Written By
siroj munir
on
Rabu, 26 Maret 2014
|
18.06
Imam Nawawi dalam kitab Al-majmu’, juz 2 hal. 177, menjelaskan:
Artinya:
Tidak mengapa (diperbolehkan) melantunkan syair didalam masjid apabila syair tersebut berisi pujian pada Nabi, agama Islam, hikmah, mengenai akhlak-akhlak mulia atau hal-hal yang baik seperti itu.
Sedangkan melantunkan syair yang berisi hal-hal tercela, seperti mencaci seorang muslim, sifat-difat khomer (arak), tentang wanita, kedurhakaan, memuji orang yang dholim, membanggakan perkara yang dilarang agama atau hal-hal lainnya, maka hukumnya harom. Ketentuan hukum ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Anas yang telah dituturkan sebelumnya pada permasalahan kesembilan.
Diantara dalil yang dijadikan dasar hukum yang pertama adalah hadits yang diriwayatkan oleh Sa’id bin Al-Musayyab, beliau berkata;
“Umar bin Khoththob pernah berjalan melewati Hassan yang sedang melantunkan sya'ir di Masjid. Lalu Umar menegurnya dengan pandangan mata. Tetapi Hassan berkata; "Dulu saya pernah melantunkan syair di Masjid ini, yang ketika itu ada seseorang yang lebih mulia daripadamu yaitu (Rasulullah)." Kemudian Hassan menoleh kepada Abu Hurairah seraya berkata; "Saya bersumpah kepadamu dengan nama Allah hai Abu Hurairah, pernahkah kamu mendengar Rasulullah berkata kepada saya, Hai Hassan, balaslah sya'ir orang-orang kafir untuk membelaku! Ya Allah ya Tuhanku, dukunglah Hassan dengan Jibril! ' Abu Hurairah menjawab; 'Ya, Saya pernah mendengarnya." (HR. BukhAri dan Muslim).
Sedangkan diantara dalil yang dijadikan dasar penetapan hukum yang kedua adalah hadits yang diriwayatkan oleh ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya:
“Sesungguhnya Nabi shAllallAhu ‘alaihi wasallam melarang melantunkan syair-syair didalam masjid.” (Hadits ini merupakan hadits hasan yang diriwayatkan oleh Imam Nasa’i dengan sanad hasan).
لَا بَأْسَ بِإِنْشَادِ الشِّعْرِ فِي
الْمَسْجِدِ إذَا كَانَ مَدْحًا لِلنُّبُوَّةِ أَوْ الْإِسْلَامِ أَوْ
كَانَ حِكْمَةً أَوْ فِي مَكَارِمِ الْأَخْلَاقِ أَوْ الزُّهْدِ وَنَحْوِ
ذَلِكَ مِنْ أَنْوَاعِ الْخَيْرِ. فَأَمَّا مَا فِيْهِ شَيْئٌ مَذْمُومٌ
كَهَجْوِ مُسْلِمٍ أَوْ صِفَةِ الْخَمْرِ أَوْ ذِكْرِ النِّسَاءِ أَوْ
الْمُرْدِ أَوْ مَدْحِ ظَالِمٍ أَوْ افْتِخَارٍ مَنْهِيٍّ عَنْهُ أَوْ
غَيْرِ ذَلِكَ فَحَرَامٌ لِحَدِيثِ أَنَسٍ السَّابِقِ فِي الْمَسْأَلَةِ
التَّاسِعَةِ: فَمِمَّا يُحْتَجُّ بِهِ لِلنَّوْعِ الْأَوَّلِ حَدِيثُ
سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ قَالَ مَرَّ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ فِي
الْمَسْجِدِ وَحَسَّانُ يُنْشِدُ الشِّعْرَ فَلَحَظَ إلَيْهِ فقال أُنْشِدُ
فِيهِ وَفِيهِ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْك ثُمَّ الْتَفَتَ إلَى أَبِي
هُرَيْرَةَ فَقَالَ أَنْشُدُكَ بِاَللَّهِ أَسَمِعْتَ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ (أَجِبْ عَنِّي اللَّهُمَّ
أَيِّدْهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ) قَالَ نَعَمْ: رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ
وَمُسْلِمٌ وَمِمَّا يُحْتَجُّ بِهِ لِلنَّوْعِ الثَّانِي حَدِيثُ عَمْرِو
بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ (أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ تَنَاشُدِ الْأَشْعَارِ فِي الْمَسْجِدِ)
حَدِيثٌ حَسَنٌ رَوَاهُ النَّسَائِيُّ بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ
Artinya:
Tidak mengapa (diperbolehkan) melantunkan syair didalam masjid apabila syair tersebut berisi pujian pada Nabi, agama Islam, hikmah, mengenai akhlak-akhlak mulia atau hal-hal yang baik seperti itu.
Sedangkan melantunkan syair yang berisi hal-hal tercela, seperti mencaci seorang muslim, sifat-difat khomer (arak), tentang wanita, kedurhakaan, memuji orang yang dholim, membanggakan perkara yang dilarang agama atau hal-hal lainnya, maka hukumnya harom. Ketentuan hukum ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Anas yang telah dituturkan sebelumnya pada permasalahan kesembilan.
Diantara dalil yang dijadikan dasar hukum yang pertama adalah hadits yang diriwayatkan oleh Sa’id bin Al-Musayyab, beliau berkata;
مَرَّ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ فِي
الْمَسْجِدِ وَحَسَّانُ يُنْشِدُ الشِّعْرَ فَلَحَظَ إلَيْهِ فقال أُنْشِدُ
فِيهِ وَفِيهِ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْك ثُمَّ الْتَفَتَ إلَى أَبِي
هُرَيْرَةَ فَقَالَ أَنْشُدُكَ بِاَللَّهِ أَسَمِعْتَ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ (أَجِبْ عَنِّي اللَّهُمَّ
أَيِّدْهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ) قَالَ نَعَمْ
“Umar bin Khoththob pernah berjalan melewati Hassan yang sedang melantunkan sya'ir di Masjid. Lalu Umar menegurnya dengan pandangan mata. Tetapi Hassan berkata; "Dulu saya pernah melantunkan syair di Masjid ini, yang ketika itu ada seseorang yang lebih mulia daripadamu yaitu (Rasulullah)." Kemudian Hassan menoleh kepada Abu Hurairah seraya berkata; "Saya bersumpah kepadamu dengan nama Allah hai Abu Hurairah, pernahkah kamu mendengar Rasulullah berkata kepada saya, Hai Hassan, balaslah sya'ir orang-orang kafir untuk membelaku! Ya Allah ya Tuhanku, dukunglah Hassan dengan Jibril! ' Abu Hurairah menjawab; 'Ya, Saya pernah mendengarnya." (HR. BukhAri dan Muslim).
Sedangkan diantara dalil yang dijadikan dasar penetapan hukum yang kedua adalah hadits yang diriwayatkan oleh ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ تَنَاشُدِ الْأَشْعَارِ فِي الْمَسْجِدِ
“Sesungguhnya Nabi shAllallAhu ‘alaihi wasallam melarang melantunkan syair-syair didalam masjid.” (Hadits ini merupakan hadits hasan yang diriwayatkan oleh Imam Nasa’i dengan sanad hasan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar