Rabu, 20 Agustus 2014

Nur Muhammad Awal Terciptanya Semua Makhluk

Penciptaan Nur Muhammad Awal Terciptanya Semua Makhluk

Sebelum semua makhluk diciptakan Allah, Nur Muhammad lah yang pertama kali diciptakan. Di dalam hadits qudsi Allah swt berfirman kepada Nabi Muhammad saw: Aku adalah perbendaharaan yang tersembunyi, Aku ingin dikenal kemudian Aku ciptakan alam (makhluk) agar Aku bisa dikenal. Dengan merenungkan tanda-tanda alam dan ayat-ayat Al Qur’an kaum muslimin dapat memperoleh kilasan aspek Ke-Ilahian yang telah dituangkan di alam semesta yang oleh Al Qur’an disebut sebagai wajah Allah (wajh-Allah).

Di dalam hadits qudsi tersebut di atas terdapat kalimat yang berbunyi: Kemudian Aku ciptakan alam (makhluk)….. Ini masih berbentuk cahaya dan cahaya itu terbagi-bagi sebagaimana pendapat Ka’ab bin Akbar ra dalam kitab yang berjudul Madari: Yusu’ud (tangga-tangga kenaikan) yang di tulis oleh Syeh Nawawi pada halaman 2 s/d 3, yang terjemahannya kurang lebih sebagai berikut: berkata Ka’ab bin Akbar ra:

Ketika Allah hendak menciptakan Maujudat / makhluk, menghamparkan bumi dan meninggikan langit. Allah menggenggam seganggam dari nurNya dan berfirman: Kun Muhammad, maka jadilah segenggam nur tadi menjadi sebuah tiang dari nur yang memancarkan cahaya sampai menembus hijab-hijab kegelapan. Lalu tiang itu bersujud dan berkata: "Allahu Akbar".
Allah berfirman kepada tiang nur itu: “Aku ciptakan kamu dan Aku beri nama kamu Muhammad. Darimu Ku awali semua makhluk, dan darimu Ku akhiri semua para utusan”.
Kemudian Allah membagi empat bagian. Kemudian Allah ciptakan Lauhil Mahfud dari bagian pertama. Lalu Qalam dari bagian yang kedua. Allah berfirman : kepada Qalam, “Tulislah !” maka bergetarlah Qalam seribu tahun kedahsyatan kedahsyatan kitabullah. Lalu Qalam berkata, “Apa yang harus aku tulis ?” Allah berfirman : “Tulislah Lailaaha Illallah Muhammadurrasulullah”. Maka Qalam menulis kalimat itu. Lalu Qalam diberi petunjuk tentang ilmu Allah yang berkaitan dengan makhluk, kemudian Qalam menulis, Anak cucu Adam dari sulbinya; siapa yang taat kepada Allah akan masuk surga, siapa yang maksiyat kepada Allah akan masuk neraka.
Umat Nuh; siapa yang taat kepada Allah masuk surga…Umat Ibrahim; siapa yang taat kepada Allah, masuk surga, siapa maksiat…Umat Musa; siapa yang taat kepada Allah masuk surga, siapa maksiat kepada Allah ….Umat Isa; siapa yang taat kepada Allah masuk surga, siapa maksiyat kepada Allah…Umat Muhammad; siapa yang taat kepada Allah masuk surga, siapa maksiyat kepada Allah….ketika Qalam mau menulis kalimat berikutnya ( masuk neraka ) tiba- tiba ada seruan dari Yang Maha Tinggi: “Hai Qalam beradablah kamu”. Maka pecahlah Qalam karena karena kedahsyatan seruan itu, dan sobek ujungnya berbentuk garis lurus, dengan tangan kudrat maka jadilah adap. Qalam tidak bisa menulis kecuali pecah bergaris ujungnya. Lalu Allah berfirman: “Tulislah, umat berdosa Tuhan Maha Pengampun” kemudian Allah menciptakan Arasy dari bagian yang ke tiga. Dari bagian yang ke empat menjadi empat bagian:

1. Bagian kesatu dijadikan akal

2. Bagian kedua dijadikan ma’rifat ( agar dapat mengetahui)

3. Bagian ketiga dijadikan cahaya Arsy dan sinar penglihatan serta seluruh cahaya termasuk siang ( matahari), sinar malam( bulan dan bintang). Semua cahaya ini berasal dari Nur Muhammad, Nur Muhammad adalah awal segala makhluk

4. Bagian yang ke empat dititipkan di bawah arasy, sampai Allah menciptakan Adam. Kemudian Allah menitipkan bagian itu (nur Muhammad) pada punggung Adam, bersujudlah para Malaikat.

Kemudian Allah memasukkan Adam ke surga, para Malaikat berbaris rapi di belakang Adam, menyaksikan nur tersebut. Adam berkata: “Ya Allah kenapa para Malaikat berkumpul di belakangku?” Allah berfirman : “Wahai Adam mereka melihat nur kekasihku Muhammad penutup para utusan yang Aku keluarkan (pancaran cahaya) dari punggung mu” Adam berkata: “Ya Tuhan jadikan nur itu di depan saya, supaya saya bisa melihat dan berhadapan dengan malaikat”. Maka Allah memindahkan nur itu pada dahi nabi Adam, Malaikat berbaris di depan Adam. Adam berkata: “Ya Tuhan, jadikan Nur ini di tempat yang aku bisa melihat. Maka Allah jadikan Nur itu pada telunjuk Adam. Adam bisa melihat Nur itu bertambah bagus, megah dan Adam mendengar Nur itu bertasbih penuh keagungan, kemudian Nur itu pindah ke Hawa (istri Adam), seperti matahari yang bersinar.

Kemudian ditentukan permulaan para utusan dari Nabi Sis as. Maka hilanglah Nur itu di wajah Hawa pindah ke Nabi Sis as. Lalu Adam mengambil sumpah Nabi Sis as. Bahwasanya: “Tidak akan menyimpan Nur itu kecuali dari yang suci ke yang suci, dari yang mulia ke yang mulia,” sampai pada sulbi Abdullah bin Abdul Mutholib. Kemudian Allah mengeluarkannya ke dunia ini dan menjadikannya Raja para Utusan Rahmatan lil alamin dan seorang panutan yang memancarkan cahaya yang terang benderang.

Demikian dikala Nabi Muhammad saw. Diturunkan ke dunia, beliau disinari cahaya yang terang benderang sehingga, cahaya matahari yang menyinarinya tidak bisa memberi bayangan, dikarenakan cahaya Nur Muhammad lebih terang dari pada sinar matahari, itu terjadi di sepanjang hidup sampai beliau wafat. Dan siapa generasi penerusnya setelah Rasulullah saw. wafat?

Melihat dari sumpah Nabi Adam as. yang berbunyi tidak akan menyimpan Nur itu kecuali dari yang suci ke yang suci, dari yang mulia ke yang mulia. Mengingat risalah yang di bawa oleh Rasulullah saw. Dan dilanjutkan para pewarisnya yaitu para sahabat, para wali yang suci, dan para tabiin serta para ulama’ (yang disucikan dan yang dimuliakan oleh Allah swt.)

Jadi manusia yang dititipi Nur Muhammad, adalah orang-orang yang suci dan orang-orang yang dimuliakan oleh Allah swt. Adapun orang- orang yang mensucikan diri sehingga ia mencapai pada tingkat kesucian ruh mereka diberi petunjuk untuk menuju ke jalan yang sampai kepada ruhnya ruh Nur Muhammad, karena ruh tercipta dari percikan Nur Muhammad dikala bersujud dan bertasbih kepada Allah selama ribuan tahun. Sumber dari Penciptaan Nur Muhammad Awal Terciptanya Semua Makhluk: Makrifat Haji

Tambahan dari komentar:

Keterangan berikut adalah suntingan dari kitab ‘Sirrul Asrar Fi Ma Yahtaju Ilayhil Abrar’
oleh Ghawthul A’zham Shaikh Muhyiddin Abdul Qadir Jilani رضي الله عه

Maka berkata Shaikhuna; tentang

… Nur Muhammad (iaitu hakikat Muhammad) – atau ringkasnya asal kejadian.

Semoga Allah Ta’ala memberikan kamu kejayaan di dalam amalan-amalan kamu yang disukaiNya dan Semoga kamu memperolehi keredaanNya. Fikirkan, tekankan kepada pemikiran kamu dan fahamkan apa yang aku katakan.

Allah Yang Maha Tinggi pada permulaannya menciptakan cahaya Muhammad daripada cahaya suci Keindahan-Nya. Dalam hadis Qudsi Dia berfirman;

“Aku ciptakan ruh Muhammad daripada cahaya Wajah-Ku”.
Ini dinyatakan juga oleh Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم dengan sabdanya:
“Mula-mula Allah ciptakan ruhku. Pada permulaannya diciptakanNya sebagai ruh suci”.
“Mula-mula Allah ciptakan qalam”.
“Mula-mula Allah ciptakan akal”.

Apa yang dimaksudkan sebagai ciptaan permulaan itu ialah ciptaan hakikat kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم; kebenaran tentang Muhammad yang tersembunyi. Dia juga diberi nama yang indah-indah.

Dia dinamakan Nur, cahaya suci kerana dia dipersucikan dari kegelapan yang tersembunyi di bawah sifat jalal Allah.

Allah Yang Maha Tinggi berfirman:

قَدْ جَآءَكُمْ مِّنَ اللَّهِ نُورٌ وَكِتَـبٌ مُّبِينٌ

“Sesungguhnya telah datang kepada kamu dari Allah, cahaya dan kitab yang menerangkan”. – Al-Maaidah, ayat 15

Dia dinamakan aqal yang meliputi (akal universal) kerana dia telah melihat dan mengenali segala-galanya.

Dia dinamakan qalam kerana dia menyebarkan hikmah dan ilmu dan dia mencurahkan ilmu ke dalam huruf-huruf.

Roh Muhammad adalah zat atau hakikat kepada segala kejadian, permulaan dan kenyataan alam maya. Baginda صلى الله عليه وسلم menyatakan hal ini dengan sabdanya;

“Aku daripada Allah dan sekalian yang lain daripadaku”.

Allah Yang Maha Tinggi menciptakan sekalian roh daripada roh baginda صلى الله عليه وسلم di dalam alam kejadian yang pertama, dalam bentuk yang paling baik. ‘Muhammad’ adalah nama kepada sekalian kemanusiaan di dalam alam arwah. Dia adalah sumber, asal usul dan kediaman bagi sesuatu dan segala-galanya.

kenalilah dirimu. MAN ARAFA NAFSAHU FAKAQ ARAFA RABBAHU

Ibnu Ishaq berkata :

Setelah Abdulloh (bapak Rosululloh) selamat dari penyembelihan dengan dibayar dengan 100 ekor unta, maka Abdul Mutholib mengajaknya pergi. Saat berada dekat ka’bah lewatlah seorang wanita dari Bani Asad bin Abdul Uzza, namanya Ummu Qottal binti Naufal bin Asad, dia adalah saudari Waroqoh bin Naufal. Saat wanita tersebut melihat wajah Abdulloh, maka dia berkata : Engkau mau pergi kemana wahai Abdulloh ? Abdulloh menjawab : Saya mau pergi bersama bapakku.” Wanita itu pun berkata : Saya akan memberimu unta sebanyak yang disembelih sebagai gantimu, tapi setubuhilah saya sekarang.” Abdulloh berkata : Saya sedang bersama bapakku dan saya tidak bisa untuk menyelisihi serta berpisah dengannya.”

Selanjutnya Abdul Mutholib membawa Abdulloh menemui Wahb bin Abdu Manaf bin Zahroh (dia adalah bapaknya Aminah, ibunda Rosululloh) lalu dia menikahkan putrinya Aminah dengan Abdulloh, dan saat itu Aminah adalah wanita Quraisy yang paling agung nasab dan kedudukannya.

















NUR MUHAMMAD

Pokok dari ajaran agama adalah mengajarkan kepada ummatnya tentang bagaimana berhubungan dengan Tuhan, cara mengenal-Nya dengan sebenar-benar kenal yang di istilahkan dengan makrifat, kemudian baru menyembah-Nya dengan benar pula. Apakah agama Islam, Kristen, Hindu dan lain-lain, semuanya mengajarkan ajaran pokok ini yaitu bagaimana seseorang bisa sampai kehadirat-Nya. Karena itu pula Allah SWT menurunkan para nabi/Rasul untuk menyampaikan metodologi cara berhubungan dengan-Nya, tidak cukup satu Nabi, Allah SWT menurunkan ribuan Nabi untuk meluruskan kembali jalan yang kadangkala terjadi penyimpangan seiring berjalannya waktu.
Nabi Adam as setelah terusir dari syurga bertahun-tahun bahkan berpuluh tahun bertobat kepada Allah SWT tidak diampuni, setelah Beliau berwasilah (teknik bermunajat) kepada Nur Muhammad barulah dosa-dosa Beliau diampuni oleh Allah SWT, artinya Allah mengampuni Adam as bukan karena ibadahnya akan tetapi karena ada faktor tak terhingga yang bisa menyambungkan ibadah beliau kepada pemilik bumi dan langit. Lewat faktor tak terhingga itulah maka seluruh permohonan Nabi Adam as sampai kehadirat Allah SWT.  Faktor tak terhingga itu adalah Nur Muhammad yang merupakan pancaran dari Nur Allah yang berasal dari sisi-Nya, tidak ada satu unsurpun bisa sampai kepada matahari karena semua akan terbakar musnah kecuali unsur dia sendiri yaitu cahayanya, begitupulah dengan Allah SWT, tidak mungkin bisa sampai kehadirat-Nya kalau bukan melalui cahaya-Nya
Nur Muhammad adalah pancaran Nur Allah yang diberikan kepada Para Nabi mulai dari Nabi Adam as sampai dengan Nabi Muhammad SAW, dititipkan dalam dada para Nabi dan Rasul sebagai conductor yang menyalurkan energi Ketuhanan Yang Maha Dasyat dan Maha Hebat. Dengan penyaluran yang sempurna itu pula yang membuat nabi Musa bisa membelah laut, Nabi Isa menghidupkan orang mati dan Para nabi menunjukkan mukjizatnya serta para wali menunjukkan kekeramatannya. Karena Nur Muhammad itu pula yang menyebabkan wajah Nabi Muhammad SAW tidak bisa diserupai oleh syetan.
Setelah Rasulullah SAW wafat apakah Nur Muhammad itu ikut hilang?
Tidak! Nur tersebut diteruskan kepada Saidina Abu Bakar Siddiq ra sebagai sahabat Beliau yang utama sebagaimana sabda Nabi:
“ Tidak melebih Abu Bakar dari kamu sekalian dengan karena banyak shalat dan banyak puasa, tetapi (melebihi ia akan kamu) karena ada sesuatu (rahasia) yang tersimpan pada dadanya”
Pada kesempatan yang lain Rasulullah bersabda pula :
“Tidak ada sesuatupun yang dicurahkan Allah ke dadaku, melainkan seluruhnya kutumpahkan pula ke dada Abu Bakar Siddiq”.
Nur Muhammad akan terus berlanjut hingga akhir zaman, dan Nur itu pula yang terdapat dalam diri seorang Mursyid yang Kamil Mukamil yang wajahnya juga tidak bisa diserupai oleh syetan. Memandang wajah Mursyid hakikatnya adalah memandang Nur Muhammad dan sudah pasti memandang Nur Allah SWT.
Nabi SAW bersabda :
La yadhulunara muslimun ra-ani wal man ra-a man ra-ani wala man ra-a man ra-ani ai walau bisab’ina wasithah, fainnahum khulafa-li fi tablighi wal irsyadi, inistaqamu ala syarii’ati.
“Tidak akan masuk neraka seorang muslim yang melihat aku dan tidak juga (akan masuk neraka) yang melihat orang yang telah melihat aku, dan tidak juga (akan masuk neraka) orang yang melihat orang yang telah melihat aku, sekalipun dengan 70 wasithah (lapisan/antara). Sesungguhnya mereka itu adalah para khalifahku dalam menyampaikan (islam/sunahku) mengasuh dan mendidik (orang ramai), sekiranya mereka itu tetap istiqamah didalam syari’atku” (H.R. Al – Khatib bin Abd.Rahman bin Uqbah).
Makna melihat dalam hadist di atas bukan dalam pengertian melihat secara umum, karena kalau kita maknai melihat itu dengan penglihatan biasa maka Abu Jahal dan musuh-musuh nabi juga melihat beliau akan tetapi tetap masuk Neraka. Melihat yang dimaksud adalah melihat Beliau sebagai sosok nabi yang menyalurkan Nur Allah kepada ummatnya, melihat dalam bentuk rabithah menggabungkan rohani kita dengan rohani beliau.
Darimana kita tahu seseorang itu pernah melihat Nabi dan bersambung sampai kepada Beliau? Kalau melihat dalam pengertian memandang secara awam maka para ahlul bait adalah orang-orang yang sudah pasti punya hubungan melihat karena mereka adalah keturunan Nabi.
Akan tetapi karena pengertian melihat itu lebih kepada rabitah atau hubungan berguru, maka yang paling di jamin punya hubungan melihat adalah Para Ahli Silsilah Thariqat yang saling sambung menyambung sampai kepada Rasulullah SAW.
Syukurlah bagi orang-orang yang telah menemukan seorang Guru Mursyid yang silsilahnya bersambung kepada Rasulullah SAW, yang selalu memberikan pencerahan dengan menyalurkan Nur Muhammad sebagai Rahmatan Lil ‘Alamin, bermohon atas namanya niscaya Allah SWT akan mengabulkan do’a dan dari Mursyid lah Firman Nafsani dari Allah terus berlajut dan tersampaikan kepada hamba-Nya yang telah mendapat petunjuk.
Barulah kita tahu kenapa memandang wajah Mursyid itu bisa mengubah akhlak manusia yang paling bejat sekalipun, karena dalam wajah Mursyid itu adalah pintu langsung kepada Allah SWT.
Nabi Adam as diampuni dosanya dengan ber wasilah kepada Nur Muhammad, apa mungkin dosa kita bisa terampuni tanpa Nur Muhammad?
Marilah kita memuliakan Guru Mursyid kita sebagai bhakti kasih kita kepadanya, dari Beliaulah Nur Muhammad itu tersalurkan sehingga bencana sehebat apapun dapat ditunda, sesungguhnya Guru Mursyid itu adalah Guru kita dari dunia sampai ke akhirat kelak, jangan kita dengarkan orang-orang yang melarang memuliakan Guru sebagai Ulama pewaris Nabi sesungguhnya ajaran demikian itu baru muncul di abad ke-18, muncul akibat keberhasilan orang orientalis menghancurkan Islam dari dalam.
Ingat pesan dari Nabi SAW yang mulia :
“Muliakanlah Ulama sesungguhnya mereka adalah pewaris pada nabi, barang siapa memuliakan mereka maka telah memuliakan Allah dan Rasul-Nya” (H.R. Al – Khatib Al – Baghdadi dari Jabir R.A.)

Syukur yang tak terhingga bagi orang-orang yang telah menemukan ulama pewaris Nabi, yang apabila memandang wajahnya sama dengan memandang Nur Muhammad, wajah yang tidak bisa diserupai oleh syetan, dengan wajah itu pula yang bisa menuntun kita dalam setiap ibadah, dalam kehidupan sehari-hari, wajah yang kekal abadi, wajah Nur Muhammad.

Alhamdulillahhirabbil ‘Alamin

Penciptaan Nur Muhammad SAW

Suatu hari Sayidina Ali, karamallahu wajhahu, misan dan menantu Nabi Suci SAW bertanya,

"Wahai (Nabi) Muhammad, kedua orang tuaku akan menjadi jaminanku, mohon katakan padaku apa yang diciptakan Allah Ta’ala sebelum semua makhluk ciptaan?"

Beliau menjawab : "Sesungguhnya, sebelum Rabbmu menciptakan lainnya, Dia menciptakan dari Nur-Nya nur Nabimu."

Di Hadist yang lain, yang diiiwayatkan dari Abdurrazaq ra yang diterimanya dari Jabir ra, bahwa Jabir pernah bertanya kepada Rasulullah saw, "Ya Rasulullah, beritahukanlah kepadaku, apakah yang mula-mula sekali Allah jadikan?".

Rasulullah saw menjawab : "Sesungguhnya Allah ciptakan sebelum adanya sesuatu adalah nur Nabimu dari Nur-Nya."

Nur Muhammad itu sudah ada sebelum adanya segala sesuatu di alam ini. Nur Muhammad dianugerahi tujuh lautan : Laut Ilmu, Laut Latif, Laut Pikir, Laut Sabar, Laut Akal, Laut Rahman, dan Laut Cahaya.

Dia kemudian membagi Nur ini menjadi empat bagian Dari bagian pertama Dia menciptakan Pena. dari bagian kedua lawhal-mahfudz, dari bagian ketiga ‘Arsy”.

Kini telah diketahui bahwa ketika Allah menciptakan lawhal-mahfudz dan Pena. Pada pena itu terdapat seratus simpul, jarak antara kedua simpul adalah sejauh dua tahun perjalanan. Allah kemudian memerintahkan Pena untuk menulis, dan Pena bertanya, "Ya Allah, apa yang harus saya tulis?"

Allah berfirman, “Tulislah : la ilaha illallah,Muhammadan Rasulullah”.

Atas itu Pena berseru, "Oh, betapa sebuah nama yang indah, agung Muhammad itu bahwa dia disebut bersama Asma Mu yang Suci, ya Allah".

Allah kemudian berfirman, "Wahai Pena, jagalah kelakuanmu ! Nama ini adalah nama Kekasih-Ku, dari Nurnya Aku menciptakan ‘Arsy dan Pena dan lawhal-mahfudz; kamu, juga diciptakan dari Nurnya. Jika bukan karena dia, Aku tidak akan menciptakan apapun”.

Ketika Allah SWT telah mengatakan kalimat tersebut, Pena itu terbelah dua karena takutnya kepada Allah, dan tempat dari mana kata-katanya tadi keluar menjadi tertutup/terhalang, sehingga sampai dengan hari ini ujungnya tetap terbelah dua dan tersumbat, sehingga dia tidak menulis, sebagai tanda dari rahasia Ilahiah yang agung.

Kemudian Allah memerintahkan Pena untuk menulis "Apa yang harus saya tulis, Ya Allah?" bertanya Pena. Kemudian Rabb al Alamin berkata, "Tulislah semua yang akan terjadi sampai Hari Pengadilan !”.

Berkata Pena, "Ya Allah, apa yang harus saya mulai?". Berfirman Allah, "Kamu harus memulai dengan kata-kata ini: Bismillah al-Rahman al-Rahim."

Dengan rasa hormat dan takut yang sempurna, kemudian Pena bersiap untuk menulis kata-kata itu pada Kitab (lawh al-mahfudz), dan dia menyelesaikan tulisan itu dalam 700 tahun.

Ketika Pena telah menulis kata-kata itu, Allah SWT berfirman "Telah memakan 700 tahun untuk kamu menulis tiga Nama-Ku; Nama Keagungan-Ku, Kasih Sayang-Ku dan Empati-Ku. Tiga kata-kata yang penuh barakah ini saya buat sebagai sebuah hadiah bagi ummat Kekasih-Ku Muhammad. Dengan Keagungan-Ku, Aku berjanji bahwa bilamana abdi manapun dari ummat ini menyebutkan kata Bismillah dengan niat yang murni, Aku akan menulis 700 tahun pahala yang tak terhitung untuk abdi tadi, dan 700 tahun dosa akan Aku hapuskan.”

“Sekarang (selanjutnya), bagaian ke-empat dari Nur itu Aku bagi lagi menjadi empat bagian: Dari bagian pertama Aku ciptakan Malaikat Penyangga Singgasana (hamalat al-‘Arsy); Dari bagian kedua Aku telah ciptakan Kursi, majelis Ilahiah (Langit atas yang menyangga Singgasana Ilahiah, ‘Arsy); Dari bagian ketiga Aku ciptakan seluruh malaikat (makhluk) langit lainnya.”

“kemudian bagian keempat Aku bagi lagi menjadi empat bagian: dari bagian pertama Aku membuat semua langit, dari bagian Kedua Aku membuat bumi-bumi, dari bagian ketiga Aku membuat jinn dan api.”

“Bagian keempat Aku bagi lagi menjadi empat bagian : dari bagian pertama Aku membuat cahaya yang menyoroti muka kaum beriman; dari bagian kedua Aku membuat cahaya di dalam jantung mereka, merendamnya dengan ilmu ilahiah; dari bagian ketiga cahaya bagi lidah mereka yang adalah cahaya Tawhid (Hu Allahu Ahad), dan dari bagian keempat Aku membuat berbagai cahaya dari ruh Muhammad SAW”.

Ruh yang cantik ini diciptakan 360.000 tahun sebelum penciptaan dunia ini, dan itu dibentuk sangat (paling) cantik dan dibuat dari bahan yang tak terbandingkan Kepalanya dibuat dari petunjuk, lehernya dibuat dari kerendahan hati. Matanya dari kesederhanaan dan kejujuran, dahinya dari kedekatan (kepada Allah). Mulutnya dari kesabaran, lidahnya dari kesungguhan, pipinya dari cinta dan kehati-hatian, perutnya dari tirakat terhadap makanan dan hal-hal keduniaan, kaki dan lututnya dari mengikuti jalan lurus dan jantungnya yang mulia dipenuhi dengan rahman.

Ruh yang penuh kemuliaan ini diajari dengan rahmat dan dilengkapi dengan adab semua kekuatan yang indah. Kepadanya diberikan risalahnya dan kualitas kenabiannya dipasang. Kemudian Mahkota Kedekatan Ilahiah dipasangkan pada kepalanya yang penuh barokah, masyhur dan tinggi di atas semua lainnya, didekorasi dengan Ridha Ilahiah dan diberi nama Habibullah (Kekasih Allah) yang murni dan suci.

Kemudian Allah SWT menciptakan sebuah pohon yang dinamakan Syajaratul Yaqin. Tangkainya berjumlah empat. Kemudian diletakanlah Nur Muhammad pada pohon tersebut. Namun, kehadiran Nur Muhammad, itu membuat pohon bergetar hebat hingga berubah menjadi permata putih. Sedangkan Nur Muhammad memuji bertasbih ke hadirat Allah Ta’ala 70.000 tahun lamanya. Pada permata tersebut, Nur Muhammad mencoba bercermin. Wajahnya begitu indah dilihat. Bentuknya seperti burung merak, dan pakaiannya demikian indah. Dihiasi dengan berbagai perhiasan. Kemudian ia bersujud lima kali.

Allah SWT melihatnya, membuat Nur tersebut merasa malu dan takut. Lalu keluar keringat dari kepalanya. Dari keringat tersebut Allah SWT menciptakan nyawa malaikat. Dari keringat wajahnya, diciptakanlah nyawa ‘Arsy, matahari, bulan, bintang, dan apa-apa yang ada di langit. Keringat dadanya menjadi bahan untuk menciptakan nyawa para rasul, nabi, wali, ulama, dan orang orang shaleh. Adapun keringat yang muncul dari keningnya, diciptakanlah nyawa orang-orang mukmin dari umat Nabi Muhammad saw. Dari keringat kedua telinganya, diciptakan oleh Allah SWT nyawa orang-orang Yahudi, Nasrani, dan orang-orang kafir, dan sesat. Sedangkan keringat kakinya di antaranya menjadi isi bumi.

Pada waktu selanjutnya Allah SWT menciptakan lentera akik yang merah yang cahayanya menembus ke dalam dan keluar. Lalu Nur Muhammad dimasukkan ke dalam lentera tersebut. Berada di dalamnya dalam posisi berdiri. Sementara nyawa-nyawa yang sudah tercipta berada di luar. Seluruhnya membaca "Subhanallaahi wal hamdulillaahi wa laa ilaaha illallaahu wallahu akbar". 1.000 tahun lamanya nyawa-nyawa itu diperintahkan Allah SWT untuk melihat ke diri Nur Muhammad.

Nyawa yang berhasil melihat kepala Nur Muhammad, maka ia akan ditakdirkan menjadi pemimpin/penguasa. Siapa yang melihat ubun-ubunnya, itulah mereka yang akan menjadi guru/pendidik yang jujur. Siapa yang melihat matanya, ia akan menjadi hafidz (penghapal Al Quran).

Mereka yang memandang telinganya akan menjadi mereka yang menerima peringatan dan nasehat. Adapun yang bisa melihat hidungngya, mereka itu akan menjadi ahli bicara atau dokter. Sedangkan mereka nyawa-nyawa yang berhasil melihat bibir Nur Muhammad, ia akan ditakdirkan menjadi seorang menteri. Nyawa yang melihat bagian giginya maka wajahnya kelak akan cantik rupawan, ia yang bisa melihat lidahnya, akan jadilah utusan/duta raja-raja. Apabila yang dilihat lehernya, ditakdirkanlah menjadi orang berdagang dan usahawan. Apabila tengkuk yang bisa dilihatnya, akan jadilah seorang tentara. Mereka yang berhasil melihat kedua lengan tangannya, maka akan jadi perwira. Jika sikut kanannya yang dilihat, Allah SWT akan menjadikan dirinya berkehidupan dalam dunia tekstil, sedangkan kalau sikut Kirinya, ia akan menjadi orang yang pernah membunuh. Serta, jika dadanya yang berhasil dilihat, maka ia akan menjadi ulama yang disegani. Bila bagian belakang, ia akan ditakdirkan menjadi para ahli sosial kemasyarakatan. Dan jika hanya bayangannya yang berhasil dilihat, maka ia akan menjadi orang yang berkecimpung dalam bidang seni.

Barang siapa melihat tenggorokannya yang penuh barokah akan menjadi khatib dan mu’adzin (yang mengumandangkan adzan). Barang siapa memandang janggutnya akan menjadi pejuang di jalan Allah. Barang siapa memandang lengan atasnya akan menjadi seorang pemanah atau pengemudi kapal laut. Siapa yang melihat tangan kananya akan menjadi seorang pemimpin, dan siapa yang melihat tangan kirinya akan menjadi seorang pembagi (yang menguasai timbangan dan mengukur suatu kebutuhan hidup).

Siapa yang melihat telapak tangannya menjadi seorang yang gemar memberi; siapa yang melihat belakang tangannya akan menjadi kolektor. Siapa yang melihat bagian dalam dari tangan kanannya menjadi seorang pelukis; siapa yang melihat ujung jari tangan kanannya akan menjadi seorang calligrapher, dan siapa yang melihat ujung jari tangan kirinya akan menjadi seorang pandai besi. Siapa yang melihat dadanya yang penuh barokah akan menjadi seorang terpelajar meninggalkan keduniaan (ascetic) dan berilmu.

Siapa yang melihat punggungnya akan menjadi seorang yang rendah hati dan patuh pada hukum syari’at. Siapa yang melihat sisi badannya yang penuh barokah akan menjadi seorang pejuang. Siapa yang melihat perutnya akan menjadi orang yang puas, dan siapa yang melihat lutut kanannya akan menjadi mereka yang melaksanakan ruku dan sujud. Siapa yang melihat kakinya yang penuh barokah akan menjadi seorang pemburu, dan siapa yang melihat telapak kakinya menjadi mereka yang suka bepergian. Siapa yang melihat bayangannya akan mejadi penyanyi dan pemain saz (lute).

Semua yang memandang tetapi tidak melihat apa-apa akan menjadi kaum takberiman, pemuja api dan pemuja patung. Mereka yang tidak memandang sama sekali akan menjadi mereka yang akan menyatakan bahwa dirinya adalah tuhan, seperti Namrudz, Firaun, dan sejenisnya.

Kini semua ruh itu diatur dalam empat baris. Di baris pertama berdiri ruh para nabi dan rasul, a.s, di baris kedua ditempatkan ruh para orang suci, para sahabat, di baris ketiga berdiri ruh kaum beriman, laki – laki dan perempuan. Di baris ke empat berdiri ruh kaum tak beriman.

Semua ruh ini tetap berada dalam dunia ruh di hadhirat Allah SWT sampai waktu mereka tiba untuk dikirim ke dunia fisik. Tidak seorang pun tahu kecuali Allah SWT yang tahu berapa selang waktu dari waktu diciptakannya ruh penuh barokah Nabi Muhammad sampai diturunkannya dia dari dunia ruh ke bentuk fisiknya itu.

Diceritakan bahwa Nabi Suci Muhammad SAW bertanya kepada malaikat Jibril , "Berapa lama sejak engkau diciptakan?" Malaikat itu menjawab, "Ya Rasulullah, saya tidak tahu jumlah tahunnya, yang saya tahu bahwa setiap 70.000 tahun seberkas cahaya gilang gemilang menyorot keluar dari belakang kubah Singgasana Ilahiah: sejak waktu saya diciptakan cahaya ini muncul 12.000 kali."

"Apakah engkau tahu apakah cahaya itu?" bertanya Nabi Muhammad SAW

"Tidak, saya tidak tahu," berkata malaikat itu.

"Itu adalah Nur ruhku dalam dunia ruh, jawab Nabi Suci SAW”.

Pertimbangkan kemudian, berapa besar jumlah itu, jika 70.000 dikalikan 12.000 !

catatan :

Beberapa kalangan dalam ummat Islam mempersoalkan konsep Nur Muhammad (Cahaya Muhammad atau Ruh Muhammad) sebagai suatu konsep yang tidak memiliki dasar dalam ‘aqidah Islam. Padahal, berdasarkan data-data yang kuat, konsep Nur Muhammad adalah suatu konsep ‘aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah yang diterima dan diakui oleh ijma’ (konsensus) ulama ilmu kalam dan ulama’ tasawwuf dalam kurun waktu yang panjang, sebagai suatu konsep yang memiliki sumber dalilnya dari Qur’an dan Hadits Nabi sallallahu ‘alayhi wasallam. Konsep ‘aqidah Nur Muhammad salallahu ‘alayhi wasallam menyatakan antara lain bahwa cahaya atau ruh dari Nabi Besar Muhammad sallallahu ‘alayhi wasallam adalah makhluk pertama yang diciptakan sang Khaliq, Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang kemudian darinya, Dia Subhanahu wa Ta’ala menciptakan makhluk-makhluk lainnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala  menyebut Rasulullah sallallahu ‘alayhi wasallam sebagai Nuur (cahaya), atau sebagai "Siraajan Muniiran" (makna literal: Lampu yang Bercahaya).  

NABI ADAM BERTAWASUL KEPADA ALLAH DENGAN WASILAH NABI MUHAMMAD SAW
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Nabi Adam As. Pernah bertawasul kepada Allah dengan perantaraan (kemuliaan) Nabi Muhammad Saw. Dalam Al Mustadrak, Imam Hakim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Amr bin Muhammad bin Manshur Al 'Adl, dari Abu Al Harits Abdullah bin Muslim Al Fihry, dari Ismail bin Maslamah, dari Abdurrahman bin Zayd bin Aslam, dari Ayahnya, dari kakeknya, dari Umar Ra, bahwa Rasulullah Saw bersabda:
لما اقترف آدم الخطيئة قال : يارب ! أسألك بحق محمد لما غفرت لي ، فقال الله: ياآدم ! وكيف عرفت محمداً ولم أخلقه ؟ قال : يارب ! لأنك لما خلقتني بيدك ونفخت فيَّ من روحك رفعت رأسي فرأيت على قوائم العرش مكتوباً لا إله إلا الله محمد رسول الله ، فعلمت أنك لم تضف إلى اسمك إلا أحب الخلق إليك ، فقال الله : صدقت يا آدم ، إنه لأحب الخلق إليَّ ، أدعني بحقه فقد غفرت لك ، ولولا محمد ما خلقتك
 

"Ketika Nabi Adam As. Terlanjur melakukan dosa(kesalahan), ia berkata, "Wahai Tuhanku, aku mohon kepada-Mu dengan (perantaraan kemuliaan) Muhammad untuk mengampuni dosaku." Allah Swt berfirman, "Bagaimana mungkin engkau mengetahui Muhammad padahal aku belum menciptakannya?" adam berkata, "Wahai Tuhanku, sesungguhnya setelah Engkau menciptakanku dengan "Tangan"-Mu dan telah Engkau tiupkan Ruh-Mu kepadaku, ketika aku mengangkat kepalaku, aku melihat pada tiang-tiang arasy ada tulisan Laa Ilaaha Illa Allah Muhammad Rasulullah, Tidak ada Tuhan – yang hak disembah – selain Allah dan Nabi Muhammad itu utusan Allah. Maka tahulah aku bahwa Engkau tidak menyandarkan kepada nama-Mu kecuali makhluk yang paling engkau cintai." Allah Swt berfirman: "Engkau benar, hai Adam, sesungguhnya ia (Muhammad) adalah makhluk yang paling Aku cintai. Berdo'alah kepada-Ku dengan (perantaraan) haknya. Sungguh Aku telah mengampuni dosamu. Dan seandainya bukan karena Muhammad, pasti Aku tidak meniptakanmu."

Hadis tersebut diriwayatkan oleh hakim dalam al-mustadrak; ia mensahihkannya (II: 615). Diriwayatkan pulu oleh Imam Suyuti dalam AL-Khasha'ish AL-Nabawiyah "Keistimewaan Nabi", yang jiga mensahihkan hadis tersebut. Imam Baihaki pun meriwayatkan dalam kitab Dala'il Al-Nubuwwah "Bukti-bukti Kenabian". Seperti diketahui, Imam Baihaki tidak meriwayatkan hadis-hadis maudhu " bohong". Hal itu ditegaskannya dalam mukadimah kitabnya. Hadis di atas juga disahihkan oleh imam Al-Qasthalani dan Al-Zarqani dalam Al-Mawahib Al-Ladunniyyah, "Karunia Laduni (Dari Allah)" (I:62); juga oleh Imam Subki dalam "Hadits" tersebut diriwayatkan oleh Imam Thabarani dalam Al-Ausath, tetapi dalam sanadnya ada orang yang tidak aku ketahui. (Majma' Al-Zawa'id VIII: 253)

Dalam hadits lain disebutkan, melalui sanad ibnu Abbas r.a, dengan redaksi. "Jika bukan karena Muhammad, Aku pasti tidak menciptakan Adam, tidak surga, tidak pula neraka". Hadits ini diriwayatkan oleh Imam hakim dalam Al-Mustadrak II: 615. Ia mengatakan: "Sanad hadits tersebut sahih. Syekh Ibnu Al-Jauzy juga meriwayatkan dalam buku fatwanya. Syekh Ibnu Al-Jauzy juga meriwayatkan dalam Al-Wafa yang kemudian dikutip juga Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah I : 1800.
  


PENGERTIAN TAWASSUL
Banyak kalangan keliru dalam memahami substansi tawassul. Karena itu kami akan menjelaskan pengertian tawassul yang benar dalam pandangan kami. Namun sebelumnya akan kami jelaskan dulu point-point berikut:

Tawassul adalah salah satu metode berdoa dan salah satu pintu dari pintu-pintu untuk menghadap Allah swt. Maksud sesungguhnya adalah Allah swt. Obyek yang dijadikan tawassul berperan sebagai mediator untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Siapapun yang meyakini di luar batasan ini berarti ia telah musyrik.
Orang yang melakukan tawassul tidak bertawassul dengan mediator tersebut kecuali karena ia memang mencintainya dan meyakini bahwa Allah swt. mencintainya. Jika ternyata penilaiannya keliru niscaya ia akan menjadi orang yang paling menjauhinya dan paling membencinya.
Orang yang bertawassul jika meyakini bahwa media yang dijadikan untuk bertawassul kepada Allah swt. itu bisa memberi manfaat dan derita dengan sendirinya sebagaimana Allah swt. atau tanpa izinNya, niscaya ia musyrik.
Tawassul bukanlah suatu keharusan dan terkabulnya doa tidaklah ditentukan dengannya. Justru yang asli adalah berdoa kepada Allah swt. secara mutlak, sebagaimana firman Allah swt.:

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
"Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepadaKu, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintahKu) dan hendaklah mereka beriman kepadaKu, agar mereka selalu berada dalam kebenaran." (QS. al-Baqarah:186) )
قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَنَ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا
"Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah ar-Rahman dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al-Asma' al-Husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu." (QS. al-Isra`:110)
 
BENTUK TAWASSUL YANG DISEPAKATI ULAMA
Tidak ada seorang pun kaum muslimin yang menolak keabsahan tawassul dengan amal shalih. Barangsiapa yang berpuasa, sholat, membaca al-Qur’an atau bersedekah berarti ia telah bertawassul dengan puasa, sholat, bacaan, dan sedekahnya. Malah tawassul model ini lebih besar peluangnya untuk diterima dan terkabulnya harapan. Tidak ada yang mengingkari hal ini.
Dalil diperbolehkannya tawassul dengan amal shalih adalah sebuah hadits yang mengisahkan tiga lelaki yang terperangkap dalam goa. Salah seorang bertawassul dengan pengabdiannya kepada kedua orangtua, yang lain dengan tindakannya menjauhi perbuatan zina setelah kesempatan itu terbuka lebar, dan yang ketiga dengan sikap amanah serta menjaga harta orang lain dan menyerahkan seluruhnya kepada orang tersebut. Allah pun menyingkirkan persoalan yang mendera mereka.
Tawassul model ini telah dikaji, dijelaskan dalil-dalinya dan dibahas secara mendalam oleh Syaikh Ibnu Taimiyyah dalam kitab-kitabnya, khususnya dalam risalahnya yang berjudul “Qa’idah Jalilah fi at-Tawassul wa al-Wasilah”.
Titik Perbedaan
Sumber perbedaan dalam masalah tawassul adalah tawassul dengan selain amal orang yang bertawassul, seperti tawassul dengan dzat atau orang dengan mengatakan: "Ya Allah, aku bertawassul dengan NabiMu Muhammad saw, atau dengan Abu Bakar, Umar ibn Khaththab, ‘Utsman, atau Ali ra." Tawassul model inilah yang dilarang oleh sebagian ulama.
Kami memandang bahwa pro kontra menyangkut tawassul sekedar formalitas bukan substansial. Karena tawassul dengan dzat pada dasarnya adalah tawassulnya seseorang dengan amal perbuatannya, yang telah disepakati merupakan hal yang diperbolehkan. Seandainya orang yang menolak tawassul yang keras kepala melihat persoalan dengan mata hati niscaya persoalan menjadi jelas, keruwetan terurai dan fitnah yang menjerumuskan mereka yang kemudian memvonis kaum muslimin telah musyrik dan sesat, pun hilang.
Akan saya jelaskan bagaimana orang yang tawassul dengan orang lain pada dasarnya adalah bertawassul dengan amal perbuatannya sendiri yang dinisbatkan kepadanya dan yang termasuk hasil usahanya.
Saya katakan: Ketahuilah bahwa orang yang bertawassul dengan siapa pun itu karena ia mencintai orang yang dijadikan tawassul tersebut. Karena ia meyakini keshalihan, kewalian dan keutamaannya, sebagai bentuk prasangka baik terhadapnya. Atau karena ia meyakini bahwa orang yang dijadikan tawassul itu mencintai Allah swt, yang berjihad di jalan Allah swt. Atau karena ia meyakini bahwa Allah swt. mencintai orang yang dijadikan tawassul, sebagaimana firman Allah swt.: "يحبّونهم ويحبّونه" atau sifat-sifat di atas seluruhnya berada pada orang yang dijadikan obyek tawassul.
Jika anda mencermati persoalan ini maka anda akan menemukan bahwa rasa cinta dan keyakinan tersebut termasuk amal perbuatan orang yang bertawassul. Karena hal itu adalah keyakinan yang diyakini oleh hatinya, yang dinisbatkan kepada dirinya, dipertanggungjawabkan olehnya dan akan mendapat pahala karenanya.
Orang yang bertawassul itu seolah-olah berkata, “Ya Tuhanku, saya mencintai fulan dan saya meyakini bahwa ia mencintaiMu. Ia orang yang ikhlas kepadaMu dan berjihad di jalanMu. Saya meyakini Engkau mencintainya dan Engkau ridha terhadapnya. Maka saya bertawassul kepadaMu dengan rasa cintaku kepadanya dan dengan keyakinanku padanya, agar Engkau melakukan seperti ini dan itu."
Namun mayoritas kaum muslimin tidak pernah menyatakan ungkapan ini dan merasa cukup dengan kemahatahuan Dzat yang tidak samar baginya hal yang samar, baik di bumi maupun langit. Dzat yang mengetahui mata yang berkhianat dan isi hati yang tersimpan.
Orang yang berkata : “Ya Allah, saya bertawassul kepadaMu dengan NabiMu," itu sama dengan orang yang mengatakan: "Ya Allah, saya bertawassul kepadaMu dengan rasa cintaku kepada NabiMu."
Karena orang yang pertama tidak akan berkata demikian kecuali karena rasa cinta dan kepercayaannya kepada Nabi. Seandainya rasa cinta dan kepercayaan kepada Nabi ini tidak ada maka ia tidak akan bertawassul dengan Nabi. Demikian pula yang terjadi pada selain Nabi dari para wali.
Berangkat dari paparan di muka, nyatalah bahwa pro kontra masalah tawassul sesungguhnya hanya formalitas yang tidak perlu berdampak perpecahan dan perseteruan dengan menjatuhkan vonis kufur terhadap orang-orang yang bertawassul dan mengeluarkan mereka dari lingkaran Islam. سُبْحَانك هَذَا 
 بُهْتَان عَظِيم
DALIL-DALIL TAWASSUL YANG DIPRAKTEKKAN KAUM MUSLIMIN
Allah swt. berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ
Wasilah adalah segala sesuatu yang dijadikan Allah swt. sebagai faktor untuk mendekatkan kepada Allah swt. dan sebagai media untuk mencapai kebutuhan. Parameter dalam bertawassul adalah bahwa yang dijadikan wasilah itu memiliki kedudukan dan kemuliaan di mata yang ditawassulkan.
Lafadz al-Wasilah dalam ayat di atas bersifat umum sebagaimana anda lihat. Lafadz ini mencakup tawassul dengan sosok-sosok mulia dari kalangan para Nabi dan sholihin baik di dunia maupun sesudah mati dan tawassul dengan melakukan amal shalih sesuai dengan ketentuannya. Tawassul dengan amal shalih ini dilakukan setelah amal ini dikerjakan.
Dalam hadits dan atsar yang akan anda dengar terdapat keterangan yang menjelaskan keumuman ayat di atas. Maka perhatikan dengan seksama agar anda bisa melihat bahwa tawassul dengan Nabi saw. sebelum wujudnya beliau dan sesudahnya di dunia, sesudah wafat dalam alam barzakh dan sesudah dibangkitkan di hari kiamat, terdapat di dalamnya.
 
Nabi Adam AS TAWASSUL DENGAN NABI MUHAMMAD SAW. 
SEBELUM WUJUD DI DUNIA dan ANDAI TIDAK ADA NUR MUHAMMAD ALLAH SWT TIDAK MENCIPTAKAN DUNIA
Nabi Adam as. bertawassul dengan Nabi Muhammad saw.
Rasulullah Saw bersabda:
لما اقترف آدم الخطيئة قال : يارب ! أسألك بحق محمد لما غفرت لي ، فقال الله: ياآدم ! وكيف عرفت محمداً ولم أخلقه ؟ قال : يارب ! لأنك لما خلقتني بيدك ونفخت فيَّ من روحك رفعت رأسي فرأيت على قوائم العرش مكتوباً لا إله إلا الله محمد رسول الله ، فعلمت أنك لم تضف إلى اسمك إلا أحب الخلق إليك ، فقال الله : صدقت يا آدم ، إنه لأحب الخلق إليَّ ، أدعني بحقه فقد غفرت لك ، ولولا محمد ما خلقتك
Di dalam sebuah hadits terdapat keterangan bahwa Nabi Adam as. bertawassul dengan Nabi Muhammad saw.
Dalam al-Mustadrok, Imam al-Hakim berkata: Abu Sa’id Amr ibnu Muhammad al-‘Adlu menceritakan kepadaku, Abul Hasan Muhammad Ibnu Ishak Ibnu Ibrahim al-Handhori menceritakan kepadaku, Abul Harits Abdullah ibnu Muslim al-Fihri menceritakan kepadaku, Abdurrahman ibnu Zaid ibnu Aslam menceritakan kepadaku, dari ayahnya dari kakeknya dari Umar ra, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda:”Ketika Adam melakukan kesalahan, ia berkata Ya Tuhanku, Aku mohon kepadaMu dengan haqqnya Muhammad agar Engkau mengampuniku.” Allah berkata; Wahai Adam bagaimana engkau mengenal Muhammad padahal Aku belum menciptakanya. “ Wahai Tuhanku, karena ketika Engkau menciptakanku dengan kekuatanMu dan Engkau tiupkan nyawa pada tubuhku dari roh-Mu, maka aku tengadahkan kepalaku lalu saya melihat di kaki-kaki ‘Arsy terdapat tulisan “Laa Ilaha illa Allahu Muhammadur Rasulullah”, maka saya yakin Engkau tidak menyandarkan namaMu kecuali nama makhluk yang paling Engkau cintai,” jawab Adam. “Benar kamu wahai Adam, Muhammad adalah makhluk yang paling Aku cintai. Berdo’alah kepadaKu dengan haqqnya Muhammad maka Aku ampuni kamu. Seandainya tanpa Muhammad, Aku tidak akan menciptakanmu,” lanjut Allah.
 
ولولا محمد ما خلقتك
 
"Seandainya tanpa Muhammad, Aku tidak akan menciptakanmu" 
 
Imam al-Hakim meriwayatkan hadits di atas dalam kitab Al Mustadrok dan menilainya sebagai hadits shahih ( vol. 2 hal. 615 ). Al Hafidh As Suyuthi meriwayatkan dalam kitab Al Khashais An Nabawiyah dan mengategorikan sebagai hadits shahih. Imam Al Baihaqi meriwayatkanya dalam kitab Dalail Nubuwah, dan beliau tidak meriwayatkan hadits palsu sebagaimana telah ia jelaskan dalam pengantar kitabnya. Al Qasthalani dan Az Zurqani dalam Al Mawahib Al Laduniyah juga menilainya sebagai hadits shahih. vol. 1 hal. 62. As Subuki dalam kitabnya Syifaussaqaam juga menilainya sebagai hadits shahih. Al Hafidh Al Haitami berkata, “At Tabrani meriwayatkan hadits di atas dalam Al Ausath dan di dalam hadits tersebut terdapat rawi yang tidak saya kenal.” Majma’uzzawaid vol. 8 hal. 253.
Terdapat hadits dari jalur lain dari Ibnu ‘Abbas dengan redaksi: “Jika tidak ada Muhammad maka Aku tidak akan menciptakan Adam, surga dan neraka.”
HR. Al-Hakim dalam Al Mustadrak dengan isnad yang menurutnya shahih. Syaikhul Islam Al Bulqini dalam Fatawinya juga menilai hadits ini shahih. Hadits ini juga dicantumkan oleh Syaikh Ibnul Jauzi dalam Al Wafaa pada bagian awal kitab dan dikutip oleh Ibnu Katsir dalam Al Bidayah vol. 1 hlm. 180.
Sebagian ulama tidak sepakat atas keshahihan hadits tersebut lalu mengomentari statusnya, menolaknya dan memvonisnya sebagai hadits palsu (maudlu’) seperti Adz Dzahabi dan pakar hadits lain. Sebagian menilainya sebagai hadits dlo’if dan sebagian lagi menganggapnya sebagai hadits munkar. Dari penjelasan ini, tampak bahwa para pakar hadits tidak satu suara dalam menilainya. Karena itu persoalan ini menjadi polemik antara yang pro dan kontra berdasarkan perbedaan mereka menyangkut status hadits. Ini adalah kajian dari aspek sanad dan eksistensi hadits. Adapun dari aspek makna, maka mari kita simak penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengenai hadits tawassul ini.
DOKUMEN-DOKUMEN TENTANG HADITS TAWASSUL ADAM AS
Dalam konteks ini Ibnu Taimiyyah menyebut dua hadits seraya berargumentasi dengan keduanya. Ia berkata, “Abu al-Faraj Ibnu al-Jauzi meriwayatkan dengan sanadnya sampai Maisarah. Maisarah berkata, “Saya bertanya, “Wahai Rasulullah, kapan engkau menjadi Nabi?” “Ketika Allah menciptakan bumi dan naik ke atas langit dan menyempurnakannya menjadi tujuh langit, dan menciptakan ‘arsy maka Allah menulis di atas kaki ( betis ) ‘arsy “Muhammad Rasulullah Khaatamul Anbiyaa’.” Dan Allah menciptakan sorga yang ditempati oleh Adam dan Hawwaa’. Lalu Dia menulis namaku pada pintu, daun, kubah dan kemah. Saat itu kondisi Adam berada antara ruh dan jasad. Ketika Allah menghidupkan Adam, ia memandang ‘arsy dan melihat namaku. Lalu Allah menginformasikan kepadanya bahwa Muhammad ( yang tercatat pada ‘arsy ) junjungan anakmu. Ketika Adam dan Hawwa’ terpedaya oleh syetan, keduanya bertaubat dan memohon syafa’at dengan namaku kepada-Nya.”
Abu Nu’aim Al-Hafidh meriwayatkan dalam kitab Dalaailu al-Nubuwwah dan melalui jalur Syaikh Abi al-Faraj. Menceritakan kepadaku Sulaiman ibn Ahmad, menceritakan kepadaku Ahmad ibn Rasyid, menceritakan kepadaku Ahmad ibn Sa’id al-Fihri, menceritakan kepadaku Abdullah ibn Ismail al-Madani dari Abdurrahman ibn Yazid ibn Aslam dari ayahnya dari ‘Umar ibn al-Khaththab, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda: “Ketika Adam melakukan kesalahan, ia mendongakkan kepalanya. “Wahai Tuhanku, dengan hak Muhammad, mohon Engkau ampuni aku,” ujar Adam. Lalu Adam mendapat pertanyaan lewat wahyu, “Apa dan siapakah Muhammad?” “Ya Tuhanku, ketika Engkau menyempurnakan penciptaanku, aku mendongakkan kepalaku ke arah ‘arsy-Mu dan ternyata di sana tertera tulisan “Laa Ilaaha illa Allaah Muhammadun Rasulullaah”. Jadi saya tahu bahwa Muhammad adalah makhluk Engkau yang paling mulia di sisi-Mu. Karena Engkau merangkai namanya dengan nama-Mu,” jawab Adam. “Betul,” jawab Allah, “Aku telah mengampunimu, dan Muhammad Nabi terakhir dari keturunanmu. Jika tanpa dia, Aku tidak akan menciptakanmu.”
Hadits ini menguatkan hadits sebelumnya, dan keduanya seperti tafsir atas beberapa hadits shahih. (Al-Fatawa, vol. II hlm. 150).
 
PANDANGAN ULAMA MENGENAI TAWASSUL
1.  Mazhab Asy-Syafi'i
An-Nawawi
Al-Imam An-Nawawi yang menganut mazhab Syafi'i dalam adab ziarah kubur Nabi Muhammad
SAW mengatakan bahwa di antara adabnya adalah hendaklah peziarah kembali ke arah kubur 
Rasulullah SAW, lalu bertawassul, dan meminta syafaat dengannya kepada tuhannya.
Al-'Izz ibnu Abdissalam yang juga masih dari kalangan mazhab Asy-Syafi'i mengatakan bahwa 
hendaknya urusan bertawassul ini satu-satunya yang dibenarkan lewat seseorang hanya lewat 
Rasulullah SAW saja, tidak lewat nabi yang lain, atau para malaikat, apalagi para wali. Sebab 
Rasulullah SAW adalah sayyidu waladi Adam, jujungan semua anak Adam.
As-Subki mengatakan bahwa hukum bertawassul, istighatsah serta meminta syafaat kepada Nabi 
Muhammad SAW adalah hal yang merupakan kebaikan.

2.  Pendapat Sebagian Ulama Hanafiyah (Mutaakhkhirin)
Al-Kamal bin Al-Hammam, ulama dari kalangan mazhab Al-Hanafiyah termasuk yang membolehkan
bertawassul dengan diri Rasulullah SAW.
Dalam kitab Fathul Qadir, beliau menyebutkan bahwa hendaklah orang yang berziarah ke makam
Rasulullah SAW itu mengucapkan salam kepada Rasulullah SAW (assalamu 'alaika), lalu silahkan
menyampaikan hajatnya kepada Allah dengan bertawassul kehadhirat Rasulullah SAW.

3.   Mazhab Malik
Diriwayatkan dalam kitab Fadhailu Malik (Keutamaan Imam Malik) karya Abul Hasan Ali bin Fihr,
bahwa Al-Imam Malik rahimahullah pernah ditanya oleh Abu Ja'far Al-Manshur, khalifah yang
kedua dari dinasti Khilafah Abbasiyah.
"Wahai Aba Abdillah, apakah Aku harus menghadap kubur Rasulullah lalu berdoa, ataukah Aku menghadap kiblat lalu berdoa?"
Al-Imam Malik menjawab, "Kenapa Anda harus memalingkan wajah dari kubur Rasulullah SAW?
Padahal Rasulullah SAW adalah wasilah (perantaraan) bagimu kepada Allah di hari kiamat, bahkan
beliau SAW juga merupakan wasilah buat Nabi Adam alaihissalam kepada Allah. Silahkan hadapkan
dirimu kepada Rasulullah SAW dan mintalah syafaat agar Allah SWT memberimu syafaat."
Kisah ini ternyata bukan hanya terdapat di satu kitab, tetapi ada kitab lain, misalnya kitab Asy-Syifa'
karya Al-Qadhi 'Iyyadh lewat jalurnya dari para masyaikh-nya yang tsiqah.

4.  Madzhab Hanabilah
Ibnu Qudamah dari kalangan ulama mazhab Al-Hanabilah dalam kitabnya Al-Mughni menyebutkan:
"Dan dicintai bila seseorang masuk ke dalam masjid agar mendahulukan kaki kanannya. Sampai kepada kalimat: Kemudian hendaklah dia mendatangi kubur Nabi Muhammad SAW dan berdoa: "Aku telah datang kepada Baginda dengan meminta ampun dari dosa-dosaku, dengan memohon syafaat lewatmu kepada tuhanku".

Kesimpulannya, umumnya para ulama dari berbagai mazhab tidak mengharamkan kita 


bertawassul dengan diri Rasulullah SAW.
dan sumber lain yang terpercaya.









HUKUM BERTAWASUL KEPADA WALIYULLAH DAN ORANG-ORANG SHALEH*. Kalau bertawasul kepada Rasulullah diperbolehkan,berarti tawasul kpd auliya yg merupakan pewaris beliau juga tidak dilarang,tidak ada pembatasan.Jangankan kepada para wali Allah,kpd benda matipun tidak dilarang. Sebagaimana Allah menerangkan dlm Al Quran (Al-A'raf:23),bahwa Nabi Daud AS mendapatkan pertolongan-Nya karena bertawasul dgn membawa tabut Nabiyallah Musa AS di depan mereka,yg berisi antara lain pakaian Nabi Musa termasuk sandalnya.Dengan perantaraan itu pasukan Nabi Daud berhasil memenangkan peperangan melawan musuhnya.(Ibnu Katsir,Al-Bidayah wan Nihayah 2/8).Ada lagi,hadist yg diriwayatkan Imam Thabrani.Dikatakannya,jika seseorang kehilangan (tersesat) di suatu daerah,sementara didaerah itu tak ada seorang pun,maka hendaknya ia mengatakan,"YA I'BADALLAH AGHIISTNI (wahai hamba2 Allah tolonglah aku) atau YA I'BADALLAH DULLANA A'LAth-THARIIQI (wahai hamba2 Allah tunjukanlah aku jalan). Dalil-dalil yg telah disebutkan di atas,cukup sudah sebagai bukti diperbolehkan tawasul dalam berbagai bentuk. Jadi kesimpulannya bertawasul itu tidak syirik, adapun orang yg mengatakan tawasul itu syirik itu dikarenakan kedangkalan akal mereka dalam memahami Al-Quran dan Hadist atau karena ada kepentingan2 lain diantaranya:untuk memecah belahkan umat Islam.Semoga kita bisa mengambil manfaat dari apa yg saya paparkan. semoga membawa manfa'at aamiin....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar