ جُوْرُ جَائِرٍ وَلاَ عَدْلَ عَادِلٍ , الاِيْمَانُ بِالاَقْدَارِ
(رواه أبو داود)“Tiga perkara termasuk pokok keimanan;yaitu (1).Tidak memusuhi orang-orang yang telah mengucapkan “Tiada Tuhan selain Allah” dan tidak mengkafirkannya karena perbuatan dosanya dan tidak mengeluarkannya dari Islam karena suatu perbuatan. (2).Berjihad berlaku terus sejak Allah mengutusku hingga saat umatku yang terakhir memerangi Dajjal. Jihad itu tidak boleh ditiadakan oleh orang yang dhalim ataupun orang orang yang adil.(3).Meyakini takdir Allah”.(HR Abu Dawud. Lihat Mafahim Yajib an-Tushahah :73)
Sangat bijak perkatan seorang Imam Malik berkaitan dengan mudahnya seseorang mengkafirkan orang lain:
“Jika keluar dari seseorang sesuatu yang mempunyai 99 alternatif kekafiran dan satu alternative keimanan, maka ia digolongkan sebagai orang yang beriman.”
Boleh jadi mudahnya seseorang menuduh orang lain dengan tuduhan sesat, kafir, syirik, bid’ah kepada sesama muslim lainnya adalah berbangga diri dengan pendapat dan pemikirannya (ujub bir-ro’yi).Jika seseorang sudah berbangga diri dengan pendapat, pemikiran dan ilmunya, maka akan sangat mudah orang itu melakukan tuduhan-tuduhan yang tidak layak kepada sesama muslim. Rasulullah saw sendiri sangat mencela hal itu.
فَإِذَا رَأَيْتَ شَحًّا مُطَاعًا وَهَوًى مُتَّبَعًا وَإِعْجَابَ كُلِّ ذِيْ رَأْيٍ بِرَأْيِهِ فَعَلَيْكَ بِخَاصّة نَفْسك
“Apabila kamu melihat sifat bakhil yang ditaati, hawa nafsu yang dituruti dan ujub (berbangga diri) dengan setiap pendapatnya, maka ……”(Lihat At-Tahdzir minal-Mujazafah bit-Takfir :65)
Syekh Muhammad Alwi Al-Maliki dalam kitabnya “At-Tahdzir minal-Mujazafah bit-Takfir” mengatakan:”Sesungguhnya telah keluar banyak hadits yang masyhur dari Rasulullah saw yang memberikan kabar gembira kepada orang-orang Ahli Tauhid dan Iman serta yang meninggal dunia tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu, yaitu selamat dari siksa neraka dan kebahagiaan surga serta diberikan balasan kebaikan dan diangkat derajatnya.”(At-Tahdzir :71)
Di antaranya Rasulullah saw bersabda:
مَنْ شَهِدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله, وَأَنَّ عِيْسَى عَبْدُ الله وَرَسُوْلُهُ وَكَلِمَتُهُ, أَلْقَاهَا إِلَي مَرْيَمَ وَرُوْحٌ مِنْهُ, وَأَنَّ الْجَنَّةَ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ , أَدْخَلَهُ الله الْجَنَّةَ عَلَى مَاكَانَ مِنَ الْعَمَلِ
“Barangsiapa bersaksi bahwa Tidak ada Ilah (Tuhan yang hak disembah) kecuali Allah dan bahwa Muhammad saw adalah utusan Allah, dan Isa itu hamba Allah dan utusan-Nya serta kalimat-Nya,………Dan surga itu hak (benar) , neraka itu hak, Allah akan memasukkannya ke surga atas apa yang telah diperbuatnya.”(Tahdzir :71).
Di hadits yang lain, Rasulullah saw bersabda:
مَنْ شَهِدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله حَرَّمَ الله عَلَيْهِ النَّارَ (رواه مسلم)
“Barangsiapa yang bersaksi bahwa tidak ada Ilah (Tuhan yang hak disembah) dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, maka Allah mengharamkan baginya neraka.”(HR Muslim).
Rasulullah saw sendiri pernah berpesan kepada Mu’adz bin Jabal ra:
يَا مُعَاذُ! مَامِنْ عَبْدٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ , صَادِقًا مِنْ قَلْبِهِ إِلاَّ حَرَّمَهُ الله تَعَالَى عَلَي النَّارِ
“Ya Mu’adz! Tidaklah seorang hamba yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad itu hamba dan utusan-Nya, membenarkan dalam hati, kecuali Allah akan mengharamkan atasnya neraka.”(At-Tahdzir :71)
Imam Muslim meriwayatkan hadits dari Mu’adz bin Jabal ra, berkata bahwa Rasulullah saw berkata kepada Mu’adz bin Jabal ketika mengutusnya ke negeri Yaman:
إِنَّكَ سَتَأْتِي قَوْمًا أَهْلُ كِتَابٍ, فَإِذَا جِئْتَهُمْ فَادْعُهُمْ إِلَي أَنْ يَشْهَدُوْا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله, فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوْا لَكَ بِذَلِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ الله قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ, فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوْا لَكَ بِذَلِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ الله قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَي فُقَرَائِهِمْ …ز(رواه مسلم في كتاب الايمان )
“Sesungguhnya kamu akan mendatangi suatu kaum Ahli Kitab. Maka jika kamu telah mendatangi mereka, ajaklah mereka untuk bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad saw itu utusan Allah. Jika mereka menerima ajakan kamu itu, kabarkan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan atas mereka sholat lima waktu sehari semalam. Jika mereka menerima kamu tentang hal itu, kabarkan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka zakat yang diambilkan dari orang-orang kaya untuk didistribusikan kepada orang-orang kafir di kalangan mereka…”(HR Muslim di kitabul-Iman I:35)
Dari Ibnu Umar ra berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّي يَشْهَدُوْا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله وَيُقِيْمُوْا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوْا ذَلِكَ عَصَمُوْا مِنِّي دِمَائَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقَّ الاِسْلاَمِ وَحِسَابُهُمْ عَلَي الله (رواه البخاري ومسلم)
“Aku perintahkan untuk memerangi manusia sehingga mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad saw itu adalah utusan Allah dan menegakkan sholat, menunaikan zakat. Apabila mereka telah mengerjakan hal itu, darah dan harta mereka terjaga dariku, kecuali dengan hak Islam dan penghisabannya terserah Allah swt.”(HR Bukhari dalam kitabul-zakat I:11-12; dan Imam Muslim dalam Kitab al-Iman I:38)
Dari Abu Hurairah ra berkata bahwa ada seorang Arab Badui datang kepada Nabi saw dan bertanya:”Tunjukkan kepadaku suatu amal yang jika aku kerjakan, akan masuk surga?” Beliau saw menjawab:
تَعْبُدُ الله لاَ تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيْمُ الصَّلاَةَ الْمَكْتُوْبَةَ وَتُؤْدِي الزَّكَاةَ الْمَفْرُوْضَةَ وَتَصُوْمُ رَمَضَانَ . قال: وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لاَ أَزِيْدَ عَلَي هَذَا . فَلَمَّا وَلَّى قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُنْظُرَ إِلَي رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَلْيَنْظُرْ إِلَي هَذَا (رواه البخاري ومسلم)
“Engkau menyembah kepada Allah , tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, dan mendirikan sholat fardlu, menunaikan zakat wajib dan berpuasa Romadlon.” Orang itu kemudian berkata:”Demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, aku tidak akan menambahnya.” Setelah orang itu berpaling, Nabi saw bersabda:”Barangsiapa yang senang melihat kepada seseorang yang ahli surga, hendaklah melihat orang ini.”(HR Bukhari dalam Kitab Zakat II:109; dan Imam Muslim dalam Kitab al-Iman I:33)
Khatimah.
Semoga kita dijauhkan dari sikap tergesa-gesa menuduh sesama kaum muslimin dengan tuduhan kafir, syirik, sesat , ahli bid’ah, ahli neraka dan tuduhan-tuduhan lain yang tidak layak bagi seorang muslim. Karena hal itu tidak akan menimbulkan manfaat apapun, justeru menimbulkan mudharat yang sangat besar, yaitu tercabik-cabiknya persatuan umat Islam, munculnya perpecahan, berbangga dengan kebenaran dirinya.Selengkapnya baca Kitab karya Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki, yaitu Mafahim Yajib an-Tushahhah dan At-Tahdzir minal-Mujazafah bit-Takfir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar