“Takbir ada dua macam ; pertama takbir Mursal yaitu takbir yang tidak mengiringi shalat, dan kedua takbir muqayyad yaitu takbir yang mengiringi shalat. Mushannif memulai menjelaskan takbir yang pertama (Mursal), bertakbir merupakan kesunnahan (anjuran) bagi setiap laki-laki maupun perempuan, baik yang hadlir ataupun musafir, ditempat-tempat mana saja, di jalanan, di masjid-masjid dan dipasar-pasar, dimulai sejak terbenamnya matahari pada malam hari raya ‘Idul Fithri, dan mengulang-ngulang takbir ini sampai masuknya (mulainya) imam melakukan shalat ‘Idul Fithri, namun tidak disunnahkan melakukan takbir yang mengiringi shalat pada malam ‘Idul Fithri, akan tetapi Imam Nawawi rahimahullah didalam kitab Al-Adzkar memilih pendapat yang menyatakan sunnah (melakukan takbir mengiringi shalat pada malam ‘Idul Fithri)”.
“Kemudian juga disyariatkan takbir
muqayyad, melakukan takbir pada ‘Idul Adlhaa mengiringi shalat-shalat
fardlu, demikian juga shalat sunnah rawatib, shalat muthlaq dan shalat
jenazah, dimulai sejak waktu shubuh pada hari ‘Arafah (9 Dzulhijjah)
sampai waktu ‘Ashar pada akhir hari Tasyriq (13 Dzulhijjah)”
Waktu Mulai dan Selesainya Takbir Idul Fitri
Waktu Mulai dan Selesainya Takbir Idul Fitri
Adapun mengenai waktu dimulainya melakukan takbir Idul Fithri
adalah ketika terbenamnya matahari pada hari terakhir bulan Ramadhan
(memasuki malam ‘Idul Fithri yaitu ketika waktu maghrib), ini juga
pendapat 7 Fuqaha’ Madinah. Dalilnya adalah,
ولتكملوا العدة ولتكبروا الله على ما هداكم
ولتكملوا العدة ولتكبروا الله على ما هداكم
“Dan hendaklah kamu mencukupkan
bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah (bertakbir) atas
petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu” (QS. Al Baqarah : 185)
Sedangkan selesainya takbir hari raya ‘Idul Fithri, terdapat beberapa
pendapat.
Diantaranya, adalah 1. sampai imam keluar (berangkat) menuju shalat ‘Ied, sebab ketika telah hadir ke tempat shalat, maka yang sunnah adalah menyibukkan dengan shalat maka tidak ada pengertian untuk takbir.
Diantaranya, adalah 1. sampai imam keluar (berangkat) menuju shalat ‘Ied, sebab ketika telah hadir ke tempat shalat, maka yang sunnah adalah menyibukkan dengan shalat maka tidak ada pengertian untuk takbir.
Pendapat lain, adalah 2. sampai dimulainya pelaksanaan shalat ‘Ied, karena perkataan sebelum dimulainya pelaksanaan shalat adalah mubah (boleh) saja sehingga jadilah takbir merupakan perkara yang dianjurkan.
Pendapat lainnya juga, adalah 3. sampai imam pergi, sebab imam dan para makmum, mereka masih sibuk berdzikir hingga mereka selesai shalat, maka sunnah bagi yang tidak melaksanakan shalat untuk tetap melakukan takbir (sampai imam shalat pergi, penj).
Namun, pendapaat yang shahih adalah sampai imam mulai melakukan shalat ‘Idul Fithri.
Waktu Mulai dan Selesainya Takbir Idul Adlha
Adapun untuk ‘Idul Adlhaa. Tedapat beberapa pendapat, diantaranya ;
pendapat pertama adalah dimulai setelah shalat Dhuhur pada yaumun Nahr
(siang ‘Idul Adlha) dan berakhir pada waktu shubuh di akhir ayyumut
tasyriq (tanggal 13 Dzulhijjah), ini berdasarkan firman Allah surah Al
Baqarah ayat 200.
فَإِذَا قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ
فَإِذَا قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ
“Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berdzikirlah (dengan menyebut) Allah”
Sebab manasik haji selesai sebelum masuk tengah hari di yaumun Nahr serta permulaan bertemunya waktu dzuhur, sedangkan batas akhirnya mengikuti pelaksanaan haji, dan akhir shalatnya adalah shalat shubuh.
Sebab manasik haji selesai sebelum masuk tengah hari di yaumun Nahr serta permulaan bertemunya waktu dzuhur, sedangkan batas akhirnya mengikuti pelaksanaan haji, dan akhir shalatnya adalah shalat shubuh.
Pendapat kedua, adalah sejak terbenamnya matahari pada malam ‘Idul Adlhaa, ini berdasarkan qiyas terhadap permulaan ‘Idul Fithri, sedangkan batas akhirnya sampai shalat shubuh di hari terakhir ayyamut tasyriq.
Pendapat ketiga, adalah dimulai pada waktu shalat shubuh di hari ‘Arafah, dan berakhir pada waktu ‘Ashar di hari terakhir ayyamut tasyriq. Hal ini berdasarkan riwayat Umar dan ‘Ali bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam bertakbir setiap mengiri shalat setelah shalat Shubuh di hari ‘Arafah sampai shalat ‘Ashar pada hari terakhir ayyamut tasyriq.
Dari pendapat tiga pendapat tersebut, yang shahih menurut Imam Nawawri adalah berakhir pada tanggal 13 Dzulhijjah waktu shalat ‘Ashar (akhir hari tasyriq)
Takbir mursal juga dikenal sebagai takbir muthlaq, sebab tidak terikat dengan waktu atau tidak mengiri shalat, sehingga bisa dikumandang kapanpun pada momen hari raya untuk menyemarakkan syiar tersebut, baik di rumah-rumah, masjid-masjid, jalan-jalan, pasar-pasar, baik siang maupun malamnya, dan dikerumuman masyarakat, dengan menyaringkan suaranya.
Imam Taqiyuddin Al-Husaini Al-Hishniy mengatakan didalam Kifayatul Akhyar :
"(Disunnahkan mengumandangkan takbir sejak terbenamnya matahari pada malam hari raya sampai masuknya imam untuk shalat hari raya. Adapun pada ‘Idul Adlhaa, takbir dilakukan mengirisi shalat-shalat fardlu sejak shubuh pada hari ‘Arafah sampai waktu ‘Ashar akhir hari tasyriq). Disunnahkan bertakbir sejak terbenam matahari pada malam ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adlhaa, dan tidak ada ada perbedaan dalam hal tersebut, baik di masjid-masjid, rumah-rumah, pasar-pasar, baik siang maupun malam, dan juga ketika di keramainan orang untuk menyeragamkan kumandang takbir, juga tidak ada perbedaan baik yang hadlir (tidak sedang musafir) maupun yang dalam keadaan musafir,..."
Sumber diringkas dari Madinatuliman.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar