Abunawas Pengawal Raja
Alkisah, Abunawas bertugas menjadi pengawal raja, kemanapun Raja pergi Abunawas selalu ada didekatnya .
Raja membuat Undang Undang kebersihan lingkungan, yang pada salah satu pasalnya berbunyi, Dilarang buang air besar di sungai kecuali Raja atau seijin Raja, pelanggaran atas pasal ini adalah hukuman mati.
Suatu hari Raja mengajak Abunawas berburu ke hutan, saat itu Raja kebelet buang air besar, karena di hutan maka Raja buang air besar di sungai yang airnya mengalir ke arah utara.
Raja buang air besar di suatu tempat, tidak taunya Abunawas ikut buang air besar juga di sebelah selatan dari Raja, begitu Raja melihat ada kotoran lain selain kotoran nya, raja marah, dan diketahui yang buang air besar adalah Abunawas .
Abunawas dibawa ke pengadilan, Abunawas divonis hukuman mati, sebelum hukuman dilaksanakan, Abunawas diberi kesempatan membela diri, kata Abunawas “Raja yang mulia, aku rela dihukum mati, tapi aku akan sampaikan
alasanku kenapa aku ikut buang air besar bersama raja saat itu, itu adalah bukti kesetiaanku pada paduka raja, karena sampai kotoran Rajapun harus aku kawal dengan kootoranku, itulah pembelaanku dan alasanku Raja. Hukumlah aku.”
Abunawas yang divonis mati, diampuni dan malah diberi hadiah rumah dan perahu kecil untuk tempat kotoran nya mengawal kotoran raja.
Raja membuat Undang Undang kebersihan lingkungan, yang pada salah satu pasalnya berbunyi, Dilarang buang air besar di sungai kecuali Raja atau seijin Raja, pelanggaran atas pasal ini adalah hukuman mati.
Suatu hari Raja mengajak Abunawas berburu ke hutan, saat itu Raja kebelet buang air besar, karena di hutan maka Raja buang air besar di sungai yang airnya mengalir ke arah utara.
Raja buang air besar di suatu tempat, tidak taunya Abunawas ikut buang air besar juga di sebelah selatan dari Raja, begitu Raja melihat ada kotoran lain selain kotoran nya, raja marah, dan diketahui yang buang air besar adalah Abunawas .
Abunawas dibawa ke pengadilan, Abunawas divonis hukuman mati, sebelum hukuman dilaksanakan, Abunawas diberi kesempatan membela diri, kata Abunawas “Raja yang mulia, aku rela dihukum mati, tapi aku akan sampaikan
alasanku kenapa aku ikut buang air besar bersama raja saat itu, itu adalah bukti kesetiaanku pada paduka raja, karena sampai kotoran Rajapun harus aku kawal dengan kootoranku, itulah pembelaanku dan alasanku Raja. Hukumlah aku.”
Abunawas yang divonis mati, diampuni dan malah diberi hadiah rumah dan perahu kecil untuk tempat kotoran nya mengawal kotoran raja.
dasar Abunawas …..
Nasehat Abu Nawas untuk Sang Sultan
Ketika Sultan Harun Ar-Rasyid menunaikan ibadah haji, beliau sangat rindu pada Abu Nawas,
sahabatnya. Pada Saat tiba di kota Kuffah, tiba-tiba terlihat oleh
Sultan, Abu Nawas yang menaiki batang kayu, berlari-larian ke sana
kemari dan diikuti anak-anak dengan riang. Wajah sang Sultan mendadak
menjadi ceria dibuatnya. Pandangan Mata Sang Sultan berbinar-binar
karena sangat merindukan sosok Abu Nawas. Memang Abu Nawas dalam
beberapa bulan terakhir meninggalkan kerajaan Baghdad sebagai bentuk
protes atas ketidak-adilan dan kesombongan Sultan. Sejak kepergian Abu
Nawas itulah Sultan mengalami kesepian. Tidak ada lagi orang yang
diajaknya berdiskusi maupun bercanda. Karena itu Sultan sangat gembira
begitu melihat sosok Abu Nawas.
Sultan Harun Ar-Rasyid kemudian bertanya kepada para pengawalnya.
“Siapa dia?” tanya Sultan.
“Dia si Abu Nawas yang gila itu,” jawab salah seorang pengawalnya.
“Coba panggil dia kemari, tanpa ada yang
tahu, dan sekali lagi aku peringatkan kamu jangan berkata yang buruk
lagi tentang dia, perintah Sultan Harun.
“Baiklah wahai Sultanku,” jawab pengawal.
Tidak berapa lama kemudian para pengawal
berhasil membawa Abu Nawas ke hadapan Sultan. Abu Nawas diperkenankan
duduk di hadapan Sultan.
“Salam bagimu wahai Abu Nawas,” sapa Sultan Harun Ar-Rasyid.
“Salam kembali wahai Amirul Mukminin,” jawab Abu Nawas.
“Kami merindukanmu wahai Abu Nawas,” kata Sultan Harun Ar Rasyid.“Ya, tetapi aku tidak merindukan Anda semuanya,” jawab Abu Nawas dengan ketus.
Beberapa pengawal kerajaan spontan saja
akan mencabut pedang dari sarungnya untuk memberikan pelajaran kepada
Abu Nawas yang tak mampu menjaga perkataannya di hadapan Sultan, sang
pemimpin. Akan tetapi niat tersebut dicegah sendiri oleh Sultan Harun
Ar-Rasyid.
“Wahai Abu Nawas, aku merindukan kecerdasanmu, maka berilah aku nasihat,” pinta Sultan.
“Dengan apa aku menasehatimu, inilah istana dan kuburan mereka,” kata Abu Nawas.
“Tambahkan lagi, engkau telah memberikan nasihat yang bagus,” ujar Sultan mulai bersemangat.
“Wahai Amirul Mukminin, barang siapa
yang dikarunia Allah SWT dengan harta dan ketampanan, lalu ia dapat
menjaga kehormatannya dan ketampanannya, serta memberikan bantuan dengan
hartanya, maka ia akan ditulis dalam daftar orang-orang yang
shaleh,” kata Abu Nawas.
Sultan Harun Ar-Rasyid begitu senang mendapatkan nasihat itu. Ia kemudian mengira Abu Nawas menginginkan sesuatu darinya.
“Aku telah menyuruh para pengawalku untuk membayar hutangmu,” kata Raja.
“Tidak Amirul Mukminin, kembalikan harta itu kepada yang berhak menerimanya. Bayarlah hutang diri Anda sendiri,” kata Abu Nawas.
Namun Sultan Harun tak menyerah begitu saja. Ia kemudian mempersiapkan hadiah khusus pada Abu Nawas.
“Aku telah mempersiapkan sebuah hadiah untukmu,”katanya.
“Wahai Amirul Mukminin, apakah Paduka
berfikir bahwa Allah hanya memberikan karunia kepada Anda dan
melupakanku,” jawab Abu Nawas yang segera pergi dari hadapan raja.
Perlakuan itu membuat sang Raja merenung sambil mengevaluasi dirinya sendiri.
Sultan Harun sadar kalau selama ini
dirinya kurang adil dan berlaku sombong dengan jabatannya sehingga mudah
meremehkan orang lain. Usai mendapat nasihat dari Abu Nawas,
Sultan Harun berubah menjadi Sultan yang adil dan bijaksana kepada
rakyatnya.
Abu Nawas memberikan nasihat berupa
sindiran, namun sang Sultan tidak tersinggug, atau marah atau bahkan
memenjarakan Abu Nawas. Sultan malah merenung dan terus merenungi apa
gerangan kesalahan yang telah dia buat selama memimpin kerajaan. Sultan
Harun ar-Rashid dan Abu Nawas
Kisah Abu Nawas dan Kambing
Di negeri Persia
hiduplah seorang lelaki yang bernama Abdul Hamid Al-Kharizmi, lelaki ini
adalah seorang saudagar yang kaya raya di daerahnya, tetapi sayang usia
perkawinannya yang sudah mencapai lima tahun tidak juga dikaruniai
seorang anak. Pada suatu hari, setelah shalat Ashar di Mesjid ia
bernazar, “ya Allah swt. jika engkau mengaruniai aku seorang anak maka
akan kusembelih seekor kambing yang memiliki tanduk sebesar jengkal
manusia”. Setelah ia pulang dari mesjid, istrinya yang bernama Nazariah
berteriak dari jendela rumahnya:
Nazariah : “hai, hoi, cuit-cuit, suamiku
tercinta, aku sayang kepadamu, ayo kemari, cepat aku ggak sabaran lagi,
kepingen ni, cepat, aku kepengen ngomong”
Abdul heran dengan sikap istrinya seperti itu, dan langsung cepat-cepat dia masuk kerumah dengan penasaran sebesar gunung.
Abdul : h, h, h, h, h, h, nafasnya kecapaian berlari dari jalan menuju kerumahnya “ada apa istriku yang cantik?”
Nazariah : “aku hamil kang mas”
Abdul : “kamu hamil?, cihui, hui, “
Nazariah : “aku hamil kang mas”
Abdul : “kamu hamil?, cihui, hui, “
Sambil meloncat-loncat kegirangan di
atas tempat tidur, Plok, dia terperosok ke dalam tempat tidurnya yang
terbuat dari papan itu.
Tidak lama setelah kejadian itu istrinya melahirkan seorang anak laki-laki yang sangat cantik dan lucu. Dan diberi nama Sukawati
Pak lurah : “Anak anda kan laki-laki, kenapa diberi nama Sukawati?”
Abdul : “dikarenakan anak saya laki-lakilah makanya saya beri nama Sukawati, jika saya beri nama Sukawan dia disangka homo.
Abdul : “Hai Malik (ajudannya) cepat kamu cari kambing yang mempunyai tanduk sebesar jengkal manusia”.
Malik : “tanduk sebesar jengkal manusia?” ia heran “mau cari dimana tuan?”
Abdul : “cari di dalam hidungmu dongol, ya cari diseluruh ke seluruh negeri ini”
Abdul : “dikarenakan anak saya laki-lakilah makanya saya beri nama Sukawati, jika saya beri nama Sukawan dia disangka homo.
Abdul : “Hai Malik (ajudannya) cepat kamu cari kambing yang mempunyai tanduk sebesar jengkal manusia”.
Malik : “tanduk sebesar jengkal manusia?” ia heran “mau cari dimana tuan?”
Abdul : “cari di dalam hidungmu dongol, ya cari diseluruh ke seluruh negeri ini”
Beberapa hari kemudian.
Malik : “Tuan Abdul, saya sudah cari
kemana-mana tetapi saya tidak menemukan kambing yang punya tanduk
sejengkal manusia” Abdul : “Bagaimana kalau kita membuat sayembara,
cepat buat pengumuman ke seluruh negeri bahwa kita membutuhkan seekor
kambing yang memiliki tanduk sejengkal manusia untuk disembelih”
Menuruti perintah tuannya, Malik segera
menempelkan pengumunan di seluruh negeri itu, dan orang-orang yang
memiliki kambing yang bertandukpun datang kerumah Abdul, seperti
pengawas Pemilu, Abdul memeriksa tanduk kambing yang dibawa tersebut.
Abdul : “hai tuan anda jangan menipu
saya, kambing ini tidak memiliki tanduk sebesar jengkal
manusia” kemudian ia pergi ke kambing lain “jangan main-main tuan, ini
tanduk kambing palsu”.
Setelah sekian lama menyeleksi tanduk
kambing yang dibawa oleh kontestan sayembara, ternyata tidak satupun
yang sesuai dengan nazarnya kepada Allah swt. Abdul hampir putus asa,
tiba-tiba.
Abdul : “aha, saya teh ada ide, segera kamu ke ibu kota dan jumpai pak Abu dan katakan saya ingin meminta tolong masalah saya.
Malik segera menuruti perintah tuannya, dan segera menuju ibu kota dan menjumpai Pak Abu yang punya nama lengkap abu nawas.
Malik : “Pak Abu, begini ceritanya, cus,
cues, ces. Pak Abu bisa bantu tuan saya” Pak Abu : “katakan pada tuan
kamu, bawa kambing yang punya tanduk dan bayinya tersebut besok pagi ke
mesjid Fathun Qarib.
Malik segera pulang dan memberitahukan kepada tuannya bahwa Pak Abu bisa membantu dan cus, cues, ces, sstsst,
Di esok pagi Abdul menjumpai Pak Abu
dengan seekor kambing yang punya tanduk dan anaknya yang masih bayi
tersebut, beserta istrinya.
Pak Abu : “Baiklah tuan Abdul, jika
nazarmua kepada Allah swt. menyembelih kambing yang punya tanduk sebesar
jengkal manusia, sekarang tunjukkan mana kambing yang kau bawa kemari,
dan mana anakmu” Abdul : “ini kambing dan anak saya Pak Abu”
Pak Abu kemudian mengukur tanduk kembing tersebut dengan jengkal anak bayi tersebut dan Pak abu memperlihatkannya ke Abdul
Pak Abu : “sekarang kamu sudah bisa membayar nazarmu kepada Allah swt. karena sudah dapat kambing yang pas”
Abdul : “cihui, uhui, pak Abu memang hebat”, dia meloncat-loncat kegirangan di dalam mesjid setelah melakukan sujud syukur, dan tiba-tiba sleit, dia terpeleset jatuh, karena lantainya baru saja di pel oleh pengurus mesjid itu.
Abdul : “cihui, uhui, pak Abu memang hebat”, dia meloncat-loncat kegirangan di dalam mesjid setelah melakukan sujud syukur, dan tiba-tiba sleit, dia terpeleset jatuh, karena lantainya baru saja di pel oleh pengurus mesjid itu.
Abu Nawas : Dosa Besar dan Dosa Kecil
Abu Nawas al Hasan bin Hani Al Hakami
(756–814) orang Persia lahir tahun 756 M di Ahwaz..dan meninggal tahun
814 M di Baghdad. Ia mengabdikan diri nya pada Sultan Harun Al Rasyid
Sultan Baghdad. Abu Nawas juga dianggap seorang ulama. maka banyak
muridnya … dan suatu ketika… ada tiga orang yang menanyakan kepada Abu
Nawas pertanyaan yang sama… !!! Pertanyaannya adalah “Manakah yang lebih
utama mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa
kecil… ?”
Orang pertama menanyakan hal itu, dan
jawaban Abu Nawas adalah “Orang yang mengerjakan dosa kecil.. !!!”
Mengapa… tanya orang pertama. Sebab lebih mudah diampuni oleh Allah..
kata Abu Nawas. Orang pertama puas, yaagh karena ia memang yakin akan
hal itu… !!!
Orang kedua menanyakan hal yang sama,…
dan jawaban Abu Nawas adalah “Orang yang tidak mengerjakan kedua-duanya…
!!!” Mengapa begitu… tanya orang kedua. Yaagh dengan begitu tentu tidak
memerlukan pengampunan Allah… kata Abu Nawas… !!! Orang kedua …
langsung dapat mencerna penjelasan Abu Nawas…. !!!
Orang ketiga menanyakan juga hal yang
sama… !!! Namun jawaban Abu Nawas adalah Orang yang mengerjakan dosa
besar… !!! Mengapa … ??? tanya orang ketiga. Sebab pengampunan Allah
kepada hambanya sebanding dengan besarnya dosa hambanya itu… !!! jawab
Abu Nawas. Orang ketiga puas dengan penjelasan Abu Nawas… !!!
Seorang murid Abu Nawas … yang bingung
menanyakan kepada Abu Nawas… !!! “Mengapa dengan pertanyaan yang sama
menghasilkan jawaban berbeda… ??? tanyanya.
Jawaban Abu Nawas adalah manusia dibagi
tiga tingkatan… yaitu tingkatan mata, tingkatan otak dan tingkatan hati…
!!! Seorang anak kecil melihat bintang di langit akan bilang bahwa
bintang itu kecil… karena ia hanya menggunakan matanya… !!! Sebaliknya …
seorang pandai akan mengatakan bahwa bintang itu besar.. karena ia
berpengetahuan dan menggunakan otaknya… !!! Kemudian apa tingkatan hati…
??? Orang pandai yang melihat bintang di langit.. ia akan tetap
mengatakan bahwa bintang itu kecil… walau ia tahu bintang itu besar..
!!! Karena ia tahu dan mengerti tidak ada sesuatu apapun yang besar jika
dibandingkan dengan Allah yang Maha Besar… !!!
Kemudian … murid tersebut menanyakan…
“Wahai Guru… bagaimana mendapatkan ampunan dari Allah mengingat
dosa-dosa yang begitu besar… ???”. Bisa… dengan melalui pujian dan doa…
kata Abu Nawas… !!! Ajarkan doa itu wahai Guru… pinta murid Abu Nawas…
!!!
Illahi lastu lil firdausi ahlan, walaa
aqwa’ alannaril jahiimi, fahabli taubatan waqhfir dzunuubi, fa innaka
ghafiruz dzambil adziimi ….
Wahai Tuhanku, aku ini tidak pantas
menjadi penghuni surga. namun aku tidak akan kuat terhadap panasnya api
neraka. Oleh sebab itu terimalah tobatku dan ampunilah dosa-dosaku.
Sesungguhnya hanya Engkau pengampun dosa-dosa besar… Begitulah do’a Abu
Nawas
Abu Nawas Dan Menteri Bertelur
Pada suat hari Sultan Harun al-Rasyid
memanggil sepuluh orang Menterinya “Kalian tahu didepan Istana ini ada
sebuah kolam. Aku akan memberikan masing-masing sebutir telur kepada
kalian, menyelamlah kalian ke dalam kolam itu dan kemudian serahkanlah
telur-telur itu kepadaku apabila kamu muncul kepermukaan. Aku ingin tahu
kepandaian Abu Nawas.”Kemudian sultan
menyuruh memanggil Abu Nawas ke Istananya. Kepada Abu Nawas dan
kesepuluh orang menterinya itu Sultan bertitah, “Kamu sekalian aku
perintahkan turun ke dalam kolam itu, menyelam, dan apabila muncul
kepermukaan serahkanlah kepadaku sebutir telur ayam. Barangsiapa tidak
menyerahkan telur, niscaya mendapat hukuman dariku.”
gerobak telor lucu. Mencari telur didalam air? Pikir Abu Nawas,
sambil memandang kepada Mentri-mentri itu. Mereka tampak takzim dan siap
melaksanakan perintah. “Adakah ayam betina di dalam kolam itu?”Hari pun
malamlah, keesokan harinya, pagi-pagi benar, mentri-mentri itu menyelam
ke dalam kolam, dan ketika muncul dari dalam kolam, masing-masing
membawa sebutir telur dan menyerahkan kepada Sultan. Abu Nawas tidak
kunjung muncul di permukaan kolam, ia berenang kesana-kemari mencari
telur. Di koreknya dinding kolam, namun tak juga ditemukannya. Setelah
capek mengitari dasar kolam, terpikir dalam benaknya bahwa ia dianiaya
oleh Sultan. Maka ia pun berdoa kepada Tuhan mohon keselamatan.
Keluarlah ia dari kolam dan naik ke darat. Didepan Sultan ia
berkokok-kokok dan berjalan laksana seekor ayam jantan.“Hai, Abu Nawas
mana janjimu? Kata Sultan, semua orang ini masing-masing telah
menyerahkan sebutir telur kepadaku, hanya kamu yang tidak, oleh karena
itu kamu akan aku beri hukuman.”Sembah Abu Nawas, “Ya tuanku Syah Alam,
yang mempunyai telur adalah ayam betina, hamba ini ayam jantan, membawa
anak ayam jantan, lagi pula berkokok, telur hanya dapat dihasilkan oleh
ayam betina. Jika ayam betina tidak berjantan, bagaimana ia akan dapat
telur.”
Demi mendengar alasan Abu Nawas, Sultan pun tidak dapat berkata
apa-apa karena memang sangat tepat. Sultan dan semua menterinya hanya
bisa garuk-garuk kepala yang tidak gatal, karena tingkah Abu Nawas
Seteguk Air Termahal
Suatu ketika kalifah Harun al-Rasyid
mendengar bahwa ada seorang alim yang berkunjung ke ibukota
kerajaannya, dan berkeinginan mengundang si orang alim tsb berkunjung ke
istananya agar dapat memberinya nasehat.
Ketika dijelaskan maksud undangan itu,
orang alim tersebut berfikir sejenak lalu bertanya, Wahai Kalifah
seandainya engkau berada ditengah padang pasir dan merasa haus yang
teramat sangat berapakah yang bersedia engkau berikan untuk seteguk air
yang bisa ditawarkan oleh orang lain kepadamu? Kalifah Harun al-Rasyid
menjawab, Akan aku berikan kepadanya setengah kerajaanku untuk seteguk
air yang dia berikan.
Lalu orang alim ini lanjut bertanya,
Seandainya kemudian air yang engkau minum tersebut menjadi penyakit,
engkau tidak dapat mengeluarkannya dari tubuhmu, maka berapakah yang
bersedia engkau bayarkan bagi yang mampu mengobatinya, sehingga air tsb
bisa kembali keluar dari tubuhmu? Kalifah kelima kekalifaan bani
abbasiyah ini menjawab, Aku akan berikan setengah kerajaanku lagi bagi
yang sanggup mengobatinya.
Mendengar jawaban sang Kalifah orang
alim ini lalu berkata, Wahai Paduka Kalifah, lalu apakah yang patut
Paduka banggakan dengan kerajaan Paduka ini, yang nilainya tidak lebih
dari seteguk air yang Paduka minum dan lalu keluarkan lagi?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar